Professional Documents
Culture Documents
NEURITIS OPTIKUM
Disusun oleh:
Preseptor:
Retno Dwiyanti,dr.,SpM
DAFTAR ISI…………………………….………………….……………………….1
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………...2
2.3.Neuritis Optik……………………………………………………..……………..11
2.3.1 Definisi………………………………………………….….………….11
2.3.5.Klasifikasi………………………………………………..…....…….…14
2.3.8. Penatalaksanaan………………………………………………………23
2.3.9. Prognosis…………………………………….……………………….27
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..….26
1
BAB I
PENDAHULUAN
berbagai macam penyakit.1 Neuritis optik diklasifikasikan menjadi dua yaitu papilitis
dan neuritis retrobulbar. Papilitis adalah pembengkakan diskus yang disebabkan oleh
peradangan lokal di nervus saraf optik dan dapat terlihat dengan pemeriksaan
funduskopi. Tipe neuritis retrobulbar merupakan suatu neuritis optikus yang terjadi
cukup jauh di belakang diskus optikus sehingga tidak tampak kelainan diskus optik
sedangkan prevalensinya 115 per 100.000. Berdasarkan data The Optic Neuritis
Treatment Trial (ONTT) lebih dari 77% pasien adalah wanita, 85% berkulit putih dan
retina saraf optik yang masuk pada papil saraf optik yang berada dalam bola mata.
Neuritis retrobulbar dapat disebabkan oleh sklerosis multipel, penyakit mielin saraf,
2
peradangan saraf optik dibelakang bola mata, biasanya berjalan akut yang mengenai
mendadak dan disertai dengan nyeri pada mata. Pada papilitis pemeriksaan
papil saraf optik dengan batas papil yang kabur, pelebaran vena retina sentral dan
kelainan tersebut. Ditemukan pula kelainan relative afferent pupillary defect (RAPD)
atau ACTH (Adrenocorticotropic hormone). Selain itu diberikan juga terapi penyakit
penyebabnya.2
Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum mengenai
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Nervus optikus adalah saraf yang membawa rangsang dan retina menuju otak.
Saraf optik terdiri dari 1 juta lebih akson-akson yang berasal dari lapisan sel ganglion
retina yang memanjang ke arah korteks oksipital. Panjang saraf optik berkisar antara
35-55 mm (rata-rata 40 mm) dan secara anatomis terbagi menjadi segmen intaokular,
4
Gambar 1. Nervus Optik5
retrolaminar. Papil saraf optik (diskus optik) merupakan bagian prelaminar saraf optik
berbentuk oval, 1,5 mm horizontal dan 1,75 mm vertikal dengan cekungan (cup shaped
depression) agak ke temporal. Papil saraf optik merupakan daerah keluarnya akson-
akson sel ganglion terletak sekitar 3-4 mm sebelah nasal fovea. Bagian prelaminar dan
laminar terdiri dari akson-akson sel ganglion retina tak bermielin, astrosit dan arteri-
vena retina sentralis yang keluar dari bagian tengah papil saraf optik. Akson-akson
bergabung menjadi fasikulus dan menembus sklera 200-300 lubang pada lamina
5
kribosa. Setelah melewati lamina kribosa (bagian retrolaminar) diameter saraf optik
meningeal yang terdiri dari piamater, arakhnoid dan duramater. Bagian prelaminar dan
laminar diperdarahi terutama oleh arteri siliaris posterior brevis yang beranastomosis
dengan pleksus pial dan pembuluh darah koroid peripapilar membentuk siklus Zinn-
Haller.4,6
Segmen intraorbita saraf optik berukuran panjang 25-30 mm, lebih panjang dari
jarak antara belakang bola mata dan apeks orbita sehingga dapat bebas bergerak pada
pergerakan bola mata. Pada apeks orbita segmen saraf optik dikelilingi oleh anulus
Zinn sebelum berlanjut ke kanal optik. Saraf optik berjalan kearah porteromedial dan
meninggalkan orbita melalui foramen optik (optic ring) menuju kanal optik. Nervus
4-10 mm. Kanalis optik dibentuk oleh tulang sphenoid parva minor. Bagian ini
sampai kiasma optikum. Bagian ini berjalan di atas arteri oftalmika, sebelah
arteri tersebut.4,6
6
Jika satu ataupun semua serabut saraf mengalami peradangan dan tak berfungsi
sebagaimana mestinya maka penglihatan akan menjadi kabur. Jika terjadi inflamasi
ataupun demielinisasi nervus optikus, keadaan ini disebut dengan neuritis optikus. Pada
neuritis optikus, serabut saraf menjadi bengkak dan tak berfungsi sebagaimana
mestinya. Penglihatan dapat saja normal atau berkurang, tergantung pada jumlah saraf
Secara fungsional rangsang visual ditangkap oleh retina (sebagai stasiun I).
kemudian diteruskan melalui serabut saraf otak kedua (saraf optik). Saraf optik yang
berasal dan sisi nasal kedua mata akan menyilang di daerah kiasma opikum sedangkan
yang berasal dari sisi temporal tidak bersilangan di daerah kiasmaini. Selanjutnya
serabut saraf ini akan melanjutkan perjalanannya sebagai traktus optikum. Traktus
optikus ini selanjutnya menuju ke thalamus sebagai kumpulan sel-sel saraf yang
mengolah dan bertindak sebagai stasiun informasi ke II. Bagian thalamus yang
Dengan sampainya informasi ke korteks penglihatan akan hal-hal yang terlihat oleh
mata dapat disadari. Dari stasiun ke II ini informasi visual juga disebarkan ke seluruh
saraf aferen jaras visual. CGL merupakan bagian dari thalamus. Pada CGL terjadi rotasi
7
90° dari serabut saraf, sehingga serabut saraf yang berasal dari retina bagian superior
akan berada di bagian medial CGL, sedangkan yang berasal dan bagian inferior retina
akan berada di bagian lateral. Perputaran akan terjadi lagi serabut meninggalkan CGL
sehingga retina bagian superior dan inferior terletak superior dan inferior dalam
superior (berisi serabut yang mengurus lapangan pandang inferior), (2) bagian inferior
(berisi serabut yang mengurus lapang pandang superior), (3) bagian sentral (berisi
serabut makula).3
sehingga posisi serabut penglihatan kembali seperti sebelum memasuki CGL yaitu
bagian atas retina berjalan dan diproyeksikan di bagian atas korteks serebri dan
sebaliknya. Korteks proyeksi penglihatan disebut juga korteks striata (area 17), berada
di sepanjang bibir superior dan fissure kalkarina. Ketika impuls sampai di area 17,
maka akan terbentuk sensasi visual sederhana. Impuls ini akan rnempunyai arti dan
8
Gambar 3. Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus (tampak basal) 3
halnya nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak meskipun secara fisik terletak
di perifer dari sistem saraf pusat (SSP). Komponen yang paling utama dari retina adalah
sel-sel reseptor
sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan
terdalam (neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut)
dan dua lapisan yang lebih superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron
kedua) serta sel-sel ganglion (lapisan neuron ketiga). Sekitar satu juta akson dari sel-
sel ganglion ini berjalan pada lapisan serat retina ke papila atau kaput nervus optikus.
Pada bagian tengah kaput nervus optikus tersebut keluar cabang-cabang dari arteri
9
Gambar 4. Lapisan Neuron pada Retina7
depan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung
menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum. Di depan tuber sinerium nervus
optikus kanan dan kiri bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum,
dimana serabut bagian nasal dari masing-masing mata akan bersilangan dan kemudian
menyatu dengan serabut temporal mata yang lain membentuk traktus optikus dan
Kiasma optikum terletak di tengah anterior dari sirkulus Willisi. Serabut saraf yang
bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras visual sedangkan serabut saraf
refleks opsomatik seperti refleks pupil. Setelah sampai di korpus genikulatum lateral,
serabut saraf yang membawa impuls penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika
10
(optic radiation) atau traktus genikulo kalkarina ke korteks penglihatan primer di girus
kalkarina yang merupakan cabang dari arteri serebri posterior. Serabut yang berasal
dari bagian medial korpus genikulatum lateral membawa impuls lapang pandang
bawah sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa impuls dari lapang
Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus superior,
saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi yang berhubungan
cahaya menjadi bersifat konsensual. Saraf eferen motorik berasal dari nukleus
11
Gambar 6. Jaras Refleks Pupil 10
2.3.1. Definisi
Neuritis optic adalah peradangan atau demyelinisasi saraf optic akibat berbagai
abnormalities.1 Insidensi neuritis optikus dalam populasi per tahun diperkirakan 5 per
100.000 sedangkan prevalensinya 115 per 100.000. Sebagian besar mengenai usia 30
sampai dengan 40 tahun.1 Wanita lebih umum terkena dari pada pria. Berdasarkan data
The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) 77% adalah wanita, 85% kulit putih dan
12
demielinisasi dengan atau tanpa sklerosis multipel. Pada sebagian besar kasus neuritis
2.3.2 Etiologi
1. Inflamasi lokal
b. Oftalmia simpatika
c. Meningitis
Multiplel sklerosis
dengan sklerosis multipel pada 13-85% pasien (Chavis dan Hoyt, 2000). Data dari
Mayo clinic pada tahun 1933 didapatkan dari 255 kasus sebanyak 155 disebabkan oleh
sklerosis multipel.
13
Merupakan suatu proses demielinisasi yang mengenai saraf optik. Penyakit ini
b. Syphilis
c. Tuberkulosis
3. Leber's disease
perubahan mendadak pada penglihatan sentral, pertama kali mengenai satu mata dan
central nucleus. Pada beberapa kasus inflamasi mengenai nervus di dalam bola mata
sehingga menyebabkan papilitis ringan. Pada kasus yang lain mengenai nervus di
belakang mata.
4. Toksin endogen
pneumonia
14
Faktor resiko neuritis optikus termasuk:
1. Usia
Neuritis optikus sering mengenai dewasa muda usia 30 sampai 40 tahun; usia rata-rata
terkena sekitar 30 tahun. Usia lebih tua atau anak-anak dapat terkena juga tetapi
2. Jenis kelamin
Wanita lebih mudah terkena neuritis optikus dua kali daripada laki-laki.
3. Ras
Neuritis optikus lebih sering terjadi pada orang kulit putih dari pada ras yang lain
Kehilangan visual umumnya subakut, berkembang selama 2–7 hari Pada orang
dewasa, sekitar sepertiga pasien memiliki penglihatan yang lebih baik 20/40 selama
serangan pertama , dan sedikit lebih dari sepertiga memiliki penglihatan yang lebih
buruk 20/200. Penglihatan warna dan sensitivitas kontras juga terganggu. Lebih dari
90% kasus, ada rasa sakit di daerah mata, dan sekitar 50% pasien melaporkan bahwa
2.3.5 Klasifikasi
15
Berdasarkan klasifikasinya neuritis optik terbagi menjadi dua, yaitu:
- Papilitis
Patogenesis
informasi visual dari sel-sel nervus retina ke dalam sel-sel nervus di otak. Retina
mengandung sel fotoreseptor, merupakan suatu sel yang diaktivasi oleh cahaya dan
sinyal proyeksi yang disebut akson ke dalam otak. Melalui rute ini, nervus optikus
mengirimkan impuls visual ke otak. Inflamasi yang terjadi pada neuritis optik yang
16
Gejala dan Tanda
Dalam waktu yang cepat visus akan sangat menurun, kadang-kadang sampai
buta. Keluhan ini disertai dengan rasa sakit dimata terutama saat penekanan. Kadang-
kadang disertai demam atau setelah demam biasanya pada anak yang menderita infeksi
Pada pemeriksaan pupil ditemui adanya RAPD yaitu kelainan pupil yang sering
dijumpai dengan adanya tanda pupil Marcus Gunn.3 Cara pemerikasaan, mata pasien
secara bergantian diberi sinar, pada sisi mata yang sakit pupil tidak mengecil tetapi
malah membesar. Kelainan ini menunjukan adanya lesi N.II pada sisi tersebut.4
17
Pada pemeriksaan fundus ditemukan hiperemi papil saraf optik dengan batas
yang kabur, pelebaran vena retina sentralis dan edema papil. Kadang-kadang sekitar
renggang. 6
menyempit secara konsentris, didapatkan juga skotoma sentral, sekosentral atau para
sentral.
- Neuritis Retrobulbar
Visus sangat terganggu dan disertai dengan amaurosis fugax pasien juga
mengeluhkan bola mata bila digerakkan akan terasa berat dibagian belakang bola mata.
Rasa sakit akan bertambah bila bola mata ditekan yang disertai dengan sakit kepala.2
Pada neuritis gambaran fundus normal pada awal, namun lama kelamaan akan terlihat
kekaburan batas papil saraf optik dan degenerasi saraf optik akibat degenerasi serabut
saraf, disertai atrofi desenden akan terlihat papil pucat dengan batas tegas.2
segmen intraorbita sampai segmen intracranial dan sesuai dengan lokasinya. Gangguan
tersebut dapat berupa skotoma sentral, skotoma sentral unilateral, skotoma sentral
18
bilateral, skotoma sentral pada mata homolateral dan defek superior temporal pada
2.3.6. Diagnosis
pada neuritis retrobulbar yang kelainannya cukup jauh di belakang diskus optik dan
Dasar perlunya dilakukan pemeriksaan penunjang diatas pada kasus neuritis optik
adalah:
MRI penting untuk memutuskan apakah daerah di otak telah terjadi kerusakan
juga dapat membantu menyingkirkan kemungkinan tumor atau kondisi lain. Pada
pasien yang dicurigai menderita neuritis optikus, pemeriksaan MRI otak dan orbita
19
dengan fat suppression dan gadolinium sebaiknya dilakukan dengan tujuan untuk
konfirmasi diagnosis dan menilai lesi white matter. MRI dilakukan dalam dua minggu
setelah gejala timbul. Pada pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan fat suppression
penting lagi, MRI dipakai dengan tujuan untuk memutuskan apakah terdapat lesi ke
arah sklerosis multipel. Ciri-ciri resiko tinggi mengarah ke sklerosis multipel adalah
terdapat lesi white matter dengan diameter 3 atau lebih, bulat, lokasinya di area
MRI normal.
20
c. Test Visually Evoked Potentials
Test Visually evoked potentials adalah suatu test yang merekam sistem visual,
auditorius dan sensoris yang dapat mengidentifikasi lesi subklinis. Test Visually evoked
potentials menstimulasi retina dengan pola papan catur, dapat mendeteksi konduksi
sinyal elektrik yang lambat sebagai hasil dari kerusakan daerah nervus.
d. Pemeriksaan darah
optica. Pasien dengan neuritis optikus berat sebaiknya menjalani pemeriksan ini untuk
inflamasi pada tubuh, tes ini dapat menentukan apakah neuritis optikus disebabkan oleh
secara klinis dapat membedakan neuritis optikus dengan nonarteritic anterior ischemic
optic neuropathy.
21
Parainfectious optic neuritis umumnya mengikuti onset infeksi virus selama 1-
3 minggu, tetapi dapat juga sebagai fenomena post vaksinasi. Umumnya mengenai
anak-anak daripada dewasa dan terjadi karena proses imunologi yang menghasilkan
demielinisasi nervus optikus. Post viral atau parainfeksius neuritis optikus dapat terjadi
unilateral tetapi sering bilateral. Diskus optikus dapat normal atau terjadi
pembengkakan.
3. Ablasio Retina
Keadaan dimana terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel
penglihatan yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapat riwayat
adanya pijar api (fotopsia) pada lapang penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi
akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya
terjadi dan mudah didiagnosis. Pasien datang dengan penurunan penglihatan mendadak
yang tidak nyeri. Biasanya pada usia lebih dari 50 tahun dan mengidap penyakit
5. Papil Edema
tekanan intrakranium. Keluhan yang dirasakan pasien biasanya nyeri kepala hebat,
22
mual, muntah namun ketajaman penglihatan masih normal. Pada funduskopi
didapatkan papil sembab, batas kabur, kapiler dan vena retina melebar dan berkelok,
terdapat perdarahan, eksudat dan terdapat penonjolan papil yang melebihi 3 dioptri.
Tidak terdapat gangguan pada lapang pandang. Keadaan ini biasanya ditemukan
bilateral.
2.3.8. Penatalaksanaan
The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) telah meneliti secara komprehensif
penelitiannya ONTT melibatkan sebanyak 457 pasien, usia 18-46 tahun dengan neuritis
optikus akut unilateral. Data follow up didapatkan dari kohort ONTT (Longitudinal
Optic Neuritis Study (LONS)) menghasilkan informasi penting tentang gejala klinis,
penglihatan jangka panjang, penglihatan yang berkaitan dengan kualitas hidup dan
peranan MRI otak dalam memutuskan resiko berkembang menjadi Clinically Definite
Pasien yang terlibat pada penelitian ini diacak menjadi 3 kelompok perlakuan
terapi, yaitu:12
a. Mendapatkan terapi prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari) selama 14 hari dengan 4
23
b. Mendapatkan terapi dengan metilprednisolon sodium suksinat IV 250 mg tiap 6
jam selama 3 hari, diikuti dengan prednison oral (1 mg/kg BB/ hari) selama 11 hari
Dalam penelitian ini yang dinilai terutama tajam penglihatan dan sensitifitas
terhadap kontras sedangkan berkembangnya menjadi CDMS adalah hal kedua yang
dinilai.
MRI otak dan orbita dengan menggunakan gadolinium telah dilakukan untuk
penglihatan tetapi tidak untuk jangka panjang setelah 6 bulan sampai dengan 5
tahun bila dibandingkan dengan terapi menggunakan placebo atau prednison oral.
CDMS selama 2 tahun pertama follow up, tetapi tidak bermanfaat setelah 2 tahun
24
karena persentase perkembangan menjadi CDMS hampir sama dengan kelompok
ditetapkan dengan kriteria MRI oleh ONTT (dua atau lebih lesi white matter), telah
dilakukan penelitian 383 pasien oleh (The Controlled High-Risk Avonex MS Prevention
tahun dibandingkan dengan kelompok placebo, juga terdapat pengurangan tingkat lesi
baru pada MRI otak. Hasil yang sama juga didapatkan pada pasien dengan neuritis
optikus. Semua pasien kelompok terapi dengan interferon β-1a dan kelompok placebo
prednison oral selama 11 hari sesuai dengan protokol ONTT. Meskipun terapi dengan
interferon β-1a pada pasien neuritis optikus dan pada pasien yang beresiko menurut
pemeriksaan MRI manfaat jangka panjangnya tidak diketahui, tetapi hasil dari
CHAMPS memberikan suatu terapi awal yang rasional. Ini didukung oleh hasil
pasien yang berkembang menjadi CDMS dengan terapi awal interferon 13-1a (34%)
25
syaraf sentral. Penelitian lain (1992) menyarankan bahwa terapi dengan
kehilangan penglihatan tetap (20/40 atau lebih rendah) yang disertai neuritis optikus
Jika pada pemeriksaan dengan MRI ditemukan lesi white matter dua atau lebih
(diameter 3 atau lebih) diterapi berdasarkan rekomendasi dari ONTT, CHAMPS, dan
ETOMS, yaitu:3
hari) diikuti dengan prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari selama 11 hari kemudian
Pada pasien monosymptomatik dengan lesi white matter pada MRI kurang dari
prednison oral) dapat dipertimbangkan untuk memulihkan penglihatan, tetapi ini tidak
26
2.3.9. Prognosis
12 minggu. Sembilan puluh lima persen penglihatan pasien pulih mencapai visus 20/40
atau lebih baik. Dan sebagian besar pasien mencapai perbaikan maksimal dalam 1-2
Meskipun penglihatan dapat pulih menjadi 20/20 atau bahkan lebih baik, banyak pasien
dengan acute demyelinating optic neuritis berlanjut menjadi kelainan pada penglihatan
yang mempengaruhi fungsi harian dan kualitas hidupnya. Kelainan tajam penglihatan
pandang (62-100%), stereopsis (89%), terang gelap (89-100%), reaksi pupil afferent
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Jakarta: Widya Medika,
2000.Hall 274-287.
2. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Edisi
ke tiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006. Hall 179-188.
3. American Academy of Ophtalmology Staff. Neuro-Ophtalmology : American
Academy of Ophtalmology staff, editor. Neuro-Ophtalmology. Basic and
Clinical Science Course sec. 5. San fransisco The Foundation of American
Academy of
Ophtalmology, 2009-2010. P 28-31, 128-146.
4. Misbach Jusuf. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan Interpretasi. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 1999. Hall 1-14, 18-23.
5. http:/www.google.co.id/images?hl=en&q=optic nerve branch (diakses tanggal
16 September 2015).
6. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta 1993.
Hall 332-342.
7. Mardjono Mahar, Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke sepuluh, Dian Rakyat.
Jakarta.2004. Hall 116-126.
8. Optic Nerve. Sumber: http://www.thebrain.mcgill.ca/splash/jpg. Diakses
tanggal 16 September 2015.
9. Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi penglihatan sentral: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, edisi 9. Jakarta 1997. Hall 825.
10. Saiful Muhammad, Neuroanatomi Fungsional. Bag. Ilmu Penyakit Syaraf FK.
Unair. Surabaya. 1996. Hall 54-57.
11. Lumbantobing S, Neurologi Klinis Pemeriksaan Fisik dan mental. Balai
Penerbit FKUI 1006. Hall 25-46.
28