You are on page 1of 36

Flu Burung

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit flu burung
yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1 pada unggas dikonfirmasikan telah terjadi
di Republik Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China, Indonesia dan
Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang
terinfeksi.
Pada Januari 2004, di beberapa propinsi di Indonesia terutama Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa
Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat dilaporkan adanya kasus kematian ayam ternak yang
luar biasa. Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh karena virus new castle, namun
konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung (Avian
influenza (AI)). Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 propinsi di
Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya
adalah propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor ).
Kehebohan itu bertambah ketika wabah tersebut menyebabkan sejumlah manusia juga
meninggal. Pada tanggal 19 Januari 2004, pejabat WHO mengkonfirmasikan lima warga
Vietnam tewas akibat flu burung. Sementara itu di negara Thailand sudah enam orang tewas
akibat terserang flu burung, seorang remaja berusia 6 tahun dipastikan menjadi orang Thailand
pertama yang dikonfirmasi tewas akibat wabah tersebut. Seorang Epidemiologis dari Pusat
Pengawasan Penyakit Dr. Danuta Skowronski, mengatakan bahwa 80% kasus flu burung
menyerang anak-anak dan remaja. Tingkat kematian akibat flu burung sangat tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian atas 10 orang yang terinfeksi virus flu burung di Vietnam, WHO
menemukan bahwa dari 10 orang yang terinfeksi 8 orang yang meninggal, seorang sembuh dan
seorang lagi dalam kondisi kritis.
Bila kita bandingkan dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) Penyakit flu burung
ini lebih sedikit kasusnya hanya 25 kasus di seluruh dunia dan yang meninggal mencapai 19
orang (CFR=76%). Sedangkan pada penyakit SARS dari 8098 kasus yang meninggal hanya 774
orang (CFR = 9,6%).
Berdasarkan hasil penelitian sementara (serosurvei) Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan dan Dirjen P2MPLP, Depkes RI pada tanggal 1-3 Februari di sejumlah wilayah
Indonesia ( di Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten dan Kabupaten Tabanan & Karang Asem
Bali) belum ditemukan adanya kasus flu burung pada manusia.
Melihat kenyataan ini seyogyanya masyarakat tidak perlu panik dengan adanya kasus flu burung
di Indonesia, tetapi harus tetap waspada, terutama bagi kelompok yang beresiko karena kita tidak
bisa memungkiri bahwa virus ini di negara lain telah menginfeksi manusia.

B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang diangkat yaitu:
· Definisi Penyakit Flu Burung,
· Epidemiologi Penyakit Flu Burung,
· Etiologi Penyakit Flu Burung,
· Patofisiologi Penyakit Flu Burung, dan
· Pencegahan Penyakit Flu Burung

C. Tujuan.
Penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui tentang:
· Definisi Penyakit Flu Burung,
· Epidemiologi Penyakit Flu Burung,
· Etiologi Penyakit Flu Burung,
· Patofisiologi Penyakit Flu Burung, dan
· Pencegahan Penyakit Flu Burung

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi.
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas.

B. Epidemiologi
Penyebaran Penyebaran flu burung di berbagai belahan dunia antara lain: . Ayam dan manusia di
Hongkong. Selama wabah tersebut Pada tahun 1997 Avian Influenza A (H5N1) telah
menginfeksi berlangsung 18 orang telah dirawat di rumah sakit dan 6 diantaranya meninggal
dunia. Untuk mencegah penyebaran tersebut pemerintah setempat memusnahkan 1,5 juta ayam
yang terinfeksi flu burung.
§ Pada tahun 1999, di Hongkong dilaporkan adanya kasus Avian Influenza A (H9N2) pada 2
orang anak tanpa menimbulkan kematian.
§ Pada tahun 2003, di Hongkong ditemukan lagi dua kasus Avian Influenza A(H5N1) dan satu
orang meninggal..
§ Pada tahun 2003, di Belanda ditemukan 80 kasus Avian Influenza A (H7N7) dan satu
diantaranya meninggal.
§ Pada tahun 2004 terjadi lagi 25 kasus Avian Influenza A (H5N1) di Vietnam (19) dan Thailand
(6) yang menyebabkan 19 orang meninggal (5 di Thailand , 14 di Vietnam )
29 Agustus 2003: Muncul penyakit yang mematikan di peternakan ayam di Kabupaten
Pekalongan, Jawa Tengah. Setelah itu menyebar di sejumlah kabupaten di Jawa Tengah dan
Jawa Timur.
23 Oktober 2003: Deptan mengonfirmasi wabah itu sebagai virus tetelo dengan jenis vilogenik
viserotropik berdasarkan pengujian beberapa lembaga dan laboratorium.
28 Oktober 2003: Otoritas Agrifood and Veterinary Authority (AVA) Singapura telah melarang
sementara impor burung dan unggas lainnya dari Indonesia karena adanya informasi wabah
penyakit flu burung di beberapa daerah.
19 November 2003: Dua sumber independen yang layak dipercaya di Indonesia telah mengirim
informasi adanya wabah flu burung ke International Society for Infectious Diseases (ISID).
Mereka mengabarkan, wabah tersebut telah terjadi di Jawa Barat dan Sumatera.
22 Desember 2003: Pusat Informasi Unggas Indonesia (Pinsar) menyebutkan adanya
keikutsertaan flu burung dalam wabah tetelo yang terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Virus
tersebut tidak hanya diisolasi, tetapi sudah diidentifikasi melalui berbagai metode diagnostik.
Pinsar menyarankan virus flu burung yang ditemukan sebaiknya dikirim ke laboratorium rujukan
internasional di Australia, Inggris, Jerman, atau Amerika Serikat.
15 Januari 2004: Sebuah tim yang terdiri atas Kepala Badan Karantina dan Direktur Kesehatan
Hewan pergi ke Cina sekitar enam hari untuk mempelajari kasus flu burung, termasuk pengadaan
vaksin.
21 Januari 2004: Dirjen Bina Produksi Peternakan menginformasikan bahwa pemerintah
menunjuk PT Bio Farma untuk mengimpor vaksin flu burung dengan jenis patogenitas rendah.
24 Januari 2004: Ketua I Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) CA Nidom mengumumkan,
dari identifikasi DNA dengan sampel 100 ayam yang diambil dari daerah wabah diketahui positif
telah berjangkit flu burung.
25 Januari 2004: Deptan mengumumkan secara resmi kasus avian influenza terjadi di Indonesia,
namun belum ditemukan korban manusia akibat wabah tersebut.

C. Etiologi
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A . Virus influenza termasuk famili
Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat
menyebabkan epidemi dan pandemi. Berdasarkan sub tipenya terdiri dari Hemaglutinin (H) dan
Neuramidase (N) . Kedua huruf ini digunakan sebagai identifika si kode subtipe flu burung yang
banyak jenisnya. Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2,
H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N98. Strain yang sangat virulen/ganas dan
menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air
sampai 4 hari pada suhu 22 °C dan lebih dari 30 hari pada 0 °C. Virus akan mati pada pemanasan
60 °C selama 30 menit atau 56 °C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan misalnya
formalin, serta cairan yang mengandung iodin.

D. Patofisiologi
Gejala
Gejala flu burung dapat dibedakan pada unggas dan manusia.
1. Gejala pada unggas
§ Jengger berwarna biru
§ Borok di kaki
§ Kematian mendadak
2. Gejala pada manusia
§ Demam (suhu badan diatas 38 °C)
§ Batuk dan nyeri tenggorokan
§ Radang saluran pernapasan atas
§ Pneumonia
§ Infeksi mata
§ Nyeri otot
Masa Inkubasi
1. Pada Unggas : 1 minggu
2. Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala.
Pada anak sampai 21 hari .
Penularan
Flu burung menular dari unggas ke unggas, dan dari unggas kemanusia , melalui air liur, lendir
dari hidung dan feces. Penyakit ini dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang
berasal dari kotoran atau sekreta burung/unggas yang menderita flu burung. Penularan dari
unggas ke manusia juga dapat terjadi jika bersinggungan langsung dengan unggas yang terinfeksi
flu burung. Contohnya: pekerja di peternakan ayam , pemotong ayam dan penjamah produk
unggas lainnya. Media penularan ini dapat terjadi akibat transmisi (perpindahan) unggas yang
terkena virus H5N1 dari daerah yang sudah terkena ke daerah yang belum terkena. Selain itu,
terpaparnya manusia dengan penyakit ini, selain karena kontaminasi langsung dengan unggas,
daya tahan tubuh juga memegang peranan penting. Semakin baik daya tahan tubuh seseorang,
semakin kecil kemungkinan terkena penyakit ini, begitu pula sebaliknya. Selain daya tahan
tubuh, pola makan dan pola hidup yang bersih dan sehat juga mendukung dalam pencegahan
keterpaparan penyakit ini meskipun dari data resmi menunjukkan, tak ada produk olahan dari
daging ayam yang masuk dari Vietnam dan Thailand sebagai wilayah yang paling parah terkena
dampak flu burung yang menunjukkan tidak adanya pengaruh pola makan. Bibit penyakit flu
burung yang ditemukan di Jatim dan beberapa daerah di Indonesia itu akan berbahaya apabila
menempel atau melakukan assortan kepada bebek dan babi. Di daerah Mijosari, Kabupaten
Mojokerto, Jatim, telah ditemukan beberapa kematian pada bebek akibat terserang penyakit flu
burung. Saat ini tim dokter hewan Unair sedang meneliti dengan mengambil sampel lima bebek
yang mati itu.
Penyakit flu burung memiliki mata rantai penularan dari ayam, bebek, ke babi, baru kemudian
menular kepada manusia. Penularannya kepada manusia lebih cepat apabila melalui babi karena
ketika penyakit itu masuk ke tubuh babi, virus bisa berubah menjadi ganas atau melemah.
Pencegahan
1. Pada Unggas:
§ Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung.
§ Vaksinasi pada unggas yang sehat
2. Pada Manusia :
§ Kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang)
ü Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja.
ü Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung.
ü Menggunakan alat pelindung diri. (contoh : masker dan pakaian kerja).
ü Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja.
ü Membersihkan kotoran unggas setiap hari.
ü Imunisasi.
§ Masyarakat umum
ü Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukup.
ü Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :
Þ Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit padatubuhnya)
Þ Memasak daging ayam sampai dengan suhu ± 800 °C selama 1 menit dan pada telur sampai
dengan suhu ± 640 °C selama 4,5 menit.

F. Pengobatan
Pengobatan bagi penderita flu burung adalah.
1. Oksigenasi bila terdapat sesak napas.
2. Hidrasi dengan pemberian cairan parenteral (infus).
3. Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7 hari.
4. Amantadin diberikan pada awal infeksi, sedapat mungkin dalam waktu 48 jam pertama selama
3-5 hari dengan dosis 5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 2 dosis . Bila berat badan lebih dari 45
kg diberikan 100 mg 2 kali sehari.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas.
Penyebab flu burung di Indonesia adalah virus influenza tipe A subtipe H5N1. 2. Tingkat
kematian flu burung tinggi (CFR 76%) tetapi di Indonesia belum ditemukan adanya kasus pada
manusia. 3. Perlu kewaspadaan pada kelompok berisiko tinggi (pekerja di peternakan ayam ,
pemotong ayam dan penjamah produk unggas lainnya), dengan memperhatikan cara pencegahan.
Gejala flu burung dapat dibedakan pada unggas dan manusia.
Gejala pada unggas
§ Jengger berwarna biru, Borok di kaki, dan Kematian mendadak
Gejala pada manusia
§ Demam (suhu badan diatas 38 °C), Batuk dan nyeri tenggorokan, Radang saluran pernapasan
atas, Pneumonia, Infeksi mata, dan Nyeri otot
Untuk pencegahan, Pada Unggas dilakukan: Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu
burung, dan Vaksinasi pada unggas yang sehat; Pada Manusia : Mencuci tangan dengan
desinfektan dan mandi sehabis bekerja, Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang
terinfeksi flu burung, Menggunakan alat pelindung diri. (contoh: masker dan pakaian kerja),
Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja, Membersihkan kotoran unggas setiap hari,
Imunisasi, Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukup, dan
Mengolah unggas dengan cara yang benar.

B. Saran
Perlu adanya penyuluhan/promosi kepada masyarakat tentang penyakit flu burung agar
masyarakat tidak panik dan takut untuk mengkonsumsi produk unggas namun harus tetap
waspada

ASKEP FLU BURUNG


Label: Askep medikal bedah

PENGERTIAN
Penyakit flu burung atau flu unggas adalah suatu penyakit menular yg disebabkan oleh virus influenza
tipe A dan ditularkan oleh unggas.

PENYEBAB
• Virus influenza tipe A
• Termasuk famili orthomyxoviridae
• Dapat berubah ubah bentuk
• Terdiri dari hemaglutinin (H) Neuramidase (N). Kedua huruf digunakan sbg identifikasi kodesubtipe flu
burung yang banyak jenisnya
• Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H3N3, H5N1, H9N2, H7N7,sedangkan pada binatang H1H5
dan N1N9
• Strain yg sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dr sub tipe A H5N1
• Virus tsb dpt bertahan di air sampai 4 hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30 hari pd 0°C
• Virus akan mati pd pemanasan 60°C selama 30 menit atau 56°C selama 3 jam dan dgn
ditergent,desinfektan misal formalin cairan yang mengandung iodine

TANDA & GEJALA


1. Pada Unggas
• Jengger berwarna biru
• Borok dikaki
• Kematian mendadak
2. Pada manusia
• Demam (suhu > 38°C)
• Batuk & nyeri tenggorokan
• Radang saluran pernapasan atas
• Pneumonia
• Infeksi mata
• Nyeri otot

Masa inkubasi
1. Pada unggas
• I minggu
2. Pada manusia
• 1-3 hari
• Masa infeksi 1 hari sblm sampai 3-5 hr sesudah timbul gejala
• Pada anak 21 hari

PENULARAN
1. Unggas → ke unggas, unggas →ke manusia
2. Melalui udara yg tercemar virus H5N1 yg berasal dari :
• Kotoran / sekreta burung / unggas yg menderita flu burung
• Penularan dr unggas kemanusia jg tjd jika manusia tlh menghirup udara yg mengandung virus flu brng
atau kontak langsung dgn unggas yg terinfeksi flu brngh
• Penularan dari manusia kemanusia → belum ada bukti

PENCEGAHAN
Pada unggas :
1. Pemusnahan unggas / burung yg terinfeksi
2. Vaksinasi pd unggas yg sehat

Pada manusia :
1. Kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang)
• Mencuci tgn dgn desinfektan dan mandi sehabis bekerja
• Hindari kontak langsung dgn ayam /unggas yg terinfeksi flu burung
• Menggunakan alat pelindung diri (ex: masker dan pakaian krja)
• Meninggalkan pakaian kerja di tempat krja
• Membersihkan kotoran unggas setiap hari
• imunisasi
2. Masyarakat umum
• Menjaga daya tahan tbh dgn memakan makanan bergizi & istirahat cukup
• Mengolah unggas dgn cara yg benar yaitu :
• Pilih unggas yg sehat
• Memasak daging unggas dengan suhu ± 80°C selama 1 mnt dan pd telur sampai dgn suhu 64°C selama
4,5 mnt

PENGOBATAN PADA PASIEN FLU BURUNG


• Oksigenasi bila trdpt sesak napas
• Hindari dgn pemberian cairan parenteral (infus)
• Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7 hr
• Amantadin diberikan pd awal infeksi,sedapat mungkin dlm waktu 48 jam I selama 3-5 hr dgn dosis 5
mg/kgBB/hr dlm 2 dosis.bila BB > 45 kg diberikan 100 mg 2 x sehari

Tindakan depkes

• Melakukan infestigasi pd pekerja, penjual dan penjamah produk ayam di bbrp daerah KLP flu burung
pd ayam di indonesia ( utk mengetahui infeksi flu burung pd manusia)
• Melakukan monitoring sec. ketat thd org2 yg pernah kontak dgn org yg diduga terkena flu burung
hingga terlewati 2x masa inkubasi yaitu 14 hr
• Menyipakan 44 RS diseluruh indonesia utk menyiapkan ruangan observasi thdp px yg di curigai
mengidap avian influienza
• Memberlakukan kesiapsiagaan di daerah yang mempunyai resiko yaitu prov. Jabar, DKI Jakarta dan
banten serts membentuk Posko di Ditjen PP & pl DENGAN Telp/ fax : ( 021 ) 4257125
• Menginstruksikan kepada gebernur pemerintah propinsi untuk menibgkatkan kewaspadaan dan
kesiapsiagaan terhadap kemungkinan terjangkitnya flu burung di wilayah masing- masing
• Menigkatkan upaya penkes masyarakat dan membangun jejaring kerja ddengan berbagai pihak untuk
edukasi terhadap masyarakat agar masyarakat waspada dan tidak panic
• Meningkatkan koordinasi dan kerja sama denagn departemen pertanian dan pemda dalam upaya
penanggulangan flu burung
• Mengupayakan informasi yang meliputi aspek lingkungan dan faktor resiko untuk mencari
kemungkinan sumber penularan oleh tim investigasi yang terdiri dari depkes , deptan, dan WHO

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan Bersihan jalan napas, berihubungan dengan peningkatan


produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental akibat influenza.

Intervensi:
• Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal mengi, krekels, ronki
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak
dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, misal penyebaran, krekels basah (bronkitis); bunyi
napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma berat).

• Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.


Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau
selama stres/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi.

• Catat adanya/derajat dispnea, mis., keluhan “lapar udara,” gelisah, ansietas, distres pernapasan,
penggunaan otot bantu.
Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses
akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis., infeksi, reaksi alergi.

• Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran
tempat tidur
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan
gravitasi. Namun, pasien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernapas.
Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan
dapat sebagai alat ekspansi dada.

• Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan dengan
kondisi individu.
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.

• Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.


Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara.
2. Diagnosa Keperawatan: Pertukaran gas, kerusakan dapat dihubungkan dengan gangguan suplai
oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi).
Intervensi:

Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidakmampuan
bicara/berbincang.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.

• Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas.
Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk
menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.

• Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.


Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun
telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.

• Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan.


Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada
jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.

• Palpasi fremitus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.

• Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan.


Rasional : Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk disertai
bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia.

• Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktivitas pasien atau
dorong untuk tidur/istirahat di kursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara
bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.
Rasional : Selama distres pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu melakukan
aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktivitas perawatan masih
penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan
dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.

3. Diagnosa Keperawatan: Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh dapat dihubungkan dengan
dispnea.
Intervensi:
• Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan
dan ukuran tubuh.
Rasional : Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat.

• Auskultasi bunyi usus


Rasional : Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi
(komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk,
penurunan aktivitas, dan hipoksemia.

• Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.
Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan dan dapat
membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.

• Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi
sering.
Rasional : Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan
untuk meningkatkan masukan kalori total.

• Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.


Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan
diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.

• Hindari makanan yang sangat pedas atau sangat dingin.


Rasional : Suhu ekstrim dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk.

• Timbang berat badan sesuai indikasi.


Rasional : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi. Catatan: Penurunan berat badan dapat berlanjut, meskipun masukan
adekuat sesuai teratasinya edema.

DAFTAR PUSTAKA
Capernito,Linda juall.2001.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta.EGC
Corwin,Ellizabetz,2001.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta.EGC
Doengoes,1999.Perencanaan Asuhan Keperawatan.Jakartan.EGC
BPhttp://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=15HI setempat.
Marwansyah,S.Kep,Ns.materi mata kuliah keperawatan medical bedah II.progsus tapin

A. TINJAUAN MEDIS

a. Definisi
 Flu Burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang
menyerang burung / unggas dan manusia. Salah satu tipe yan diwaspadai adalah yang
disebabakan oleh influenza dengan kode genetik H5N1 ( H: Haemagglutinin, N: Neuramidase ).
(WHO = Avian Influenza, 2004)
Flu Babi adalah penyakit saluran perapasan akut pada babi yang disebabkan oleh virus influenza
tipe A. Penyakit ini sangat cepat menyebar kedalam kelompok ternak dalam waktu 1 minggu,
pada umumnya penyakit ini dapat sembuh dengan cepat kecuali bila terjadi komplikasi dengan
bronchopneumonia, akan berakibat pada kematian. ( FENNER et al.,1987)
b. Etiologi
 Penyebab Flu Burung adalah :
 Virus influenza tipe A
 Termasuk famili orthomyxoviridae
 Dapat berubah-ubah bentuk
 Terdiri dari hemaglutinin (H) Neuramidase (N). Kedua huruf digunakan sebagai identifikasi kode
subtipe flu burung yang banyak jenisnya.
 Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H3N3, H5N1, H9N2, H7N7, sedangkan pada binatang
H1H5 dan N1N9.
 Strain yang sangat virulen / ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1
 Virus tersebut dapat bertahan di air sampai 4 hari pada suhu 22 ̊ C dan lebih dari 30 hari pada 0 ̊ C
 Virus akan mati pada pemanasan 60 ̊ C selama 30 menit / 56 ̊ C selama 3 jam dan dengan
detergen, desinfektan missal formalin cairan yang mengandung iodine.
 Penyebab Flu Babi adalah :
 Virus-virus influenza ( tipe A, B, C) adalah virus RNA berselubung dengan genome bersegmen,
ini artinya kode genetik RNA virus tidak merupakan untai tunggal RNA tetapi terdapat sebagai
delapan segmen RNA yang berbeda pada virus-virus influenza. Virus influenza manusia / burung
dapat menginfeksi sel saluran pernapasan babi pada saat yang sama dengan virus influenza babi;
beberapa untai RNA yang bereplikasi dari virus manusia dapat terjadi kesalahan dan memasuki
selubung virus flu babi.
 Babi memainkan peran yang unik sebagai suatu host intermediet bagi tipe flu baru karena sel-sel
saluran pernapasan babi dapat terinfeksi secara langsung virus flu burung, manusia, dan mamalia
lain. Selanjutnya, sel-sel pernapasan babi dapat terinfeksi banyak tipe flu dan dapat berfungsi
sebagai wadah penyempurnaan untuk segmen-segmen RNA flu. Virus flu burung, yang biasanya
menginfeksi sel saluran pencernaan pada banyak spesies burung keluar bersama kotoran burung.
Babi dapat memperoleh virus ini dari lingkungan & tampaknya ini merupakan cara utama
segmen RNA virus flu burung masuk ke dalam populasi virus flu mamalia.
a. Pathway
a. Pemeriksaan Diagnostik
No Pemeriksaan Diagnostik Temuan Normal
1 Pemeriksaan Apusan Ditemukan virus / bakteri Tidak ditemukan virus /
yang menyebabkan flu bakteri yang
burung menyebabkan flu burung
2 Rontgen Pemeriksaan toraks dapat Paru-paru bersih (tidak
dilihat yaitu bagi penderita ditemukan pneumonia)
H5N1 dan H1N1 terdapat
pneumonia (radang
membrane paru) akibat
eksudat pada rongga pleura
yang berlebihan
3 Pemeriksaan darah rutin  Leukosit Leukosit normal baik
Pada pasien H5N1 dan laki-laki maupun
H1N1 ditemukan leukosit perempuan yaitu 5 –
meningkat. 10.000

Hb
Hb normal laki-laki yaitu
13,5 – 18 g/dl
Hb normal wanita yaitu
11,5 – 16 g/dl
4 Pemeriksaan Lab.virologi  PCR Tidak ditemukan virus
Pemeriksaan dapat influenza
mendeteksi adanya virus
influenza
5 CT-Scan dan MRI Memeberikan gambaran Tidak ditemukan
khas yang terletak di pons gambaran khas kelainan
dan thalamus. Kelainan otak pada thalamus, pons,
yang khas yang terletak di dan batang otak.
pons dan thalamus yang
tampak dalam CT otak
adalah gambaran densitas
rendah simetris di
thalamus, pons dan batang
otak. Pada pemeriksaan
MRI dengan kontras
didapatkan gambaran
kelainan berbentuk
outcome
ensefalitis/ensefalopati
berhubungan dg usia
penderita & temuan CT /
MRI.
a. Tanda dan Gejala
 Tanda dan gejala flu burung adalah :
a. Gejala pada unggas :
 Jengger berwarna biru
 Borok di kaki
 Kematian mendadak
b. Gejala pada manusia :
 Demam ( suhu badan di atas 38 ̊ C)
 Batuk dan nyeri tenggorokan
 Radang saluran pernapasan atas
 Pneumonia
 Infeksi mata
 Nyeri sendi dan otot ( Badan Penelitian & Pengembangan Kes.Depkes RI)

 Tanda dan gejala flu babi yaitu umumnya mirip dengan kebanyakan infeksi influenza
 Demam (38 ̊ C atau lebih )
 Batuk
 Sekresi hidung berlebihan
 Keletihan
 Sakit kepala
 Mual
 Muntah
 Diare
 Nyeri otot dan tulang
 Sakit tenggorokan
 Menggigil dan lemas
 Tidak nafsu makan
 Bersin – bersin
Tanda dan gejala lain pada anak-anak :
 Nafas terengah-engah
 Kulit menjadi kehitaman / keabuan
 Malas minum
 Muntah-muntah
 Tidak bisa bangun dan berinteraksi dengan baik
 Tidak mau disentuh
 Terkadang gejala hilang tetapi demam & batuk masih ada (Capernito, Linda juall, 2001)
a. Komlikasi
 Meningitis
 Encephalitis
 Myocarditis
 Paralisis akut flaksid

b. Prognosa
Diagnosis sementara terhadap penyakit flu babi didasarkan pada gejala klinis dan perubahan
patologi. Diagnosis labolatorium dapat berdasarkan isolasi virus pada alantosis telur ayam
berembrio dan dilihat hemaglutinasi pada cairan alantois. Spesimen yang paling baik untuk
isolasi virus pada influenza babi adalah cairan hidung yang diambil sedini mungkin / organ paru
yang diperoleh dari bedah bangkai dan tonsils.
Mendiagnosis flu babi dengan metode imunohistokimia sudah dilaporkan. Kualitas pengujian
dengan antibodi monoklonal tersebut lebih konsisten, karena latar belakang pewarnaan yang
rendah dan tidak terbatasnya penyediaan antibodi.
Pada kasus penyakit flu babi dan flu burung yang kronis, diagnosis dapat dilakukan secara
serologi dengan memperlihatkan peningkatan antibodi pada serum ganda ( paired sera) yang
diambil dengan selang waktu 3-4 minggu. Untuk memeriksa antibody terhadap virus influenza
dapat digunakan uji haemagglutination inhibition (HI) (BLOOD dan RADOSTITS, 1989).
Imunodifusi single radial dan virus netralisasi. Kenaikan titer 4 x lipatnya sudah dianggap
adanya infeksi. Pada uji serologi digunakan kedua antigen H1N1 dan H3N2. (OLSEN et al.,
2002)
Jadi, dapat disimpulkan prognosa ini baik.

a. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi
a. Pasien dengan flu babi akan dievaluasi apakah termasuk kelompok dengan gejala klinis ringan,
sedang / berat.
b. Kelompok dengan gejala klinis ringan dipulangkan dengan diberi obat simptomatis dan KIE
untuk waktu istirahat dirumah.
c. Kelompok gejala klinis sedang, dirawat di ruang isolasi dan mendapat oseltamivir 2 x 75 mg.
d. Untuk kelompok dengan gejala klinis berat dirawat di ICU.
e. Pemeriksaan laboratorium sesuai jadwal yang sudah ditentukan.
f. Di ruang rawat inap : dilakukan evaluasi keadaan umum, kesadaran umum, tanda vital, pantau
saturasi oksigen.
g. Terapi suportif.
Penatalaksanaan medis pasien flu burung terutama bersifat suportif. Semua kasus suspek masuk
ke rumah sakit melalui triage. Pada waktu di triage pasien diharuskan memakai masker dan
petugas juga sudah mengenakan Alat Pelindung Perorangan berupa masker dan sarung tangan.
Setelah di lakukan assessment & diklarifikasikan oleh dokter Tim KLB / dokter jaga, dilakukan
pemeriksaan laboratorium hematologi rutin, foto toraks, serta dilakukan “rapid test” untuk
influenza A/B. Bila perlu dilakukan pemeriksaan analisa gas darah untuk menilai beratnya
penyakit. Bila memang memenuhi kriteria suspek dan perlu diinvestigasi maka pasien dirawat
diruang isolasi. Pada saat awal tersebut bila masuk indikasi maka dapat diberikan obat antiviral
oseltamivir.

a. Daftar Pustaka

BROWN I.H., S.H. DONE, Y.I. SPENCER,W.A.COOLEY, P.A. HARRIS, and D.J.
ALEXANDER, 1993. Pathogenicity of a swine influenza H1N1 virus antigenically
distinguisable from classical and European strains. Vet. Record 132, 24: 598-602.

HAMPSON A. 1996. Influenza-Dealing with a continually emerging disease. In Communicable


Diseases Intelligence. (20) 9: 212-216.

KARASIN A.I., I.H. BROWN, S. CARMAN and C.W. OLSEN 2000. Isolation and
Characterization of H4N6 Avian Influenza Viruses from Pigs with Pneumonia in Canada. J. of
Vir. (74) 19: 9322-9327.
LANDOLT G.A., A.I. KARASIN, L.PHILLIPS and C.W.OLSEN, 2003. Comparison of the
Pathogenesis of Two Genetically Different H3N2 Influenza Virus in Pigs. J. of Clin.Microb. (41)
5: 1936-19041

LANZA I., I.H. BROWN, and D.J. PATON, 1992. Pathogenicity of concurrent infection of pigs
with porcine respiratory corona virus and swine influenza virus. Res. in Vet. Science 53: 309-
314.

Capernito,Linda juall.2001.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta.EGC

Corwin,Ellizabetz,2001.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta.EGC

Doengoes,1999.Perencanaan Asuhan Keperawatan.Jakartan.EGC

A. ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian Umum
Data tergantung pada tahap penyakit dan darajat yang terkena

AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala : Kelelahan umum & kelemahan
Nafas pendek saat bekerja
Kesulitan tidur pada malam / demam malam hari, mengigil dan berkeringat
Mimpi buruk
Tanda : Dipsnea pada saat kerja
Kelelahan otot, nyeri, dan sesak ( tahap lanjut)

INTEGRITAS EGO
Gejala : Adanya / faktor stress
Masalah keuangan
Perasaan tak berdaya
Tanda : Menyangkal ( khususnya selama tahap dini)
Ansietas, ketakutan, mudah terangsang

MAKANAN / CAIRAN
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Anoreksia
Tak dapat mencerna
Penurunan berat badan
Tanda : Turgor kulit buruk, kering / kulit berisisik
Kehilangan otot / hilang lemak subkutan

NYERI / KENYAMANAN
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit
Perilaku distraksi, gelisah

PERNAPASAN
Gejala : Batuk produktif / tak produktif
Napas pendek
Riwayat H5N1 & H1N1 / terpajan pada individu terinfeksi
Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan
Perkusi pekak dan penurunan fremitus. Bunyi napas: menurun / tak ada secara bilateral
/unilateral. Bunyi napas tubuler. Karakteristik sputum : hijau / purulen, mukoid kuning.
Tak perhatian, mudah terangsang, dan perubahan mental ( tahap lanjut)
KENYAMANAN
Gejala : Adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker
Tes HIV positif
Tanda : Demam tinggi / sakit panas akut

INTERAKSI SOSIAL
Gejala : Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab / perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan
peran.

PENYULUHAN / PEMBELAJARAN
Gejala : Riwayat keluarga H5N1 / H1N1
Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk
Gagal untuk membaik / kambuhnya penyakit
Tidak berpartisipasi dalam terapi

( Marlyn E. Dongoes ( 2001) )

a. Diagnosa Keperawatan
 Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem Masalah Diagnosa


Keperawatan Keperawatan
1 Ds: Klien mengeluh Penumpukan Bersihan jalan napas Bersihan jalan napas Bersihan jalan napas
batuk, napas pendek sekret tidak efektif tidak efektif tidak efektif b/d
saat kerja, penumpukan sekret
sesak(wheezing),
nyeri dada karna Resiko pola napas
batuk berulang. Penurunan Pola napas tdk efektif Pola napas tdk efektif tidak efektif b/d
suplai oksigen penurunan suplai
Do: Frek.napas oksigen
meningkat, eksudat
pada bronkus,
dipsneu, sekresi
hidung meningkat,
napas terengah2,
ronkhi.

2 Ds: Klien mengeluh Output cairan Gg. Keseimbangan Gg. Keseimbangan Gg. Keseimbangan
mual, muntah, klien berlebihan cairan cairan cairan b/d output
mengatakan tidak cairan berlebihan
nafsu makan, sakit
kepala, sakit Kekurangan Resiko syok Resiko syok Resiko syok
tenggorokan. cairan hipovolemik hipovolemik hipovolemik b/d
kekurangan cairan
Do: Frek.BAB lebih
dari 3x sehari, feses
encer, bibir kering,
mata cekung, kulit
kering, tek.darah
menurun (>110/65
mmHg)
3 Ds: Klien mengeluh Absorbsi Gg.keseimbangan Gg.keseimbangan Gg.keseimbangan
mual, muntah, tidak nutrisi tidak nutrisi kurang dari nutrisi kurang dari nutrisi kurang dari
nafsu makan, nyeri adekuat kebutuhan tubuh kebutuhan tubuh kebutuhan tubuh b/d
tenggorokan, Absorbsi nutrisi tidak
anoreksia, lemah, adekuat
lemas, tidak dapat
beristirahat pada
malam hari.

Do: Berat badan


menurun, tonsil
bengkak.
4 Ds: Klien mengeluh Perubahan Hipertermi Hipertermi Hipertermi b/d
suhu tubuh tinggi, regulasi Perubahan regulasi
menggigil pada temperatur temperature
malam hari.

Do: Suhu tubuh >


38̊ C
Mata cekung, bibir
pucat
5 Ds: Klien mengeluh Nyeri Intoleransi aktivitas Intoleransi aktivitas Intoleransi aktivitas
lemah, lemas, nyeri b/d nyeri
pada sendi, otot, dan
tulang,prilaku
distraksi,tidak bisa
bangun.

Do: Gelisah, tidak Nyeri


bisa bangun dan Inflamasi virus Nyeri Nyeri b/d inflamasi
berinteraksi dg baik, pada virus
tidak mau disentuh, persendian
sensitive, berhati-
hati pada area yang
sakit, myalgia,
kelelahan otot,hasil
lab. menunjukan
adanya infeksi oleh
virus pada sendi dan
tulang.

b. Prioritas Masalah
 Bersihan jalan napas tidak efektif
 Pola napas tidak efektif
 Gg.keseimbangan cairan
 Gg.keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
 Nyeri sendi
 Hipertermi
 Intoleransi aktivitas
 Resiko syok hipovolemik

a. Intervensi
No Dx. Keperawatan Tujuan & KH Intervensi Rasional
1 Bersihan jalan napas Dalam waktu 1x 30 menit, Pemeriksaan fisik Ronchi menunjukkan
tidak efektif b/d jalan napas kembali efektif. dengan cara auskultasi adanya gangguan
penumpukan sekret KH : sesak berkurang, bunyi mendengarkan suara pernafasan akibat atas
weezing pd nafas berkurang, nafas (adanya ronchi). cairan atau sekret yang
nyeri dada berkurang, menutupi sebagian dari
sekresi hidung berkurang, saluran pernafasan
frek.nafas mulai optimal. sehingga perlu
dikeluarkan untuk
mengoptimalkan jalan
nafas.

Bebaskan jalan nafas Secara anatomi posisi


dengan mengatur posisi kepala ekstensi
kepala ekstensi. merupakan cara untuk
meluruskan rongga
pernafasan sehingga
proses respiransi tetap
berjalan lancar dengan
menyingkirkan
pembuntuan jalan nafas.

Bersihkan saluran nafas Tindakan bantuan


dari sekret dan lendir untuk mengeluarkan
sekret, sehingga
mempermudah proses
respirasi
2 Pola napas tdk efektif Setelah dilakukan asuhan Auskultasi bunyi napas, Bunyi napas sering
b/d penurunan suplai keperawatan 1x 30 menit, catat area yang menurun pada dasar
oksigen pola napas kembali efektif. menurun, ada tidaknya paru berhubungan
KH : Sesak berkurang, frek. bunyi napas, dan adanya dengan terjadinya
Napas mulai optimal (16- bunyi tambahan atelektasis. Bunyi
20x /mnt). tambahan seperti
crackels/ronchi dapat
menunjukkan
akumulasi cairan atau
obstruksi jalan napas
Tinggikan kepala tempat parsial
tidur, letakkan posisi
duduk semi fowler, Merangsang fungsi
bantu peningkatan pernapasan atau
waktu tidur ekspansi paru, efektif
pada pencegahan dan
Evaluasi frekuensi kongesti paru
pernapasan, catat upaya
pernapasan, catat adanya
dispnea Kecepatan upaya mungkin
meningkatkan
nyeri, takut, demam,
menurunkan volume
respirasi, akumulasi
secret dan hipoksia,
Catat respon pada penurunan kecepatan
pelatihan napas dalam dapat terjadi dari
atau pengobatan penggunaan analgesic
pernapasan lain, catat berlebihan
bunyi napas sebelum
atau sesudah pengobatan Catat keefektifan terapi
atas kebutuhan untuk
Kolaborasi pemilihan intervensi
Kaji ulang laporan foto lebih agresif
dada dan pemeriksaan
laboratorium setelah
indikasi
Melihat kemajuan kondisi
tubuh klien
3 Gg.keseimbangan Dalam waktu 1x 30 menit, Rencanakan target Mempermudah
cairan b/d output kebutuhan cairan tubuh pemberian asupan cairan memantauan kondisi
cairan berlebihan pasien terpenuhi. klien
KH : Nafsu makan
bertambah, pasien tampak Kaji pemahaman klien
segar, sakit kepala tentang alasan Pemahaman tentang
berkurang, sakit mempertahankan hidrasi alasan tersebut
tenggorokan berkurang, yg adekuat membantu klien dalam
frek. BAB dalam batas mengatasi gangguan
normal (2/3 x sehari), feses Catat intake dan output
tidak encer, bibir tampak cairan Untuk mengetahui
lembab, turgor kulit baik, perkembangan status
kulit lembab, mata tdk cairan klien
cekung. Pantau intake per oral
Untuk mengontrol
intake cairan klien
Pantau output cairan
Untuk mengetahui
perkembangan status
cairan klien

4 Gg.keseimbangan Dalam waktu 1x 30 menit, Kaji riwayat nutrisi, Mengidentifikasi


nutrisi kurang dari kebutuhan nutrisi terpenuhi. termasuk makanan yang defisiensi, sehingga
kebutuhan tubuh b/d KH : Pasien tampak segar, disukai mempermudah
absorbsi nutrisi tak ada nafsu makan, mual dan melaksanakan intervensi
adekuat muntah berkurang, anoreksia
hilang, dapat mencerna dan Mengawasi masukan
menelan makanan, berat Observasi dan catat kalori atau kualitas
badan bertambah. masukan makanan kekurangan konsumsi
pasien makanan

Makan sedikit dapat


Berikan makan sedikit menurunkan kelemahan
dan frekuensi sering dan meningkatkan
dan/atau makan di pemasukan
antara waktu makan
Meningkatkan nafsu
Berikan dan bantu makan dan pemasukan
higiene mulut yang baik; oral, menurunkan
sebelum dan sesudah pertumbuhan bakteri,
makan, gunakan sikat meminimalkan
gigi halus untuk kemampuan infeksi
penyikatan yang lembut

Kolaborasi
Konsul pada ahli gizi Membantu dalam
membuat rencana diet
untuk memenuhi
kebutuhan individual
Pantau pemeriksaan
laboratorium seperti Hb, Meningkatkan
Hct, BUN, Albumin, efektivitas program
Protein, Transferin, Besi pengobatan, termasuk
Serim, B12, Asam Folat, sumber diet nutrisi
TIBC, Elektrolit Serum yang dibutuhkan
5 Nyeri b/d inflamasi Dalam waktu 1 x 24 jam, Evaluasi keluhan nyeri, Mempengaruhi pilihan /
virus nyeri berkurang. pertahankan lokasi dan pengawasan keefektifan
KH : Klien mengatakan nyeri karakteristik nyeri intevensi.
sendi dan tulang berkurang, termasuk intervensi
kelelahan otot berkurang, (skala 0-10) pertahankan
dapat beristirahat dg tenang. nyeri, non verbal .
Ekspresi wajah rileks,
keluhan nyeri berkurang,
skala nyeri berkurang (skala
2), dapat beraktivitas dan Dorong pasien untuk
berinteraksi dg baik. mendiskusikan masalah
sehubungan dengan Membantu menghilangkan
nyeri. ansietas.

Berikan alternatif
tindakan kenyamanan Menurunkan area tek.lokal
(massage) & kelelahan otot
Selidiki adanya keluhan Dapat menandakan
nyeri yang tiba-tiba / terjadinya komplikasi( cth:
buruk tidak hilang infeksi, iskemik jaringan)
dengan analgetik

Kolaborasi pemberian
Mempertahankan kadar
analgetik sesuai indikasi
analgesic darah yg
adekuat.

6 Hipertermi b/d Dalam waktu 1x 60 menit, Observasi tanda-tanda Menentukan langkah


perubahan pada suhu tubuh dalam batas vital terutama suhu intervensi selanjutnya
regulasi temperature normal. tubuh
KH : demam
hilang/berkurang, dapat Pantau suhu lingkungan Suhu ruangan harus di
beristirahat pd malam hari, ubah untuk
wajah tampak segar, mata mempertahankan suhu
tidak cekung, bibir lembab. normal

Pantau intake dan output


Cairan Pemahaman tentang
alasan tersebut
membantu klien dalam
Jelaskan kepada klien mengatasi gangguan
pentingnya
mempertahankan intake Untuk mengetahui
cairan adekuat perkembangan status
cairan klien

Kolaborasi
Berikan antipireutik
seperti aspirin atau
asetaminoven Digunakan untuk
mengurangi demam
dengan aksisentralnya
pada hipotalamus
meskipun demam dapat
bergun untuk mengatasi
pertumbuhan
organisme dan
meningkatkan
autoimun dari sel-selyang
terinfeksi
7 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan Kaji kesiapan untuk Stabilitas fisiologis
b/d nyeri keperawatan 1x 24 jam, meningkatkan aktivitas pada istirahat
pasien dapat melakukan contoh: penurunan penting untuk
akivitas maksimal sesuai kelemahan/ kelelahan, memajukan tingkat
kemampuan. TD stabil, frekuensi aktivitas individual
KH : Nyeri berkurang pd nadi, peningkatan Mempengaruhi pilihan
saat bergerak, pasien dapat perhatian pada intervensi/bantuan
beristirahat dg nyaman, aktivitas dan perawatan
pasien sudah mulai dapat diri
berinteraksi dg baik.
Kaji kemampuan pasien
untuk melakukan tugas
normal, catat laporan Meningkatkan istirahat
kelelahan, keletihan, dan untuk menurunkan
kesulitan menyelesaikan kebutuhan oksigen
tugas tubuh dan menurunkan
regangan jantung dan
Rencanakan paru
kemampuan aktivitas
dengan pasien, termasuk
aktivitas yang pasien
pandang perlu.
Tingkatkan tingkat
aktivitas sesuai toleransi Meningkatkan secara
bertahap tingkat
Berikan lingkungan aktivitas sampai normal
tenang. Pertahankan dan memperbaiki
tirah baring bila stamina tanpa
diindikasikan. Pantau kelemahan
dan batasi pengunjung,
telepon, dan gangguan
berulang tindakan yang
tak direncanakan
Berikan bantuan dalam Mempertahankan
aktivitas bila perlu, tingkat energi dan
memungkinkan pasien meningkatkan regangan
untuk melakukannya pada sistem jantung dan
sebanyak mungkin pernapasan

Anjurkan klien
menggunakan teknik
penghematan energy
Membantu bila perlu,
harga diri ditingkatkan
bila pasien melakukan
sesuatu sendiri
Anjurkan pasien untuk
menghentikan aktivitas
bila palpitasi, nyeri
dada, napas pendek, Mendorong pasien
kelemahan, atau pusing melakukan banyak
terjadi dengan membatasi
penyimpangan energi
dan mencegah
kelemahan

Regangan/stres
kardiopulmonal
berlebihan/stres dapat
menimbulkan
dekompensasi
/kegagalan
8 Resiko syok Setelah dilakukan asuhan Kaji turgor kulit,
hipovolemik b/d keperawatan 1x 60 cairan membrane mukosa &
kekurangan cairan tubuh pasien terpenuhi. rasa haus
KH: Pasien tampak segar,
turgor kulit baik, mata tidak Pantau tanda-tanda vital,
cekung, kulit lembab, tanda2 termasuk CVP bila
vital stabil. terpasang, catat
hipertensi, termasuk
perubahan postural

Pantau pemasukan oral &


memasukan cairan
sedikitnya 2500 ml/hari

Ukur haluran & berat


jenis urine

Timbang berat badan

Berikan cairan / elektrolit

Catat peningkatan suhu


dan durasi demam.
Berikan kompres hangat
sesuai indikasi.
Pertahankan kenyamanan
suhu lingkungan

Berikan obat-obatan
sesuai indikasi :
Antiemetik.
mis.prokloperazin maleat
(compazine);
trimetobenzamid (Tigan);
metaklopramid (Reglan).

ASUHAN KEPERAWATAN FLU BURUNG

I. DEFINISI DAN ETIOLOGI


Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian influenza) adalah suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit flu burung
yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1. Flu Burung merupakan penyakit yang
berbahaya karena dapat membunuh seluruh ternak unggas di areal usaha peternakan. Flu Burung
merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menyebar dengan cepat ke areal peternakan
lain dan di seluruh tanah air. Flu Burung berbahaya karena banyak jenis Flu Burung dapat
menyebabkan manusia sakit dan meninggal. (FAO, Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner).
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza termasuk famili
Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat
menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus influenza tipe A terdiri dari Hemaglutinin (H) dan
Neuramidase (N), kedua huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang
banyak jenisnya. Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2,
H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N9. Strain yang sangat virulen/ganas dan
menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air
sampai 4 hari pada suhu 220 C dan lebih dari 30 hari pada 00 C. Virus akan mati pada
pemanasan 600 C selama 30 menit atau 560 C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan
misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodine.
II. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia pada bulan Januari 2004 di laporkan adanya kasus kematian ayam ternak yang luar
biasa (terutama di Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat).
Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh karena virus new castle, namun konfirmasi terakhir
oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung (Avian influenza (AI)). Jumlah
unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 propinsi di Indonesia sangat besar
yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah propinsi Jawa
Barat (1.541.427 ekor). Berdasarkan data KEMENKES RI, jumlah kasus Flu Burung di
Indonesia sejak tahun 2005 sampai dengan Juni 2010 adalah 166 kasus dengan 137 kematian.

III. PATOFISIOLOGI
Virus influenza merupakan virus RNA termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Asam nukleat
virus ini beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen gen yang mengkode sekitar 11 jenis protein.
Virus influenza mempunyai selubung/simpai yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat.
Virus ini mempunyai tonjolan (spikes) yang digunakan untuk menempel pada reseptor yang
spesifik pada sel-sel hospesnya pada saat menginfeksi sel. Terdapat 2 jenis spikes yaitu yang
mengandung hemaglutinin (HA) dan yang mengandung neuraminidase (NA), yang terletak
dibagian terluar dari virion. Virus influenza mempunyai 4 jenis antigen yang terdiri dari (i)
protein nukleokapsid (NP) (ii). Hemaglutinin (HA), (iii). Neuraminidase (NA), dan protein
matriks (MP).
Berdasarkan jenis antigen NP dan MP, virus influenza digolongkan dalam virus influenza A, B,
dan C. Virus Influenza A sangat penting dalam bidang kesehatan karena sangat patogen baik
bagi manusia, dan binatang, yang menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi, di
seluruh dunia. Virus influenza A ini dapat menyebabkan pandemi karena mudahnya mereka
bermutasi, baik berupa antigenic drift ataupun antigenic shift sehingga membentuk varian-varian
baru yang lebih patotegen. Di dalam virus influenza tipe A dapat terjadi perubahan besar pada
komposisi antigeniknya yang disebut antigenic shift atau terjadi perubahan kecil komposisi
antigenik yang disebut antigenic drift. Perubahan – perubahan inilah yang bisa menyebabkan
epidemi atau bahkan pandemi. ). Virus influenza B adalah jenis virus yang hanya menyerang
manusia, sedangkan virus influenza C, jarang ditemukan walaupun dapat menyebabkan infeksi
pada manusia dan binatang. Jenis virus influenza B dan C jarang sekali atau tidak menyebabkan
wabah pandemis. Terdapat 15 jenis subtipe HA dan 9 jenis subtipe NA. Dari berbagai penelitan
seroprevalensi secara epidemiologis menunjukkan bahwa beberapa subtipe virus influenza A
telah menyebabkan wabah pandemi antara lain H7N7 (1977), H3N2 (1968), H2N2 (1957),
H1N1 (1918), H3N8 (1900), dan H2N2 (1889). Infeksi virus H5N1 dimulai ketika virus
memasuki sel hospes setelah terjadi penempelan spikes virion dengan reseptor spesifik yang ada
di permukaan sel hospesnya. Virion akan menyusup ke sitoplasma sel dan akan
mengintegrasikan materi genetiknya di dalam inti sel hospesnya, dan dengan menggunakan
mesin genetik dari sel hospesnya, virus dapat bereplikasi membentuk virion-virion baru, dan
virion-virion ini dapat menginfeksi kembali sel-sel disekitarnya. Dari beberapa hasil
pemeriksaan terhadap spesimen klinik yang diambil dari penderita ternyata avian influenza
H5N1 dapat bereplikasi di dalam sel nasofaring dan di dalam sel gastrointestinal .Virus H5N1
juga dapat dideteksi di dalam darah, cairan serebrospinal, dan tinja pasien (WHO,2005). Fase
penempelan (attachment) adalah fase yang paling menentukan apakah virus bisa masuk atau
tidak ke dalam sel hospesnya untuk melanjutkan replikasinya. Virus influenza A melalui spikes
hemaglutinin (HA) akan berikatan dengan reseptor yang mengandung sialic acid (SA) yang ada
pada permukaan sel hospesnya.
Ada perbedaan penting antara molekul reseptor yang ada pada manusia dengan reseptor yang ada
pada unggas atau binatang. Pada virus flu burung, mereka dapat mengenali dan terikat pada
reseptor yang hanya terdapat pada jenis unggas yang terdiri dari oligosakharida yang -2,3-
Gal),-2,3-galactose (SA mengandung N-acethylneuraminic acid dimana molekul ini berbeda
dengan reseptor yang ada pada manusia. - 2,6-galactoseReseptor yang ada pada permukaan sel
manusia adalah SA -2,6-Gal), sehingga secara teoritis virus flu burung tidak bisa(SA
menginfeksi manusia karena perbedaan reseptor spesifiknya. Namun demikian, dengan
perubahan hanya 1 asam amino saja konfigurasi reseptor tersebut dapat dirubah sehingga
reseptor pada manusia dikenali oleh HPAI-H5N1. Potensi virus H5N1 untuk melakukan mutasi
inilah yang dikhawatirkan sehingga virus dapat membuat varian-varian baru dari HPAI-H5N1
yang dapat menular antar manusia ke manusia .
Flu burung dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran
unggas yang sakit. Penularan juga bisa terjadi melalui air minum dan pasokan makanan yang
telah terkontaminasi oleh kotoran yang terinfeksi flu burung. Di peternakan unggas, penularan
dapat terjadi secara mekanis melalui peralatan, kandang, pakaian ataupun sepatu yang telah
terpapar pada virus flu burung (H5N1) juga pekerja peternakan itu sendiri. Jalur penularan antar
unggas di peternakan, secara berurutan dari yang kurang berisiko sampai yang paling berisiko
adalah melalui pergerakan unggas yang terinfeksi ,kontak langsung selama perjalanan unggas ke
tempat pemotongan ,lingkungan sekitar (tetangga) dalam radius 1 km, kereta/lori yang
,digunakan untuk mengangkut makanan, minuman unggas dan lain-lain ,kontak tidak langsung
saat pertukaran pekerja dan alat-alat . Penularan virus flu burung dari unggas ke manusia dapat
terjadi ketika manusia kontak dengan kotoran unggas yang terinfeksi flu burung, atau dengan
permukaan atau benda-benda yang terkontaminasi oleh kotoran unggas sakit yang mengandung
virus H5N1. Orang yang berisiko tinggi tertular flu burung adalah pekerja di peternakan ayam
,pemotong ayam ,orang yang kontak dengan unggas hidup yang sakit atau terinfeksi flu burung
orang yang menyentuh produk unggas yang terinfeksi flu burung ,populasi dalam radius 1 km
dari lokasi terjadinya kematian unggas akibat flu burung. Pada dasarnya sampai saat ini, H5N1
tidak mudah untuk menginfeksi manusia dan apabila seseorang terinfeksi, akan sulit virus itu
menulari orang lain. Pada kenyataannya, penularan manusia ke manusia, terbatas, tidak efisien
dan tidak berkelanjutan. (Radji, 2006)
Penyakit dimulai dari infeksi virus pada sel epitel saluran napas. Virus ini kemudian bereplikasi
sangat cepat hingga menyebabkan lisis sel epitel & terjadi deskuamasi lapisan epitel saluran
napas.Pada tahap infeksi awal, respons imun innate akan menghambat replikasi virus. Apabila
kemudian terjadi re-eksposure, respons imun adaptif yang bersifat antigen spesific
mengembangkan memori imunologis yang akan memberikan respons yang lebih cepat. Replikasi
virus akan merangsang pembentukan proinflammatory cytokine termasuk IL-1, IL-6 dan TNF-
Alfa yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik & pada gilirannya menyebabkan gejala sistemik
seperti demam, malaise, myalgia dll. Pada umumnya influenza merupakan penyakit yang self
limiting & virus terbatas pada saluran napas. Pada keadaan tertentu seperti kondisi sistem imun
yang menurun virus dapat lolos masuk sirkulasi darah & ke organ tubuh lain. Bila strain/subtipe
virus baru yang menginfeksi maka situasi akan berbeda.Imunitas terhadap virus subtipe baru
yang sama sekali belum terbentuk dapat menyebabkan keadaan klinis yang lebih berat. Sistem
imunitas belum memiliki immunological memory terhadap virus baru. Apalagi bila virus subtipe
baru ini memiliki tingkat virulensi atau patogenisitas yang sangat tinggi seperti virus H5N1. Tipe
virus yang berbeda akan menyebabkan respons imun & gejala klinis yang mungkin berbeda.
Diketahui bahwa pada infeksi oleh virus influenza A H5N1 terjadi pembentukan sitokin yang
berlebihan (cytokine storm) untuk menekan replikasi virus, tetapi justru hal ini yang
menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas & berat. Terjadi pneumonia virus berupa
pneumonitis intertitial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi & edema intraalveolar,
mobilisasi sel sel radang dan juga eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan
juga fibroblast. Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator peradangan. Secara klinis
keadaan ini dikenal dengan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Difusi oksigen
terganggu, terjadi hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain. Proses ini biasanya terjadi
secara cepat & penderita dapat meninggal dalam waktu singkat karena proses yang
ireversibel.(Emedicine,2009)

IV. KLASIFIKASI
Penderita Konfirm H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya penyakit (MOPH
Thailand, 2005)
Derajat I : Penderita tanpa Pneumonia
Derajat II : Penderita dengan Pneumonia Derajat Sedang dan tanpa Gagal Nafas
Derajat III : Penderita dengan Pneumonia Berat dan dengan Gagal Nafas
Derajat IV : Pasien dengan Pneumonia Berat dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
atau dengan Multiple Organ Failure (MOF)

V. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala
A. Gejala pada unggas.
- Jengger berwarna biru
- Borok dikaki
- Kematian mendadak
B. Gejala pada manusia.
- Demam (suhu badan diatas 38o C)
- Batuk dan nyeri tenggorokan
- Radang saluran pernapasan atas
- Pneumonia
- Infeksi mata
- Nyeri otot
manifestasi klinis avian influenza pada manusia terutama terjadi di system respiratorik mulai dari
yang ringan sampai yang berat. Manifestasi klinis avian influenza secara umum sam dengan
gejala ILI (influenza like illness), yaitu batuk, pilek, dan demam. Gejala lain berupa sefalgia,
nyeri tenggorokan, mialgia, dan malaise.
Adapun keluhan gastrointestinal berupa diare dan keluhan lain berupa konjungtivitis. Spektrum
klinis bisa sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, flu ringan hingga berat, pneumonia, dan
banyak yang berakhir dengan ARDS (acute respiratory distress syndrome). kelainan
laboratorium hematologi yang hampir selalu dijumpai adalah lekopenia, limfopenia dan
trombositopenia. Kelainan foto thoraks bisa berupa infiltrate bilateral luas infiltrate difus,
multilokal atau tersebar (Pathcy) atau terdapat kolaps lobar.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium
Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan untuk sesegera mungkin
dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit,
Hitung Jenis Leukosit), spesimen serum, aspirasi nasofaringeal.
Diagnosis flu burung dibuktikan dengan :
• Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
• Biakan dan identifikasi virus Influenza A subtipe H5N1.
• Uji Serologi :
1. Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen konvalesen
dibandingkan dengan spesimen akut ( diambil <7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer
antibodi netralisasi konvalesen harus pula >1/80.
2. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke
>14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel
darah merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5 positif.
3. Uji penapisan
• Rapid test untuk mendeteksi Influensa A.
• ELISA untuk mendeteksi H5N1.
2. Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya ditemukan
leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni.
3. Pemeriksaan Kimia darah
Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah.
Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan
kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau abnormal.
Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan.

4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu burung.
Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia. Pemeriksaan lain
yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan gejala klinik flu burung tetapi
hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini.
5. Pemeriksaan Post Mortem
Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan, dianjurkan untuk
mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi), specimen dikirim
untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR.

VII. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah istirahat, peningkataan daya tahan tubuh,
pengobatan antiviral, pengobatan antibiotic, perawatan respirasi, anti inflamasi,
imunomodulators.
Untuk penatalaksanaan umum dapat dilakukan pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan dan
di rumah sakit rujukan flu burung.
1. Untuk pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan flu burung diantaranya adalah :
• Pasien suspek flu burung langsung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg (jika anak, sesuai dengan
berat badan) lalu dirujuk ke RS rujukan flu burung.
• Untuk puskesmas yang terpencil pasien diberi pengobatan oseltamivir sesuai skoring di bawah
ini, sementara pada puskesmas yang tidak terpencil pasien langsung dirujuk ke RS rujukan.
Kriteria pemberian oseltamivir dengan sistem skoring, dimodifikasi dari hasil pertemuan
workshop “Case Management” & pengembangan laboratorium regional Avian Influenza,
Bandung 20 – 23 April 2006

Skor
Gejala 1 2
Demam < 380C > 380C
RR N > N
Ronki Tidak ada Ada
Leukopenia Tidak ada Ada
Kontak Tidak ada Ada
Jumlah

Skor :
6 – 7 = evaluasi ketat, apabila meningkat (>7) diberikan oseltamivir
> 7 = diberi oseltamivir.

Batasan Frekuensi Napas :


< 2bl = > 60x/menit
2bl - <12 bl = > 50x/menit
>1 th - <5 th = > 40x/menit
5 th - 12 th = > 30x/menit
>13 = > 20x/menit

Pada fasilitas yang tidak ada pemeriksaan leukosit maka pasien dianggap sebagai leukopeni (skor
= 2)

2. Pelayanan di Rumah Sakit Rujukan


Pasien Suspek H5N1, probabel, dan konfirmasi dirawat di ruang isolasi.
• Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim pasien ke ruang pemeriksaan.
• Petugas yang masuk ke ruang pemeriksaan tetap mengunakan APD dan melakukan
kewaspadaan standar.
• Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik.
• Setelah pemeriksaan awal, pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia) diulang setiap hari
sedangkan HI diulang pada hari kelima dan pada waktu pasien pulang.
• Pemeriksaan PCR dilakukan pada hari pertama, kedua, dan ketiga perawatan.
• Pemeriksaan serologi dilakukan pada hari pertama dan diulang setiap lima hari.
• Penatalaksanaan di ruang rawat inap
Klinis
1. Perhatikan :
- Keadaan umum
- Kesadaran
- Tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu).
- Bila fasilitas tersedia, pantau saturasi oksigen dengan alat pulse oxymetry.
2. Terapi suportif : terapi oksigen, terapi cairan, dll.

Mengenai antiviral maka antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam
pertama. Adapun pilihan obat :
1. Penghambat M2 : a. Amantadin (symadine), b. Rimantidin (flu madine). Dengan dosis 2x/hari
100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5 hari.
2. Penghambatan neuramidase (WHO) : a. Zanamivir (relenza), b. Oseltamivir (tami flu).
Dengan dosis 2x75 mg selama 1 minggu.
Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut :
• Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg 5 hari, simptomatik dan
antibiotik jika ada indikasi.
• Pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg selama 5 hari, antibiotic
spectrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika perlu seperti pada kasus
pneumonia berat, ARDS. Respiratory care di ICU sesuai indikasi.

Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan Oseltamivir dengan dosis 75
mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6 minggu).
VIII. PENCEGAHAN
Pengendalian adalah aspek yang sangat penting dalam pencegahan transmisi walaupun belum
ada bukti sahih adanya penularan dari manusia ke manusia yang berkelanjutan. Pencegahan
transmisi dilakukan dengan melakukan perawatan isolasi dan perawatan pengendalian infeksi
secara ketat menggunakan alat perlindungan personal dan metode kewaspadaan isolasi yang
baik. Selain kewaspadaan standar (cuci tangan, sarung tangan, penggunaan bahan
dekontaminan/desinfektan) perlu dilakukan pula kewaspadaan berdasar transmisi sesuai cara
penularan (kontak, droplet & airborne). Penanganan limbah juga bagian yang sangat penting
untuk pencegahan penularan. Adapun pencegahannya baik pada hewan ataupun pada manuasia :

a. Pada Unggas
1. Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung
2. Vaksinasi pada unggas yang sehat
b. Pada Manusia :
1. Kelompok berisiko tinggi ( pekerja peternakan dan pedagang)
a. Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja.
b. Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinsfeksi flu burung.
c. Menggunakan alat pelindung diri. (contoh : masker dan pakaian kerja).
d. Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja.
e. Membersihkan kotoran unggas setiap hari.
2. Masyarakat umum
a. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukup.
b. Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :
- Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit pada tubuhnya)
- Memasak daging ayam sampai dengan suhu ± 800C selama 1 menit dan pada telur sampai
dengan suhu ± 640C selama 4,5 menit.

IX. PENGKAJIAN

1. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, pendidikan, jenis kelamin dan penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Data yang mungkin ditemukan demam (suhu> 37oC), sesak napas, sakit tenggorokan, batuk,
pilek, diare
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah ada riwayat sakit paru-paru atau tidak.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
5. Riwayat perjalanan
Dalam waktu 7 hari sebelumnya apakah melakukan kunjungan ke daerah atau bertempat tinggal
di wilayah yang terjangkit flu burung, mengkonsumsi unggas sakit, kontak dengan unggas /
orang yang positif flu burung.
6. Kondisi lingkungan rumah
Dekat dengan pemeliharaan unggas dan memelihara unggas.
7. Pola fungsi keperawatan
• Aktivitas istirahat: lelah, tidak bertenaga.
• Sirkulasi: sirkulasi O2 < 95%, sianosis, • Eliminasi: diare, bising usus hiperaktif, karakteristik
feces encer, defekasi > 3x/hari.
• Nyeri atau ketidaknyamanan: nyeri otot, sakit pada mata, konjungtivitis.
• Respirasi: sesak napas, ronchi, penggunaan otot bantu napas, takipnea, RR > 20x/menit, batuk
berdahak.
• Kulit: tidak terjadi infeksi pada sistem integument.
• Psikososial: gelisah, cemas.

X. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas ditandai dengan
dispnea, saat diaskultasi terdengar ronci, klien mengeluh batuk berdahak.
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh
37,50C, akral teraba panas, takipnea.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan takipnea, kilen
tampak menggunakan otot bantu pernafasan ,RR> 20 x /menit.
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar ditandai
dengan dispnea, pemeriksaaan AGD abnormal, saturasi oksigen <95%. 5. Diare berhubungan
dengan proses infeksi ditandai dengan bising usus hiperaktif, karakteristik feces encer, defekasi >
3kali perhari.
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan klien mengeluh nyeri
otot(myalgia), takipnea.
7. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan iritasi virus ditandai dengan konjungtivitis,
klien mengeluh sakit mata.
8. Resiko cedera berhubungan dengan fungsi regulatori terganggu
9. Kelelahan berhubungan dengan stadium penyakit ditandai dengan klien tampak lelah, klien
tampak tidak bertenaga.
10. Ansietas berhubungan dengan terpapar lingkungan ditandai dengan pasien tampak gelisah
dan tampak cemas
11. PK infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Emedicine.2009. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/2004014-manajemen-klinis-kasus-
flu-burung/#ixzz1RzrYHgri. I diakses pada 13 Juli 2011
Ester, Monica. 2011. NANDA internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2009-2011. Jakarta : EGC
Depkes, Litbang. 2008. Flu Burung. www.litbang.depkes.go.id/maskes/072005/flu_burung.pdf
diakses : 13 juli 2011
Radji ,Maksum . 2006. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No.2, Agustus 2006, 55 – 65.
Jakarta: UI
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi V.Jakarta : Interna
Publishing
WWW.CDC.COM (diakses pada tanggal : 13 juli 2011)

You might also like