You are on page 1of 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jantung sebagai sebuah pemompa darah yang terdiri dari dua pompa
yang terpisah yakni jantung kanan yang memompa darah ke paru- paru dan
jantung kiri yang memompa darah ke organ- organ perifer. Selanjutnya setiap
bagian jantung yang terpisah ini merupakan dua ruang pompa yang dapat
berdenyut yang terdiri atas satu atrium dan satu ventrikel. Atrium terutama
berfungsi sebagai pompa primer yang lemah, bagi ventrikel yang membantu
mengalirkan darah masuk ke ventrikel. Ventrikel selanjutnya menyediakan
tenaga utama yang dapat dipakai untuk mendorong darah ke sirkulasi
pulmonal atau sirkulasi perifer.
Penyakit jantung merujuk pada penyakit menyerang jantung dan
sistem pembuluh darah. Jantung merupakan organ strategis dalam tubuh
seseorang karena perannya sebagai pemompa darah. Ada banyak penyebab
penyakit jantung, seperti pola hidup, kelainan bawaan sejak lahir, dan pola
makan yang tidak sehat. Serangan jantung merupakan akibat mematikan dari
penyakit jantung koroner yang menjadi pembunuh wanita dan pria. Contoh –
contoh penyakit jantung antara lain gagal jantung, masalah pada katup jantung,
aritmia, perikarditis, dan penyakit jantung koroner.
Penyakit jantung bawaan ( PJB ) adalah penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir. enyakit
jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila
tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit
jantung bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa
pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami tindakan
operasi dini pada usia muda. Patent Duktus Arterosus merupakan penyakit
jantung sianotik yang paling banyak ditemukan.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada makalah penyakit jantung ini adalah :

1
1. Apa pengertian penyakit jantung bawaan?
2. Jenis-jenis penyakit jantung bawaan?
3. Apa gejala penyebab dari penyakit?
4. Bagaimana etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan
penunjang, komplikasi, penatalaksanaandan asuhan keperawatan dari
penyakit jantung bawaan ?

C. TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah penyakit jantung bawaan ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit jantung bawaan
2. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit jantung bawaan
3. Untuk mengetahui penyebab penyakit jantung bawaan
4. Untuk mengetahui dan memahami etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, penatalaksanaandan asuhan
keperawatan dari penyakit jantung bawaan

BAB II
PEMBAHASAN

2
A. PENGERTIAN

Menurut Prof. Dr. Ganesja M Harimurti, Sp.JP (K), FASCC, dokter


spesialis jantung dan pembuluh darah mengatakan bahwa PJB adalah
penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat proses
pembentukan jantung yang kurang sempurna. Proses pembentukan jantung
ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi).
Pada waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam
kandungan, ada kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan
jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan, karena
jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat bulan (Dhania,
2009)
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan
pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir
yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur
jantung pada fase awal perkembangan janin. PJB dibagi menjadi 2 kategori
utama yaitu sianotik dan asianotik.
Dampak penyakit jantung bawaan (PJB) terhadap angka kematian
bayi dan anak cukup tinggi sehingga dibutuhkan tatalaksana PJB yang cepat,
tepat dan spesifik. Sebelum era intervensi non-bedah berkembang, semua
jenis PJB ditata laksana dengan tindakan bedah/operasi. Dengan
berkembangnya teknologi melalui teknik kateterisasi dan intervensi, sebagian
dari PJB dapat ditata laksana tanpa operasi. Kelebihan tindakan intervensi
non bedah dibandingkan dengan bedah adalah pasien terbebas dari
komplikasi operasi, penggunaan mesin jantung paru, waktu penyembuhan
lebih cepat, lamanya masa perawatan dirumah sakit menjadi singkat, dan
tidak ada jaringan parut bekas operasi di dada. Penggunaan mesin jantung
paru terbuka berisiko menyebabkan gangguan tumbuh kembang anak di
kemudian hari.
Penyakit jantung pada anak dibagi menjadi 2 golongan :

3
1. Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah kelainan jantung yang terjadi
sejak bayi lahir.
Penyakit jantung bawaan dapat dibagi menjadi 2 type :
a. PJB tipe non-sianotik
PJB non-sianotik 75% dari semua kasus penyakit jantung yang
terjadi pada anak.
PJB non-sianotik terdiri dari 3 kelompok :
1) Terjadi aliran darah dari kiri ke kanan pada :
a) Paten duktus arteriosus (PDA)
b) Ventrikel septal defek (VSD)
c) Atrial septal defek (ASD)
2) Terjadi obstruksi jantung kanan pada :
Stenosis katup pulmonal
3) Terjadi obstruksi jantung kiri pada
a) Stenosis katup aorta
b) Koartasio aorta
c) Stenosis katup mitral

b. PJB tipe sianotik


PJB sianotik 25% dari semua kasus penyakit yang terjadi pada anak.
PJB sianotik terjadi aliran darahdari kanan ke kiri :
1) Tetralogi failot (TF)
2) Transposisi arteri besar
3) Atresia pulmoner dengan septum ventrikel utuh
4) Ventrikel kanan dengan jalan keluar ganda
5) Atresia trikuspid

2. Penyakit jantung didapat adalah penyakit jantung yang terjadi setelah


lahir.
Penyakit jantung didapat yang penting pada anak adalah :
a. Demam rematik / penyakit jantung rematik

4
b. Endokarditis infektif
c. Gagal jantung
Berdasarkan kelainan anatomis, PJB secara garis besar dibagi menjadi
3 kelompok, yaitu:
1. Penyempitan bahkan pembuntuan bagian tertentu jantung
a. Stenosis katup pulmonal
Pada kondisi ini, jantung tidak dapat memompakan darah
sesuai kebutuhan tubuh dan sesuai jumlah darah yang kembali
ke jantung, sehingga terjadilah bendungan sistemik. Tindakan
yang dilakukan antara lain
adalah :
Pelebaran katup pulmonalis dengan kateter balon (ballon
pulmonary valvuloplasty) melalui kateterisasi.
b. Stenosis katup aorta
Terjadi kelebihan beban tekanan pada ventrikel kiri, yang
mengakibatkan gagal jantung kiri. Penanganannya juga
menggunakan kateter balon (ballon pulmonary valvuloplasty)
melalui kateterisasi.
c. Atresia katup pulmonal
Pada kasus ini, katup pulmonal sama sekali buntu sehingga
tidak ada aliran darah ke paru. Pasien biasanya dapat bertahan
hidup jika duktus arteriosus tetap terbuka. Oleh karena itu,
diberikan prostaglandin E-1 untuk menjaga duktus arteriosus
tetap terbuka setelah kelahiran. Namun, obat ini bersifat
sementara dan harus segera diikuti tindakan selanjutnya
membuka katup pulmonal baik secara bedah maupun non-
bedah dengan membuat lubang (perforasi) pada katup
dilanjutkan pelebaran lubang dengan kateter balon. Sedangkan
atresia katup pulmonal dengan DSV harus dilanjutkan dengan
tindakan bedah memasang saluran antara arteri subklavia dan
arteri pulmonalis kanan atau kiri (prosedur ballock-tausig shunt)

5
atau mempertahankan DAP tetap terbuka dengan memsang
stend di DAP.
d. Koarktasio aorta
Pada kasus ini, pembuluh darah aorta mengalami penyempitan.
Untuk mengatasi komplikasi yang mungkin muncul, duktus
arteriosus dipertahankan terbuka dengan pemberian
prostaglandin E-1 untuk selanjutnya dilakukan aorta.

2. Ada lubang pada sekat pembatas antara kedua serambi atau bilik
jantung (septum)
Pada kasus tersebut dapat terjadi pirau dari satu sisi ke sisi lainnya.
Beban volume yang berlebihan dapat menimbulkan gagal jantung
kiri maupun kanan. Oleh karena itu, pengobatan yang dilakukan
berguna untuk mengurangi beban volumepada jantung seperti obat
diuretik, dan obat vasodilator.
a. Defek septum atrium : ditutup dengan alat penyumbat
amplatzer septal occluder (ASO)
b. Defek septum ventrikel : defek perimembran dan muskular
dapat dengan amplatzer membranous / muscular VSD occluder
(AVO) melalui kateter dari pembuluh darah vena di lipat paha.
Namun, pada jenis subarterial doubly commited (SADC) tetap
diperlukan pembedahan.
c. Duktus arterious persisten : utamanya, DAP ditutup dengan
tindakan non bedah amplatzer duct occluder. Bila DAP terlalu
besar atau bayi kecil dengan erat <6kg, tindakan bedah masih
pilihan utama. Untuk bayi prematur, dapat dirangsang
penutupannya dengan pemberian antiprostaglandin berupa
indometasin atau ibuprofen.

3. Pembuluh aorta keluar dari ventrikel kanan dan pembuluh darah


pulmonal keluar dari ventrikel kiri (transposis arteri besar)

6
Pada kasus ini, diperlukan percampuran darah antara
jantung kiri dan kanan dapat diperoleh dari DAP, DSA, atau DSV.
Jika tidak disertai dengan DSV, pemberian prostaglandin E-1
penting untuk menjaga DAP. Namun, sifatnya sementara dan harus
segera diikuti dengan tindakan pembuatan lubang sekat serambi
secara non bedah dengan balon. Tindakan tersebut disebut ballon
atrial septostomy (BAS).
Selain kelainan anatomi, PJB juga menyangkut kelainan
pada sistem konduksi jantung. Pacu jantung yang lemah atau
adanya blok pada sistem konduksi jantung, berakibat denyut nadi
pelan sehingga kebutuhan sirkulasi tubuh tidak tercukupi. Pada
kasus ini diperlukan pemasangan alat pacu jantung permanen tanpa
bedah dengan menanam batere dibawah kulit di bahu kiri atau
kanan dan memasukkan elektroda ke dalam serambi atau bilik
jantung kanan melalui vena subklavia kiri atau kanan. Pada bayi,
diperlukan tindakan pembedahan dengan menempelkan elektroda
epikardial di permukaan jantung dan menanam baterenya di bawah
kulit di daerah subsifoid.

B. JENIS-JENIS PENYAKIT JANTUNG BAWAAN


1. Defek Septum Atrium ( Atrial Septal Defect )
a. Definisi
Defek Septum Atrium ( ASD, Atrial Septal Defect) adalah suatu
lubang pada dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas
(atrium kiri dan atrium kanan).
Defek Septum atrial atau Atrial Septal Defect (ASD) adalah
gangguan septum atau sekat antara rongga atrium kanan dan kiri.

7
Septum tersebut tidak menutup secara sempurana dan membuat aliran
darah atrium kiri dan kanan bercampur.
Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara
atrium kanan dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup
( Markum. 1991 )
ASD adalah defek pada sekta yang memisahkan atrium kiri dan
kanan. ( Sudigdo Sastroasmoro, Kardiologi Anak. 1994 )
Angka kejadian defek pada sekat (ASD) berkisar 1 dari 1500
kelahiran hidup. Lubang septum tersebut dapat terjadi di bagin mana
saja dari septum namun bagian tersering adalah pada bagian foramen
ovale yang disebut dengan ostium sekundum ASD. Kelainan ini terjadi
akibat dari resorpsi atau penyerapan berlebihan atau tidak adekuatnya
pertumbuhan dari septum.
Patent Foramen Ovale ( PFO ) yang terjadi pada 20% dari populasi
bukanlah ASD yang sebenarnya. Foramen Ovale merupakan lubang
pada janin yang terdapat diantara rongga atrium. Pada saat lahir,
lubang ini akan menutup sempurna secara alami dan secara anatomin
akan menutup sempurna pada bayi usia 6 bulan dengan cara bergabung
dengan septum atrial. PFO terjadi apabila didapatkan kegagalan
penutupan atau penggabungan dengan septum atrial.

8
Kelainan ini dibedakan menjadi 3 bentuk anatomis, yaitu :
a. Defek Sinus Venosus
Defek ini terletak di bagian superior dan posterior sekat,
sangat dekat dengan vena kava superior. Jugan dekat
dengan salah satu muara vena pulmonalis. Defek sinus
venosus dikenal dengannn ASD II.

b. Defek Sekat Sekundum


Defek ini terletak di tengah sekat atrium. Defek ini juga
terletak pada foramen ovale. Defek sekat sekundum dikenal
dengan ASD II.

c. Defek Sekat Primum


Defek ini terletak di bagian bawah sekat primum, dibagian
bawah hanya dibatasi oleh sekat ventrikal, dan terjadi
karena gagal pertumbuhan sekat prium. Defek sekat
primum dikenal dengan ASD I.
b. Etiologi

9
ASD merupakan kelainan jantung bawaan. Dalam keadaan normal,
pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri
dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat
bayi lahir, lubang ini biasnya menutup. Jika luubang ini terbuka, darah
terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan ( shunt ). Penyebab dari
tidak menutupnya lubang pada septum atrium ini tidak diketahui.

c. Patofisiologi
Aliran pirau kiri ke kanan melewati defect septum atrium
mengakibatkan kelebihan beban volume pada atrium kanan ventrikel
kana dan sirkulasi pulmonal. Volume pirau dapat dihitung dari curah
jantung dan jumlah peningkatan saturasi O2 pada atrium kanan pada
stadium awal tekanan dalam sisi kanan jantung tidak mengikatkan
dengan berlalunya waktu dapat tejadi perubahan vascular pulmonal.
Arah aliran yang melewati pirau dapat terjadi pada hipertensi pulmonal
berat.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui
defek sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada
atrium kira dan kanan tidak begitu besa ( tekanan pada atrium kiri 6
mmHg sedang pada atirum kanan 5 mmHg).
Adanya aliran adrah dapat menyebabkan penambahan beban pada
ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri.
Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis
dapat 3-5 kali darah yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya bolume aliran darah pada ventrikel kanan
dan arteri pulmonalis. Maka tekanan pada alat-alat teresebut naik,
dengan adanya kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri
pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15-25
mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bidang
sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis
relative katup pulmonal ).

10
Juga pada valvula trikuspidalis ada perbedaan tekanan, sehingga
disini juga terjadi stenosis relative katup trikuspidalis sehinnga bising
diastolic. Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada
arteri pulmonalis, maka lama-kelamaan akan terjadi kenaikan tahana
pada arteri pulmonalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan
ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadinya
sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II.

d. Manifestasi Klinis
Kelainan ASD umumnya diketahui melalui pemeriksaan rutin
dimana didapatkan adanya murmur ( kelainan bunyi jantung ). Apabila
didapatkan adanya gejala atau keluhan, umunya didapatkan adanya
sesak saat beraktivitas, dispneu ( kesulitan dalam bernafas ), mudah
lelah, dan infeksi saluran pernapasan yang berulang. Keluhan yang
paling sering terjadi pada orang dewas adalah penurunan stamina dan
palpitasi ( dada berdebar-debar) akibat ari pembesaran atrium dan
ventrikel kanan, diastolic meningkat, dan sistolik rendah.
Pada kelianan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama
sekali tidak ditemukannn gejalanya baru timbul pada usia petengahan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
fisik :
1. Denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada
2. Pemeriksaan dengan stetoskop menunjukkan bunyi jantung yang
abnormal. Bisa terdengar murmur akibat peningkatan aliran darah
yang melalui katup pulmonalis
3. Tanda-tanda gagal jantung
4. Jika shuntnya besar, murmur juga bisa terdengar akibat
peningkatan alitan darah yang mengalir melalui katup trikuspidalis.

e. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto ronsen dada

11
Pada defek kecil gambaran foto dada masih dalam batas normal.
Bila defek bermakna mungkin tampak kardiomegali akibat
pembesaran jantung kanan. Pembesaran ventrikel ini lebih nyata
pada foto lateral.

2. Elektrokardiografi
Pada ASD I, gambaran EKG sangat karakteristik dan patognomis,
yaitu sumbu jantung frontal selalu kekiri, sedangkan pada ASD II
jarang sekali dengan sumbu frontal ke kiri.

3. Katerisasi jantung
Katerisasi jantung dilakuakn defek intra pada ekodiograf tidak jelas
terlihat atau bila terdapat hipertensi pulmonal pada katerisasi
jantung terdapat peningkatan saturasi O2 di atrium kanan dengan
peningkatan ringan tekanan ventrikel kanan dan kiri bila terjadi
penyakit vaskular paru tekanan arteri pulmonalis, sangat meningkat
sehingga perlu dilakukan tes dengan pemberian O2 100% untuk
menilai resensibilitas vaskuler paru pada syndrome ersen menger
saturasi O2 di atrium kiri menurun.

4. Echokardiogram
Echokardiogram memperlihatkan dilatasi ventrikel dan septum
intervenrikular yang bergerak paradoks. Ekokardiogrfi dua dimensi
dapat memperlihatkan lokasi dan besarnya defect interatrial
pandangan subsifoid yang paling terpercaya prolaps katup netral
dan regurtasi sering tampak pada defect septum atrium yang besar.
5. Rediologi
Tanda-tanda penting pada foto radiologi thoraks ialah :
a. Corak pembuluh darah bertambah
b. Ventrikel dalam dan atrium kanan membesar

12
c. Batang arteri pulmonalis membesar sehingga pada hilus
tampak denyutan ( pada fluoroskopi) dan disebut sebagai hilam
dance.

f. Komplikasi
a. Hipertensi pilmonal
b. Gagal jantung

g. Prognosis
Biasanya ASD dapat ditoleransi dengan baik pada bayi maupun pada
anak. Hanya kadang-kadang pada ASD dengan shunt yang besar
menimbulkan gejala-gejala gagal jantung, dan pada keadaan ini perlu
dibantu dengan digitalis. Kalau dengan gitalis tidak berhasil perlu
dengan operasi, untuk ASD dengan shunt yang besar, operasi segera
dipikirkan, gina mencega terjadinya hipertensi pulmonal. Hipertensi
pulmonal pada ASD jarang sekali terjadi pada anak. Umur harapan
penderita ASD sangat tergantung dengan besarnya shunt. Bila shunt
kecil dan tekanan darah pada ventrikel normal operasi tidak perlu
dilakukan. Pada defek sekat atrium primum lebih lebih sering terjadi
gagal jantung dari pada ASD II. Gagal jantung biasanya terjadi pada
umum kurang dari 5 tahun. Endokarditis Infektif Sub akut lebih sering
terjadi pada ASD I, sedang terjadinya hipertensi pulmonal hampir
sama dengan ASD II.

h. Penatalaksanaan
Kebanyakan pasien ASD tidak menunjukan keluhan. Pada bayi
sebelum usia 3 bulan, defek berukuran < 3 mm umumnya akan
menutup spontan. Bagaimanapun juga apabila lubang tersebut besar
maka operasi untuk menutup lubang tersebut dianjurkan guna
mencegah terjadinya gagal jantung atau kelainan pembuluh darah
pulmonal. Menutup ASD pada masa kanak-kanak bisa mencegah

13
terjadinya kelainan yang serius di kemudian hari. Jika gejalanya ringan
atau tidak ada gejala, tidak perlu dilakukan pengobatan. Jika
lubangnya besar atau terdapat gejala, dilakukan pembedahan untuk
menutup ASD.

Penatalaksanaan pada penderita yang sudah dewasa dipengaruhi oleh


berbagai faktor termasuk keluhan, umur, ukuran dan anatomi defek,
adanya kelainan yang menyertai,tekanan arteri pulmonal serta
resistensi vaskular paru.

Pengobatan pencegah dengan antibiotik sebaiknya diberikan setiap kali


sebelum penderita menjalani tindakan pencabutan gigi untuk mengurai
resiko terjadinya endokarditis infektif.

Operasi akan segera dilakukan bila:

a. Jantung sabgat membesar


Pembesaran jantung pada foto toraks, dilatasi ventrikel kanan,
kenaikan tekanan arteri pulmonalis 50% atau kurang dari
tekanan aorta, tanpa mempertimbangkan keluhan. Prognosis
penutupan DSA lebih bak dibandingkan dengan pengobatan
medikamentosa. Pada kelompok umur 40 tahun ke atas harus
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya aritmia atrial,
terutama jika memang sebelumnya sudah pernah terjadi
ganguan irama. Pada kelompok ini diperlukan ablasi perkutan
atau ablasi aperatif pada saat penutupan DSA.
b. Dyspnoe d’effort yang berat atau sering pada serangan
bronchitis.
c. Kenaikan tekanan pada arteri pulmonalis.
d. Adanya riwayat iskemik transcient atau stroke pada DSA atau
foramen ovale persisten.

14
Operasi merupakan kontraindikasi jika terjadi kenaikan
resistensi vaskuler paru 7-8 unit, atau ukuran defek kurang dari
8 mm tanpa keluhan dan pembesaran jantung kanan. Tindakan
penutupan dapat dilakukan dengan operasi terutama untuk
defek yang sangat besar lebih dari 40 mm, atau tipe DSA selain
tipe sekundum. Untuk DSA sekundum dengan ukuran defek
lebih kecil dari 40 mm harus dipertimbangkan penutupan
dengan kateter menggunakan amplatzar septar occluder. Masih
dibutuhkan evaluasi jangka panjang untuk menentukan
kejadian aritmia dan komplikasi tromboemboli.

Kriteria pasien DSA yang akan dilakukan pemasangan ASO


antara lain:
a. DSA sekundum.
b. Diameter kurang atau sama dengan 34 mm.
c. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-
tanda beban voleme pada ventrikel kanan.
d. Mempunyai rim posterior minimal 5 mm dari vena polmunalis
kanan.
e. Defek tunggal tanpa kelainan jantung ayang membutuhkan
intervensi bedah.
f. Muara vena pilmonalis normal ke atrium kiri.
g. Hipertensi pulmonal dengan risistensi vaskuler paru kurang
dari 7-8 wood unit (normalnya 0.25-2.6 mmHg.min/l)
h. Bila ada gagl jantun, fungsi ventrikel (ejection fraction) harus
lebih dari 30%.

Bila pada anak masih dapat dikelola dengan digitalis, biasanya


operasi ditunggu sampai anak mencapai umur sekitar 3 tahun.

a. Opersi pada ASD I tanpa masalah katup mitral atau trikuspidal


mortalitasnya rendah, operasi dilakukan pada masa bayi.

15
b. ASD I disertai celah katup mitral dan trikupidal operasi paling
baik dilakukan umur antara 3-4 tahun.
c. Apabila ditemukan tanda-tanda hipertensi pulmonal, operasi
dapat dilakukan pada masa bayi untuk mencegah terjadinya
penyakit vaskuler pulmonal.
d. Terapi dengan digoksin, furosemid dengan atau tanpa
sipironolakton dengan pemantauan elektrolit berkala masih
merupakan terapi standar gagal jantung pada bayi dan anak.

Intervensi non-bedah ada DSA menunjukan hasil yang baik serta


dapat mengurangi kejadian aritmia atrium dan dapat digunakan pada
DSA berdiameter sampai dengan 34 mm. Sesudah dilakukan penutupan
DSA, pemantauan penting dilakukan. Pada orang yang sudah dewasa
atau umum lanjut, perlu evaluasi periodik, terutama jika saat orang ada
kelainan tekanan arteri pulmonal gangguan irama, atau disfungsi
ventrikel. Namun, pada anak-anak umumnya tidak bermasalah, dan tidak
memerlukan pemantauan. Profilaksis untuk endokarditis diperlukan pada
DSA primum, regurgitasi katup, juga dianjurkan pemakaian antibiotik
selama 6 bulan pada kelompok yang menjalani penutupan perkutan.

Beberapa alat yang digunakan pada intervensi non bedah, dai


antaranya adalah:

a. Amplatzer septal accluder.


b. Atrial septal defect occulasio (ASDOS).
c. Button device.
d. Guardian angel/anfel wings.
e. Helex septal occluder.
f. Starflex/Bard clamshell/cardioseal.
g. Transcathether patch closure

16
2. Defek Septum Ventrikel (VSD/Ventricular Septal Defect)

a. Pengertian

Istilah defek septum ventrikel menggambarkan suatu lubang pada


sekat ventrikel. Defek tersebut dapat terletak dimana pun pada sekat
ventrikel, dapat tunggal atau banyak, dan ukuran serta bentuknya dapat
bervariasi (Fyler, 1996).

Defek sektum vrentikel (VSD/Ventricular Septal Defek) adalah


suatu lubang pada septum ventrikel. Septum ventrikel adalah dinding yang
memisahkan jantung bagian bawah (memisahkan ventrike kiri dan
ventrikel kanan).

Defek septum ventrikel atau ventricular septal defek (VSD) adalah


gangguan atau lubang pada septum atau sekat diantara rongga ventrikel
akibat kegagalan fusi atau penyambungan sekat interventrikel

VSD merupakan kelainan jantung bawaan yang tersaing

Dijumpai, yaitu 33% dari seluruh kelainan jantung bawaan


(Rilatono, 2003). Penelitian lain mengemukakan bahwa VSD adalah
kelainan pada 30-60% PJB dan pada 2-6 per 10000 kelahiran. Sebuah studi
prospektif menunjukkan 80-90% defek travecular dapat menutup secara
spontan setelah lahir. VSD dapat muncul sendiri atau muncul sebagai
bagian dari tetralogy of fallot dan transposisi arteri besar. VSD, bersama
dengan penyakit vaskular pulmonal dan sianosis sering disebut sebagai
sindroma eisenmenger.

Defek septum ventrikel disebabkan oleh keterlambatan penutupan


sekat interventrikuler sesudah kehidupan interauterin 7 minggu pertama,
alasan penutupan terlambat atau tidak sempurna belum diketahui.
Kemungkinan factor keturunan berperan dalam hal ini. Defek septum
ventrikel adalah jelas lebih sering padabayi prematur dan pada mereka

17
yang berat badan lahir rendah, dengan laporan insidensi setinggi 7,06 per
1000 kelahiran prematur hidup (fyler, 1996).

Klasifikasi VSD berdasarkan lokasi lubang dibagi 3 :

(chandrasoma, 2006; purwaningtyas, 2007):

1.tipe perimembran (60%),

2. tipe subarterial (37%),

3. tipe muskuler (3%)

Mayoritas defek berada di pars membranosa septum ventrikel.


Defek pada region midportion atau apikel septum ventricular merupakan
defek muscular. Defek di antara Krista supraventrikular dan otot papilaris
conus arteriosus dapat diasosialisasikan dengan stenosis pulmonal dan
tetralogi fallot. Defek suprakrista (superior terhadap Krista
supraventrikular) jarang terjadi, namun berada di bawah katup pulmonal
dan mengenai sinus aorta sehingga menyebabkan insufisiensi aorta.

18
b. Penyebab
penyebabnya tidak diketahui. VSD lebih sering ditemukan pada anank-
anak dan seringkali merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Pada anak-
anak, lubangnya sangat kecil, tidak menimbulkan gejala dan seringkali
menutup dengan sendirinya sebelum anak berumur 18 tahun. Pada kasus
yang blebih berat, bisa terjadi kelainan fungsi ventrikel dan gagal jantun.
VSD bisa ditemukan bersamaan dengan kelainan jantung lainnya.

Factor frenatal yang mungkin berhubungan dengan VSD:

1. Rubella atau infeksi firus lainnya padA ibu hamil


2. Gizi ibu hamil yang buruk
3. Ibu yang alkoho
4. Usia ibu di atas 40 tahun
5. Ibu menderitas diabetes.

19
c. Patofisiologi
Adanya lubang pada septum interventrikuler memungkinkan
terjadinya aliran dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan, sehingga aliran
darah yang keparu bertambah. Presentasi klinis tergantung besarnya aliran
pirau melewai lubang VSD serta besarnya tahanan pembulu darah paru.
Bila aliran pilau kecil umumnya tidak menimbulkan keluhan. Dalam
perjalanannya, beberapa tipe VSD menutup spontan (tipe perimembran
dan muskuler), terjadi hipertensi pulmonal, hipertrofi infundibulum, atau
prolaps katup aorta yang dapat disertai regurgitas (tipe subarterial dan
perimembran) (rilanton, 2003; masud, 1992).
Ukuran defek secara anatomis menjadi penentu utama besarnya
pirau kir- ke –kanan (righ-to-left shunt). Pirau ini juga ditentukan oleh
perbandingan derajat resistensi vaskular dan sistemik. Ketika defek kecil
terjadi(<0.5 cm2), defek tersebut dikatakan restiktif. Pada defek
nonrestriktif (>1.0 cm2), tekanan ventrikel kiridan kanan adalah sama.
Pada defek jenis ini, arah pirau dan besarnya ditentukan oleh rasio
resistensi pulmonal dan sistemik.

20
Setelah kelainan (dengan VSD), resistensi pulmonal tetap lebih
tinggi melebihi normal dan ukuran pirau kiri-kek-kanan terbatas. Setelah
resistensi pulmonal turun pada minggu-minggu pertama kelahiran, maka
terjadi peningkatan pirau kiri-ke-kanan. Ketika terjadi pirau yang yang
besar maka gejala dapat terlihat dengan jelas. Pada kebanyakan kasus.,
resistensi pulmonal sedikit meningkat dan penyebab utama hipertensi
pulmonal adalah aliran darah pulmonal yang besar.pada sebagian pasien
dengan VSD besar, arterior pulmonal menebal. Hal ini dapat
menyebabkan penyakitvaskular paru obstuktif. Ketika rasio restensi
pulmonal dan sistematik adalah 1:1, maka piraqu menjadi bidireksional
(dua arah), tanda-tanda gagal jantung menghilang dan pasien menjadi
sianotik. Namunhal ini sudah jarang terlihat karena adanya perkembangan
intervensi secara bedah.
Besarnya pirau intrakardia juga ditentukanoleh berdasarkan kardio
aliran darah pulmonal dan sistemik.jika pirau kiri-ke-kanan relative kecil
( rasio aliran darah pulmonal dan sistematik adalah 1.75:1), maka ruang-
ruang jantung tidak membesar dan aliran darah paru normal. Namun jika
pirau besar (rasio 2.5:1) maka terjadi overload volume atrium dan ventrikel
kiri,peningkatan EDV dan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat
aliran darah dari kiri masuk ke kanan dan ke paru dan kembali lagi ke kiri
( membentuk suatu aliran siklus). Peningkatan tekanan di bagian kanan
( normal ventrikel kanan 20 mmhg, ventrikel kiri 120mmhg) juga
menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan, peningkatan aliran pulmonal dan
hifertensi arteri pulmonal. Trunkus pulmonalis, atrium kiri dan ventrikel
kirimembesar karena aliran pulmonal yang juga besar. Selain itu, karena
darah yang keluar dari ventrikel kiri harus terbagi ke ventrikel kanan,
maka jumlah darah yang mengalir ke sistemik pun berkurang (akan
mengaktivasi system renim –angiotensin dan retensi garam.

d. Manifestasi klinis

21
Pasien dengan ASD ringan umumnya tidak menimbulkan keluhan. Pada
kelainan ini,darah dan paru-paru yang masuk ke jantung, kembali dialirkan
ke paru-paru. Akibatnya jumlah darah di dalam pembulu darah paru-paru
meningkat dan menyebabkan:
1 .sesak nafas, taxipnue (napas cepat)
2. bayi mengalami kesulitan ketika menyusu
3. keringat yang berlebihan
4. berat badan tidak bertambah. Gagal tubuh
5. gagal jantung kongestif
6. infeksi saluran pernapasan berulang.

Tampilan klinik pasien VSD bervariasi, bergantung kepeda


besarnya defek/pirau dan aliran dan tekanan arteri pulmonal.jenis yang
paling terjadi ialah defek kecil dengan pirau kiri-ke-kanan yang ringan dan
tekanan arteri pulmonal yang normal.pesien dengan tersebut umumnya
asimtomatis dan lesi kelainan jantung ditemukan pada pemeriksaan pada
pemeriksaan fisik rutin.dapat ditemukan murmur holosistolik parasternal
yang keras,ksar dan tertiup serta ada thrill.pada beberapa kasus murmur
tersebut berakhir sebelum bunyi jantung 2,kemungkinan disebabkan oleh
penutupan defek berpad akhir sistolik.pada neonates murmur mungkin
tidak terdengar pada beberapa hari pertama setelah kelahiran (sebab
tekanan ventrikal kanan yang turun perlahan), hal ini beberapa kelahitan
premature di mana resistensi patu turun lebih cepat sehingga murmur
dapat terdengar lebih awal. Pada pasien dengan VSD kecil,roentgenogram
dada umumnya normal walaupun dapat terlihat sedikit kardiomegali dan
peningkatan vaskulatur puolmonal. EKG umumnya normal walau dapat
juga terlihat hipertrofi ventrikal kiri. Adanya ventrikal kanan menunjukan
bahwa defek tidak kecil serta ada hipertensi pulmonal atau stensosis
pulmonal.
Defek besar dengan aliran darah pulmonal yang besar dan
hipertensi dapat menyebabakan dyspnoe, kesulitan makan,pertumbuhan

22
terhambat,berkeringat,infeksi paru rekuren atau gagal jantung pada saar
bayi. Sianosi biasanya tidak terlihat,tetapi ruam hitam (duskiness) dapat
terlihat jika ada infeksi atau pada saat menangis.penonjolan prekordial kiri
dan sternum sering terjadi (pada kardiomegali), penonjolan prekordail kiri
dan sternum sering terjadi (pada kardiomegali), penonjolan parasternal
yang dapat diraba, thrust apical atau thrill sistolik. Murmur holosistolik
dapat menyerupai murmur pada VSD kecil namun terdengar lebih
halus .komponen pulmonal pada suara jantung 2 dapat meningkat,
meunjukan adanya hipertensi pulmonal.adanya bunyi middiastolik di
apeks disebabkan oleh peningkatan aliran darah melalui katup mital dan
adanya pirau kiri-ke-kenan dengan rasio 2:1 atau lebih. Pada VSD besar,
roentgenogram dada menunjukan adanya kardiomegali dengan
penonjolan pada kedua ventrikel, antrium kiri, dan arteri pulmonal.
Endema dan efusi pleura dan timbul. EKS menunjukan adanya hipertrofi
kedua ventrival.

e. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis ditegakan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Dengan menggunakn setetoskop, akan terdengar murmur (bunyi jantung
abnormal) yang nyaring.

Pemeriksaan yang bisa dilakukan :

1. Rontgen dada : dapat ditemukan kardiomegali dengan LVH,vaskulariasi


paru meningkat paru meningkat,bila terjadi penyakit vaskular tampak
pruned tree disertai penonjolan a. pulmonal.
2. EKG: LVH,LAH

23
3. Ekokardiogram : dengan M-mode dapat diukur dimensi atrium kiri
ventrical kiri dan ventrikel kiri, dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat
didekteksi dengan tepat ukuran dan lokasi defek septum ventrikel, dengan
defek Doppler dan warna dapat dipastikan arah dan besarnya aliran yang
melawati defek tersebut.
4. Keteterasian jantung : dilakukan pada penderitaan dengan hipertensi
pulmonal, dapat mengukur rasio aliran ke paru dan sistematik serta
mengukur tahanan paru; angigrafi ventrikel kiri dilakukan untuk melihat
jumlah dan lokasi VSD.
5. Angigrfi jantung.
Dengan menggunakan echocardiography dua dimensi dapat ditentukan
posisi dan besarnya VSD. Pada defek yang sangat kecil terlebih pada pars
muscular, defek sangat sulit untuk dicetrakan sehingga membutuhkan
visualisasi dengan pemeriksaan Doppler berwarna.aneurisma septum
ventrikel ( yang terdiri dari jaringan katup tricuspid) dapat menutupi defek
dan menurunkan jumlah aliran pirau kiri-ke-kanan. Echo juga bermanfaat
untuk memperkirakan ukuran pirau dengan menilai derajat overloat cairan
di atrium dan ventrikel kiri; besarnya peningkatan yang terlihat dapat
merefleksikan besarnya pirau kiri-ke-kanan. Pemekriksaan Doppler juga
dapat membantu menilai tekanan vemtrikel kanan dan menentukan apakah
pasien beresiko menderita penyakit vaskular paru.
Efek dari VSD terhadap sirkulasi(secara umum) dapat dilihat dengan
keteterisasi jantung,namun prosedur pemeriksaan ini tidak selalu mutlak
diperlukan. Keteterisasi biasanya dilakukan jika pemeriksaan
komprehenshif lainya masih belum dapat menentukan ukuaran pirau atau
jika data laboratorium tidak sesiu dengan temuan di klinik. Selain itu,
keteterisasi juga dapat digunakan untuk mencari apakah ada kelainan
jantung lain yang terkait.

Ketika kateterisasi dilakukan, oxymetri akan menujukkan adanya


peningkatan kadar oksigen di ventrikel kanan terhadap atrium kanan. Jika

24
defek berukuran kecil maka kateterisasi belum tentu dapat menujukkan
adanya peningkatan saturasi oxsigen di ventrikel kanan. Defek yang kecil
dan restriktif biasanya diasosisasikan dengan tekanan ventrikel kanan dan
restitensi vaskular yang normal. Sedangkan efek yang besar dan
nonrestriktif biasanya diasosiasikan dengan keseimbangan yang dibentuk
oleh tekanan sistolik pulmonal dan sistemik.

f. komplikasi
Perjalanan penyakit VSD tergantung pada derajat besarnya defek yang
terjadi.sebanyak 30%-50% defek ringan dapat menutup spontan pada tahun
pertama kehidupan, sisanya menutup usianya sebelum usia 4 tahun. Defek
seperti ini biasanya memiliki aneurisma septum ventrikel yang
memperkecil ukuran defek/pirau. Kebanyakan anak dengan efek ringan
tetap asimtomatis tanpa ada peningkatan ukuran jantung,tekanan atau
resensi arteri pulmonal.resiko penyakit yang sering terjadi adalah
endokarditis infektif pada 2% anak dengan VSD dan jarang terjadi di
bawah usia 2 tahun. Resikonya tergantung pada ukuran defek.
Sedangkan defek yang lebih besarnya lebih sulit untuk menutup
spontan. Anak akan sering menderita infeksi paru hingga gagal jantung
kongesti yang menyebabkan gagal tumbuh. Pada beberapa kasus, gagal
tumbuh merupakan gejala tunggal. Hipertensi pulmonal terjadi akibat
peningkatan aliran darah pulmonal dan pasien berisiko menderita penyakit
vaskular pulmonal.
Sebaikan kecil pasien VSD juga mengalami stenosis pulmonal, yang
bermanfaat menjaga sirkulasi pulmonal dari peningkatan aliran
(oversirkulasi) dan efek jangka panjang penyakit vaskular pulmonal.pasien
akan menunjukan gejala klinis stenosis pulmonal. Aliran melalui pirau
dapat bervariasi seimbang, bahkan berbalik menjadi pirau kanan-ke-kiri.

g. Penatalaksanaan.

25
Penatalaksaan pada pasien ini bertujuan untuk mencegah timbulnya
kelainan vaskular paru permanen, mempertahankan funfsi atrium, dan
ventrikel kiri serta mencegah kejadian endokarditis infektif. defek kecil
biasanya disertai dengan thrill pada garis sternal kiri sela iga
keempat.bising bersifat holostolik, tetapi dapat juga pendek.
Pada usia 2 tahun, minimal sebanyak 50% VSD yang berukuran kecil
atau sedang akan menutup secara spontan baik sebagian atau seluruhnya
sehinnga tidak diperlukan tatalaksanaan bedah. Operasi penutupan sekat
pada bayi usia 12-18 bulan direkomendasikan apabila terdapat VSD
dengan dengan gagal jantung kongestif atau penyakit pembuluh darah
pulmonal, penanganannya dapat ditunda. Tetapi pengobatan untuk
profilaksis atau pencegahan endorkritis (peradangan pada endorkardium
atau selaput jantung bagian dalam ) diberikan untuk semua pasien dengan
VSD.
Pada pasien dengan ukuran VSD kecil, orangtua harus diyakinkan
mengenai lesi jantung yang relative ‘jinak’ ( tidak membahayakan), dan
anak tetap dilakukan sebagaimana normal (tidak ada batasan aktifitas).
Perbaikan secara bedah tidak mutlak disarankan. Anak harus diberi asupan
kalori yang memadai untuk mencapai pertumbuhan dan berat badan yang
optimum. Pemberian deuretik (furosumid) apabila ada kongsti paru dan
ACE inhibitor untuk menurunkan tekanan sistemik dan pulmonal serta
mengurangi pirau. Terkadang juga diberikan digoksin.untuk mencega
endokarditis infektf, maka kesahatan gigi dan mulut dijaga dan
menggunakan antibiotic profilaksis pada saat berobat.
Untuk pengobatan mediakamentosa, DSV yang kecil dan tanpa gejala
tidak perlu diberika terapi. Pada kejadian gagal jantung, dapat diberikan
diuretic misalnya furosemid 1-2 mg/kgBB/ hari. Kalau perlu ditambahakan
digoksin 0,01 mg / kg / hari. Pemberian makanan berkalori tinggi
dilakukan dengan frekuensi sering secara oral/enternal ( melalui NGT).
Anemia diperbaiki dengan preparat besi.

26
Sedangkan pada pasien dengan VSD besar, maka tujuan pengobatan
adalah: (1) mengendalikan gagal jantung kongestif dan (2) mencegah
penyakit vaskular pulmonal. Pasien menunjukkan adanya penyakit
pulmonal yang berulang dan sering gagal tumbuh. Terapeutik ditunjukkan
untuk mengendalikan gejala gagal jantung serta memelihara tumbuh-
kembang yang normal. Jika terapi awal hasilo, maka pirau akan menutup
selama tahun pertama kehidupan. Operasi dengan metode transkateter
dapat dilakukan pada anak dengan resiko rendah (low risk) setelah berusia
15 tahun.
Setelah terjadi penutupan pirau, maka keadaan hiperdinamik akan
menjaid normal, ukuran jantung mengecil kembali ke normal, thrill dan
murmur menghilaqng serta hipertensi arteri pulmonal menghilang.
Kebanyakan anak akan bertumbuh secara normal dan pengobatan tidak
diperlukan lebih lanjut. Anak dapat mengejar ketertinggalan tumbuh
kembangnya dalam 1-2 tahun. Namun murmur ejeksi sistolik dengan
intesitas rendah dapat terus terdengar selama beberapa bulan. Prognosis
jangka panjang setelah operasi adalah baik.
Alat yang digunakan pada penutupan defek septum ventrikel
diantaranya adalah rashkind double umbrella, the bard clamashell, the
button device, the amplatzer septal occlude, amplatzer duzt occlude atau
gianturco coils.
Indikasi dan waktu penutupan DVS adalah sebagai berikut.
1. Pada bayi dengan DSV defek besar yang mengalami gagal jantung
serta retardasi pertumbuhan dan kegagalan terapi medikamentosa
dilakukan operasi secepatnya sebelum terjadi penyakit vaskular paru.
2. Bayi atau anak dengan DSV besar dan hipertensi pulmonalis harus
dilakukan kateterisasi untuk menilai tingginya restisensi vaskular paru
dan responnya terhadap pemberian oksigen 100%. Penutupan DSV
secara bedah ataupun non-bedah dilakukan apabila resistensi vaskular
paru di bawah 7 wood unit.

27
3. Duktus Arteriosus Persisten

a. Pengertian
Duktus arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aortake VI
pada janin yang menghubungkan arteri pulmonalis denganaorta desendens.
Pada bayai normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10-15 jam
setelah lahir dan secara anatomi menjadi ligamentum arteriosum pada usia
2-3 minggu.Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus persisten
(Persistent Ductus Arteriosus : PDA). (Buku ajar Kardiologi
FKUI,2001;227)
Patent duktus arteriosus adalah kegagalan menutupnya duktus
arteriosus ( arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal ) pada
minggu pertama kehidupan , yang menyebabkan mengalirnya darah dari
aorta yang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah .
(suriadi,rita yuliani ,2001;235)
Patent duktus arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus
arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secarh
langsung dari aorta ( tekanan lebih tinggi ) kedalam arteri pulmoner
( tekanan lebi rendah ). ( betz dan sowden,2002;375)
Sebagian besar kasus duktus arteriosus persisten menghubungkan
aorta dengan pangkal a. pulmonalis kiri. Pada bayi baru lahir , duktus
arteriosus yang semulah mengalirkan darah dari a .pulmonalis ke aorta
yang berfungsi sebaliknya karena resistensi vascular paru turun dengan
tajam dan secara normal mulai menutup. Maka ,dalam beberapa jam
secara fungsional tidak terdapat arus darah dari aorta ke a.pulmonalis.bila
duktus tetap terbuka terjadi keseimbangan antara aorta dan a.pulmonalis.
dengan semakin berkurangnya resistensi vascular paru maka pirau dari
aorta kea rah a.pulmonalis ( kiri ke kanan makin meningkat )
PDA adalah cacat jantung congenital kelima yang paling sering
atau 8- 10% dari seluruh kasus cacat jantung congenital. Di amerika serikat,

28
diperkirakan bahwa dari 1000 kelahiran hdup hidup ditemukan 1 kasus
PDA. Perbandingan pada anak perempun dan laki laki adalah2: 1, dan
kasus cendrung meningkat paa saudara pasien. Sekitar 75% kasus
terjadipada bayi yang lahir dengan berat badan <1200 gram dan sering
bersamaan dengan penyakit janung kengenital lain. PDA ditemukan pada
1% pasien dengan kelainan jantung kongental lain dan sering meiliki
peranan penting dalam menyediakan aliran darah pulmonal ketika aliran
dai vrtikel kanan bersifat stenotik aau atretik.
Klasifikasi PDA ditentukan berdasarkan perubahan anatomo
jantung bagian kiri, tahanan arteri pulmonal, satuasi oksigen, dan
prbandingan perbandingan sirkulasi pulmonal dan sistemi.

tingkat Hipertropi Rekanan Saturasi Perbandingan


vertikel dan arteri oksigen sirkulasi
atrium kiri pulmonal pulmonal
sistemik
I Tidak ada Normal normal <1,5
II minimal 30-60 mmHg normal 1,5-2,5
III Signifikan + >60 mmHg, Kadang >2,5
hipertrofil tetapi masih sianosis
ventrikel kanan di bawah
yang minimal tekanan
siatemik
IV Hipertrofil Lebih tinggi sianosis <1.5
biventrikel + dari pada
atrium kiri tahanan
sistemik

1. Tingkat I

29
Umumnya pasien PDA tingkat 1 tidak bergejala. Pertumbuhan dan
perkembangan fisik berlangsung dengan baik. Pada pemeriksaan EKG dan
foto polos dada tidak ditemukan pembesaran jantung.
2. Tingkat II
Pasien sering menderita infeksi saluran napas , tetapi pertumbuhan fisik
masih sesuai dengan umur .Peningkatan aliran darah ke sikrulasi pulmonal
dapat terjadi sehingga timbul hipertensi pulmonal ringan. Umumnya pada
pasien yang tidak tertangani dengan baik pada tingkat ini PDA akan
berkembang menjadi tahap III atau IV.
3. Tingkat III
Infeksi saluran nafas makin sering terjadi. Pertumbuhan anak biasanya
terlambat; pada pemeriksaan, anak tampak kecil tidk sesuai umur dengan
gejala-gejala gagal jantung . nadi memiliki amplitude yang lebar. Jika
melakukan aktifitas ,pasien akn mengalami sesak nafas yang disertai
dengan sianosis ringan. Pada pasien dengaan duktus berukuran besar ,
gagal jantung dapat terjadi pada minggu pertama kehidupan . pada foto
polos dada dan EKG ditemukan hipertrofi vrentikel kiri dan antrium kiri
serta hipertropi ventrikel kanan ringan.suara bising jantung dapat di dengar
diantar selaiga 3 dan 4.
4. Tingkat IV
Keluhan sesak nafas dan sianosis semakin nyata .Tahanan sirkulasi paru
lebih daripada tahan sistematik sehingga aliran darah di duktus berbalik
dari kana ke kiri.foto polos dada dan EKG menunjukkan hipertrofi
ventrikel kiri,atrium kiri , dan ventrikel kanan. Kondisi pasien ini disebut
sindrom eisenmenger.

30
b. Etiologi
Prematusritas dinggap sebagai penyebab terbesar timbulnya PDA. Pada
bayi prematur ,gejala cenderung timbul sangat awal, terutama bila disertai
dengan symbol distres pernapasan. PDA juga lebih sering terdapat pada
anak yang lahir di daerah pengunungan . Halini terjadi karena adanya
hipoksia yang menyebabkan duktus gagal menutup.penyakit campak
jerman (rubella) yang terjadi pada trimester I kehamilan juga dihubungkan
dengan terjadinya PDA walaupun mekanismenya belum diketahui .
Diduga infeksi rubella mempunyai pengaruh langsung terhadp jaringan
duktus.
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui
secara pasti , tetapi ada beberapa factor yang diduga mempunyai pengaruh
pada peningkatan angkat kejadian penyakit jantung bawaan:

1. Factor prenatal
a. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
b. Ibu alkoholisme.
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.
d. Ibu menderita penyakit Diabetes Millituse (DM) yang memerlukan
insulin.
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.

31
2. Factor genetik
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
b. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
c. Kelainan kromosom seperti sindrom down.
d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

c. Patofisiologi
Patofisiologi yang terjadi adalah :
1. Pirau dari kiri ke kanan, berakibat peningkatan aliran darah ke
arteri pulmonalis
2. Dilatasi antrium kiri,peningkatan tekanan atrium kiri
3. Peningkatan volume (volume overload ) ventrikel kiri

32
Derajat beratnya pirau kiri – kanan ditentukan oleh besarnya defek.
Kecuali pada yang non restriktif , pirau ditentukan oleh perbedaan relatif
tahanan anatar sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru.

Peningkatan tekanan di antrium kiri sebai akibat daripirau kiri ke


kanan dapat memicu terjadinya pirau kiri ke kanan tambahan dari foramen
ovale yang terengang / terbuka ( stretched foramen ovale ). ( Bila volume
di atrium kiri bertambah,tekanan bertambah,septum inter atrium akan
terdorong ke arah atrium kanan , foramen ovale terenggang dan terbuka ,
disebut stretched foramen ovale ).

Pada saat janin / fetus, plasenta adalah sumber prostaglandin utam.


Setelah lahir ,plasenta tidak ada. Paru-paru merupakan tempat
metabolisme prostaglandin. Dengan hilangnya plasenta , ditambah dengan
semakin matangnya fungsi paru, maka duktus akan mulai menutup secara
fungsional ( konstruksi) dimulai dari sisi pulmonal .penutupan duktus ini
dipengaruhi oleh kadar PaO2 ateri,prostaglandin ,thromboksan.

Pada neonates preterm,penutup duktus terjadi lambat karena


metabolism / degradasi prostaglandin tidak sempurna disebabkan oleh
fungsi paru yang belum matang,dan sensitivitas terhadap duktus
meningkat.Respon duktus terhadap oksigen juga tidak baik . Sementara itu,
dengan bertambahnnya umur, tahanan vascular paru akan menurun ,maka
pirau kiri ke kanan akan bertambah , sehingga muncullah gejalah.

Pada usia 2 minggu , duktus akan menutup secara anatomi dengan


terjadinya perubahan degeneratife dan timbulnya jaringan fibrotic, berubah
menjadi ligamentum arteriosum.

d. Manisfestasi Klinis
PDA Berukuran kecil biasanya tidak menimbulakan gejala apapun.
PDA yang besar akan mengakibatkan gagal jantung , mirip dengan yang
ditemukan pada bayi dengan VSD besar. Retardasi pertumbuhan fisik
dapat merupakan manifestasi utama pada bayi dengan shunt besar. PDA

33
yang besar akan menyebabkan tanda-tanda fisik mencolok yang
disebabkan oleh tekanan nadi parifer yang melompat . jantung biasanya
berukuran normal jika ukuran duktus kecil dan membesar jika ukuran PA
besar.implus apical biasanya menonjol dan seperti bergelombang
( Heaving).
Thrill, biasanya teraba maksimal di sela iga 2 kri, sering muncul dan
dapat menjalar ke klavikula kiri, batas sternum kiri, atau apeks. Thrill
biasanya bersifat sistilik namundapat pula terdengar pada seluru siklus
jantung. Murmur continuos klasik yang muncul sering dikatakan
menyerupai suara mesin tau petir . Murmur ini terjadi segera setelah S1,
Mencapai intensitas maksimal pada akhir sistol. Dan melemah pada akhir
diastole .Murmur dapat terletak di sela iga 2 kiri ,atau menjalar ke batas
setrum kiri atau klavikula kiri. Saat resistensi vascular pulmonal
meningkat ,komponen diastolic murmur dapat menjadi kurang menonjol
atau bahkan tidak ada. Pada pasien dengan shunt kiri ke kanan yang esar ,
Murmur mid-diastolik berusaha rendah pada katub mitral dapat terdengar
di apeks sebagai akibat dari peningkatan aliran darah di katup mitral.
1. DAP kecil. Biasanya asimtomatik, dengan tekanan darah dan tekanan
nadi dalambatas normal. Jantung tidak membesar.Kadang terasa
getaran bising di sela iga II kiri setrum.Terdapat bising kontinu
( continous murmur,machinery murmur) yang khas untuk duktus
arteriosus persisten di daerah subklavia kiri.
2. DAP sedang. Gejala biasanya timbul pada usia 2-5 bulan tetapi tidk
berat .pasien mengalami kesulitan mkan ,sering menderita infeks
saluran nafas, namun biasanya berat badan masih dalam batas
normal .Frekuensi nafas sedikit lebih cepat dibanding dengan anak
normal . Dijumpai pulsus seler dan tekanan nadi lebih dari 40 mmHg.
Terdapat getaran bising di daerah sela iga I-II para sternal kiri dan
bising kontinu di sela iga II-III garis para sternal kiri yang menjalar
ke daerah sekitarnya. Juga sering di temukan bising middiastolik dini.

34
3. DAP Besar. Gejaa tampak berat sejak minggu-minggu pertama
kehidupan pasien sulit makn dan minum hingga berat badan tidak
bertambah dengan memuaskan , tamppak dispnu atau takipnu dan
banyak berkeringat bila minum. Pada pemeriksaan tidak teraba
getaran bising sistolik dan pada akultasi terdengar bising kontinu atau
hanya bising sistolik . Bising meddiastolik terdengar diaspek karena
aliran darah berlebihan melalui katup mitral (stenosis mitral relatif ).
Bunyi jantung II tunggal dan keras. Gagal jantung mungkin terjadi
dan biasanya di dahului infeksi saluran napas bagian bawah .
4. DAP Besar dengan hipertensi pulmonal. Pasien duktus arteriosus
besar apabilah tidak diobati akan berkembang menjadi hipertensi
pulmonal akibt penyakit paskular paru yakni suatu komplikasi yang
ditakuti yang ditakuti. Komplikasi ini dapat terjadi pada usia kurang
dari 1 tahun, namun jauh lebih sering terjadi pada tahun kedua dan
ketiga. Komplkasi secara progresif ,sehingga akhirnya irevesibel , dan
pada tahap tersebut oprasi koreksi tidak dapat dilakukan.

e. Pemeriksaan diagnostik
1. Foto thorak : atrium dan ventrikel kiri membesar secara siknifikan
(kardiomegali ), gambar paskuler paru meningkat .
2. Ekhokardiografi :rasio atrium kiri terhadap pangkal aorta lebih dari
1,3 :1 pad bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm
( disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat
dari pirau kiri ke kanan ).
3. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk
mengavaluasi aliran darah dan arahnya .
4. Elektro kardiografi ( EKG) : bervariasi sesuai tingkat
keparahan ,pada PDA kecil tidak ada abnormalitas ,hipertrofi
ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar .

35
5. Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih
jauh hasil ECHO atau doppler yang meragukan atau bila ada
kecurigaan di efek tambahan lainnya.

f. Komplikasi
Pasien dengan PDA kecil dapat hidup normal dengan sedikit atau Tanpa
gejala jantung apapun, namun gejala akhir dapat timbul .Penutupan duktus
secara spontan setela masa bayi sangat jarang. Gagal jantung paling sering
terjadi pada awal masa bayi saat ukuran duktus besar . Endarteritis dapat
terjadi pada berbagai umur. Emboli paru atau sistemik jiga dapat terjadi
komplikasi yang jarang meliputi bilatasi eneurismal dari arteri pulmonalis
atau duktus, klasifikasi duktus ,thrombosis non inpektif duktus dengan
embolisasi, dan emboli paradoksikal. Hipertensi pulmonal ( syindrom
eisenmenger) biasa timbul pada pasien PDA besar yang tidak di oprasi.

g. Penatalaksanaan
Pada bayi premature dengan duktus arteriosus persisten dapat
diupayahkan terapi parmokologis dengan memberikan indimetasit intravena
atau peroral dosis 0,2 mg / kg bb dengan selang waktu 12 jam , diberikan 3
kali .terapi tesebut hanya efektif pada bayi premature dengan usia kurang
ari satu minggu yang dapat menutup duktus pada lebih kurang 70 % kasus ,
meski sebagian akan membuka kembali. Padabayi premature yang berusia
lebih dari satu minggu indometasin memberikn respon yang jauh lebih
rendah . pada bayi cukup bulan trapi ini tidak efektif.
Pada duktus arteriosus persisten dengan pirau kiri ke kanan sedang
atu besar dengan gagal jantung diberikan terapi medical mentosa (yakni
digoksin,kurosemit), yang bilah berhasil akan dapat menunda oprasi sampai
tiga sampai nam bulan sambil menuggu kemungkinan duktus menutu.
Penatalaksanaan konservatif : restriksi cairan dan pemberian obbat-
obatn : purosemet ( lasix ) diberikan bersama restriksi cairan untuk
meningkatkan dioresis dan mengurangi efek kelebihan beban

36
kardiovaskuler, pemberian indo methasin ( inhibitor prstak landin ) untuk
mempermuda penutupan duktu, pemberian antibiotik propilaktik untuk
mencegah endokarditis bakteril.
1. Pembedahan : pemotongan atau pengikatan duktus.
2. Non pembedahan : penutupan dengan alat penutup dilakukan pada
waktu .
Indikasi oprasi duktus arteriosus dapat diringkas sebagai berikut :
1. Duktus arteriosus persisten pada bayi yang tidak member respon
terhadap pengobatan medika mentosa ;
2. Duktus arteriosus persisten dengan keluhan ;
3. Duktus arteriosus persisten dengan endokarditis infktif yang keba
terhadap terapi mendika mentosa .

4. Koarktasio Aorta

a. Pengertian

Koarktasio berasal dari bahasa latin coartatio (tarikan atau tekanan).


Koarktasio aorta didefinisikan sebagai penyempitan pada lumen aorta dan
menyebabkan obstruksi aliran darah.

Koarktasio aorta merupakan stenosis atau penyempitan local atau segmen


hipoplastik yang panjang.

Pertama kali ditemukan oleh Morgagni pada tahun 1760 pada autopsi dari
seorang rahib, kemudian dijelaskan secara rinci patoanatominya oleh
Jordan (1827) dan Reynaud (1828)

Kelainan ini terjadi karena kontriksi atau penyempitan lumen aorta,


terutama di daerah distal arteri subklavia kiri, didekat insersi dari
ligamentum arteriosum.

b. Etiologi

37
Sebuah teori dikemukakan sebagai penyebab koarktaslo aorta, dalam
hal ini termasuk kontriksi postnatal, translokasi jaringan duktus ke aorta,
penurunan jumlah aliran darah intrauterin sehingga aliran ke arkus aorta
berkurang dan membentukkoerktasio.
Etiologi pasti dari koarktasio aorta tidak diketahui.

Beberapa factor yang dikaitkan dengan penyakit ini, diantaranya:

1. genetik: koarktasio aorta tujuh kali lebih sering pada orang kulit putih
daripada orang asia. Penyakit ini juga lebih sering pada orang dengan
kelainan genetic, misalnya sindrom turner. Hal ini juga bisa
disebabkan oleh defek pada katup aorta.
2. lingkungan: lingkungan dan yang bervariasi dianggap mempengaruhi
perkembangan penyakit ini. Sebuah studi menunjukkan bahwa
koarktasio aorta meningkat pada kelahiran di akhir musim gugur dan
musim semi.

Koarktasio aorta bisa muncul disertai kelainan jantung congenital lain,


seperti:
1. Defek pada katup aorta dan katup bikuspidal (25-50% kasus), yang
mengakibatkan stenossis katup aorta (setelah umur 25 tahun) disertai
endokarditis bacterial, defek septum fentrikel, dan lain-lain.
2. Malformasi intrakardiak: patent ductus arteriosus (PDA) sekitar 33%,
ventricular septal defect (VSD) sekitar 15%, aorta, insufisiensi aorta,
atrial septal defect (ASD).
3. Malformasi nonkardiak (13%)
Mekanisme yang mendasari terjadinya koartasio aorta masih belum
jelas diketahui, terdapat dua hipotesis yang sering dikemukakan yaitu
teori ductal tissue dan teori reduced flow.

1. Ductal tissue

38
Jaringan ductus arteriosus mengivasi aorta desenden pada distal
ismus aorta. Ketika ductus arteriosus mengalami kontraksi,
terjadilah koartasio.
2. Reduced flow
Berdasarkan teori ini, defek berkembang akibat gangguan
hemidinamik berupa penularan aliran darah pada sisi koartasio.

c. Patofisiologi
Mekanisme pasti terjadinya koarktasio aorta belum dapat
dimengerti sepenuhnya. Hipotesis yang paling sering dikaitkan dengan
kelainan ini adalah teori hemodinamik dan jaringan duktus ektopil.
Pada teori hemodinamik, aliran preduktal yang abnormal atau sudut
abnormal antara duktus dan aorta dengan peningkatan aliran duktus
right to left dan penurunan aliran istmus berpotensi dalam
perkembangan koarktasio. Jaringan duktus ektopil, Juga dihubungkan
dengan pembentukan koarktasio aorta, juga yang disertai penutupan
duktus. Teori tidak dapat menjelasakn derajat hipoplasia dari istmus
dan arkus aorta yang dikaitkan dengan koarktasio aorta.

d. Manifestasi Klinis
Sangat tergantung pada derajat koarktasio aorta dan adanya kelainan
kardiovaskuler penyerta. Pada pasien yang tidak diobati, 60%
koarktasio aorta berat tanpa penyerta dan 90% yang disertai kelaianan
jantung penyerta, akan meninggal pada tahun-tahun pertama kehidupan.
Masalah yang mungkin timbul nantinya dapat berupa dan mungkin
sebagai penyebab kematian gagal jantung kiri(28%), perdarahan
intracranial(12%), endokarditis bakterialis(18%), rupture atau diseksi
aorta(21%), dan penyakit jantung koroner yang lebih awal. Gejala khas
akibat tekanan darah tinggi pada bagian atas dapat berupa sakit kepala,

39
perdarahan hidung, melayang, tinnitus, tungkai dingin, angina abdomen,
kelelahan tungkai pada saat latihan bahkan perdarahan intracranial.

e. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi (EKG)
EKG pada neonates atau bayi dengan koarktasio aorta sejakmawal
akan menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kanan. Hal ini
didapatka karena pada kehidupan intrauterine ventrikel yang
berperan dominan adalah ventrikel kanan.

2. Chest Roentgen
Dua pertanda Koarktasio aorta adalah lesi pada tepi bawah kosta
( rib notching) dan gambaran angka tiga (figure tri sign) pada
bagian proksimal aorta disendens.

3. Ekokardiografi
Ekokardiografi menggambarkan anatomi intrakardiak beserta
anomali-anomali lainnya.

4. Magnetik Resonance Imaging (MRI)


MRI dapat menggambarkan lokasi pasti dan derajat penyempitan,
anatomi arkus aorta dan adanya aliran kolateral.

5. Kateterisasi Jantung
Alat diagnostik non invasive seperti ekokardiografi dan MRI
jantung telah banyak menggser kateterisasi jantung sebagai
penunjang diagnosis.

40
f. Komplikasi
Pasien yang dioperasi sebelum berumur satu tahun memiliki resiko
yang lebih tinggi mengalami re-koarktasio disbanding pasien lebih
berusia tua. Hipertensi merupakan komplikasi yang sering pada
koarktasio aorta. Hal ini dihubungkan dengan usia pasien saat operasi
yag pertama kalinya dimana usia lebih tua memiliki probalilitas yang
lebih tinggi mengalami re-koarktasio.

g. Penatalaksanaan
Setelah lahir, setelah diagnosis koarktasio aorta telah ditegakkan,
neonates di follow up secara hati-hati. eonates dengan obstuksi parsian,
penilaian rutin pulsasi femoral dan keempat ekstremitas harus
dilakukan hingga jelas apakah koarktasio benar-benar ada. Sekali
obsttuksi telah disingkirkan melalui pemeriksaan klinis dan telah terjadi
penutupan duktus, neonates dapat dipulangkan untuk diperiksa kembali
pada umur diatas 6 bulan dimana koarktasio aorta onset lambat dapat
timbul.
Infus PGE1 harus dilakukan secara cepat pada neonates yang
mengalami gagal jantung atau syok. Pasien ini, seringkali
membutuhkan ventilasi mekanuk, koreksi asidosis dan pemgunaan agen
inotropik. PGE1 mendilatasi duktus dan meminimalkan obstruksi pada
80% neonates hingga umur 28 hari. Kurangnya respon terhadap GDE1
dapat disebabkan sekunder akibat telah tertutupnya duktus secara
komplit atau penutupan fungsional ireversibel akibat kurangnya jumlah
dan sensitivitas reseptor PGE1. Dosis efektif PGE1 berpariasi antara
0.002-0.1 ug/kg/menit danmasih belum jelas apakah besaran dilatasi
duktus tergantung pada dosis. Obervasi terakhir memperlihatkan bahwa
umur di atas 28 hari dan berat badan kurang dari 4 kg berhubungan
dengan kegagalan PGE1. Efek samping yang dapat terjadi beruba
berbagai variasi tipe gagal jantung kongestif. Efek samping terjadi pada
12-16% baya dan berhubungan dengan bayi barat lahir rendah (BBLR)

41
<2 kg, pemakaian jangka panjang (>48 hari), infuse arteri dan dosis
tinggi (>0.1ug/kgBB/menit). Efek paling sering yaitu depresi nafas
(11%0, vasodilatasi kutaneus (7%) gangguan Irma (7%), kejang (7%),
dan hiportemia (4.5%). Bila hemodinamik pasien telah stabil, perlu
dilakukan tindakan definitive berupa penanganan secara operatif. Atau
transkateter.

5. Teretologi Of Fallot

a. Pengertian
Teratologi Of Fallot (TOF) adalah kelainan jantung kogenital
dengan gangguan sianosis yang ditandai dengan kombinasi empat hal
abnormal meliputi Defek Septum Ventrikel, Stenosis Pulmonal,
Overriding Oarta, dan Hipertrofi Ventrikel Kanan. (Buku Ajaran
Kardiologi Anak,2002).
TOF ini adalah merupakan penyebab tersering pada Cyanotik
Heart Defect dan juga pada Blue Baby Syndrome. TOF merupakan
penyakit jantung bawaan biru (sianotik) yang terdiri dari empat kelainan
yaitu :
1. Defek Septum Ventrikel ( lubang pada septum antara ventrikel kiri dan
kanan )
2. Stenosis pulmonal (penyempitan pada pulmonalis) yang menyebabkan
obstruksi aliran darah dari ventrikel kanan ke arteri pulmonal
3. Transposisi / Overriding aorta (katup aorta membesar dan bergeser ke
kanan sehingga terletak lebih kanan, yaitu di septum interventrikuler)
4. Hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot ventrikel kanan)
5. Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya
penyakit adalah stenosis pulmonaln dari sangat ringan sampai berat.

42
b. Etiologi
Pada sebagian kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak di
ketahui secara pasti, akan tetapi diduga karena adanya faktor endogen
dan eksogen faktor tersebut diantara lain:
1. Faktor endogen
a. Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
b. Anak lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
c. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes mellitus,
hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan.
2. Faktor eksogen
Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau
suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter (thalidomide,
dextroamphetamine, aminopetrin, jamu), selama hamil, ibu menderita
rubella ( campak jerman) atau infeksi firus lainnya, pejanan terhadap
sinar-X, gizi yang buruk selama hamil, ibu yang alkoholik, usia ibu di
atas 40 tahun (sumber : Ilmu Kesehatan Anak, 2001).
Para ahli berpendapat bahwa penyebab bahwa penyebab endogen dan
eksogen tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan.

43
TOF sering di temukan pada anak-anak yang menderita syndrome down.
TOF dimasukan ke dalam kelainan jantung sianotik karena terjadi
pemompaan darah yang sedikit mengandung oksigen keseluruh tubuh,
sehingga terjadi sianosis (kulit berwarna ungu kebiruan) dan sesak nafas.

c. Manifestasi Klinis
Gejala bias berupa :
1. Sianosis terutama pada bibir dan kuku
2. Bayi mengalami kesulitan untuk menyusu
3. Setelah melakukan aktivitas, anak selalu jongkok (squatting) untuk
mengurangi hipoksia dengan posisi knee chest
4. Jari tengah clubbing ( seperti tabuh gendering karena kulit atau
tulang di sekitar jari tengah membesar)
5. Pertumbuh dan perkembangan anak terjadi lambat
6. Sesak nafas jika melakukan aktivitas dan kadang di sertai kejang
atau pingsan
7. Berat badan bayi tidak bertambah
8. Pada auskultasi terdengar bunyi murmur pada batas kiri stertum
tengah sampai bawah

44
Serangan sianosis dan hipoksia atau yang disebut “blue spell”
terjadi ketika kebutuhan oksigen di otak melebihi suplainya.

d. Patofisiologi
Proses pembentukan jantung pada janin pada janin mulai terjadi pada
hari ke-18 usia kehamilan. Pada minggu ke-3 jantungnya hanya
berbentuk tabung yang disebut fase tubing. Mulai akhir minggu ke-3
sampai minggu ke-4 usia kehamilan, terjadi fase looping dan septasi,
yaitu fase dimana terjadi proses pembentukan dan penyekatan ruang-
ruang jantung serta pemisahan antara aorta dan arteri pulmonalis. Pada
minggu ke-5 sampai minggu ke-8 pembagian dan penyekatan hamper
sempurna. Akan tetapi, proses pembentukan dan perkembangan jantung
dapat di terganggangu jika selama masa kehamilan terdapat faktor-faktor
resiko.
Kesalahan terjadi pembagian trunkus dapat berakibat letak aorta yang
abnormal ( Overriding ), timbulnya penyempitan pada arteri pulmonalis,
serta terjadinya defek sentrum ventrikel. Dengan demikian, bayi akan
lahir dengan kelainan jantung dengan empat kelaianan, yaitu defek
septum ventrikel yang besar, stenosis pulmonal infundibuler atau
valvular, dekstro posisi pangkal aorta dan hipertrofi ventrikel kanan.
Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung pada derajat
stenosis pulmonal.
Karena pada TOF terdapat empat macam kelainan jantung yang
bersamaan, maka :
1. Darah dari aorta sebagian berasal dari ventrikel kanan melalui lubang
pada septum interventrikuler dan sebagian lagi berasal dari ventrikel
kiri, sehingga terjadi percampuran darah yang sudah teroksigenasi dan
belum teroksigenasi.
2. Arteri mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari
ventrikel kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit normal.

45
3. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang
septum ventrikel dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, akan
tetapi apabila tekanan dari ventrikel kanan lebih tinggi dari ventrikel
kiri maka darah akan mengalir dan ventrikel kananke ventrikel kiri .
4. Karena jatung bagian kanan memompa sejumlah besar darah ke dalam
aorta yang bertekanan tinggi serta harus melawan tekanan tinggi akibat
stenosis pulmonal maka lama kelamaan otot-ototnya akan mengalami
pembesaran ( hipertrofi ventrikel kanan).

Pengembalian darah dari vena sistemik ke atrium kanan dan


ventrikel kanan berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan
menguncup, menghadapi stenosis pulmonalis, maka darah akan di
pintaskan melewati defek septum ventrikel tersebut ke dalam aorta.
Akibatnya darah yang di alirkan ke seluruh tubuh tidak teroksigenasi,
hal inilah yang menyebabkan terjadinya sinosi. (Ilmu kesehatan anak
2001).
Pada keadaan tertentu (dehidrasi, spasme infumdibulum berat,
menangis lama, peningkatan suhu tubuh atau mengedan), pasien
dengan TOF mengalami hipoksia spell yang di tandai dengan : sianosis
(pasien menjadi biru), mengalami kesulitan bernafas, pasien menjadi
sengat lelah dan pucat, kadang pasien kejang bahkan pingsan.
Keadaan ini merupakan emergenasi yang harus di tangani segera,
misalnyo dengan salah satu cara memulihkan serangan spell, misalnya
dengan salah satu cara memulihkan serangan spell yaitu memberikan
posisi lutut ke dada (knee chest position).

e. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium
Ditentukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht)
akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin di
perhatankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65%. Nilai AGD

46
menunjukan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan pH.

2. Radiologi
Sinar-X pada thoraks di dapat gambar penurunan aliran darah
pulmonal, gambaran penurunan aliran darah pulmonal, gambaran khas
jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu boot
(boot shape).
3. Elektrokardiogram
1). Pada EKG sumbu QRS hamper selalu berdivisiasi ke kanan.
2). Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan, kadang terdapat juga
hipertrofi atrium kanan
3). Pada anak yang sudah besar di jumpai P pulmona

4. Kateterisasi

Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui Defek


Septum Ventrikel Multiple, mendeteksi kelainan arteri koronaria dan
mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan
saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekana
pulmonalis normal atau rendah ( Ilmu kesehatan anak 2001).

f. Komplikasi

a. thrombosis pulmonal

b. polisitemia

c. abses otak

d. pendarahan

47
e. anemia relative

g.Penatalaksanaan

Malformasi yang terjadi pada kelainan ini meliputi stenosis katup


pulmonal, defek septum ventrikel, deviasi katup aorta ke kanan
sehingga kedua ventrikel bermuara ke aorta, serta hipertrofi ventrikel
kanan. Operasi reparasi biasanya dilakukan pada masa anak-anak.
Namun, dapat pula di tentukan TF pada dewasa, operasi masih
dianjurkan karena hasilnya bila dibandingkan dengan operasi pada
masa anak-anak sama baiknya.

Operasi dilakukan berupa penutupan DSV dan menghilangkan


obstruksi pulmonal. Upaya menghilangkan obstruksi pulmonal tersebut
dapat dilakukan melalui valvuotomi pulmonal, reseksi otot
infumdibulum pada muara pulmonal, implantasi katup pulmonal baik
hemograft atau bioprotase katup babi, atau oprasi pintas ekstra kardiak
antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dan dapat pula dilakukan
angioplasty pada arteri pulmonalis sentral.

Pada penderita yang mengalami serangan stenosis maka terapi


ditujukan untuk patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :

1. Posisi lutu ke dada agar aliran darah ke paru bertambah karena


peningkatan afterload aorta akibat penekukan arteri femolaris. Selain
itu untuk mengurangi aliran darah balik ke jantung ( venous ).
2. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV atau dapat pula
diberi diazepam (stesolid) per rectal untuk menekan pusat pernafasan
dan mengatasi takipneu.
3. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian di sini tidak begitu
tepat karena permasalahan bukan karena kekurangan oksigen,tetapi
karena aliran darah ke paru menurun. Dengan usaha di atas harapan

48
anak tidak lagi takipneu, sianosis berkurangan dan anak menjadi
tenang.
4. Penambahan volume cairan tubuh dengan infuse cairan dapat efektif
dalam penanganan serangan sianotik. Prnambahan volume darah
juga dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke
paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke
seluruh tubuh juga meningkat.

Tindakan operasi di anjurkan untuk semua pasien TOF. Tindakan


operasi yang dilakukan, yaitu :

a. Blablock-taussig shunt (BT-Shunt), yaitu merupakan prosedur shunt


yang dianastomosis sisi sama sisi dari arteri subklavia ke arteri
pulmonal.
b. Waterson Shunt, yaitu membuat anantomosis intraperikardial dari
aorta asending ke arteri pulmonal ke kanan, hal ini biasanya di
lakukan pada bayi
c. PottsShunt, yaitu anastomosis antara aorta desendri dengan arteri
pulmonal yang kiri. Teknik ini jarang digunakan.
d. Total Korektif, terdiri atas penutupan VSD, valvotomi pulmonal dan
reseksi infundibulum yang mengalami hipertrofi.

6.Transportasi Arteri Besar

a. Pengertian

Transforsisi arteri besar atau TGA merupakan penyakit jantung sianotik


terbanyak yang terjadi pada neonates. Ditandai dengan kelainan pada arteri
dan pentrikel terjadi perubahan bunyi aorta dari pentrikel kanan dan
perubahan bunyi arteri pulmonal dari pentrikel kiri. Beberapa Bentuk PGA
secara anatomi yaitu : PGA dengan Ventrikel septal defek,TGA dengan
septum ventrikel sempurna,TGA dengan ventrikel septal defek dan

49
opstruksi aliran ventrikel kiri,dan TGA dengan ventrikel septal defek
dengan penyakit obstruksi arteri pulmonal.

Transposisi arteri besar adalah kelainan letak dari aorta dan arteri
pulmonalis. Keadaan normal,aorta berhubungan dengan arteri kanan
jantung dan arteri pulmonalis berhubungan dengan ventrikel kanan jantung
pada transforsisi arteri besar yang terjadi adalah kebalikanya.darah dari
seluruh tubuh yang kekurangan oksigen akan mengalir kedalam aorta dan
kembali dialirkan ke seluruh tubuh sedangkan darah yang berasal dari
paru-paru dan kaya akan oksigen akan kembali dialirkan keparu-
paru.transposisi arteri besar dikelompokan kedalam kelainan jantung
sianotik,dimana terjadi pemompaan darah yang terjadi kekurangan oksigen
keseluruh tubuh yang menyebabkan sianosis (kulit menjadi ungu kebiruan)
dan sesak nafas.bayi dengan kelainan ini,setelah lahir bisa bertambah
sebentar saja karena lubang diantara atrium kiri dan kanan disebut
voramen ovale.vorame ovale ini dalam keadaan ditemukan pada bayi
ketika lahir.dengan ada lubang ini maka sejumlah kecil darah akan banyak
oksigen akan mengaliri dari atrium kiri dan atrium kanan,lalu ventrikel
kanan dan keaorta sehingga mampu memenuhi tubuh akan oksigen dan
bayi akan tetap hidup.

Tranposiisi arteri besar adalah kondisi dimana pembuluh darah utama


aorta (ao) dan pembuluh darah paru-paru(PA) posisinya tertukar.aorta
seharusnya keluar dari bilik kiri (LV) yang memompa darah
bersih,sedangkan pembuluh darah paru keluar dari bilik kanan(RV) yang
memompa darah kontor untuk dibersihkan diparu pada TGA,aorta keluar
dari bilik kanan sehingga darah kotor yang mengalir keseluruh tubuh,dan
PA keluar dari bilik kiri sehingga darah bersih kembali keparu.bayi hanya
bisa hidup kalau ada hubungan antara dua pembulu arteri besar ini melalui
pembulu Duktus Arteriousuh,atau ada hubungan antara kedua serabi
melalui lubang disekat pemisahnya.Duktus arteriousuh memang selalu ada
terbuka ketika bayi dalam kandungan,tetapi segera menutup setelah bayi

50
lahir.tanpa pertolongan,bayi dengan TGA akan meninggal pada pertama
kehidupan.

b. Penyebab
Penyebab dari kelainan jantung bawaan tidak diketahui.
Faktor-faktor prenatal(sebelum bayi lahir) berhubungan dengan arteri
besar:
a. Rubella (campak jerman) atau infeksi virus lainya pada ibu hamil.
b. Nutrisi yang buruk selama kehamilan
c. Ibu yang alkoholik-usia ibu lebih dari 40 tahun
d. Ibu menderita diabetes

Transposisi arteri besar terjadi pada 40 dari 100.000 bayi.kelainan


ini merupakan kelainan jantuk sianotik yang paling sering ditemukan pada
minggu pertama kehidupan seorang bayi.

51
c. Patofisiologi
PGA disebabkan oleh fungsi darah pulmonal. Dan sistemik perjalanan
secara bersamaan bukan secara seri.darah dari venapulmonalis yang kaya
akan oksigen kembali keatrium dan ventrikel kiri kembali kesirkulasi
pulmonal.sementara itu darah yang miskin akan oksigen juga akan
kembali keatrium ventrikel kanan.hal ini yang menyebabkan suplai darah
kejaringan berkurang dan overlaud ventrikel kiri.persentase darah yang
kaya dan miskin akan oksigen yang tidak seimbang dalam waktu yang
lama akan berpengaruh pada anatomi dan fungsional tubuh.

d. Manifestasi klinik

Pasien dengan kelainan ini biasanya dengan berat badan yang normal
ataupun yang lebih normal.bergantung baik atau tidak baiknya
pencampuran darah,bayi dapat tampak sianosis ringan dan berat.

Pada auskultasi akan terdegar jantung kedua tunggal oleh karena katup
vulmonal berbunyi dibelakang katup aorta.bising dapat tidak ada sama
sekali sampai bising pansistolik atau bising kontiyu melalui duktus
arteriousus.

Gejalanya berupa :

a. Sianosis
b. Sesak nafas
c. Tidak mau makan atau menyusu
d. Jari tangan atau kaki clubbing(seperti tabu genderang).

e. Pemeriksaan penunjang

52
Pada foto dada terlihat kardiomegali akibat pembesaran atrium kanan dan
ventrikel kanan,dengan mendiastinun yang sempit karena posisi arteri
besar adalah anterior /posterior.gambaran jantung yang khas adalah egg-
on-side appearance.paskularisasi paru biasanya meningkat kecuali apabila
stenosis pulmonal.elektrokardiogram menunjukan defisiasi sumbu QRS
kekanan dengan hipertropi ventrikel kanan dan pembesaran atrium kanan.
Diagnosis ditegakan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.pada
pemeriksaan dengan stetoskop akan terdengar mur-mur (bunyi jantung
abnormal).pemeriksaan yang biasa dilakukan:
a. Ronsen dada
b. Kateterisiasi jantung
c. EKG
d. Ekokardiogram

f. Penatalaksana
Kasus ini merupakan gawat darurat karenanya sebelum diagnosis
dipastikan dengan ekokardiografi dianjurkan untuk memberi prostag
landinuntuk menjamin duktus arteriousus terbuka.setelah diagnosis
dipastikan secara rutin dilakukan sektostomi degan balon atau prosedur
rashkit.
Setelah pasien stabil dan bila diameter arteri pulmonalis dan aorta
sebanding serta tidak terdapat stenosis pupmonal,dapat dilakukan operasi
pertukaran arteri (switch) yakni operasi mempertukarkan aorta dan arteri
pulmonalis hingga aorta keluar dari ventrikel kiri dan arteri pulmonalis
dari ventrikel kanan.kelainan lainya dikoreksi sekaligus.operasi ini telah
dapat dilakukan pada masa leonaktus namun apabila terdapat stenosis
pulmonal atau arteri pulmonalis kecil operasi pertukaran arteri tidak
dapat dilakukan.mungkin perlu dilakukan operasi paliatif dengan

53
membuat lintasan,misalnya pintasan blacock taussig atau
modifikasinya.apabila diameter pulmonalis sudah memadai,baru
dilakukan arterial switch.
Untuk memperbaiki posisi arteri besar biasanya dilakukan
pembedahan.sebelum pembedahan dilakukan, mengkin perlu diberikan
prostag landing agra duktus arteriousus tetap terbuka.pada beberapa bayi
perlu dilakukan perlebaran poramenovale dengan selang yang ujungnya
terpasang balon,agar darah yang kaya oksigen banyak masuk ke
aorta.terdapat 2 jenis perbedaan utama yang bisa dilakukan untuk
memperbaiki transposisi arteri besar:
a. Membuat sebuah terowangan diantara atrium.dengan cara ini,darah
yang kaya oksigen akan mengalir ke ventrikel kanan lalu masuk ke
aorta,sedangkan darah yang kekurang oksigen akan masuk ke
ventrikel kiri dan masuk kedalam arteri pulmonalis.perbedaan ini
disebut artrial switch atau venous switch, atau prosedur mustrad
maupun prosedur sanning.
b. Pembedaan arterial switch.orta dan arteri pulmoner dikembalikan
diposisi normal.aorta dihubungkan dengan ventrikel kiri dan arteri
pulmonalis dihubungkan dengan ventrikel kanan.arteri koroner yang
membawa darah kaya oksigen sebagai sumber energi bagi otot
jantung,juga kembali disambung dengan aorta baru.

54

You might also like