You are on page 1of 35

MAKALAH SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN M DENGAN DIAGNOSIS MEDIS


DIABETES MELLITUS TIPE 2 DAN ULKUS DIABETIKUM DI RUANG
PANDAN WANGI RSUD DR SOETOMO SURABAYA

Oleh
Kelompok 18
1. Amalia Fardiana, S.Kep 131813143010
2. Ahmad Putro Pramono, S.Kep 131813143014
3. Aisyah Kartika Sukmawati, S.Kep 131813143045
4. Alfiani Triningsih, S.Kep 131813143051
5. Ainun Sa’ananiyah, S.Kep 131813143062
6. Thali’ah Jihan Nabilah, S.Kep 131813143074

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2018
2

DAFTAR ISI

Halaman Judul .........................................................................................................1


Lembar Pengesahan ............................................... Error! Bookmark not defined.
Daftar Isi.................................................................................................................. 2
BAB 1 Pendahuluan ............................................... Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang ........................................ Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah ................................... Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan ...................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB 2 Tinjauan Teori ............................................ Error! Bookmark not defined.
2.1 Pengertian Ulkus Diabetikum ................. Error! Bookmark not defined.
2.2 Klaklasifikasi Ulkus Diabetikum ............ Error! Bookmark not defined.
2.3 Etiologi .................................................... Error! Bookmark not defined.
2.4 Patofisiologi............................................. Error! Bookmark not defined.
2.5 WOC ........................................................ Error! Bookmark not defined.
2.6 Manifestasi Klinis.................................... Error! Bookmark not defined.
2.7 Penatalaksanaan ....................................... Error! Bookmark not defined.
2.8 Pemeiksaan Penunjang ............................ Error! Bookmark not defined.
BAB 3 Asuhan Keperawatan Umum .................... Error! Bookmark not defined.
BAB 4 Asuhan Keperawatan Kasus...................... Error! Bookmark not defined.
4.1 Resume .................................................... Error! Bookmark not defined.
4.2 Form Asuhan Keperawatan Kasus .......... Error! Bookmark not defined.
BAB 5 Pembahasan ............................................... Error! Bookmark not defined.
5.1 Pengkajian ............................................... Error! Bookmark not defined.
5.2 Diagnosa, Inetrvensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan..... Error!
Bookmark not defined.
BAB 6 Penutup...................................................... Error! Bookmark not defined.
Daftar Pustaka ........................................................ Error! Bookmark not defined.
3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus (DM) adalah sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) akibat kerusakan
pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Smeltzer & Bare, 2016). Robbins
(2007), mengatakan diabetes mellitus adalah gangguan kronis metabolism
kabohidrat, lemak, dan protein. Infusiensi relative atau absolut dalam respons
sekretorik insulin, yang diterjemahkan menjadi gangguan pemakaian
kabohidrat (glukosa), merupakan gambaran khas pada diabetes mellitus,
demikian juga hiperglikemia yang terjadi.

Berdasarkan standard of medical care in diabetes, klasifikasi diabetes


mellitus antara lain diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2, diabetes
mellitusspesifik tipe lain dan diabetes gestasional (ADA, 2016). Diantara tipe
diabetes yang memiliki jumlah terbesaradalah DM tipe 2 dengan presentase 90% -
95% dari keseluruhan penderita diabetes (IDF, 2012).
World Health Organization (WHO) 2016, diperkirakan 422 juta orang yang
hidup dengan diabetes mellitus pada tahun 2014. Prevalensi diabetes mellitusdi
dunia diperkirakan sekitar 6,4% pada tahun 2010 dan diprediksi meningkat menjadi
7,7% pada tahun 2030. Sebagian besar peningkatan prevalensi diabetes
mellitus tersebut terjadi di Negara berkembang, sedangkan International
Diabetes Federation (IDF) dalam InfoDATIN (2014), mengatakan terdapat
382 juta orang yang hidup dengan diabetes di dunia pada tahun 2013.
Diperkirakan dari 382 juta orang tersebut, 175 juta orang diantaranya
belum terdiagnosis. International Diabetes Federation (IDF) dalam Puji
(2015),memprediksikanadanya kenaikan jumlah penyandang diabetes mellitus di
Indonesia dari 9,1 juta orang pada tahun 2014 menjadi 14 juta orang pada tahun
2035. Prevalensi diabetes mellitus di Indonesia berdasarkan jawaban yang
pernah didiagnosis dokter sebesar 1,5% pada tahun 2013. Diabetes mellitus
berdasarkan diagnosis berdasarkan dengan gejala terjadi peningkatan yaitu 1,1%
pada tahun 2007 menjadi 2,1% pada tahun 2013. Sumetera Barat dengan
4

prevalensi terdiagnosis oleh tenaga kesehatan sebesar 1,3% dan terdiagnosis


dengan gejala sebesar 1,8% (RISKESDAS, 2013).
Cryer dalam Yulia dkk (2016), komplikasi yang dapat ditimbulkan diabetes
mellitus berupa komplikasi akut dan kronis. Komplikasi akut yang dapat
terjadi antara lain: hipoglikemi, ketoasidosis diabetik dan hyperosmolar non
ketotik.Sedangkan komplikasi kronik terjadi gangguan berupa: mikroangiopati
(retinopati, nefropati) dan makroangiopati (jantung koroner, luka kaki
diabetik, stroke) ataupun terjadi pada keduanya (neuropati, rentan infeksi,
amputasi).
Berdasarkan praktik lapangan di Ruang Interna Wanita atau ruang Pandan
Wangi periode tanggal 8-12 Oktober 2018 ditemukan terdapat 10 dari 30 pasien
yang menderita diabetes mellitus tipe 2, dengan 5 diantaranya mengalami
komplikasi ulkus diabetikum. Maka dari itu penulis tertarik tentang Asuhan
Keperawatan pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 dengan ulkus diabetikum.

1.2 Tujuan Penulisan


Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
diabetes mellitus tipe 2 di Ruang Pandan Wangi RSUD Dr. Soetomo Surabaya

1.3 Manfaat Penulisan


Penulisan ini diharapkan mampu meningkakan perkembangan ilmu tentang
diabetes mellitus tipe 2 dengan ulkus diabetikum dan khususnya pada ilmu
keperawatan. Sehingga dapat diaplikasikan dan sebagai bahan evaluasi proses
keperawatan bagi seorang perawat.
5

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Ulkus Diabetikum

Ulkus Diabetikum merupakan komplikasi kronik dari Diabetes mellitus


sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes.
Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus
Diabetikum melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh
darah (Zaidah, 2005).

Ulkus Diabetikum merupakan luka terbuka pada permukaan kulit akibat


adanya penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan neuropati perifer akibat
kadar gula darah yang tinggi sehingga klien sering tidak merasakan adanya luka,
luka terbuka dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob
maupun anaerob (Waspadji, 2009).

2.2 Klasifikasi Ulkus Diabetikum

Terdapat beberapa klasifikasi luka yang sering dipakai untuk


mengklasifikasikan luka diabetes, tetapi tedapat dua sistem klasifikasi yang paling
sering digunakan dan dianggap paling cocok serta mudah digunakan yaitu
klasifikasi menurut Wagner-Meggitt dan University of Texas.

Tabel 2.1 Klasifikasi Ulkus Diabetikum Wagner-Meggitt

Grade Deskripsi
0 Tidak terdapat luka, gejala hanya seperti nyeri
1 Ulkus dangkal atau superficial
2 Ulkus dalam mencapai tendon
3 Ulkus dengan kedalaman mencapai tulang
4 Terdapat gangrene pada kaki bagian depan
5 Terdapat gangren pada seluruh kaki
6

Klasifikasi diatas telah dikembangkan pada tahun 1970-an, dan telah


menjadi sistem penilaian yang paling banyak diterima secara universal dan
digunakan untuk Ulkus Diabetikum (James, 2008; Mark & Warren, 2007).

Tabel 2.2 Klasifikasi Ulkus Diabetikum menurut University of Texas

Grade 0 Grade 1 Grade 2 Grade 3


Stage A Pre/post Luka superfisial, Luka Luka
ulserasi, tidak melibatkan menembus ke menembus ke
dengan tendon dan tulang tendon atau tulang atau
jaringan kapsul tulang sendi
epitel yang
lengkap
Stage B Infeksi Infeksi Infeksi Infeksi
Stage C Iskemia Iskemia Iskemia Iskemia
Stage D Infeksi dan Infeksi dan Infeksi dan Infeksi dan
Iskemia iskemia iskemia iskemia

Klasifikasi University of Texas merupakan kemajuan dalam pengkajian kaki


diabetes. Sistem ini menggunakan empat nilai, masing-masing yang dimodifikasi
oleh adanya infeksi (Stage B), iskemia (Stage C), atau keduanya (Stage D). Sistem
ini telah divalidasi dan digunakan pada umumnya untuk mengetahui tahapan luka
dan memprediksi hasil dari luka yang bisa cepat sembuh atau luka yang
berkembang kearah amputasi (James, 2008).

2.3 Etiologi Ulkus Diabetikum

Ulkus Diabetikum terjadi sebagai akibat dari berbagai faktor, seperti:

1. Kadar glukosa darah yang tinggi dan tidak terkontrol

2. Perubahan mekanis dalam kelainan formasi tulang kaki

3. Tekanan pada area kaki

4. Neuropati perifer

5. Penyakit arteri perifer aterosklerotik


7

Semuanya terjadi dengan frekuensi dan intensitas yang tinggi pada


penderita diabetes. Gangguan neuropati dan vaskular merupakan faktor utama yang
berkonstribusi terhadap kejadian luka, luka yang terjadi pada pasien diabetes
berkaitan dengan adanya pengaruh saraf yang terdapat pada kaki yang dikenal
dengan nuropati perifer, selain itu pada pasien diabetes juga mengalami gangguan
sirkulasi, gangguan sirkulasi ini berhubungan dengan peripheral vascular diseases.
Efek dari sirkulasi inilah yang mengakibatkan kerusakan pada saraf-saraf kaki.
(Chuan, et al., 2015; Rowe, 2015; Syabariyah, 2015).

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya Ulkus Diabetikum dibagi


menjadi faktor endogen dan ekstrogen.

1. Faktor endogen

a. Genetik, metabolik

b. Angiopati diabetik

c. Neuropati diabetik

2. Faktor ekstrogen

a. Trauma

b. Infeksi

c. Obat

Faktor utama yang berperan pada timbulnya Ulkus Diabetikum adalah


angipati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang
atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa
terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki. Gangguan motorik juga
akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki, sehingga merubah titik tumpu
yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada
pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada
tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan
menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika
sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh. Infeksi merupakan
8

komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah


atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap
penyembuhan Ulkus Diabetikum (Askandar 2001).

2.4 Patofisiologi Ulkus Diabetikum

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada


pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)
disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati
sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan
terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas
yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus.
Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.

Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase


yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi
menyebar ke jaringan sekitarnya (Anonim, 2009).
9

2.5 WOC

cemas Kerusakan integritas kulit


ansietas
10

2.6 Manifestasi Klinis Ulkus Diabetikum

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas


walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati
menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli
memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

a. Pain (nyeri)

b. Paleness (kepucatan)

c. Paresthesia (kesemutan)

d. Pulselessness (denyut nadi hilang)

e. Paralysis (lumpuh)

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine:

a. Stadium I: asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)

b. Stadium II: terjadi klaudikasio intermiten

c. Stadium III: timbul nyeri saat istirahat

d. Stadium IV: terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)

(Smeltzer dan Bare, 2001)

2.7 Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum

1. Penatalaksanaan Medis

Menurut Soegondo (2006), penatalaksanaan medis pada pasien dengan


Diabetes mellitus meliputi:

a. Obat hiperglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan:

1) Pemicu sekresi insulin


11

2) Penambah sensitivitas terhadap insulin

3) Penghambat glukoneogenesis

4) Penghambat glukosidase alfa

b. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan :

1) Penurunan berat badan yang cepat

2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis

3) Ketoasidosis diabetik

4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

c. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa
darah.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain
dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan
ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan
larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa
steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh
terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), tujuan utama penatalaksanaan terapi


pada Diabetes mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa
darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari
terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus
Diabetik:
12

a. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan


semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar
glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.

b. Latihan

Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan


menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa
oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.

c. Pemantauan

Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri


diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.

3. Terapi (jika diperlukan)

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.

4. Pendidikan

Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari


keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan
mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.

5. Kontrol nutrisi dan metabolik

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam


penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh
dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan
pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan
selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein
20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat
mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan
pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula
darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan
13

melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan
sebagai perawatan pasien secara total.

6. Stres Mekanik

Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi


weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang
tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit
dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari.
Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri,
sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri
masuk pada tempat luka.

7. Tindakan Bedah

Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan


pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:

a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada

b. Derajat I – V : pengelolaan medik dan bedah minor

2.8 Pemeriksaan Diagnostik Ulkus Diabetikum

Menurut Arora (2007), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu:

1. Postprandial

Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl
mengindikasikan diabetes.

2. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar


gula darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1%
menunjukkan diabetes.

3. Tes toleransi glukosa oral

Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula,


dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam
setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
14

4. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum,
sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada
mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar
glukosa yang dapat dilakukan dirumah.

5. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan


dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan
warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++
)

6. Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
15

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM

A. PENGKAJIAN

Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus

dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan,

keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola

kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :

1. Aktivitas dan istirahat :

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,

tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma

2. Sirkulasi

Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas

bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.

3. Eliminasi

Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.

4. Nutrisi

Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.

5. Neurosensori

Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,

letargi, koma dan bingung.

6. Nyeri

Pembengkakan perut, meringis.


16

7. Respirasi

Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.

8. Keamanan

Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.

9. Seksualitas

Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi

impoten pada pria.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan Diabetes Millitus secara teori mnurut (Judith M. Wilkinson


2012).

1) Nyeri Akut berhubungan dengan iskemik jaringan.

2) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.

3) Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.

4) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran


darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.

5) Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tingginya kadar


gula darah.

C. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri :

iskemik jaringa keperawatan,tingkat 1. Lakukan pegkajian nyeri

kenyamanan klien secara komprehensif

termasuk lokasi,
17

meningkat, dan dibuktikan karakteristik, durasi,

dengan level nyeri: frekuensi, kualitas dan

klien dapat melaporkan ontro presipitasi.

nyeri pada petugas,2. Observasi reaksi

frekuensi nyeri, ekspresi nonverbal dari

wajah, dan menyatakan ketidaknyamanan.

kenyamanan fisik dan3. Gunakan teknik

psikologis, TD 120/80 komunikasi terapeutik

mmHg, N: 60-100 x/mnt, untuk mengetahui

RR: 16-20x/mnt pengalaman nyeri klien

Control nyeri dibuktikan sebelumnya.

dengan klien melaporkan4. Kontrol ontro

gejala nyeri dan control lingkungan yang

nyeri. mempengaruhi nyeri

seperti suhu ruangan,

pencahayaan,

kebisingan.

5. Kurangi ontro presipitasi

nyeri.

6. Pilih dan lakukan

penanganan nyeri

(farmakologis/non

farmakologis)..

7. Ajarkan teknik non

farmakologis (relaksasi,
18

distraksi dll) untuk

mengetasi nyeri..

8. Berikan analgetik untuk

mengurangi nyeri.

9. Evaluasi tindakan

pengurang nyeri/kontrol

nyeri.

10. Kolaborasi dengan

dokter bila ada komplain

tentang pemberian

analgetik tidak berhasil.

11. Monitor penerimaan

klien tentang manajemen

nyeri.

Administrasi analgetik

:.

1. Cek program pemberian

analogetik; jenis, dosis,

dan frekuensi.

2. Cek riwayat alergi..

3. Tentukan analgetik

pilihan, rute pemberian

dan dosis optimal.


19

4. Monitor TTV sebelum

dan sesudah pemberian

analgetik.

5. Berikan analgetik tepat

waktu terutama saat

nyeri muncul.

6. Evaluasi efektifitas

analgetik, tanda dan

gejala efek samping.

2 Kerusakan Setelah dilakukan asuhan Wound care

integritas keperawatan, Wound 1. Catat karakteristik

jaringan bd healing meningkat luka:tentukan ukuran

adanya gangren dengan criteria: dan kedalaman luka, dan

pada ekstremitas Luka mengecil dalam klasifikasi pengaruh

ukuran dan peningkatan ulcers

granulasi jaringan 2. Catat karakteristik cairan

secret yang keluar

3. Bersihkan dengan cairan

anti bakteri

4. Bilas dengan cairan

NaCl 0,9%

5. Lakukan nekrotomi K/P

6. Lakukan tampon yang

sesuai
20

7. Dressing dengan kasa

steril sesuai kebutuhan

8. Lakukan pembalutan

9. Pertahankan tehnik

dressing steril ketika

melakukan perawatan

luka

10. Amati setiap perubahan

pada balutan

11. Bandingkan dan catat

setiap adanya perubahan

pada luka

12. Berikan posisi terhindar

dari tekanan

3 Kerusakan Setelah dilakukan Asuhan Terapi Exercise :

mobilitas fisik bd keperawatan, dapat Pergerakan sendi

rasa nyeri pada teridentifikasi Mobility


1. Pastikan keterbatasan

luka level gerak sendi yang dialami

Joint movement: aktif. 2. Kolaborasi dengan

Self care:ADLs fisioterapi

Dengan criteria hasil: 3. Pastikan motivasi klien

1. Aktivitas fisik untuk mempertahankan

meningkat pergerakan sendi

2. ROM normal
21

3. Melaporkan perasaan
4. Pastikan klien untuk

peningkatan kekuatan mempertahankan

kemampuan dalam pergerakan sendi

bergerak 5. Pastikan klien bebas dari

4. Klien bisa melakukan nyeri sebelum diberikan

aktivitas latihan

5. Kebersihan diri klien


6. Anjurkan ROM Exercise

terpenuhi walaupun aktif: jadual; keteraturan,

dibantu oleh perawat atau Latih ROM pasif.

keluarga Exercise promotion

1. Bantu identifikasi

program latihan yang

sesuai

2. Diskusikan dan

instruksikan pada klien

mengenai latihan yang

tepat

Exercise terapi

ambulasi

1. Anjurkan dan Bantu

klien duduk di tempat

tidur sesuai toleransi

2. Atur posisi setiap 2 jam

atau sesuai toleransi


22

3. Fasilitasi penggunaan

alat Bantu

Self care assistance:

Bathing/hygiene,

dressing, feeding and

toileting.

1. Dorong keluarga untuk

berpartisipasi untuk

kegiatan mandi dan

kebersihan diri,

berpakaian, makan dan

toileting klien

2. Berikan bantuan

kebutuhan sehari – hari

sampai klien dapat

merawat secara mandiri

3. Monitor kebersihan

kuku, kulit, berpakaian ,

dietnya dan pola

eliminasinya.

4. Monitor kemampuan

perawatan diri klien

dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari
23

5. Dorong klien melakukan

aktivitas normal

keseharian sesuai

kemampuan

6. Promosi aktivitas sesuai

usia

Tujuan : mempertahankan Rencana tindakan :


4 Gangguan perfusi sirkulasi perifer tetap
a) Ajarkan pasien
normal.
jaringan untuk melakukan
Kriteria Hasil : mobilisasi
berhubungan
a) Denyut nadi perifer b) Ajarkan tentang
dengan teraba kuat dan reguler faktor-faktor yang dapat
meningkatkan aliran
b) Warna kulit sekitar
melemahnya / darah : Tinggikan kaki
luka tidak pucat/sianosis.
sedikit lebih rendah dari
menurunnya c) Kulit sekitar luka jantung ( posisi elevasi
teraba hangat. pada waktu istirahat),
aliran darah ke
hindari penyilangkan
d) Oedema tidak terjadi kaki, hindari balutan
daerah gangren dan luka tidak bertambah ketat, hindari
parah. penggunaan bantal, di
akibat adanya
e) Sensorik dan motorik belakang lutut dan
obstruksi membaik sebagainya.

pembuluh darah. c) Ajarkan tentang


modifikasi faktor-faktor
resiko berupa : Hindari
diet tinggi kolestrol,
teknik relaksasi,
menghentikan kebiasaan
merokok, dan
penggunaan obat
vasokontriksi.

d) Kerja sama dengan

tim kesehatan lain dalam


24

pemberian vasodilator,

pemeriksaan gula darah

secara rutin dan terapi

oksigen ( HBO ).
Setelah dilakukan asuhan NIC Label >> Infection
5 Potensial
keperawatan protection
terjadinya selama…x…jam, Pantau tanda dan

penyebaran diharapkan komplikasi gejala infeksi


infeksi akibat pneumonia sistemik dan lokal.
infeksi (sepsis)
tidak terjadi, dengan Rasional: membantu
berhubungan kriteria hasil: dalam memberikan
dengan tingginya NOC Label >> Infection intervensi secara
severity cepat dan tepat jika
kadar gula darah.
Sputum purulen tidak ada infeksi terjadi.
Suhu tubuh pasien dalam Pantau hasil
batas normal (36,5-37,50C laboratorium
terutama WBC.
WBC dalam batas normal
Rasional: dapat
3
4-11 x 10 /uL sebagai indikator
ada tidaknya infeksi
dan menentukan
sensitivitas pada
obat tertentu.
Pertahankan teknik
aseptik selama
perawatan.
Rasional: teknik
aseptik selama
perawatan dapat
meminimalkan
25

komplikasi dari
infeksi.
Batasi jumlah
pengunjung yang
masuk ke ruang
perawatan pasien
dan jauhi area
perawatan pasien
dari tanaman
maupun bunga
segar.
Rasional:
pembatasan jumlah
pengunjung perlu
dilakukan agar
pasien dapat
beristirahat.
Tanaman dan bunga
segar dapat
membawa bakteri
maupun virus
sehingga perlu
dijauhkan dari
pasien yang sangat
rentan terhadap
infeksi.
Kolaborasi
pemberian
antibiotik sesuai
dengan sensitivitas
bakteri.
26

Rasional: Antibiotik

dapat membantu

membunuh

mikroorganisme

penyebab infeksi.
27

BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

4.1 Resume Kasus


Ny. Dj umur 71 tahun, seorang ibu rumah tangga, beralamat di Sidorejo
datang ke RSUD Dr.Soetomo pada tanggal 05 Oktober 2018 dengan keluhan nyeri
tak tertahankan ditambah dengan demam tinggi sejak 3 hari yang lalu. Pasien
merupakan pasien rujukan dari RSI Jemursari. Di IGD RSI Jemursari dilakukan
perawatan luka kaki kanan, kemudian di rujuk ke RSDS dengan alasan fasilitas
tidak memadai untuk perencanaan amputasi kaki. Saat dilakukan anamnesa pada
tanggal 09 Oktober 2018 ditemukan data bahwa nyeri yang dirasakan belum
berkurang sejak pertama kali MRS, pasien keadaan tidak mampu berjalan lagi
dikarenakan sudah sama sekali tidak dapat menggerakkan kaki kanannya, dan susah
tidur dikarenakan nyerinya. Dari hasil anamnesa riwayat dahulu terkait terjadinya
luka, klien sering mengalami kesemutan, kram, rasa tebal pada kaki dan apabila
klien mengalami trauma kadang-kadang tidak terasa, setelah terjadinya luka,
beberapa hari setelahnya luka menjadi merah, menghitam dan berbau tidak sedap.

Setelah dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan, TD: 110/70 mmHg, nadi:


83x/menit, T: 37,60C, CRT < 2detik, akral: hangat, kering, merah, RR: 18x/menit,
pasien sesak, terpasang O2 nasal canul 3 lpm, tidak terdapat otot bantu napas dan
cuping hidung. Pemeriksaan fisik lainnya memberikan hasil bahwa turgor kulitnya
baik, mukosa bibir lembab, tidak ada gangguan penglihatan ataupun pendengaran,
tidak ada gangguan pencernaan maupun perkemihan, kebersihan pasien mulai dari
rambut hinggal genitalia baik, dan tidak ada gangguan psikososial. Saat dilakukan
pemeriksaan pada ekstremitas atas dan bawah didapatkan hasil terdapat penurunan
otot pada ekstremitas kanan bawah, dikarenakan telah terjadi kekakuan lutut. Dari
hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 08 Oktober 2018 didapatkan GDA
262 mg/dl, Albumin 2,8 g/gl, Natrium 133 mmol/l, PCO2 24 mmHg, TCO2 15,9
mmol/l, HCO3 15,2 mmol/l.

4.2 Form Asuhan Keperawatan Kasus


28

BAB 5
PEMBAHASAN
5.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dimulai dari identitas pada klien yang bernama Ny. Dj
perempuan berusia 71 tahun yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, pendidikan
tamat SD, suku Jawa dan beralamatkan di Sidoarjo. Dilihat dari usia dan pendidikan
klien, merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya kondisi ulkus diabetikum.
Usia klien yang tergolong lansia berpengaruh terhadap penyembuhan luka, dan
pendidikan klien yang merujuk pada tingkat wawasan atau tingkat daya tangkap
terhadap informasi.
Berdasarkan data yang diperoleh pada klien didapatkan keluhan utamanya
adalah nyeri. Menurut Smeltzer tahun 2002 menyatakan bahwa proses angiopati
menyebabkan sumbatan pembuluh darah dan memberikan gejala klinis 5P yaitu
pain (nyeri), paleness (kepucatan), paresthesia (kesemutan), pulselessness (denyut
nadi hilang) dan paralysis (lumpuh). Terdapat kesesuaian antara manifestasi teori
dengan keluhan utama yang dirasakan oleh klien, sehingga tidak ditemukan
kesenjangan.
Pasien terdiagnosa DM tipe 2 + Hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, pertama
kali MRS di RS DKT. Semenjak itu pasien rutin mengkonsumsi amlodipin sehari
sekali (obat didapat secara mandiri di apotek) tanpa pernah menjalani kontrol rutin.
Sejak pertengahan tahun 2017, mulai muncul luka dikaki sebelah kanan, dan
semakin meluas. Tanggal 22-25 September 2018 pasien dirawat di RS DKT dengan
keluhan nyeri hebat pada daerah kaki kanan ujung hingga lutut. Tanggal 4 Oktober
keluahan nyeri tak tertahankan kembali muncul ditambah dengan demam tinggi
sejak 3 hari yang lalu, dan pasien dibawa ke IGD RSI Jemursari. Di IGD RSI
Jemursari dilakukan perawatan luka kaki kanan, kemudian di rujuk ke RSDS
dengan alasan fasilitas tidak memadai untuk perencanaan amputasi kaki. Di IGD
RSDS, pasien masuk jam 06.30, dilakukan pemeriksaan luka dan dilakukan
pembebatan. Pasien terdiagnosa DM Tipe B + Ulkus pedis Wagner IV + Anemi.
Saat pengkajian ditemukan data bahwa klien juga sesak napas, terpasang oksigen
nasal canul 3 lpm, nyeri yang dirasakan belum berkurang sejak pertama kali MRS,
telah terjadi kekakuan lutut, pasien keadaan tidak mampu berjalan lagi dikarenakan
29

sudah sama sekali tidak dapat menggerakkan kaki kanannya, dan susah tidur
dikarenakan nyerinya. Riwayat dahulu terkait terjadinya luka, klien sering
mengalami kesemutan, kram, rasa tebal pada kaki dan apabila klien mengalami
trauma kadang-kadang tidak terasa, setelah terjadinya luka, beberapa hari
setelahnya luka menjadi merah, menghitam dan berbau tidak sedap, ini sesuai
dengan etiologi dari ulkus diabetikum, yaitu neuropati diabetik dan angiopati
diabetik.

5.2 Diagnosa, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


5.2.1 Gangguan Integritas Jaringan
Definisi: diagnose keperawatan gangguan integritas jaringan menurut SDKI
tahun 2016 didefinisikan merupakan kerusakan jaringan yang tidak hanya
terbatas pada dermis dan epidermis tetapi juga sampai pada mukosa, otot,
tendon, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen.
Etiologi: penyebab dari gangguan integritas jaringan adalah perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi, kekurangan/kelebihan volume cairan,
penurunan mobilitas, bahan kimia iritatif, suhu lingkungan yang ekstrim,
faktor mekanis (penekanan pada tonjolan tulang, gesekan), faktor elektris
(elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi), kelembaban, proses
penuaan, neuropati perifer, perubahan pigmentasi, perubahan hormonal dan
kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi
integritas jaringan.
Masalah Keperawatan Kasus: berdasarkan pengkajian, masalah gangguan
integritas jaringan muncul dikarenakan terdapat ulkus di kaki sebelah kanan
yang dibebat. Hal ini didukung dengan DS klien mengatakan tidak mampu
lagi menggerakkan kaki kanan dan mengalami kekakuan sendi, dengan DO:
terdapat ulkus, dengan warna kehitaman mulai dari ujung kaki hingga mata
kaki, dan terdapat ekspresi menahan nyeri pada wajah klien.
Intervensi yang sudah diimplementasikan pada Ny. Dj yaitu 1)
Menganjurkan agar pasien menggunakan sarung pasien dari ruangan saja agar
longgar (tidak ketat) dan tidak mengganggu sirkulasi menuju luka, 2)
Memotivasi pasien cukup nutrisi untuk membantu penyembuhan luka, 3)
30

Menjaga dan merawat area yang sehat agar tetap bersih dan kering serta
menjaga kebersihan lingkungan klien, 4) Melakukan ROM pasif sebisanya
pada laki kanan 5) Monitoring TTV dan 6) mengusahan agar tidak terjadi
penekanan berlebih pada luka seperti menghindarkan keruta pada tempat tidur
dan mengedukasi keluarga agar tidak sering melakukan penekanan pada area
luka dengan media apapun, serta 7) Kolaborasi perawatan luka bedah TKV.
Setelah dilakukan implementasi, dievaluasi dengan hasil masalah belum
teratasi dan intervensi dilanjutkan.

5.2.2 Nyeri Akut


Definisi: diagnose keperawatan nyeri akut menurut SDKI tahun 2016
didefinisikan sebagai pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.
Etiologi: penyebab dari nyeri adalah inflamasi, iskemia, neoplasma, terbakar,
bahan kimia, abses, amputasi, prosedur operasi, trauma, dll.
Masalah Keperawatan Kasus: masalah nyeri akut pada klien, disebabkan
karena adanya ulkus pada kaki kanan akibat diabetes militus tipe 2 yang
menyebabkan terjadinya gangguan integritas jaringan, sehingga terjadi
perangsangan saraf pusat untuk merespon nyeri, sehingga timbul masalah
nyeri akut. Hal ini didukung dengan hasil pengkajian klien menyatakan nyeri
dengan skala 6. P: akibat adanya ulkus, Q: seperti tertusuk-tusuk, R: kaki
kanan ujung hingga lutut , S: 6 dan T: hilang timbul (lebih sering timbulnya).
DO: pasien terlihat bersikap protektif, dan wajah meringis kesakitan, terutama
saat coba digerakkan,.
Intervensi yang sudah diimplementasikan pada Ny. Dj adalah 1)
Mengajarkan pasien teknik kontrol nyeri nonfarmakologis (masaage ringan
atau aroma terapi), 2) memberikan lingkungan yang nyaman bagi pasien
(memberihkan tempat tidur dan lingkungan sekitar pasien), 3) Kolaborasi
pemberian obat santagesik, 4) Evaluasi respon nyeri, istirahat/tidur pasien
secara berkala dan 5) memonitoring TTV. Setelah dilakukan tindakan
31

keperawatan klien dievaluasi dan menunjukkan nyeri tetap, sehingga


intervensi dilanjutkan.

5.2.3 Gangguan Mobilitas Fisik


Definisi: diagnose keperawatan gangguan mobilitas fisik menurut SDKI
tahun 2016 didefinisikan sebagai keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu
atau lebih ekstremitas secara mandiri.
Etiologi: penyebab dari gangguan mobilitas fisik adalah kerusakan integritas
struktur tulang, perubahan metabolisme, ketidakbugaran fisik, penurunan
kendali otot, keterlambatan perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur,
malnutrisi, gangguan muskuloskeletal, gangguan meuromuskuler, indeks
masa tibuh diatas persentil ke-75 sesuai usia, efek agen farmakologis,
program pembatasan gerak, nyeri, kurang terpapar informasi tentang aktivitas
fisik, kecemasan, gangguan kognitif, keengganan melakukan pergerakan dan
gangguan persepsi sensori.
Masalah Keperawatan Kasus: gangguan mobilitas fisik pada klien
disebabkan karena kondisi dari kondisi kaki kanan klien yang sudah tidak
mampu untuk digerakkan dan merasa nyeri saat mencoba untuk digerakkan.
Hal ini didukung dengan hasil pengkajian dengan data subjektif klien
mengeluhkan sulit menggerakkan ekstremitas kanan bawah, keluarga
mengatakan pasien sangat jarang dan enggan menggerakkan kaki kanannya..
DO selama pengkajian terdapat ROM menurun (terutama ekstremitas kanan
bawah), kekuatan otot menurun (5-5-1-5), fisik lemes, gerakan terbatas.
Intervensi yang sudah diimplementasikan pada Ny. Dj adalah 1)
Memotivasi klien cukup isitirahat/tidur dan menjelaskan pentingnya
istirahat/dur yang adekuat, 2) Membantu pasien dalam pemenuhan ADL
(seperti mandi, mengganti pakaian, eliminasi uri). Setelah dilakukan tindakan
keperawatan klien dievaluasi dan menunjukkan masih belum ada peningkatan
dalam aktivitas fisik, sehingga intervensi dilanjutkan.
32

5.2.4 Gangguan Pola Tidur


Definisi: diagnose keperawatan gangguan pola tidur menurut SDKI tahun
2016 didefinisikan sebagai gangguan kualitas waktu tidur akibat faktor
eksternal dari lingkungan.
Etiologi: penyebab dari gangguan pola tidur adalah faktor lingkungan bisa
suhu, kelembaban, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, kurang privasi,
dan kondisi sakit.
Masalah Keperawatan Kasus: gangguan pola tidur pada klien disebabkan
karena kondisi dari lingkungan dan diri sendiri, klien mengeluhkan merasa
terlalu bising sehingga sulit tidur dan merasa nyeri akibat luka. Hal ini
didukung dengan hasil pengkajian dengan data subjektif klien mengeluhkan
sulit tidur, jam istirahat tidur tidak cukup dan perasaan tidak segar setelah
bangun tidur serta sering terbangun saat tidur. DO selama pengkajian terdapat
klien lemas, terlihat mengantuk, memejamkan mata saat dikaji, pusing dan
jam tidur kurang dari 8 jam perhari.
Intervensi yang sudah diimplementasikan pada Ny. Dj adalah 1)
Memotivasi klien cukup isitirahat/tidur dan menjelaskan pentingnya
istirahat/dur yang adekuat, 2) memonitor TTV, 3) memberikan lingkan yang
nyaman bagi klien (menjaga kebersihan), 4) pembatasan pengunjung, 5)
memonitor pencapaian tidur pasien secara berkala. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan klien dievaluasi dan menunjukkan sudah mengalami
peningkatan jumlah jam tidur, sehingga intervensi dilanjutkan.
33

BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan

1. Dari data kasus ditemukan keluhan utam pasien adalah nyeri pada ulkus,
kesulitan bergerak, dan gangguan tidur

2. Diagnosa keperawatan yang muncul adalah nyeri akut, kerusakann integritas


jaringan kulit, hambatan mobilitas fisik, dan gangguan tidur.

3. Rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah manajemen nyeri, manajemen


perawatan luka, manajemen ROM pasif dan aktif serta manajemen tidur.
34

DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. (2016). Standards of Medical Care in

DiabetesDiabetes Care.

Artanti P, dkk. (2015). Angka Kejadian Diabetes Melitus Tidak

Terdiagnosis padaMasyarakat Kota

Black, J.M. & Hawks, J.H. (2009). Medical surgical nursing clinical managament

forpositive outcomes (edisi 8). Singapore : Elsevier Pte Ltd.Bullechek,

Black, J.M. & Hawks, J.H. (2009). Medical surgical nursing clinical

managament forpositive outcomes (edisi 8). Singapore : Elsevier Pte

Ltd.Bullechek, Gloria M. dkk. 2016. Nursing Interventions

Classification (NIC) sixthEdition. USA : Elseiver.

Data Kementrian Kesehatan RI. (2014).

Gloria M. dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC)

sixthEdition. USA : Elseiver.

Profil KesehatanKusmiwati. (2011). Analisis faktor berkontribusi terhadap self care

diabetes pada kliendiabetes mellitus tipe 2 di rumah sakit

umum tegerang.http://download.portalgaruda.org. 2

Moorhead, Marion, dkk. 2016. Nursing Utcomes Classificatin (NOC)

fiveEdition. USA : Elseiver

Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis

(edisi4). Jakarta: Salemba Medika


35

Riset Kesehatan Dasar. (2013). Jakarta: Badan Penelitian dan

PengembanganKesehatan, Department Kesehatan Republik Indonesia

Riyadi, S dan Sukarmin. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan

GangguanEksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sidartawan, dkk. (2009) Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Terpadu(Edisi2).Jakarta:Badan Penerbit FKUI

Smeltzer & Bare. (2016). Textbook of Medical-Surgical Nursing

You might also like