Professional Documents
Culture Documents
OLEH:
1. Atenti febria (NH0116026)
2. Dina masbaitubun (NH0116037)
3. Elen dit resok far far (NH01160
4. Erniwati (NH01160
5. Nelynawati (NH0116
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR
makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "askep keluarga
dengan diabetes melitus”. yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan
saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I KONSEP MEDIS
A. Defenisi
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. Manifestasi klinis
E. Pemeriksaan diagnostik
F. Penatalaksanaan
G. Komplikasi
H. Penyimpangan KDM
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan
Suddarth,2002). Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah
akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo,2002)
aKesimpulan DM yaitu suatu kelainan pada seseorang yang di tandai naiknya kadar
glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang di akibatkan karena kekurangan insulin.
B. ETIOLOGI
1. Diabetes tipe I :
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri: tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecendrungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecendrungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi
terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta.
2. Diabetes tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia 65 th)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
C. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu
efek utama akibat kurangnya insulin berikut: berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-
sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 200-1200
mg/dl. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolesterol pada
dinding pembuluh darah dan akibat dari berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia
yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160-
180mg/100ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik
yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat.
Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar
bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat
badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat lelah fan mengantuk yang disebabkan
oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan
karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis,
penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa yang normal, atau toleransi glukosa sesudah makan
karbohidrat, jika hiperglikemianya parah atau melebihi ambang ginjal, maka timbul
glukosaria. Glukosaria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan
mengeluarkan kemih (poliuria) harus testimulasi, akibatnya pasien akan minum dalam
jumlah banyak karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien mengalami
keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang, rasa lapar semakin besar
(polifagia) timbul sebagai akibat kehilangan kalori. (Price,2006)
D. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya
tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan
potofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus
tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul
adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan
pengobatan lazim.
Menurut pupartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah:
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi,
dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia
urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak
bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu terjadi polidipsia atau baru terjadi pada
stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien
DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut.
Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul
keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran
menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada
hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada
pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan
kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan
dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kadar glukosa
a. Gula darah sewaktu/random>200mg/dl
b. Gula darah puasa/nuchter >140mg/dl
c. Gula darah 2jam PP (post prandial) >200mg/dl
2. Aseton plasma : hasil (+) mencolok
3. As lemak bebas : peningkatan lipid dan kolesterol
4. Osmolaritas serum (>330 osm/l)
5. Urinalisis : proteinuria, ketonuria, glukosuria
F. PENATALAKSANAAN
a. Diet
Perhimpunan Diabetes Amerika dan persatuan Dietetik Amerika
merekomendasikan50-60% kalori yang berasal dari:
1. Karbohidrat 60-70%
2. Protein 12-20%
3. Lemak 20-30%
b. Obat hipoglikemik oral (OHO)
1. Sulfonilurea: obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara:
Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
Menurunkan ambang sekresi insulin
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat ransangan glukosa
2. Biguanid: menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sempat di bawah normal.
3. Inhibitor a glukosidase: menghambat kerja enzim a glukosidase di dalam saluran
cerna; sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
pasca prandial.
4. Insulin sensiting agen: thoazahdine diones meningkatkan sensivitas insulin,
sehingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin tanpa menyebabkan
hiperglikemia, tetapi obat ini belum beredar di Indonesia.
5. Insulin:
Indikasi gangguan:
DM dengan berat badan menurun dengan cepat
Ketoasidosis asidosis laktat dengan koma hiperosmolar
DM yang mengalamistres berat (infeksi sistemik,operasi berat, dll)
DM dengan kehamilan atau DM gestasional yang tidak terkendali dalam
pola makan
DM tidak berhasil di kelola dengan obat hipoglemik oral dengan dosis
maksimal (kontradiksi dengan obat tersebut). Insulin oral/suntikan dimulai
dari dosis rendah, lalu di naikkan perlahan, sedikit demi sedikit sesuai
dengan hasil pemeriksaan gula darah pasien.
c. Latihan
Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju metabolisme istirahat,
dapat menurunkan BB, stress, dan menyegarkan tubuh. Latihan menghindari
kemungkinan trauma pada ekstermitas bawah, dan hindari latihan dalam udara yang
sangat panas/dingin, serta pada saat pengendalian metabolisme buruk. Gumakan alas
kaki yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.
d. Pemantauan
Pemantauan kadar glukosa secara mandiri.
e. Terapi (jika diperlukan)
f. Pendidikan
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan diabetes di klasifikasikan sebagai komplikasi akut dan
kronik. Komplikasi akut terjadi akibat intoleransi glikosa yang berlangsung dalam jangka
waktu pendek dan mencakup erikut:
a. Hipoglikemia
b. DKA
c. HHNS
Komplikasi kronik biasanya terjjadi 10-15 tahun setelah awitan diabetes melitus.
Komplikasinya mencakup sebagai berikut :
a. Penyakit makrovaskular (pembuluh darah besar): memengaruhi sirkulasi koroner,
pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah otak.
b. Penyakit mikrovaskular (pembuluh darah kecil): memengaruhi mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati); kontrol kadar gula darahuntuk menunda atau mencegah awitan
komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular
c. Penyakit neuropatik : memengaruhi saraf sensori motorik dan otonom serta berperan
memunculkan sejumlah masalah, seperti impotensi dan ulkus kaki.
H. PENYIMPANGAN KDM
Defisiensi insulin
ketogenesis Osmotic
BUN meningkat
diuresis
Makrovaskuler Mikrovaskule
r
Resiko cidera
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
2. Riwayat kesehatan sekarang
a. Adanya gatal pada kulit disertai luka yang tidak sembuh-sembuh.
b. Kesemutan
c. Menurunnya BB
d. Meningkatnya nafsu makan
e. Sering haus
f. Banyak kencing
g. Menurunnya ketajaman penglihatan.
3. Riwayat kesehatan dahulu
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Pemeriksaan fisik : head to toe
6. Pemeriksaan penunjang
a. Kadar glukosa
Gula darah sewaktu/random>200mg/dl
Gula darah puasa/nuchter>140 mg/dl
Gula darah 2jam pp (post prandial)>200mg/dl
b. Aseton plasma : hasil (+) mencolok
c. As lemak bebas : peningkatan lipid dan kolesterol
d. Osmoralitas serum (>330 osm/l)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. INTERVENSI
DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
Ketidakseimbangan nutrisi Tautan NOC Manajemen nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh Status nutrisi 1. Tentukan status
b.d factor biologis. Indicator outcome: gizi pasien dan
Batasan karakteristik: 1. Asupan gizi, skala kemampuan
1. Penurunan berat target outcome pasien untuk
badan dengan asupan dipertahankan pada memenuhi
makan adekuat. 1 (sangat kebutuhan gizi.
2. Cepat kenyang menyimpang dari 2. Tentukan jumlah
setelah makan rentang normal)di kalori dan jenis
3. Gangguan sensasi tingkatkan ke 3 nutrisi yang
rasa (cukup menyimpang dibutuhkan untuk
dari rentang normal) memenuhi
2. Asupan cairan , kebutuhan gizi.
skala target outcome 3. Tentukan apa
dipertahankan pada yang menjadi
2 (banyak preferensi
menyimpang dari makanan bagi
rentang normal) di pasien
tingkatkan ke 4
(sedikit
menyimpang dari
rentang normal)
Kekurangan volume cairan Tautan NOC Manajemen cairan
b.d kegagalan mekanisme Keseimbangan cairan 1. Monitor tanda-
regulasi. Indicator outcome: tanda vital
Batasan karakteristik: 1. Keseimbangan 2. Timbang berat
1. Haus intake dan output badan setiap hari
2. Peningkatan dalam 24jam, skala dan monitor
konsentrasi urine target outcome status pasien
3. Kelemahan dipertahankan pada 3. Monitor status
2 (banyak hidrasi (
terganggu) misalnya,
ditingkatkan ke 3 membrane
(cukup terganggu) mukosa lembab,
2. Berat jenis urin, denyud nadi
skala target outcome adekuat, dan
dipertahankan pada tekanan darah
1 (sangat terganggu) ortostatik)
di tingkatkan ke 4 4. Berikan cairan
(sedikit terganggu) dengan tepat
Kerusakan integritas kulit Tautan NOC Pengecekan kulit
b.d gangguan sensasi Integritas jaringan : kulit 1. Periksa kulit dan
Batasan karakteristik: dan membrane mukosa selaput lender
1. Kerusakan integritas Indicator outcome : terkait dengan
kulit 1. Suhu kulit skala adanya
2. Benda asing target outcome kemerahan,
menusuk permukaan dipertahankan pada kehangatan
kulit 1 (sangat terganggu) ekstrim, edema,
di tingkatkan ke 3 atau drainase
(cukupp terganggu) 2. Monitor warna
2. Hidrasi, skala target dan suhu kulit
outcome 3. Monitor infeksi
dipertahankan pada 4. Periksa pakaian
2 (banyak yang terlalu ketat.
terganggu) di
tingkatkan ke 4
(sedikit terganggu)
Nyeri akut b.d agens cidera Tautan NOC: Manajemen nyeri
fisik. kontrol nyeri 1. Lakukan
Batasan karakteristik: Indicator outcome: pengkajian nyeri
1. Bukti nyeri dengan 1. Mengenali kapan komprehensif
menggunakan nyeri terjadi, skala yang meliputi
standar daftar target outcome lokasi,
periksa nyeri untuk dipertahankan pada karakteristik,
pasien yang tidak 1 (tidak pernah onset/durasi,
dapat menunjukkan), frekuensi,
mengungkapkannya. ditingkatkan ke 3 kualitas,
2. Ekspresi wajah (kadang-kadang intensitas atau
nyeri. menunjukkan) beratnya nyeri
3. Keluhan tentang 2. Menggunakan dan factor
karakteristik nyeri tindakan pencetus
dengan pengurangan nyeri 2. Pastikan
menggunakan tanpa analgesik, perawatan
standar instrument skala target outcome analgesic bagi
nyeri dipertahankan pada pasien dilakukan
4. Mengekspresikan 2 (jarang dengan
perilaku misalnya menunjukkan) di pemantauan yang
gelisah, merengek , tingkatkan ke 4 ketat.
menangis dan (sering 3. Gunakan strategi
waspada menunjukkan) komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui
pengalaman nyeri
dan sampaikan
penerimaan
pasien terhadap
nyeri
4. Berikan
informasi
mengenai nyeri,
seperti penyebab
nyeri, berapa
lama nyeri akan
dirasakan, dan
antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat prosedur
Resiko cidera Tautan NOC Pencegahan jatuh
Batasan karakteristik: Keparahan cidera fisik 1. Identifikasi
1. Gangguan fungsi Indicator outcome: kekurangan baik
kognitif 1. Lecet pada kulit, kognitif atau fisik
2. Hambatan fisik skala target outcome dari pasien yang
3. Moda transportasi di pertahankan pada mungkin
tidak aman 1 (berat) meningkatkan
4. Gangguan integrasi ditingkatkan ke 3 potensi jatuh
sensori (sedang) pada lingkungan
2. Memar, skala tertentu.
taerget outcome 2. Monitor gaya
dipertahankan pada berjalan,
2 (cukup berat) di keseimbangan
tingkatkan ke 4 dan tingkat
(ringan) kelelhan dengan
ambulasi
3. Ajarkan pasien
bagaimana jika
jatuh , untuk
meminimalkan
cidera
4. Identifikasi
perilaku dan
factor yang
mempengaruhi
resiko jatuh.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pengelompokkan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada perencanaan (Budi Anna Keliat : 1998).
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.Pada
situasi nyata sering implemetasi jauh berbeda dengan rencana keperawatan.Hal ini terjadi
karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana keperawatan tertulis dalam
melaksanakan tindakan keperawatan.
E. EVALUASI
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang terlah dilaksanakan (Kurniawati, 2004).Langkah ini juga
bertujuan untuk mengetahui perkembangan klien setelah melaksanakan tindakan
keperawatan. Evaluasi dapat dilakukan dengan pendekatan SOAP (Subyeketif, Obyektif,
Analisa dan Plan Of care) yaitu sebagai berikut :
b. Komposisi keluarga
Jenis Hubungan
No Nama Umur Kelamin Agama
dengan KK
Pendidikan Pekerjaan
1976
Stroke
Ny. S
56 th DM
1992
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Penderita
: Laki-laki meninggal
: Perempuan meninggal
: Menikah
: Tinggal Serumah
d. Tipe keluarga
Keluarga klien merupakan tipe keluarga besar yang terdiri dari ibu, anak, dan
cucu.
Suku keluarga Ny. S adalah suku Makassar, begitu pula anak dan cucunya.
Berkomunikasi sehari-hari antar keluarga menggunakan bahasa Makassar,
kebiasaan yang berpengaruh terhadap kesehatan tidak ada. Struktur keluarga
banyak dipengaruhi oleh budaya tradisional dalam masyarakat yang
berpengaruh pada keluarga yaitu suku Makassar, karena di masyarakat tempat
keluarga tinggal mayoritas suku Makassar. Keluarga memanfaatkan fasilitas
kesehatan modern yaitu rutin memeriksakan kesehatan ke tempat pelayanan
kesehatan/Puskesmas.
f. Identifikasi agama
Agama yang ada di keluarga Ny. S yaitu agama Islam, di dalam keluarga tidak
ada perbedaan agama, antara anggota keluarga terlihat taat dalam menjalankan
ibadahnya dan dalam keluarga agama dijadikan sebagai dasar keyakinan
dalam kehidupan.
g. Rekreasi keluarga
Dalam keluarga Ny. S pernah melaksanakan reksreasi ke tempat wisata
(pantai, taman). Selama ini, Ny. S rekreasi 4 bulan sekali dibiayai oleh
lurah/kepala desa.
b. Pemeriksaan fisik
Normal - -
83 - -
26 - -
2 Kepala
3 Mata
4 Telinga
5 Hidung
6 Mulut
7 Leher
8 Paru
9 Abdomen
10 Ektremitas
5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5
Menurut keluarga selama ini tugas perkembangan dapat terpenuhi dengan baik
meskipun selama ini yang mencari nafkah adalah anaknya atau dibantu anaknya.
Tetapi ada tugas-tugas perkembangan yang belum terpenuhi yaitu menikahkan
anak bungsunya dan meningkatkan keakraban dengan pasangan karena suami Ny.
S tidak ada.
Dalam keluarga Ny. S sebelumnya tidak ada yang menderita penyakit diabetes
mellitus seperti yang dialami Ny. S saat ini, orang tua Ny. S atau bapak Ny. S
meninggal karena stroke.
4. Lingkungan
Karakteristik rumah
Status kepemilihan rumah adalah milik sendiri, tipe rumah permanen dengan
lantai semen dan dinding tembok, luas rumah 6 x 9 m2, jumlah ruangan terdiri
dari 3 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang TV/keluarga, 1 ruang dapur, dan setiap
ruangan mempunyai jendela yang setiap hari dibuka dan memiliki ventilasi yang
cukup. Perabot rumah tangga diletakkan sesuai pada tempatnya. Jenis WC yang
digunakan adalah bowel, dengan jarak septic tank 10 m dari sumber air dan
sumber air minum berasal dari sumur gali. Halaman dan pekarangan sekitar
rumah tampak kotor oleh sampah plastik dan daun-daunan.
Karakteristik komunikasi dan tetangga
Keluarga tinggal di daerah yang tidak jauh dari pusat kota, hubungan anggota
keluarga dengan tetangga sekitar baik, mayoritas penduduk petani dan aturan atau
norma dalam lingkungan daerah tempat tinggal Ny. S ditentukan bersama-sama
dengan jalan musyawarah.
Mobilitas geografi keluarga
Keluarga Ny. S tinggal di daerah tersebut sejak Ny. S masih kecil dan keluarga
tidak pernah pindah-pindah tempat tinggal.
Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Keluarga melakukan sosialisasi dengan masyarakat seperti setiap malam Jum’at
secara rutin mengikuti yasinan, dan setiap Selasa siang mengikuti kegiatan
pengajian ke masjid dan klien juga mengikuti kegiatan senam lansia setiap hari
Jum’at dan minggu, keluarga sangat akrab dengan lingkungan sekitar.
5. Struktur keluarga
6. Fungsi keluarga
Fungsi afektif
Hubungan dengan keluarga harmonis, keluarga merasa nyaman dengan keadaan
saat ini, antara keluarga saling menghargai, menghormati, dan tidak saling
memaksakan kehendak.
Fungsi sosialisasi
Hubungan keluarga Ny. S dengan tetangga sekitar bejalan dengan baik tidak
pernah ada pertengkaran dengan tetangga sekitar, kegiatan kemasyarakatan yang
diikuti oleh anggota keluarga Ny. S adalah pengajian yang dilaksanakan Selasa
siang dan yasinan setiap malam Jum’at dan Minggu.
Fungsi ekonomi
Setiap anggota keluarga tidak semua mempunyai penghasilan. Semenjak sakit,
Ny. S tidak diperbolehkan bekerja oleh anak-anaknya, yang mempunyai
penghasilan adalah Tn. A. dan dibantu oleh anak ke-2 Ny. S setiap bulan Rp.
250.000 – Rp. 300.000, penghasilan tersebut belum digabung dengan penghasilan
Tn. A. Dengan uang dari pemberian anaknya tersebut, Ny. S mengatakan sudah
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Fungsi reproduksi
Keluarga Ny. S tidak memiliki rencana untuk menambah keluarga baru dan tidak
ada upaya yang dilakukan untuk mengendalikan jumlah keluarga karena Ny. S
sudah menopause. Pandangan keluarga terhadap pendidikan seks yaitu keluarga
menganggap pendidikan seks pada anak-anak harus disesuaikan pada usia anak.
Dalam kurun waktu 6 bulan terakhir, tidak terdapat permasalahan dalam anggota
keluarga kecuali Ny. S yang mengalami permasalahan yaitu menderita penyakit
diabetes mellitus sejak 8 bulan yang lalu.
Koping
9. Harapan keluarga
Harapan keluarga terhadap petugas kesehatan yaitu dapat memberikan
pelayanan yang lebih baik pada masyarakat.
B. ANALISA DATA
DATA KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH
KEPERAWATAN
DS: Defisiensi insulin Ketidakseimbangan nutrisi
Ny S mengatakan kurang dari kebutuhan
makannya lebih tubuh
Glukagon meningkat
sedikit dari biasanya.
DO:
Glukoneo genesis
1. Klien hanya
makan sedikit
Ketidakseimbangan nutrisi
2. Klien nampak kurang dari kebutuhan tubuh
kurus
DS: Defisiensi insulin Nyeri akut
Klien mengatakan
lututnya ngilu-ngilu
Penurunan pemakaian glukosa
DO: oleh sel
Klien nampak
meringis kesakitan Hiperglikemia
Glycosuria
Osmotic diuresis
Dehidrasi
Hemokonsentrasi
Trombosis
Aterosklerosis
Makrovaskuler
Jantung
Miokard infark
Nyeri akut
DS: defisiensi insulin Resiko cidera
1. Klien
penurunan pemakaian glukosa
mengatakan
oleh sel
lututnya terasa
hiperglikemia
mengilu
2. Klien glycosuria
mengatakan
osmotic diuresis
penglihatannya
dehidrasi
kurang bagus
hemokonsentrasi
trombosis
aterosklerosis
mikrovaskuler
retina
retinopati diabetik
gangguan penglihatan
resiko cidera
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
factor biologis
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cideta fisik
3. Resiko cidera
D. INTERVENSI
DIAGNOSA
NOC NIC
KEPERAWATAN
Ketidakseimbangan nutrisi Tautan NOC Manajemen nutrisi
kurang dari kebutuhan Status nutrisi 1. Tentukan status gizi
tubuh b.d factor biologis. Indicator outcome: pasien dan
Batasan karakteristik: 1. Asupan gizi, skala kemampuan pasien
1. Penurunan berat target outcome untuk memenuhi
badan dengan dipertahankan pada 1 kebutuhan gizi.
asupan makan (sangat menyimpang 2. Tentukan jumlah
adekuat. dari rentang normal)di kalori dan jenis nutrisi
2. Cepat kenyang tingkatkan ke 3 (cukup yang dibutuhkan
setelah makan menyimpang dari untuk memenuhi
3. Gangguan sensasi rentang normal) kebutuhan gizi.
rasa 2. Asupan cairan , skala 3. Tentukan apa yang
target outcome menjadi preferensi
dipertahankan pada 2 makanan bagi pasien
(banyak menyimpang
dari rentang normal) di
tingkatkan ke 4 (sedikit
menyimpang dari
rentang normal)
Nyeri akut b.d agens cidera Tautan NOC: Manajemen nyeri
fisik. Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian
Batasan karakteristik: Indicator outcome: nyeri komprehensif
1. Bukti nyeri dengan 1. Mengenali kapan nyeri yang meliputi lokasi,
menggunakan terjadi, skala target karakteristik,
standar daftar outcome dipertahankan onset/durasi,
periksa nyeri untuk pada 1 (tidak pernah frekuensi, kualitas,
pasien yang tidak menunjukkan), intensitas atau
dapat ditingkatkan ke 3 beratnya nyeri dan
mengungkapkannya. (kadang-kadang factor pencetus
2. Ekspresi wajah menunjukkan) 2. Pastikan perawatan
nyeri. 2. Menggunakan tindakan analgesic bagi pasien
3. Keluhan tentang pengurangan nyeri dilakukan dengan
karakteristik nyeri tanpa nalgesic, skala pemantauan yang
dengan target outcome ketat.
menggunakan dipertahankan pada 2 3. Gunakan strategi
standar instrument (jarang menunjukkan) komunikasi terapeutik
nyeri di tingkatkan ke 4 untuk mengetahui
4. Mengekspresikan (sering menunjukkan) pengalaman nyeri dan
perilaku misalnya sampaikan
gelisah, merengek , penerimaan pasien
menangis dan terhadap nyeri
waspada 4. Berikan informasi
mengenai nyeri,
seperti penyebab
nyeri, berapa lama
nyeri akan dirasakan,
dan antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat prosedur
1. Identifikasi
3. Resiko cidera kekurangan baik
kognitif atau fisik
dari pasien yang
mungkin S : Klien
meningkatkan mengatakan
potensi jatuh pada penglihatannya
lingkungan tertentu. kurang bagus
Hasil : Mengetahui O : -
keadaan lingkungan A : Masalah
untuk belum teratasi
meminimalkan P : lanjutkan
potensi kejadian intervensi
jatuh pada pasien.
2. Monitor gaya
berjalan,
keseimbangan dan
tingkat kelelahan
dengan ambulasi
Hasil : Mampu
memodifikasi gaya
hidup untuk
mencegah injury.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Untuk penderita penyakit diabetes mellitus pada prinsipnya harus melakukan
pengaturan makan dengan mengurangi karbohidrat kompleks. Makanan pokok yang
banyak mengandung serat seperti ubi sangat dianjurkan dibandingkan dengan nasi dan
kentang. Diet bagi penderita diabetes harus dikonsultasikan dengan dokter untuk
mengatur jumlah, jadwal, dan jenisnya. Jumlah kalori mesti pas sesuai kebutuhan, tak
lebih atau kurang. Jadwal harus dibuat tiga kali makan utama dan tiga kali makan antara
dalam selang waktu tiga jam. Penderita harus membatasi makanan tinggi kalori, tinggi
lemak, dan tinggi kolesterol. Makanan yang dianjurkan adalah sayur dan buah yang
kurang manis, seperti apel, pepaya, tomat, kedondong, salak, dan pisang.
Tujuan perawatan diet bagi penderita penyakit diabetes melitus adalah:
1. Mencegah terjadinya hiperglikemia postprandial yang berlebihan.
2. Mencegah terjadinya hipoglikemia apabila penderita memakai obat insulin
3. Memelihara agar tidak terjadi kelebihan berat badan
4. Menjaga agar kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah penderita tetap pada batas
yang normal
5. Mencegah kerusakan pada pembuluh darah.
Pola makan adalah pola makan yang seimbang antara zat gizi karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral. Makanan yang seimbang adalah makanan yang tidak
mementingkan salah satu zat gizi tertentu dan dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan
(Ramadhan, 2008). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pola diartikan sebagai suatu
sistem, cara kerja atau usaha untuk melakukan sesuatu. Pengaturan makan merupakan
pilar utama dalam pengelolaan Diabetes Mellitus, namun penderita Diabetes Mellitus
sering memperoleh sumber informasi yang kurang tepat yang dapat merugikan penderita
tersebut seperti penderita tidak lagi menikmati makanan kesukaan mereka, sebenarnya
anjuran makan pada penderita Diabetes Mellitus sama dengan anjuran makan sehat
umumnya yaitu makan menu seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori masing-
masing penderita Diabetes Mellitus (Badawi, 2009).
B. SARAN
Pengaturan pola makan pada penderita Diabetes Melitus sangatlah penting dan
membutuhkan kesabaran baik dari penderita DM sendiri, maupun dari perawat itu
sendiri. Setelah membaca dan mediskusikan makala ini diharapkan kelak mahasiswa
sebagai calon perawat dapat mengaplikasikan dalam profesinya, agar seluruh konsep dan
pembahasan dari makalah dapat bejalan sesuai dengan tujuan penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek G.M, dkk, 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi Bahasa Indonesia,
Ed. VI.Elsevier; Singapore.
Heather. T. Herdman, 2015-2017.NANDA. Diagnosa Keperawatan definisi & klasifikasi.
Jakarta.,EGC 2015.
Moorhead Sue, dkk, 2013. Nursing Outcomes Classification. Edisi Bahasa Indonesia, Ed.VI.
Elsevier; Singapore.
Saferi Andra, Yessie Marrisa, 2013. KMBII Keperawatan Medikal Bedah, Nuha Medika;
Yogyakarta.
Padila, 2012. Buku Ajar Keperawatan medikal bedah, Nuha Medika; Yogyakarta.