You are on page 1of 11

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK TUMBUHAN

PREPARAT IRISAN TUMBUHAN (NON EMBEDDING)

Kelompok 3
Rombongan A2

Miranti Oviani B1A015050


Fadhila Meilasari B1A015051
Rai Alvin Fazrian B1A015069
Annisa Nafiah Salmaa B1A015079
Niki Andalusi B1A015082

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bunga merupakan alat perkembangbiakan generatif pada tumbuhan biji.


Bunga akan membentuk tanaman baru yang diawali dari perubahan bunga yang
tumbuh menjadi buah dan buah tersebut berisi biji kemudian biji tersebut dapat
tumbuh menjadi tanaman baru. Hibiscus rosa-sinensis atau bunga sepatu dengan
family myrtaceae memiliki bunga jantan dan bunga betina pada satu individu
(monoecious) (Tjitrosoepomo, 2005). Serbuk sari merupakan alat penyebaran dan
perbanyakan generatif dari tumbuhan berbunga. Secara sitologi, serbuk sari
merupakan sel dengan tiga nukleus, yang masing-masing dinamakan inti vegetatif,
inti generatif I, dan inti generatif II. Sel dalam serbuk sari dilindungi oleh dua lapisan
(disebut intine untuk yang di dalam dan exine yang di bagian luar), untuk
mencegahnya mengalami dehidrasi.
Kebanyakan Angiospermae memiliki kepala sari yang tetrasporangiat, dengan
dua ruang sari (lokulus) dalam setiap cuping kepala sari sehingga jumlah
keseluruhannya empat. Bagian bunga yang merupakan alat untuk berkembang biak
adalah benang sari dan putik. Benang sari merupakan alat kelamin jantan, putik
merupakan alat kelamin betina.Penyerbukan terjadi apabila serbuk sari jatuh pada
kepala putik. Selanjutnya akan terjadi pembuahan dalam bakal buah. Pembuahan,
yaitu bersatunya sel kelamin jantan dengan sel kelamin betina membentuk individu
baru. Setelah terjadi pembuahan, akan menjadi buah yang di dalamnya mengandung
biji. Pada biji terdapat bakal calon tumbuhan baru. Jika biji telah masak dapat
ditanam dan akan tumbuh menjadi tanaman baru. Biji merupakan hasil penyerbukan
dan pembuahan, serta menjadi alat berkembang biak (Aprianty & Eniek, 2008).
Serbuk sari dan spora pada berbagai jenis tumbuhan memiliki bentuk yang
berbeda, terkadang ia berbentuk seperti piramid, segi tiga, bulat atau seperti telur
tergantung pada jenis pohonnya. Dinding serbuk sari terdiri dari dua lapisan, yaitu
eksin (lapisan luar) tersusun atas sporopolenin, dan intin (lapisan dalam) yang
tersusun atas selulosa. Struktur dinding serbuk sari, khususnya bagian eksin,
merupakan salah satu karakter yang digunakan dalam identifikasi. Struktur halus
eksin dapat dibedakan menjadi tiga tire, yaitu: tektat, semitektat, dan intektat
(Hidayat, 1995).
Polen merupakan sumber makanan lebah dan digunakan sebagai sumber
pakan protein, lemak, karbohidrat, mineral.Selain mengambil polen dari bunga, lebah
juga mengambil nektar yang digunakan sebagai cadangan makanan dan bahan utama
pembuatan madu.Di peternakan istana lebah madu kecamatan Licin misalnya, lebah
mencari nektar dan polen dari berbagai jenis spesies tumbuhan yang nantinya
digunakan sebagai sumber makanan. Ciri morfologi polen bermanfaat dalam
berbagai bidang, manfaatnya menurut Arridjani & Agus (1998)antara lain:
a. Melacak sejarah kelompok dan jenis (spesies) tumbuhan
b. Melacak sejarah komunitas tumbuhan dan habitatnya
c. Menentukan umur relatif batuan atau sedimen
d. Memperlajari sejarah iklim
e. Mempelajari pengaruh manusia terhadap lingkungan
f. Membantu memecahkan kasus kriminologi
g. Menentukan kandungan serbuk sari dalam madu (melisopalinologi)
h. Mempelajari kandungan serbuk sari di udara dan pengaruhnya terhadap
kesehatan manusia.
B. Tujuan

Mengetahui prinsip dan tahapan pembuatan preparat serbuk sari dengan


metode asetolisis
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum asetolisis adalah tabung reaksi,


waterbath, setrifuge, skalpel,batang pengaduk, object glass, cover glass, mikroskop
cahaya, dan tissue.
Bahan yang digunakan dalam praktikum asetolisis adalah bunga Markisa
Merah (Passiflora coccinea), asam asetat glasial, larutan H2SO4, akuades, gliserin
jelly, dan safranin.

B. Metode

1. Pollen Bunga Markisa Merah (Passiflora coccinea) dirontokkan.


2. Fiksasi dengan asam asetat glasial selama 24 jam.
3. Ditambahkan larutan H2SO4.
4. Dipanaskan di dalam waterbath. Usahakan jangan sampai gosong, kemudian
didinginkan.
5. Disentrifugasi 30 kali putaran.
6. Supernatan dibuang, kemudian ditambahkan akuades sampai 3ml.
7. Disentrifugasi 30 kali putaran.
8. Supernatan dibuang, kemudian ditambahkan akuades sampai 3ml.
9. Disentrifugasi 30 kali putaran.
10. Supernatan dibuang, ditambahkan gliserin jelly dan safranin. Diamkan selama 5
menit.
11. Teteskan pada object glass dan tutup dengan cover glass.
12. Diamati dibawah mikroskop.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 3.1. Bunga Markisa Merah (Passiflora coccinea)

Gambar 3.2. Preparat Asetolisis Bunga Bunga Markisa Merah (Passiflora


coccinea)
B. Pembahasan

Metode asetolisis adalah salah satu metode pembuatan preparat serbuk sari
yang menggunkan prinsip melisiskan dinding sel serbuk sari dengan asam asetat
glasial serta asam sulfat pekat sebagai bahan tambahan.Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan hasil amatan morfologi dinding serbuk sari ornamentasi dari serbuk
sari tersebut.Serbuk sari yang digunakan dalam pembuatan preparat biasanya
merupakan serbuk sari yang matang. Serbuk sari yang matang dapat ditandai dengan
sudah tidak ada air dalam serbuk sari tersebut, jika serbuk sari dipatahkan maka
hanya akan seperti tepung saja (Faegn, Kand & Iversen, 1989).
Proses asetolisis memerlukan beberapa langkah-langkah antara lain (Suntoro,
1983):
1. Fiksasi suatu usaha untuk mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan,
dalam hal ini serbuk sari agar tetap pada tempatnya, dan tidak mengalami
perubahan bentuk maupun ukuran dengan media kimia sebagai fiksatif. Fiksasi
umumnya memiliki kemampuan untuk mengubah indeks bias bagian-bagian sel,
sehingga bagian-bagian dalam sel tersebut mudah terlihat di bawah mikroskop.
2. Pemanasan untuk mempercepat terjadinya reaksi yang terjadi pada serbuk sari
dan penambahan H2SO4 dan asam asetat glasial dengan perbandingan 1:9
berfungsi untuk untuk melisiskan selulosa pada dinding serbuk sari (asetolisis),
sehingga setelah dibuat preparat, morfologi eksin serbuk sari akan terlihat lebih
jelas dibandingkan dengan sebelum asetolisis. Selain itu, asetolisis ini juga
berfungsi seperti proses fiksasi, yaitu memelihara atau mempertahankan struktur
dari serbuk sari.
3. Pencucian dengan penambahan aquades ke dalam tabung sentrifuge yang berisi
serbuk sari kemudian melakukan centrifuge untuk mendapatkan serbuk sari yang
sudah bersih. Perlakuan tersebut dilakukan dua kali untuk mendapatkan serbuk
sari yang bersih tanpa ada sisa zat kimia.
4. Pewarnaan (staining) dengan meningkatkan kontras warna serbuk sari dengan
sekitarnya sehingga memudahkan dalam pengamatan serbuk sari doi bawah
mikroskop. Pewarnaan dapat memperjelas bentuk ornamen dinding sel serbuk
sati serta mempermudah mengetahui ukuran serbuk sari.
5. Penutupan (mounting) merupakan langkah penting dalam pembuatan preparat,
dimana serbuk sari diambil dari dasar tabung centrifuge kemudian diletakkan
pada salah satu sisi object glass. Kemudian, di masing-masing sisi dari serbuk
sari yang diletakkan ini disusun empat potongan kecil parafin.
6. Labeling merupakan tindakan pelabelan preparat. Preparat diberikan label
dengan kertas label bertuliskan nama preparat
Fiksatif terdiri dari dua jenis, yaitu fiksatif sederhana dan majemuk atau
campuran.Fiksatif sederhana merupakan larutan yang di dalamnya hanya
mengandung satu macam zat saja, sedangkan fiksatif majemuk atau campuran adalah
larutan yang di dalamnya mengandung lebih adri satu macam zat. Fiksatif yang
digunakan serbuk sari dalam pembuatan preparat memliki satu bahan utama yaitu
asam asetat glasial dan satu bahan tambahan, yaitu H2SO4 (asam sulfat) pekat. Kedua
fiksatif tersebut termasuk dalam fiksatif sederhana.Asam asetat adalah cairan yang
tidak berwarna dengan bau yang tajam, sedangkan asam asetat glasial adalah asam
asetat yang padat dan murni serta dapat mencair pada suhu 117°C. Fungsi fiksasif
sebenarnya yaitu anatara lain:
1. Menghentikan proses metabolisme dengan cepat.
2. Mengawetkan bentuk yang sebenarnya.
3. Mengeraskan atau memberi konsistensi material yang lunak biasanya secara
koagulasi, dari protoplasma dan material-material yang dibentuk oleh
protoplasma.
4. Mengawetkan elemen sitologis dan histologis (Suntoro, 1983)
Asam asetat dapat mengendapkan nukleoprotein, tetapi melarutkan histon
dalam nukleus, tidak melarutkan lemak, juga bukan pengawet karbohidrat. Daya
penetrasinya cepat, tetapi dapat membengkakkan jaringan, hal tersebut disebabkan
oleh bertambahnya diameter serabut-serabut dalam jaringan tersebut. Asam asetat
memiliki dua fungsi dalam sitologi, yaitu mencegah pengerasan dan mengeraskan
kromosom. Asam asetat dapat menghancurkan mitokondria dan apparatus golgi
dalam konsentrasi tinggi (Santoso, 2002).
Langkah pertama yaitu fiksasi serbuk sari atau pollen. Fiksasi berfungsi untuk
mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan, dalam hal ini serbuk sari agar
tetap pada posisinya dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran dengan
media kimia sebagai fiksatif, dalam hal ini asam asetat glacial, fiksasi dilakukan
selama 24 jam ditambahkan larutan H2SO4 dan asam asetat glasial. Penambahan
larutan kemudian diikuti dengan pemanasan campuran larutan tersebut di dalam
waterbath (penangas air) di atas lampu spiritus.Pemanasan ini dilakukan hingga air
dalam penangas mendidih.Pemanasan larutan ini bertujuan untuk mempercepat
terjadinya reaksi yang terjadi pada serbuk sari. Sedangkan penambahan H2SO4 dan
asam asetat glasial berfungsi untuk untuk melisiskan selulosa pada dinding serbuk
sari (asetolisis), sehingga setelah dibuat preparat, morfologi eksin serbuk sari akan
terlihat lebih jelas dibandingkan dengan sebelum asetolisis. Selain itu, asetolisis ini
juga berfungsi seperti proses fiksasi, yaitu memelihara atau mempertahankan struktur
dari serbuk sari (Khasim, 2002).
Serbuk sari dalam larutan akan berubah warna menjadi agak kecoklatan
setelah pemanasan dalam waterbath selesai. Serbuk sari dan larutan yang dipanaskan
ini kemudian didinginkan sejenak.Setelah dingin, langkah selanjutnya adalah
melakukan sentrifuge untuk mendapatkan serbuk sari yang telah terasetolisis,
memisahkannya dari larutan asam asetat glasial dan H2SO4 pekat.Sentrifuge
dilakukan selama disentrifugasi sebanyak 30 kali putaran. Tujuan dari sentrifuge ini
adalah memisahkan serbuk sari dan asam asetat glacial, karena serbuk sari berukuran
kecil dan bercampur dengan asam asetat glacial sehingga serbuk sari susah untuk
diambil, maka diperlukan sentrifuge. Hasil sentrifuge adalah supernatan di bagian
atas tabung sentrifuge, yaitu larutan asam asetat glasial dan asam sulfat pekat serta
endapan di dasar tabung, yaitu serbuk sari yang telah terasetolisis.Supernatan
kemudian dibuang secara hati-hati agar serbuk sari yang sudah mengendap tidak
menyebar kembali kedalam larutan dan ikut terbuang (Santoso, 2002).
Pencucian serbuk sari dengan aquades sebanyak dua kali.Pencucian dilakukan
dengan penambahan aquades ke dalam tabung sentrifuge yang berisi serbuk sari
kemudian melakukan sentrifuge untuk mendapatkan serbuk sari yang sudah bersih.
Perlakuan tersebut dilakukan dua kali untuk mendapatkan serbuk sari yang bersih
tanpa ada sisa zat kimia seperti fiksatif dalam serbuk sari yang akan dibuat preparat
(Khasim, 2002).
Pewarnaan adalah untuk meningkatkan kontras warna serbuk sari dengan
sekitarnya sehingga memudahkan dalam pengamatan serbuk sari di bawah
mikroskop.Pewarnaan dapat memperjelas bentuk ornamen dinding sel serbuk sati
serta mempermudah mengetahui ukuran serbuk sari. Safranin adalah suatu chlorida
dan zat warna basa yang kuat. Zat warna ini tergolong dalam zat warna golongan
azine, yaitu zat warna yang mengandung cincin orthoquinonoid yang dihubungkan
dengan bentuk cincin lainnya melalui 2 atom N. Zat warna ini akan mewarnai
dengan sangat baik bila jaringan difiksasi dengan larutan fleming. Pembuatan
preparat serbuk sari, pewarnaan serbuk sari menggunakan safranin hasilnya lebih
baik.(Khasim, 2002).
Mounting merupakan langkah penting dalam pembuatan preparat, dimana
serbuk sari diambil dari dasar tabung sentrifuge kemudian diletakkan pada salah satu
sisi object glass.Kemudian, di masing-masing sisi dari serbuk sari yang diletakkan ini
disusun empat potongan kecil paraffin, selanjutnya di atas serbuk sari diletakkan
potongan lembaran gliserin jelly.Susunan tersebut perlu dipertimbangkan
peletakannya agar dapat dihasilkan preparat yang rapi dan proporsional.Setelah
penyusunan gliserin jelli dan serbuk sari selesai, langkah berikutnya dalam mounting
adalah penutupan susunan tersebut dengan cover glass dan kemudian hasil diamati
dibawah mikroskop (Khasim, 2002).
Berdasarkan hail yang didapatkan saat praktikum, polen bunga markisa
merah bentuk bulat yang terwarnai warna merah muda. Beberapa lapisan kulit
nampak mengelupas. Menurut Erdtman (1952), ornamentasi merupakan suatu
bentuk hiasan pada permukaan eksin polen Passiflora sp. adalah retikulat, yaitu
ornamen berbentuk seperti jala. Sedangkan ornamentasi pada Passiflora foetida
berbentuk retikulat. Pada permukaan yang berlubang yang ukurannya relative sama
antar satu dan yang lainnya dan saling berkaitan antar satu dan yang lain. Atau
dengan kata lain ornamentasinya bentuk jala
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa :


1. Metode asetolisis adalah salah satu metode pembuatan preparat serbuk sari yang
menggunakan prinsip melisiskan dinding sel serbuk sari dengan asam asetat
glasial serta asam sulfat pekat sebagai bahan tambahan.
2. Tahapan pada proses ini dapat dikelompokkan dalam beberapa proses yakni
Fiksasi, pemanasan, pencucian, pewarnaan (Staining), Penutupan ( Mounting),
dan labelling.
DAFTAR REFERENSI

Aprianty & Kriswiyanti, 2008.Studi variasi ukuran serbuk sari kembang sepatu
(Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan warna bunga berbeda.Jurnal Biologi. Vol
12(1)pp:1-5.
Arridjani & Agus P., 1998. Morfologi Komparatif Serbuk Sari Anggota
Myristicaceae di Jawa dan Nilai Taksonominya.Biologi. Bandung: Penerbit
ITB Bandung.
Erdtman, G 1952. Morphology and Taxonomy Angiospermae: An Introduction to
Paly nology. USA: The Botanica Company Wather, Massachusetts.
Faegn, Kand & J. Iversen, 1989.Texbook of Pollen Analysis. 4 th Edition. John Wiley
& amp.Sons Ltd Chichester.
Hidayat, Estiti B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung : Penerbit ITB
Bandung.
Khasim, Muhammad. 2002. Laporan Praktikum Mikroteknik. Yogyakarta: Fakultas
Pertanian, UGM.
Santoso, H. B.. 2002. Bahan Kuliah Teknik Laboratorium. Banjarbaru: Universitas
Lambung Mangkurat.
Suntoro, Handari. 1983. Metode Pewarnaan (Histologi dan Histokimia). Yogyakarta.
Fakultas Biologi UGM.
Tjitrosoepomo, G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Cetakan ke-15. YogyakartaGadjah
Mada University Press.

You might also like