You are on page 1of 12

EPISTEMOLOGI MANAJAMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Yos Arisandy
Mahasiswa S2 Ilmu Manajemen STIE YPUP Makassar
Alamat: Palopo

Abstrak
Sumber Daya Manusia (SDM) mempunyai posisi sentral dalam mewujudkan kinerja
pembangunan, yang menempatkan manusia dalam fungsinya sebagai resource
pembangunan. Hakikat sumber daya manusia pada setiap organisasi atau perusahaan
khususnya pada lembaga pendidikan diperlukan adanya suatu sumber daya manusia
sebagai tenaga kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa manajemen itu pada hakikatnya
adalah manajemen sumber daya manusia yang identik dengan manajemen itu sendiri.
Filsafat sebenarnya menyediakan seperangkat pengetahuan (a body of related
knowledge) untuk berfikir efektif dalam memecahkan masalah-masalah manajemen
termasuk manajemen sumber daya manusia. Dalam tulisan ini penulis akan mencoba
membahas lebih jelas tentang manajemen sumber daya manusia dilihat dari kacamata
epistemologi.

Keywords; Epistemologi, Manajemen,SDM

I. Pendahuluan
Membahas tentang filsafat manajemen, tidak bisa kita pisahkan dengan sejarah filsafat.
Seperti kita ketahui filsafat mempunyai andil yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, segala ilmu pengetahuan lahir dari rahim filsafat. Bisa dikatakan bahwa filsafat
adalah induk segala ilmu pengetahuan. Pada fase awalnya filsafat hanya melahirkan dua ilmu
pengetahuan, yakni ilmu alam (Natural Philosophy) dan ilmu sosial (Moral Philosophy) maka
dewasa ini terdapat lebih dari 650 cabang keilmuan.
Hal ini, menurut Ibnu Khaldun disebabkan oleh berkembangnya kebudayaan dan
peradaban manusia. Dalam abad ke 18 dengan bermunculannya negara-negara maju
dibelahan dunia, muncul cabang ilmu pengetahuan baru yakni manajemen, yang semula
masih segan diakui sebagai ilmu pengetahuan. Hal ini bukanlah suatu yang baru. Ilmu
kemasyarakatan (yang sejak semula dinamakan sosiologi) harus memperjuangkan
kedudukannya untuk menjadi ilmu pengetahuan disamping ilmu-ilmu pengetahuan yang lain.
Demikian pula halnya ilmu ”manajemen” yang menjadi bahan perbincangan kita
sekarang. Barulah pada masa Taylor dan Fuyol, seiring dengan tumbuhnya negara-negara
industri ilmu manajemen itu mulai dianggap sebagai ilmu. Kelahiran ilmu manajemen
kemudian diadopsi oleh dunia pendidikan yang kemudian disintesiskan menjadi ilmu
Pengantar Manajemen.
Ruang lingkup epistemologi pada Manajemen dapat dilihat dalam kaitannya dengan
sejumlah disiplin ilmu yang bisa “kerja sama” seperti: pendidikan, ekonomi, politik, dan lain-
lain. Namun ruang lingkup itu mengalami perkembangan, sehingga pada setiap era terdapat
lingkup yang khusus dalam epistemologi itu. Ruang lingkup yang khusus bisa terjadi pada
disiplin ilmu manajemen itu sendiri sehingga melahirkan spesialisasi pengkajiannya.
Berdasarkan uraian teoritis singkat di atas, maka penulis akan mencoba membahas
tentang Epistemologi Manajemen Sumber Daya Manusia yang dipandang sebagai satu
kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu dengan yang lainnya.

II. Pembahasan
1. Pengertian
a. Epistemologi
Istilah Epistemologi ini pertama kali digunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun
1854 dalam bukunya yang berjudul Institute of Metaphysics. Menurut sarjana
tersebut ada dua cabang dalam filsafat, salah satunya adalah Epistemologi yang
mana berasal dari bahasa Yunani episteme yang berarti pengetahuan dan logos
yang berarti teori. Jadi, dengan istilah itu yang dimaksud adalah penyelidikan asal
mula pengetahuan atau strukturnya, metodenya, dan validitasnya. Semula
epistemologi ini mempermasalahkan kemungkinan yang mendasar mengenai
pengetahuan yang paling murni dan dapat dicapai. Permasalahan epistemologi di
ilmu manajamen berkisar pada ihwal proses yang memungkinkan ditimbanya
pengetahuan yang berupa ilmu: bagaimana prosedurnya, apa yang harus
diperhatikan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, apakah yang disebut
kebenaran dan apa saja kriterianya, serta sarana apa yang membantu orang
mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu.
Jawaban-jawaban yang dibutuhkan untuk memenuhi pertanyaan tersebut di
manajemen sudah sedemikian rupa diberlakukan bagi para ilmuwan itu sendiri.
Prosedur dengan pendekatan metode ilmiah adalah prosedur baku untuk
menelaah manajemen. Cara pencairan kebenaran yang dipandang ilmiah ialah
yang dilakukan melalui penilitian. Penilitian adalah hasrat ingin tahu pada
manusia dalam taraf keilmuannya. Penyaluran sampai taraf setinggi ini disertai
oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat, dan bahwa setiap gejala yang
tampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah. Penilitian adalah suatu proses
yang terjadi dari suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan
sistematis untuk mendapatkan jawaban sejumlah pertanyaan.
Jika diperhatikan, batasan-batasan di atas nampak jelas bahwa hal-hal yang
hendak diselesaikan epistemologi ialah tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, validitas pengetahuan, dan kebenaran
pengetahuan.
Masalah epistimologi bersangkutan dengan pertanyaan-partanyaan tentang
pengetahuan. Jika kita mengetahui batas-batas pengetahuan, kita tidak akan
mencoba untuk mengetahui hal-hal yang pada akhirnya tidak dapat di
ketahui.Sebenarnya kita baru dapat menganggap mempunyai suatu pengetahuan
setelah kita meneliti pertanyaan-pertanyaan epistimologi. Kita mungkin terpaksa
mengingkari kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan, atau mungkin sampai
kepada kesimpulan bahwa apa yang kita punyai hanyalah kemungkinan-
kemungkinan dan bukannya kepastian, atau mungkin dapat menetapkan batas-
batas antara bidang-bidang yang memungkinkan adanya kepastian yang mutlak
dengan bidang-bidang yang tidak memungkinkannya.
Dalam penyelesaiaan masalah epistimologi hendaknya kita mempelajari
naskah psikologi yang baik dalam bab-bab mengenai pengindraan, pencerahan,
penyimakan dan pemikiran, karena di dalam suatu penyelesaian yang di sarankan
terhadap masalah, bahan-bahan keterangan yang terdapat di dalam naskah
tersebut harus di perhitungkan.
Makna pengetahuan jika di katakana masalah epistimologi bersangkutan
dengan pertanyaan tentang pengetahuan, apakah yang kita maksudkan dengan
pengetahuan? Di misalkan saya berkata “Saya mempunyai pengetahuan tentang
kenyataan bahwa Caesar telah di bunuh”, atau “Saya tahu siapa yang membunuh
Cock Robin.” Tepatnya, apakah yang saya maksudkan? Yang pertama di antara
kedua pernyataan tersebut dapat di singkat membacanya,”Saya tahu Bahwa
Caesar di bunuh”. Dapatlah kiranya di mengerti bahwa kapanpun kita mempunyai
pengetahuan, maka pengetahuan itu merupakan pengetahuan mengenai sesuatu.
Demikianlah di dalam kedua kalimat tersebut, terdapat fakta-fakta: Caesar telah
di bunuh dan Cock Robin di bunuh oleh seseorang yang saya ketahui.
b. Manajemen
Manajemen berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus,
mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan. Sondang P. Siagian
mengartikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk
memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan
orang lain.
Manajemen merupakan fungsi sosial yang tertanam dalam tradisi, nilai-
nilai, kebiasaan, kepercayaan dan dalam sistem pemerintahan serta politik.
Manajemen dibentuk oleh kebudayaan, dan sebaliknya manajemen dan para
manajer membentuk kebudayaan dan masyarakat. Walaupun manajemen
merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang terorganisasi, manajemen tetap
merupakan kebudayaan. Manajemen bukan ilmu yang bebas nilai”.
Menurut Drucker manajemen meliputi suatu area disiplin ilmiah dan
praktek yang luas. Akan tetapi cara berpikir dan praktek manajemen memiliki
beberapa prinsip esensial yang bersifat filosofis. Pertama, manajemen adalah soal
manusia. Fungsi utama manajemen adalah memungkinkan terjadinya kerja sama,
yakni untuk membuat kekuatan orang-orang yang berbeda menjadi relevan, dan
kelemahan mereka menjadi tidak relevan. Ini adalah alasan dari keberadaan
organisasi, apapun bentuknya. Dalam hal ini praktek manajemen sangatlah
penting. Kedua, karena manajemen terkait dengan integrasi dari beragam orang
untuk mencapai tujuan yang sama, maka praktek tersebut berakar kuat di dalam
kultur. Praktek manajemen di manapun tempat dilakukannya, pada hakekatnya,
adalah sama. Akan tetapi pola penerapannyalah yang berbeda. Ketiga, setiap
organisasi apapun bentuknya selalu membutuhkan komitmen tertentu pada tujuan
bersama (common goal), dan diikat oleh nilai-nilai bersama (common
values). Keempat, Drucker lebih jauh menjelaskan bahwa praktisi manajemen
haruslah mampu membawa organisasi untuk berkembang dan menyesuaikan diri
dengan perubahan yang ada. Ia harus mampu membaca situasi, dan
memanfaatkan semua peluang yang mungkin diraih. Kelima, setiap organisasi
selalu terdiri dari beragam orang dengan beragam pengetahuan dan ketrampilan.
Mereka melakukan pekerjaan yang berbeda-beda, sesuai dengan kemampuannya.
Semua aktivitas tersebut haruslah dilakukan atas dasar komunikasi dan tanggung
jawab individu yang kokoh. Keenam, bagaimana menilai kemajuan suatu
organisasi? Kriteria apa yang dapat kita gunakan untuk melakukan itu? Memang
produktivitas, luasnya pasar, status finansial, dan pengembangan sumber daya
manusia sangatlah penting bagi keberlangsungan suatu organisasi. Dan ketujuh,
daya guna dan hasil suatu organisasi terletak di luar organisasi itu sendiri. “Hasil
dari praktek bisnis adalah konsumen yang puas.”
Manajemen tidak bisa dilepaskan dari filsafat. Tanpa filsafat manajemen
tidak memiliki fondasi pengetahuan yang kuat. Tanpa manajemen filsafat akan
berhenti menjadi pengetahuan dan insight yang belum diterapkan ke dalam
praktek. Oleh karena itu kedua displin itu sebenarnya saling bertautan tanpa
pernah bisa dipisahkan.
Tujuan dasar dari manajemen adalah untuk membuat beragam orang
bekerja sama untuk tujuan yang sama, berpijak pada nilai-nilai yang sama,
struktur kerja yang sama, pelatihan yang sama, dan perkembangan bersama yang
diarahkan untuk menanggapi berbagai perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat. Dulu manajemen hanya berfokus untuk mengatur sekumpulan orang
yang tidak memiliki keahlian apapun, dan hanya bekerja untuk tujuan-tujuan
jangka pendek saja. Sekarang dan akan terus berkembang di masa depan,
manajemen digunakan untuk mengatur orang-orang yang memiliki pendidikan
dan keahlian yang tinggi. Mereka mengabdi tidak hanya untuk memenuhi tujuan-
tujuan jangka pendek, tetapi untuk masa depan kebudayaan manusia dan
memiliki pengaruh yang sangat luaske seluruh dunia.
Praktek manajemen berurusan dengan tindakan dan aplikasi. Ujian terhadap
berhasil tidaknya praktek manajemen adalah hasilnya. Akan tetapi hasil itu tidak
melulu terkait dengan uang (economic performance), tetapi juga dengan manusia,
nilai-nilainya, dan perkembangannya. Inilah yang membuat manajemen terkait
erat dengan kemanusiaan. Bahkan bisa juga dibilang, dimensi filosofis terdalam
dari manajemen adalah sisi kemanusiaannya. Manajemen terkait erat juga dengan
struktur sosial dari komunitas, di mana praktek manajemen tersebut dilaksanakan.
Berbicara melalui pengalaman bertahun-tahun bekerja sama dengan para praktisi
manajemen, Drucker berpendapat, bahwa manajemen sangatlah terkait dengan
moralitas. Moralitas yang juga selalu terkait dengan hakekat dari manusia itu
sendiri, sisi baik maupun sisi buruknya. Dengan alasan-alasan yang telah
dikemukanan tersebut, manajemen adalah suatu praktek yang berfokus pada
kemanusiaan. Tujuan utama manajemen adalah supaya kemanusiaan diakui dan
dijadikan prinsip utama. Tanpa aspek kemanusiaan manajemen hanyalah alat
untuk membenarkan penindasan, atau selubung yang menutupi ketidakadilan.
Filsafat manajemen adalah kerjasama saling menguntungkan, bekerja
efektif dan dengan metode kerja yang terbaik dan mencapai hasil yang optimal.
Filsafat manajemen adalah kumpulan pengetahuan dan kepercayaan yang
memberikan dasar atau basis yang luas untuk menentukan pemecahan terhadap
masalah-masalah manjer.
Nanang Fattah menjelaskan bahwa filsafat manajemen yang termasuk
didalamnya adalah filsafat Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) bahwa
yang dijadikan dasar filsafat manajemen dibedakan dalam tiga jenis hakikat,
yaitu: Hakikat tujuan, hakikat manusia dan hakikat kerja.[15] Jadi, Filsafat
manajemen SDM adalah sebuah dasar atau beberapa dasar yang digunakan
sebagai pijakan untuk mencapai tujuan, baik itu dari aspek tujuan, aspek pelaku
(manusia) maupun aspek aktifitas yang dilakukan.
Filsafat manajemen mengandung dasar pandangan hidup yang
merefleksikan keberadaan, identitas, dan implikasinya guna mewujudkan
efisiensi dan efektivitas dalam pekerjaan manajemen. Untuk merealisasikan
tujuan dibutuhkan beberapa faktor pendukung sehingga menjadikan kombinasi
yang terpadu antara kepentingan individu atau umum. Filsafat Manajemen
memberikan pemikiran dan tindakan yang menguntungkan dalam manajemen dan
membantu kepada sifatnya yang dinamis dan memberi tantangan.

c. Sumber Daya Manusia


Peranan sumber daya manusia di dalam perkembangan teknologi industri
tampak berperan sekali. Walaupun teknologi secanggih apa pun tidak dapat
berjalan jika tidak diproses oleh manusia. Istilah SDM mengandung konotasi
yang bersangkutan dengan kondisi manusia pada umumnya, baik dari dalam
maupun di luar organisasi. Dalam praktik, istilah SDM khususnya dalam
organisasi sering disebut dengan istilah kepegawaian (personalia), sehingga
dalam praktik manajemen SDM lebih sering disebut dengan manajemen
personalia.
Makin kompleks tantangan yang dihadapi oleh suatu organisasi , makin
rumit pula jawaban yang harus dilakukan oleh organisasi yang bersangkutan. Satu
bidang yang tampaknya relatif rumit dalam suatu organisasi adalah bidang yang
bersangkutan dengan pengelolaan sumber daya manusia dalam organisasi
tersebut. Pengelolaan SDM ini bisa dikatakan relatif lebih rumit dalam suatu
organisasi adalah bidang yang bersangkutan dengan pengelolaan sumber daya
manusia dalam organisasi tersebut. Pengelolaan SDM ini bisa dikatakan relatif
lebih rumit jika dibandingkan dengan pengelolaan sumber daya bukan manusia.
Salah satu penyebab kerumitan dalam unsur SDM adalah heterogenitasnya
sumber daya tersebut hampir dalam segala aspeknya, sehingga pembuatan
peraturan-peraturan maupun pelaksanaannya hendaknya dapat diterima secara
baik oleh pegawai secara menyeluruh dan juga diterima secara baik oleh pegawai
selaku individu.
Sasaran ingin yang dicapai oleh manajemen SDM adalah untuk
meningkatkan kontribusi dari pegawai yang ada dalam organisasi. Melalui
sejumlah kegiatan atau program yang disusun oleh manajer kepegawaian, mulai
dari penarikan pegawai sampai dengan mereka diberhentikan dari organisasi,
diharapkan pegawai-pegawai tersebut dapat menyumbangkan waktu dan
tenaganya seoptimal mungkin demi pencapaian tujuan organisasi.
Studi tentang manajemen SDM pada umumnya menguraikan apa-apa yang
dilakukan oleh bagian kepegawaian pada umumnya dari suatu organisasi. Dengan
demikian, definisi yang bisa diberikan untuk manajemen personel seolah
merupakan rangkuman dari fungsi-fungsi yang harus dilakukan oleh bagian
kepegawaian pada umumnya.

2. Epistemologi Manajemen SDM


Inti dari tulisan ini adalah bagaimana menggal teori dan pengetahuan dari
manajemen SDM itu sesungguhnya. Sebelumnya Epistemologi
mempermasalahkan kemungkinan mendasar mengenai pengetahuan (very
possibility of knowledge). Dalam perkembangannya epistemology menampakkan
jarak yang asasi antara rasionalisme dan empirisme, walaupun sebenarnya
terdapat kecenderungan beriringan. Landasan epistemology tercermin secara
operasional dalam metode ilmiah. Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara
ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuan dengan berdasarkan:
a. Kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang konsisten
dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun.
b. Menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka tersebut dan
melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud dengan menguji
kebenaran pernyataan secara faktual.
Terjadi perdebatan filosofis yang sengit di sekitar pengetahuan manusia,
yang menduduki pusat permasalahan di dalam filsafat, terutama filsafat modern.
Pengetahuan manusia adalah titik tolak kemajuan filsafat, untuk membina filsafat
yang kukuh tentang semesta (universe) dan dunia. Maka sumber-sumber
pemikiran manusia, kriteria-kriteria, dan nilai-nilainya tidak ditetapkan, tidaklah
mungkin melakukan studi apa pun, bagaimanapun bentuknya.
Salah satu perdebatan besar itu adalah diskusi yang mempersoalkan
sumbersumber dan asal-usul pengetahuan dengan meneliti, mempelajari dan
mencoba mengungkapkan prinsip-prinsip primer kekuatan struktur pikiran yang
dianugerahkan kepada manusia. Maka dengan demikian ia dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut ini: Bagaimana pengetahuan itu muncul dalam diri
manusia? Bagaimana kehidupan intelektualnya tercipta, termasuk setiap
pemikiran dan kinsep-konsep (nations) yang muncul sejak dini ? dan apa sumber
yang memberikan kepada manusia arus pemikiran dan pengetahuan ini ?
Sebelum menjawab semua pertanyaan-petanyaan di atas, maka kita harus
tahu bahwa pengetahuan (persepsi) itu terbagi, secara garis besar, menjadi dua.
Pertama, konsepsi atau pengetahuan sederhana. Kedua tashdiq (assent atau
pembenaran), yaitu pengetahuan yang mengandung suatu penilaian. Konsepsi
dapat dicontohkan dengan penangkapan kita terhadap pengertian panas, cahaya
atau suara. Tashdiq dapat dicontohkan dengan penilaian bahwa panas adalah
energi yang datang dari matahari dan bahwa matahari lebih bercahaya daripada
bulan dan bahwa atom itu dapat meledak. Jadi antar konsepsi dan tashdiq sangat
erat kaitannya, karena konsepsi merupakan penangkapan suatu objek tanpa
menilai objek itu, sedangkan tashdiq, adalah memberikan pembenaran terhadap
objek. Pengetahuan yang telah didapatkan dari aspek ontologi selanjutnya
digiring ke aspek epistemologi untuk diuji kebenarannya dalam kegiatan ilmiah.
Menurut Ritchie Calder proses kegiatan ilmiah dimulai ketika manusia
mengamati sesuatu. Dengan demikian dapat dipahami bahwa adanya kontak
manusia dengan dunia empiris menjadikannya ia berpikir tentang kenyataan-
kenyataan alam. Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri yang spesifik
mengenai apa, bagaimana dan untuk apa, yang tersusun secara rapi dalam
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Epistemologi itu sendiri selalu dikaitkan
dengan ontologi dan aksiologi ilmu. Persoalan utama yang dihadapi oleh setiap
epistemologi pengetahuan pada dasarnya adalah bagaimana cara mendapatkan
pengetahuan yang benar dengan mempertimbangkan aspek ontologi dan aksiologi
masing-masing ilmu.
Kajian epistemologi membahas tentang bagaimana proses mendapatkan
ilmu pengetahuan, hal-hal apakah yang harus diperhatikan agar mendapatkan
pengetahuan yang benar, apa yang disebut kebenaran dan apa kriterianya . Objek
telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang,
bagaimana kita mengetahuinya, bagaimana kita membedakan dengan lainnya,
jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu mengenai sesuatu
hal. Jadi yang menjadi landasan dalam tataran epistemologi ini adalah proses apa
yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana
cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan
seni, apa yang disebut dengan kebenaran ilmiah, keindahan seni dan kebaikan
moral. Dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat diandalkan tidak cukup
dengan berpikir secara rasional ataupun sebaliknya berpikir secara empirik saja
karena keduanya mempunyai keterbatasan dalam mencapai kebenaran ilmu
pengetahuan. Jadi pencapaian kebenaran menurut ilmu pengetahuan didapatkan
melalui metode ilmiah yang merupakan gabungan atau kombinasi antara
rasionalisme dengan empirisme sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi.
Banyak pendapat para pakar tentang metode ilmu pengetahuan, namun penulis
hanya memaparkan beberapa metode keilmuan yang tidak jauh beda dengan
proses yang ditempuh dalam metode ilmiah Metode ilmiah adalah suatu
rangkaian prosedur tertentu yang diikuti untuk mendapatkan jawaban tertentu dari
pernyataan yang tertentu pula. Epistemologi dari metode keilmuan akan lebih
mudah dibahas apabila mengarahkan perhatian kita kepada sebuah rumus yang
mengatur langkah-langkah proses berfikir yang diatur dalam suatu urutan
tertentu. Kerangka dasar prosedur ilmu pengetahuan dapat diuraikan dalam enam
langkah sebagai berikut:
a. Sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah
b. Pengamatan dan pengumpulan data yang relevan
c. Penyusunan atau klarifikasi data
d. Perumusan hipotesis
e. Deduksi dari hipotesis
f. Tes pengujian kebenaran (Verifikasi)21
Keenam langkah yang terdapat dalam metode keilmuan tersebut
masingmasing terdapat unsur-unsur empiris dan rasional. Menurut AM.
Saefuddin bahwa untuk menjadikan pengetahuan sebagai ilmu (teori) maka
hendaklah melalui metode ilmiah yang terdiri atas dua pendekatan: Pendekatan
deduktif dan Pendekatan induktif. Kedua pendekatan ini tidak dapat dipisahkan
dengan menggunakan salah satunya saja, sebab deduksi tanpa diperkuat induksi
dapat dimisalkan sport otak tanpa mutu kebenaran, sebaliknya induksi tanpa
deduksi menghasilkan buah pikiran yang mandul.
Proses metode keilmuan pada akhirnya berhenti sejenak ketika sampai pada
titik “pengujian kebenaran” untuk mendiskusikan benar atau tidaknya suatu ilmu.
Ada tiga ukuran kebenaran yang tampil dalam gelanggang diskusi mengenai teori
kebenaran, yaitu teori korespondensi, koherensi dan pragmatis.23 Penilaian ini
sangat menentukan untuk menerima, menolak, menambah atau merubah hipotesa,
selanjutnya diadakanlah teori ilmu pengetahuan
Jika kita meninjau manajemen secara etimologi manajemen asal mulanya
dari bahasa italia yaitu maneggiare yang artinya mengendalikan. Istilah
mengendalikan tersebut lebih berfokus pada “mengendalikan kuda”. Sedangkan
Maneggiare juga merupakan bahasa Latin Manus yang memiliki arti “tangan”.
Kata tersebut juga mendapat pengaruh dari bahasa Perancis yaitu “manege” yang
memiliki arti “kepemilikan kuda”. Akhirnya bahasa Perancis kemudian
mengadopsi kata ini dari bahasa inggris menjadi Mѐnagement, yang artinya
adalah seni, melaksanakan, dan mengatur
Manajemen mengandung tiga pengertian yaitu: pertama, manajemen
sebagai proses, kedua manajemen sebagai kolektivitas, ketiga manajemen sebagai
suatu seni (art) dan suatu ilmu. Pengertian ketiga istilah tersebut di atas diuraikan
sebagai berikut:
1. Manajemen sebagai suatu proses, berbeda-beda definisi yang
diberikan oleh para ahli. Menurut Haiman, manajemen adalah fungsi untuk
mencapai sesuatu dengan melalui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-
usaha individu untuk mencapai tujuan utama bersama. Selanjutnya menurut GR.
Terry mengatakan bahwa manajemen adalah pencapaian tujuan yang ditetapkan
terlebih dahulu dengan mempergunakan kegiatan orang lain. Dari dua definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa ada tiga pokok penting dalam defisi tersebut
yaitu, pertama adanya tujuan yang ingin dicapai, kedua tujuan yang dicapai
dengan mempergunakan kegiatan orang lain, dan ketiga kegiatan orang lain itu
harus dibimbing dan diawasi.
2. Manajemen sebagai kolektivitas, orang-orang yang melakukan
aktivitas manajemen. Jadi setiap orang yang melakukan aktivitas manajemen
dalam suatu badan tertentu disebut manajemen. Dalam arti tunggal disebut
manajer. Manajer adalah pejabat yang bertanggung jawab atas terselenggaranya
aktivitas-aktivitas manajemen agar tujuan unit pimpinannya tercapai dengan
menggunakan bantuan orang lain.
3. Manajemen sebagai suatu seni dan ilmu, manajemen sebagai seni
berfungsi untuk mencapai tujuan yang nyata mendatangkan hasil atau manfaat,
sedangkan manajemen sebagai ilmu berfungsi menerangkan fenomena-fenomena,
kejadian-kejadian, dan kedaan-keadaan.

III. Kesimpulan
1. Epistemologi diawali dengan langkah-langkah : perumusan masalah, penyusunan
kerangka pikiran, perumusan hipotesis, dan penarikan kesimpulan.
2. Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia
merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara
memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan.
3. Epistemologi Manajemen Sumber Daya Manusia adalah bagaimana menggali
sedalam-dalam pengetahuan tentang apakah hakikat sesungguhnya dari ilmu
pengetahuan manajemen sumber daya manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Kanto, Muklis, dan Patta Rapanna, Filsafat Manajemen, Celebes Media Perkasa, 12 Sep
2017. hal.13
Memahami Aspek Pengelolaan SDM dalam Organisasi Dra. Justine T. Sirait, MBAT
Grasindo hal 16
Mahmud, Moh. Natsir. Epistemologi dan Studi Islam Kontemporer, Cet.I; Makassar: 2000.
Saefuddin et.al, Desekularisasi Pemikiran: landasan Islamisasi, Cet. IV; Bandung: Mizan,
1998.
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Cet. X; Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1990), h. 33.
http://geniusschool1409.blogspot.com/2015/03/filsafat-manajemen-sumber-daya-
manusia_2.html
https://msdmandtraining.wordpress.com/2017/02/22/landasan-ontologi-epistemologi-dan-
aksiologi-dalam-filsafat-ilmu/
http://yunie160691.blogspot.com/2010/06/landasan-ontologi-epistemologi-dan.html
https://ariantokutabatu.blogspot.com/2014/04/pengertian-manajemen-dan-filsafat.html

You might also like