You are on page 1of 3

RESTRAIN

1. PENGERTIAN
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat – alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien. Alat tersebut meliputi penggunaan manset untuk
pergelangan tangan atau kaki dan kain pengikat. Restraint (fisik) merupakan alternative
terakhir intervensi jika dengan intervensi verbal, chemical restraint mengalami kegagalan.

2. FUNGSI RESTRAIN
1. Untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan pasien
2. Memfasilitasi pemeriksaan
3. Membantu dalam pelaksanaan uji diagnostik dan prosedur terapeutik.

3. INDIKASI PENGGUNAAN RESTRAIN


Penggunaan teknik pengendalian fisik (restrain) dapat siterapkan dalam keadaan:
Pasien yang membutuhkan diagnosa atau perawatan dan tidak bisa menjadi kooperatif karena
suatu keterbatasan misalnya : pasien dibawah umur, pasien agresif atau aktif dan pasien yang
memiliki retardasi mental. Ketika keamanan pasien atau orang lain yang terlibat dalam
perawatan dapat terancam tanpa pengendalian fisik (restraint). Sebagai bagian dari suatu
perawatan ketika pasien dalam pengaruh obat sedasi.

4. PRINSIP TINDAKAN
Prinsip dari tindakan restrain ini adalah melindungi klien dari cedera fisik dan
memberikan lingkungan yang nyaman. Restrain dapat menyebabkan klien merasa tidak
dihargai hak asasinya sebagai manusia, untuk mencegah perasaan tersebut perawat harus
mengidentifikasi faktor pencetus apakah sesuai dengan indikasi terapi, dan terapi ini hanya
untuk intervensi yang paling akhir apabila intervensi yang lain gagal mengatasi perilaku
agitasi klien. Kemungkinan mencederai klien dalam proses restrain sangat besar, sehingga
perlu disiapkan jumlah tenaga perawat yang cukup dan harus terlatih untuk mengendalikan
perilaku klien. Perlu juga dibuat perencanaan pendekatan dengan klien, penggunaan restrain
yang aman dan lingkungan restrain harus bebas dari benda-benda berbahaya.

5. HAL - HAL YANG PENTING DIPERHATIKAN PADA RESTRAINT


1. Pada kondisi gawat darurat, restraint/seklusi dapat dilakukan tanpa order dokter
2. Sesegera mungkin (< 1 jam) setelah melakukan restraint/seklusi, perawat melaporkan
pada dokter untuk mendapatkan legalitas tindakan baik secara verbal maupun tertulis
3. Intervensi restraint/seklusi dibatasi waktu : 4 jam untuk klien berusia > 18 th, 2 jam untuk
usia 9-17 th, dan 1 jam untuk umur < 9 tahun
4. Evaluasi dilakukan 4 jam I untuk klien > 18 th, 2 jam I untuk anak-anak dan usia 9-17
tahun
5. Waktu minimal reevaluasi oleh dokter adalah 8 jam untuk usia > 18 th dan 4 jam untuk
usia < 17 tahun
6. Selama restraint/seklusi klien diobservasi tiap 10-15 menit, focus obsevasi :
a. Tanda-tanda cedera yang berhubungan dengan restraint/seklusi
b. Nutirisi dan hidrasi
c. Sirkulasi dan range of motion ekstrimitas
d. Vital sign
e. Hygiene dan eliminasi
f. Status fisik dan psikologis
g. Kesiapan klien untuk dibebaskan dari restraint dan seklusi

6. JENIS – JENIS RESTRAIN


1. Alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien
a. Sheet and ties
b. Restraint Jaket
c. Papoose board
d. Restraint Mumi atau Bedong
e. Restraint Lengan dan Kaki
f. Restraint siku
g. Pedi-wrap
h. Molt Mouth Prop
i. Molt Mouth Gags
j. Tongue Blades
2. Pengendalian fisik (physical restraint) tanpa bantuan alat
Pengendalian fisik tanpa bantuan alat merupakan bentuk pengendalian fisik tanpa
menggunakan bantuan alat, pengendalian bentuk ini merupakan bentuk pengendalian
yang menggunakan bantuan perawat maupun bantuan orang tua atau pihak
keluarga pasien, yang merupakan bentuk pengendalian fisik dimana diperlukan tenaga
kesehatan, misalnya perawat untuk menahan gerakan pasien dengan cara memegang
kepala, lengan, tangan ataupun kaki pasien pasien.

7. RESIKO PENGGUNAAN RESTRAINT PADA PASIEN


Terdapat beberapa laporan ilmiah mengenai kematian pasien yang disebabkan oleh
penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint). Hubungan kematian pasien dengan
gangguan psikologi yang disebabkan penggunaan restraint adalah dimana ketika
pengendalian fisik (restrain) dilakukan, pasien mengalami reaksi psikologis yang tidak
normal, yaitu seperti menigkatnya suhu tubuh, cardiac arrhythmia yang kemudian dapat
menyebabkan timbulnya positional asphyxia, excited delirium, acute pulmonary edema, atau
pneumonitis yang dapat menyebabkan kematian pada pasien.

You might also like