You are on page 1of 43

76

BAB III

PEMBAHASAN

A. Proses Keperawatan

Setelah dilakukan studi kasus pada klien Nn. “M” dengan

Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah di Ruang Helikonia RSJD

Dr. RM. Soedjarwadi, Provinsi Jawa Tengah, dengan pendekatan proses

keperawatan selama empat hari, mulai Hari Sabtu, 1 Juli 2017 hingga

Hari Kamis, 6 Juli 2017 yang dimulai dari pengkajian, perumusan

diagnosa, perencanaan, implementasi, evaluasi dan pendokumentasian.

Pembahasan ini akan menerangkan tentang kesenjangan yaitu

perbedaan antara teori yang ada dengan masalah nyata yang ada pada

kasus dan analisa tentang setiap masalah yang ada dikasus.

1. Pengkajian

a. Pengertian Pengkajian

Pengkajian menurut Rohman (2010) adalah tahap awal

dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian merupakan

tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.

Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang

terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosa keperawatan.

Diagnosis yang diangkat akan menentukan desain perencanaan

yang ditetapkan. Selanjutnya, tindakan keperawatan dan

evaluasi mengikuti perencanaan yang dibuat. Oleh karena itu,

76
77

pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat, sehingga

seluruh kebutuhan perawatan pada klien dapat diidentifikasi.

Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data.

Pengumpulan data adalah kegiatan untuk menghimpun

informasi tentang status kesehatan klien. Status kesehatan klien

yang normal maupun yang senjang hendaknya dapat

dikumpulkan, dan hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi

pola fungsi kesehatan klien, baik yang efektif optimal maupun

yang bermasalah. Namun, karena kepentingan praktis dan

adanya kendala keterbatasan waktu pengumpulan data dan

dokumentasinya, maka di beberapa tempat kita menjumpai

kebijakan yang memfokuskan item dalam format pengumpulan

data dengan pertimbangan prioritas pengkajian atau pola fungsi

terkait yang paling berpengaruh dengan gangguan sistem yang

terjadi.

b. Macam-macam data

Adapaun macam-macam data yang dikaji sebagai

berikut:

1) Data Dasar

Data dasar adalah seluruh informasi tentang

status kesehatan klien. Data dasar ini meliputi: data

umum, data demografi, riwayat keperawatan, pola

fungsi kesehatan, dan pemeriksaan. Data dasar yang


78

menunjukkan pola fungsi kesehatan efektif/optimal

merupakan data yang dipakai dasar untuk

menegakkan diagnosis keperawatan sejahtera.

2) Data Fokus

Data fokus adalah informasi tentang status

kesehatan klien yang menyimpang dari keadaan

normal. Data fokus dapat berupa ungkapan klien

maupun hasil pemeriksaan langsung oleh perawat.

Data ini yang nantinya mendapat porsi lebih banyak

dan menjadi dasar timbulnya masalah keperawatan.

Segala penyimpangan yang berupa keluhan

hendaknya dapat divalidasi dengan data hasil

pemeriksaan. Sedangkan untuk bayi atau klien yang

tidak sadar, banyak menekankan pada data fokus yang

berupa hasil pemeriksaan.

3) Data Subjektif.

Data subjektif merupakan ungkapan keluhan

klien secara langsung dari klien maupun tak langsung

melalui orang lain yang mengetahui keadaan klien

secara langsung dan menyampaikan masalah yang

terjadi kepada perawat berdasarkan keadaan yang

terjadi pada klien. Untuk mendapatkan data ini

dilakukan anmnesis.
79

4) Data Objektif

Data yang diperoleh oleh perawat secara

langsung melalui observasi dan pemeriksaan pada

klien. Data objektif harus dapat diukur dan

diobservasi, bukan seperti pengukuran tekanan darah,

tinggi badan dan berat badan.

c. Sumber Data

Sumber data menurut Rohman (2010) adalah sebagai

berikut:

1) Sumber data primer.

Sumber data primer adalah klien. Sebagai

sumber data primer, bila klien dalam keadaan tidak

sadar, mengalami gangguan bicara atau pendengaran,

klien masih bayi, atau karena beberapa sebab klien

tidak dapat memberikan data subjektif secara langsung,

maka perawat menggunakan data objektif untuk

menegakkan diagnosis keperawatan. Namun bila

diperlukan klarifikasi data subjektif, hendaknya

perawat melakukan anamnesis pada keluarga.

2) Sumber data sekunder.

Sumber data sekunder adalah selain klien,

seperti keluarga, orang terdekat, teman, dan orang lain

yang tahu tentang status kesehatan klien. Selain itu,


80

tenaga kesehatan yang lain seperti dokter, ahli gizi, ahli

fisioterapi, laboratorium, radiologi juga termasuk

sumber data sekunder.

sumber-sumber data pengkajian menurut Haryanto

(2007) adalah sebagai berikut:

1) Klien

2) Keluarga dan orang terdekat

3) Anggota tim perawatan keehatan

4) Catatan medis

5) Catatan lainnya

6) Tinjauan literatur

7) Pengalaman perawat

Dalam kasus ini penulis mengkaji klien selama 1 hari pada

tanggal 30 Juni 2017. Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan

penulis, didapatkan data subyektif dan obyektif. Data subyektif didapat

dari hasil wawancara dengan klien. Sedangkan data obyektif

didapatkan dari pengamatan, studi dokumentasi, dan pemeriksaan

fisik. Dari data yang telah didapatkan akan dianalisis dan dibahas

sebagai berikut:

Manifestasi klinis harga diri rendah menurut Yosep (2014)

adalah mengejek dan mengkritik diri, merasa bersalah dan khawatir,

menghukum atau menolak diri sendiri, mengalami gejala fisik, misal:

tekanan darah tinggi, gangguan penggunaan zat, menunda keputusan,


81

sulit bergaul, menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas,

menarik diri dari realitas, cemas, panik, cemburu, curiga, halusinasi,

merusak diri: harga diri rendah menyokong klien untuk mengahiri

hidup, merusak/melukai orang lain, perasaan tidak mampu, pandangan

hidup yang pesimis, tidak menerima pujian, penurunan produktivitas,

penolakan terhadap kemampuan diri, kurang memerhatikan perawatan

diri, berpakaian tidak rapih, berkurang selera makan, tidak berani

menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, bicara lembut dengan

nada suara lemah.

Berikut ini penulis akan membahas mengenai data yang ada

pada teori dan ada pada kasus, data yang ada pada teori tetapi tidak ada

pada pada kasus serta data yang tidak ada pada teori tetapi ada pada

kasus

a. Data yang ada pada teori dan ada pada kasus

Menurut hasil pengkajian pada klien Nn. “M” didapatkan data

yang sesuai pada teori.


1) Mengejek dan mengkritik diri
Mengejek diri menurut Mubin (2009) yaitu perilaku

mengolok-olok diri sendiri seperti menertawakan,

menyindir dengan tujuan untuk menghina. Mengkritik diri

merupakan tindakan mengemukakan kritik dan mengecam

diri sendiri (Mubin, 2009).


Dari hasil pengkajian didapatkan data klien

mengatakan kurang percaya diri karena ada bekas luka

bakar pada dagu hingga sebagian leher dan siku kanannya.


82

Dari data tersebut dapat dibuktikan bahwa sikap klien yang

kurang percaya diri mengakibatkan harga diri rendah. Hal

ini sesuai dengan Yosep (2014) yang menyatakan bahwa

manifestasi klinis harga diri rendah salah satunya adalah

mengejek dan mengkritik diri.

2) Cemburu

Cemburu menurut Yudiani (2013) adalah merasa tidak

atau kurang senang melihat orang lain lebih beruntung dari

dirinya. Dari hasil pengkajian didapatkan data klien

mengatakan merasa cemburu karena adiknya perempuan

sudah menikah, punya anak dan tinggal di Jakarta.

Dari data tersebut dapat dibuktikan bahwa sikap klien

yang merasa kurang beruntung dibanding adiknya yang

sudah menikah mengakibatkan timbulnya harga diri rendah.

Hal ini sesuai Yosep (2014) manifestasi klinis harga diri

rendah salah satunya adalah merasa cemburu.

3) Sulit Bergaul
Sulit bergaul menurut Mubin (2009) adalah sukar

sekali atau susah dalam hidup berteman atau bersahabat

dengan orang lain maupun lingkungan. Dari hasil

pengkajian didapatkan data klien mengatkan saat dirumah,

klien tidak pernah main keluar rumah, namun klien mau

membantu ibunya jualan sayur dipasar. Selain itu, Klien

mengatakan terganggu dengan hal yang berisik, sehingga


83

klien memilih untuk menghindar, kemudian berdasarkan

observasi, klien tidak dapat memulai pembicaraan, ekspresi

wajah klien tampak malu.


Dari data tersebut dapat dibuktikan bahwa sikap

klien menunjukkan ketidakinginan dalam berinteraksi

dengan orang lain atau sulit dalam begaul. Hal ini sesuai

Yosep (2014) yang menyatakan bahwa manifestasi klinis

harga diri rendah salah satunya adalah sulit bergaul. Yosep

(2014) yang mengemukakan bahwa manifestasi klinis

isolasi sosial adalah klien menyendiri dan tidak mau

berinteraksi dengan orang yeng terdekat.


4) Penurunan produktivitas
Penurunan produktivitas menurut Yudiani (2013)

adalah berkurangnya kemampuan untuk menghasilkan

sesuatu, atau menurunnya daya produksi. Dari hasil

pengkajian didapatkan data klien mengatakan badannya

lemas dan berdasar pengamatan, klien tampak lemas saat

beraktivitas.
Dari data tersebut dapat dibuktikan bahwa kondisi

klien yang menunjukkan penurunan kemampuan dalam

menghasilkan sesuatu yang beguna mendukung timbulnya

harga diri rendah dan isolasi sosial. Hal ini sesuai Yosep

(2014) yang menyatakan bahwa manifestasi klinis harga

diri rendah dan isolasi sosial salah satunya adalah

penurunan produktivitas.
5) Tidak berani menatap lawan bicara
84

Tidak berani menatap lawan bicara menurut Efendi

(2012) adalah tidak mempunyai hati yang mantap dan rasa

percaya diri yang besar dalam memandang orang lain. Dari

hasil pengkajian didapatkan data kontak mata klien kurang.


Dari data tersebut dapat dibuktikan bahwa sikap

klien menunjukkan keengganan dalam berkomunikasi baik

dengan menjaga kontak mata dengan lawan bicara

mendukung timbulnya harga diri rendah. Hal ini sesuai

Yosep (2014) yang menyatakan bahwa manifestasi klinis

harga diri rendah salah satunya adalah tidak berani menatap

lawan bicara.
6) Bicara lembut dengan nada suara lemah
Bicara lembut dengan nada suara lemah menurut

Efendi (2012) adalah dalam berkata, bercakap, dan

berbahasa dengan suara yang pelan dan tidak tegas. Dari

hasil pengkajian didapatkan data klien berbicara dengan

tempo lambat.
Dari data tersebut dapat dibuktikan bahwa sikap

klien menunjukkan rasa malu saat berbicara, bercakap dan

berbahasa yang mendukung timbulnya harga diri rendah.

Hal ini sesuai Yosep (2014) yang menyatakan bahwa

manifestasi klinis harga diri rendah salah satunya adalah

berbicara lembut dengan nada suara lemah.

b. Data yang ada pada teori tetapi tidak ada pada pada kasus

Berikut adalah pembahasan data yang ada pada teori tetapi


85

tidak ada pada kasus klien Nn. “M”.

1) Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak

diri sendiri.
Menurut Yudiani (2013) bersalah yaitu berbuat

keliru, melakukan kekeliruan atau kesalahan, kemudian

khawatir yaitu perasaan takut atau gelisah, cemas terhadap

suatu hal yang belum diketahui dengan pasti. Menghukum

diri adalah membiarkan dirinya menderita atau susah

sebagai balasan atas pelanggaran yang telah dilakukannya.

Menolak diri yaitu sikap tidak menerima diri sendiri. Teori

di atas tidak sesuai dengan kondisi klien, hal ini dapat

dibuktikan bahwa klien masih mengungkapkan rasa

bersalah, karena klien masih memiliki aspek positif untuk

ingin pulang dan akan kembali berjualan sayur.


2) Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi,

gangguan penggunaan zat


Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi

menurut Amiruddin (2015) tekanan darah tinggi yaitu

apabila hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥140

mmHg dan diastolic ≥90 mmHg. Gangguan pengguanaan

zat menurut Anggreni, (2015) suatu penyimpangan perilaku

yang disebabkan oleh penggunaan zat adiktif yang bekerja

pada susunan saraf pusat yang mempengaruhi tingkah laku,

memori, alam perasaan, proses pikir dari seseorang.

Penggunaan zat adiktif ini akan dapat mengalami suatu


86

kondisi lanjut yaitu ketergantungan zat adiktif. Teori di atas

tidak sesuai dengan kondisi klien, hal ini dapat dibuktikan

bahwa pemeriksaan tekanan darah pada klien, didapatkan

hasil 110/70 mmHg. Menurut WHO, (1999) dalam

Amiruddin (2015) batas tekanan darah yang masih dianggap

normal adalah kurang dari 130/85 mmHg, dengan demikian

hasil pengukuran tekanan darah klien Nn.“M” dapat

dikatakan normal. Kemudian berdasarkan wawancara, klien

tidak memiliki riwayat gangguan akibat penggunaan zat.

3) Menunda keputusan
Menunda keputusan menurut Yudiani (2013)

adalah memperlambat dalam mengambil perihal yang

berkaitan dengan putusan, segala putusan yang telah

ditetapkan yang sudah dipertimbangkan dan dipikirkan.

Teori di atas tidak sesuai dengan kondisi klien, hal ini dapat

dibuktikan bahwa klien menunjukkan sikap tidak menunda

keputusan, seperti hasil wawancara yaitu klien mengatakan

ingin mengenakan jilbab dan menanyakan kepada perawat

apakah ada jilbab di Rumah Sakit.


4) Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas
Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa

puas menurut Efendi (2012) adalah menjauhkan diri dari

perihal senang, kepuasan, keenakan, kebahagiaan,

kegemaran, kesukaan, atau hobi. Teori di atas tidak sesuai

dengan kondisi klien, hal ini dapat dibuktikan bahwa klien


87

menunjukkan sikap melakukan hobi yang membuatnya

merasa senang seperti membaca dan menyanyi.


5) Menarik diri dari realitas, cemas, panik, curiga, halusinasi

Menurut Efendi (2012) menarik diri dari realitas

adalah membuat pemisahan diri dari kenyataan. Kemudian

cemas adalah tidak tenteram hati karena khawatir, takut.

Panik adalah bingung, gugup, atau takut dengan mendadak

sehingga tidak dapat berpikir dengan tenang, kemudian

curiga adalah merasa kurang percaya atau sangsi terhadap

kebenaran atau kejujuran seseorang dan merasa takut

dikhianati dan. Halusinasi menurut Direja (2011) halusinasi

adalah suatu gejala gangguan jiwa dimana pasien

mengalami perubahan sensori persepsi: merasakan sensori

berupa suara, pengelihatan, pengecapan, perabaan atau

penginduan. Teori di atas tidak sesuai dengan kondisi klien,

hal ini dapat dibuktikan bahwa klien menunjukkan sikap

melakukan panik, cemas, curiga atau mengalami halusinasi.

6) Merusak diri: harga diri rendah menyokong klien untuk

mengahiri hidup
Menghindari hidup menurut Efendi (2012) adalah

menyudahi atau menghabisi hidup dengan kata lain yaitu

bunuh diri (sebuah tindakan sengaja yang menyebabkan

kematian diri sendiri). Teori di atas tidak sesuai dengan


88

kondisi klien, hal ini dapat dibuktikan klien tidak

menunjukkan resiko untuk bunuh diri.


7) Merusak/melukai orang lain
Melukai orang lain menurut Efendi (2012) adalah

membuat luka atau menyakiti hati orang lain. Teori di atas

tidak sesuai dengan kondisi klien, hal ini dapat dibuktikan

berdasarkan wawancara, klien mengatakan merasa

terganggu dengan temannya yang berisik, sehingga klien

memilih menghindari.
8) Perasaan tidak mampu
Perasaan tidak mampu menurut Efendi (2012)

adalah ketidakmampuan dalam menghasilkan atau

melakukan suatu perbuatan. Teori di atas tidak sesuai

dengan kondisi klien, hal ini dapat dibuktikan bahwa klien

tidak menunjukkan perasaan ketidakmampuan. Berdasarkan

pengamatan, klien mampu melakukan kegiatan seperti

mencabut rumput, menyapu, membersihkan tempat tidur,

membaca, menulis, dan menyanyi.


9) Pandangan hidup yang pesimis
Pandangan hidup yang pesimis menurut Efendi

(2012) adalah orang yang bersikap atau berpandangan tidak

mempunyai harapan baik, mempunyai perasaan khawatir

kalah, rugi, celaka, orang yang mudah putus harapan. Teori

di atas tidak sesuai dengan kondisi klien, hal ini dapat

dibuktikan bahwa klien menunjukkan bahwa dia


89

mempunyai keinginan, seperti keinginannya segera pulang

dan ingin berjualan sayur lagi.


10) Tidak menerima pujian
Tidak menerima pujian menurut Efendi (2012)

adalah tidak ada sikap menerima pujian yang luar biasa atas

kepandaian atau jasa yang dimilikinya. Teori di atas tidak

sesuai dengan kondisi klien, hal ini dapat dibuktikan bahwa

klien menunjukkan sikap menerima pujian, seperti

mengucapkan “terima kasih”.


11) Penolakan terhadap kemampuan diri.
Penolakan terhadap kemampuan menurut Mubin

(2009) adalah menolak kesanggupan, kecakapan, kekuatan

yang ada pada dirinya. Teori di atas tidak sesuai dengan

kondisi klien, hal ini dapat dibuktikan bahwa klien

menunjukkan sikap menerima kemampuan dirinya dengan

menunjukkan kemampuannya seperti bernyanyi, dam

mampu membaca ayat suci Al-Quran. Seperti yang sudah

klien lakukan yaitu membaca Juz ‘Amma.


12) Kurang memerhatikan perawatan diri
Kurang memperhatikan perawatan diri menurut

Efendi (2012) adalah tidak tertujunya perhatian kepada

penampilan. Teori di atas tidak sesuai dengan kondisi klien,

hal ini dapat dibuktikan bahwa klien mengatakan mandi 2

kali sehari. Kemudian ketika klien tidak mempunyai sikat

gigi, klien meminta kepada perawat untuk menyikat gigi.


13) Berpakaian tidak rapih
90

Berpakaian tidak rapi menurut Mubin (2009)

adalah tidak mengenakan pakaian yang baik, teratur, bersih

dan apik. Teori di atas tidak sesuai dengan kondisi klien, hal

ini dapat dibuktikan bahwa klien menunjukkan penampilan

yang rapih dan bersih.


14) Selera makan berkurang
Selera makan berkurang menurut Marni (2015)

adalah kecenderungan seseorang untuk mengalami

penurunan nafsu makan adalah akibat banyaknya masalah

yang sedang dihadapi atau mengalami stres berlebihan.

Teori di atas tidak sesuai dengan kondisi klien, hal ini dapat

dibuktikan bahwa klien mengatakan dalam sehari makan 3

kali dan selalu habis 1 porsi.


15) Lebih banyak menunduk
Lebih banyak menunduk menurut Efendi (2012)

adalah sering menghadapkan wajah ke bawah, condong ke

depan dan ke bawah. Teori di atas tidak sesuai dengan

kondisi klien, hal ini dapat dibuktikan bahwa klien tidak

banyak menunduk, tetapi kurang menjaga kontak mata saat

berbicara dengan orang lain.


91

c. Data yang tidak ada pada teori tetapi ada pada kasus

1) Klien mengatakan kalau punya masalah selalu dipendam

sendiri
Memendam masalah sendiri menurut Yudiani (2013)

adalah menyembunyikan, menyimpan masalah. Teori di

atas sesuai dengan kondisi klien, hal ini dapat dibuktikan

bahwa klien mengatakan kalau punya masalah selalu

dipendam sendiri.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan

respons aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan

dimana perawat memiliki wewenang dan kompetensi untuk

mengatasinya (Potter dan Perry, 1997 dalam Haryanto 2007).

Diagnosis keperawatan dapat memberikan dasar pemilihan

intervensi untuk menjadi tanggung gugat perawat. Formulasi

diagnosis keperawatan adalah bagaimana diagnosis keperawatan

digunakan dalam proses pemecahan masalah karena melalui

identifikasi masalah dapat digambarkan berbagai masalah

keperawatan yang membutuhkan asuhan keperawatan, disamping itu

dengan menentukan atau menginvestigasi dari etiologi masalah, maka

akan dapat dijumpai faktor yang menjadi kendala atau penyebabnya.

Dengan menggambarkan tanda dan gejala akan dapat digunakan untuk

memperkuat masalah yang ada (Hidayat, 2007).


92

Untuk menyusun diagnosis keperawatan yang tepat,

dibutuhkan beberapa pengetahuan dan keterampilan yang harus

dimiliki diantaranya: kemampuan dalam memahami beberapa masalah

keperawatan, faktor yang menyebabkan masalah, batasan

karakteristiknya, beberapa ukuran normal dari masalah tersebut serta

kemampuan dalam memahami mekanisme penanganan masalah,

berpikir kritis, dan membuat kesimpulan dari masalah (Hidayat,

2007).

Dalam penuilisan karya tulis ilmiah ini, penulis

menggunakan diagnosa tunggal. Menurut Damaiyanti (2012) diagnosa

keperawatan pada klien harga diri rendah adalah sebagai berikut:

a. Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah


b. Isolasi Sosial
c. Koping Individu Tidak Efektif

Setelah dilakukan pengkajian didapatkan beberapa

diagnosa. Berikut prioritas diagnosa keperawatan pada klien Nn “M:

a. Harga diri rendah

Penulis menetapkan harga diri rendah sebagai diagnosa

prioritas karena pada pengkajian yang dilakukan oleh penulis

didapatkan data yang menunjukkan masalah yang paling

menonjol dan dominan muncul kemudian menjadi masalah utama

(core problem) yang harus diatasi untuk dapat mengatasi masalah

yang lain. Penulis menetapkan diagnosa ini sesuai dengan metode

hierarki kebutuhan menurut Maslow (Potter dan Perry, 1997


93

dalam Haryanto, 2007) masalah harga diri rendah menempati

urutan setelah kebutuhan fisiologis dan keamanan dan

keselamatan, yaitu pada berada pada kebutuhan mencintai dan

dicintai (meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, hubungan di

antara manusia, dan sosialisasi), kebutuhan harga diri (meliputi

respek dari keluarga dan masyarakat, serta perasaan menghargai

diri dan orang lain), dan kebutuhan aktualisasi diri (meliputi

kepuasan terhadap lingkungan).

b. Isolasi sosial

Penulis menetapkan diagnosa isolasi soaial sebagai

diagnosa kedua karena pada diagnosa ini merupakan effect dari

masalah utama (core problem), selain itu masalah ini apabila tidak

dapat diatasi maka masalah utama yang dialami klien otomatis

tidak dapat teratasi. Penulis menetapkan diagnosa ini sesuai

dengan metode hierarki kebutuhan menurut Maslow (Potter dan

Perry, 1997 dalam Haryanto, 2007) menepati urutan setelah

kebutuhan aman dan nyaman.

c. Koping individu tidak efektif

Koping individu tidak efektif merupakan diagnosa ketiga

yang muncul pada klien, diagnosa ini merupakan causa dari

diagnosa utama (core problem). Penulis menetapkan diagnosa ini

sesuai dengan metode hierarki kebutuhan menurut Maslow (Potter

dan Perry, 1997 dalam Haryanto, 2007) menepati urutan setelah


94

kebutuhan aman dan nyaman.

Dari beberapa diagnosa diatas, penulis akan membahas

diagnosa yang muncul pada klien Nn “M” Sesuai dengan teori.

1) Diagnosa yang ada pada teori dan ada pada kasus

a) Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah


Harga Diri Rendah adalah perasaan tidak berharga,

tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat

evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan

diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal

karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri

(Keliat, 2009).
Diagnosa harga diri rendah ada pada kasus karena

pada klien Nn.“M” terdapat beberapa data yang

mendukung, sebagai berikut:

Data Subyektif :

(1) Klien mengatakan kurang percaya diri karena ada

bekas luka bakar pada dagu hingga sebagian leher

dan siku kanannya.

(2) Klien mengatakan saat di rumah, klien tidak pernah

main keluar rumah, namun klien mau membantu

ibunya jualan sayur di pasar.

(3) Klien mengatakan badannya lemas.

Data Obyektif:

(1) Klien tidak dapat memulai pembicaraan.


95

(2) Klien berbicara dengan tempo yang lambat.

(3) Klien tampak lemas saat beraktivitas.

(4) Kontak mata klien kurang.

(5) Ekspresi wajah klien tampak malu (Direja, 2011).

Berdasarkan data subyektif dan obyektif di atas

sesuai dengan Yosep (2014) yang mengemukakan bahwa

manifestasi klinis harga diri rendah adalah mengejek dan

mengkritik diri, cemburu, penurunan produktivitas, tidak

berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk,

berbicara lembut dengan nada suara lemah. Dengan

demikian, penulis dapat menegakkan diagnosa gangguan

konsep diri: harga diri rendah.

b) Isolasi Sosial

Isolasi sosial merupakan upaya menghindari

komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan

hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk

berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami

kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang

lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak

ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman.

(Dermawan, 2013)
96

Diagnosa isolasi sosial ada pada kasus karena pada

klien Nn.“M” terdapat beberapa data yang mendukung,

sebagai berikut:

Data Subyektif:

(1) Klien mengatakan saat di rumah, klien tidak

pernah main keluar rumah, namun klien mau

membantu ibunya jualan sayur di pasar

(2) Klien mengatakan badannya lemas

(3) Klien mengatakan merasa terganggu dengan

suara yang berisik, sehingga klien memilih untuk

menghindar

Data Obyektif:

(1) Klien tampak lemas saat beraktivitas

(2) Kontak mata klien kurang

(3) Klien tidak dapat memulai pembicaraan.

Berdasarkan data subyektif dan obyektif di atas

sesuai dengan Yosep (2014) yang mengemukakan bahwa

manifestasi klinis isolasi sosial adalah banyak diam dan

tidak mau bicara, klien menyendiri dan tidak mau

berinteraksi dengan orang yeng terdekat, kontak mata

kurang, aktivitas menurun, kurang energi (tenaga). Dengan

demikian, penulis dapat menegakkan diagnosa isolasi

sosial.
97

c) Koping Individu Tidak Efektif


Koping merupakan suatu proses kognitif dan tingkah

laku bertujuan untuk mengurangi perasaan tertekan yang

muncul ketika menghadapi situasi stres. Pada penderita

skizofrenia, ketidakmampuan dalam menangani dan

mengendalikan stres dipercaya sebagai penyebab utama

akan relapse dan menurunkan kualitas hidup (Rubbiyana,

2012)
Koping individu tidak efektif adalah tidak ada

strategi atau usaha-usaha dalam menghadapi, mengatasi

dan menyelesaikan masalah secara positif atau maladaptif.

(Willis dalam Rubbiyana, 2012)


Diagnosa koping individu tidak efektif ada pada

kasus karena pada klien Nn.“M” terdapat beberapa data

yang mendukung, sebagai berikut:

Data Subyektif:

a) Klien mengatakan kalau punya masalah selalu

dipendam sendiri

Data Obyektif:

a) Klien tidak dapat memulai pembicaraan

b) Klien tampak lemas saat beraktivitas

c) Ekspresi wajah klien tampak malu.

Berdasarkan data subyektif dan obyektif di atas

sesuai dengan Willis dalam Rubbiyana, (2012) yang


98

mengemukakan bahwa manifestasi klinis koping individu

tidak efektif adalah ketidakmampuan memecahkan masalah,

perasaan malu, perasaan tidak berdaya. Dengan demikian,

penulis dapat menegakkan diagnosa koping individu tidak

efektif.

2) Diagnosa yang ada pada teori tetapi tidak ada pada pada

kasus

Tidak ada.

3) Diagnosa yang tidak ada pada teori tetapi ada pada kasus

Tidak ada.

3. Rencana Tindakan Keperawatan

perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian

dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan

tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan,

memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien

(Setiadi, 2012)

Suatu perencanaan yang tertulis dengan baik akan memberi

petunjuk dan arti pada asuhan keperawatan, karena perencanaan

adalah sumber informasi bagi semua yang terlihat dalam asuhan

keperawatan klien. Rencana ini merupakan sarana komunikasi

yang utama, dan memelihara continuitas asuhan keperawatan klien

bagi seluruh anggota tim. Rencana perawatan akan memberi


99

informasi esensial bagi perawat guna memberikan asuhan

keperawatan yang berkualitas tinggi.

Proses perencanaan keperawatan meliputi penetapan tujuan

perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi yang

tepat, dan rasional dari intervensi dan mendokumentasikan rencana

perawatan. Rencana keperawatan dimulai dengan prioritas

diagnosa yang telah ditemukan kemudian dilanjutkan dengan

pemantauan tujuan dan sasaran.

Berdasarkan teori yang ada, penulis akan membahas

mengenai intervensi yang ada dalam teori maupun kasus serta

intervensi yang tidak ada dalam kasus.

1) Rencana Tindakan Keperawatan yang ada pada teori dan

ada pada kasus

a) Harga diri rendah

Harga Diri Rendah adalah perasaan tidak berharga,

tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat

evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan

diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal

karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri

(Keliat, 2009)
Dari masalah di atas maka perlunya menyusun

rencana asuhan keperawatan mengenai harga diri rendah.

Dimana rencana asuhan keperawatan tersebut terdiri dari

IV Strategi Pelaksanaan yang meliputi:


100

Tabel 3.1 Rencana Tindakan Keperawatan


Harga Diri Rendah
TUJUAN INTERVENSI
Setelah diakukan tindakan SP I
keperawatan selama 4x15 1. Identifikasi kemampuan
menit diharapan : melakukan kegiatan dan
1. Pasien meningkat aspek positif pasien (buat
harga dirinya daftar kegiatan)
2. Pasien mampu 2. Bantu pasien menilai
melakukan kegiatan kegiatan yang dapat
sesuai dengan dilakukan saat ini (pilih dari
kemampuan yang daftar kegiatan) : buat daftar
dimiliki kegiatan yang bisa
Dengan kriteria hasi: dilakukan saat ini
1. Pasien mampu 3. Bantu pasien memilih salah
mengidentifikasi satu kegiatan yang dapat
kemampuan dilakukan saat ini untuk
melakukan kegiatan dilatih
2. Pasien mampu 4. Latih kegiatan yang dipilih
mengidentifkasi aspek (alat dan cara
positif yang dimilik melakukannya)
(buat daftar kegiatan) 5. Masukkan pada jadwal
3. Pasien mampu kegiatan untuk dilatih dua
melakukan latihan kali per hari
kegiatan yang dipilih
(alat dan cara SP II
melakukan) 1. Evaluasi kegiatan pertama
yang telah dilatih dan
berikan pujian
2. Bantu pasien memilih
kegiatan kedua yang akan
dilatih
Tabel 3.1 Rencana Tindakan
3. LatihKeperawatan
kegiatan kedua (alat
Harga Diri Rendahdan cara)
(lanjutan)
4. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan: dua
kegiatan masing-masing
dua kali per hari

SP III
1. Evaluasi kegiatan pertama
dan kedua yang telah dilatih
dan berikan pujian
2. Bantu pasien memilih
kegiatan ketiga yang akan
dilatih
3. Latih kegiatan ketiga (alat
dan cara)
101

4. Masukkan pada jadwal


kegiatan untuk latihan: tiga
kegiatan, masing-masing
dua kali per hari

SP IV
1. Evaluasi kegiatan pertama,
kedua, dan ketiga yang
telah dilatih dan berikan
pujian
2. Bantu pasien memilih
kegiatan keempat yang akan
dilatih
3. Latih kegiatan keempat
(alat dan cara)
4. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan,
empat kegiatan masing-
masing dua kali per hari
102

b) Isolasi sosial

Isolasi sosial merupakan upaya menghindari

komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan

hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk

berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami

kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang

lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak

ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman

(Dermawan, 2013).

Dari masalah di atas maka perlunya menyusun

rencana asuhan keperawatan mengenai Isolasi Sosial.

Dimana rencana asuhan keperawatan tersebut terdiri dari IV

Strategi Pelaksanaan yang meliputi:

Tabel 3.2 Intervensi Keperawatan Isolasi Sosial

TUJUAN INTERVENSI
Setelah dilakukan tindakan SP I
keperawatan selama 4x15 1. Identifikasi penyebab isolasi
menit diharapkan : sosial: siapa yang serumah,
1. Pasien dapat siapa yang dekat, siapa yang
berinteraksi dengan tidak dekat, dan apa
orang lain sehingga sebabnya.
tidak terjadi halusinasi 2. Keuntungan punya teman
2. Terjalin hubungan dan bercakap-cakap
interpersonal yang 3. Kerugian tidak punya teman
lebih erat dan bercakap-cakap.
Dengan kriteria hasil: 4. Latih cara berkenalan
1. Pasien mampu dengan pasien dan perawat
mengidentifikasi atau tamu.
penyebab isoalasi 5. Masukkan pada jadwal
sosial; siapa yang kegiatan untuk latihan
serumah, siapa yang berkenalan.
dekat, yang tidak dekat,
dan apa sebabya.
2. Pasien mampu
103

Tabel 3.2 Rencana Tindakan Keperawatan


Isolasi Sosial (lanjutan)
mengidentifikasi SP II
keuntungan punya 1. Evaluasi kegiatan
teman dan bercakap- berkenalan (berapa orang).
cakap. Beri pujian.
3. Pasien mampu 2. Latih cara berbicara saat
mengidentifikasi melakukan kegiatan harian
kerugian tidak unya (latih 2 kegiatan).
teman dan tidak 3. Masukkan pada jadwal
bercakap-cakap. kegiatan untuk latihan
4. Pasien mampu berkenalan 2-3 orang pasien,
berkenalan dengan perawat dan tamu, berbicara
orang lain secara saat melakukan kegiatan
bertahap. harian.
5. Pasien mampu
melakukan aktivitas SP III
sambil bercakap-cakap. 1. Evaluasi kegiatan latihan
berkenalan (berapa orang)
dan bicara saat melakukan 2
kegiatan harian. Beri pujian.
2. Latih cara berbicara saat
melakukan kegiatan harian
(2 kegiatan baru).
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk untuk latihan
berkenal 4-5 orang,
berbicara saat melakukan 4
kegiatan harian.

SP IV
1. Evaluasi kegiatan latihan
berkenalan, berbicara saat
melakukan empat kegiatan
harian. Beri pujian.
2. Latih cara bicara sosial:
meminta sesuatu, menjawab
pertanyaan.
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
berkenalan >5 orang, orang
baru, berbicara saat
melakukan kegiatan harian
dan sosialisasi.
104

c) Koping individu tidak efektif

Koping individu tidak efektif adalah tidak ada

strategi atau usaha-usaha dalam menghadapi, mengatasi

dan menyelesaikan masalah secara positif atau maladaptif.

(Willis dalam Rubbiyana, 2012).


Dari masalah di atas maka perlunya menyusun

rencana asuhan keperawatan mengenai Koping Individu

Tidak Efektif. Dimana rencana asuhan keperawatan

tersebut terdiri dari IV Strategi Pelaksanaan yang meliputi:

Tabel 3.3 Intervensi Keperawatan Koping


Individu Tidak Efektif
TUJUAN INTERVENSI
Setelah diakukan tindakan SP I
keperawatan selama 4x15 1. Identifkasi sumber koping
menit diharapan : yang masih dimiliki
1. Koping pasien 2. Jelaskan keuntungan
konstroktif mekanisme kping konstruktif
2. Pasien mampu dan jelaskan kerugian
memenuhi kebutuhan mekanisme koping destruktif
hidup secara mandiri 3. Diskusikan kebutuhan pasien
Dengan kriteria hasil: yang tidak terpenuhi
1. Pasien mampu 4. Bantu pasien memenuhi
mengidentifikasi kebutuhannya yang belum
sumber kopng yang terpenuhi
masih dimiliki 5. Masukkan pada jadwal
2. Pasien bisa menerima kegiatan pemenuhan
penjelasan tentang kebutuhan
keuntunan mekanisme
kopng konstruktif dan SP II
jelaskan kerugian 1. Evaluasi kegiatan
mekanisme koping pemenuhan kebutuhan pasien
destruktif dan beri pujia
3. Pasien mampu 2. Bantu pasien memenuhi
berdiskusi tentang kebutuhan lain yang tidak
kebutuhan pasien yang terpenuhi
tidak terpenuhi 3. Latih kemampuan yang
4. Pasien bisa menerima dipilih berikan pujian
penjelasan tentang obat 4. Masukkan pada jadwal
yang diminum (6 pemenuhan kebutuhan dan
105

Tabel 3.3 Rencana Tindakan Keperawatan


Koping Individu Tidak Efektif (lanjutan)

benar: jenis, guna, kegiatan yang telah dilatih


dosis, frekuensi, cara
contynuitas minum SP III
obat) 1. Evaluasi kegiatan
pemenuhan kebuuhan pasien,
kegiatan yang dilakukan
pasien dan berikan pujian
2. Jelaskan tentang obat yang
diminum ( 6 benar: jenis,
guna, dosis, frekuensi, cara
contynuitas minum obat) dan
tanyakan manfaat yang
dirasakan pasien
3. Masukkan pada jadwal
pemenuhan kebutuhan,
kegiatan yang telah dilatih
dan obat

SP IV
1. Evaluasi kegiatan
pemenuhan kebutuhan
pasien, kegiatan yang tealah
dilatih, dan minum obat
berikan pujian
2. Diskusikan kebutuhan lain
dan cara memenuhinya
3. Diskusikan kemampuan yang
dimiliki dan memilih yang
akan dilatih, kemudian latih
4. Masukkan pada jadwal
kegiatan pemenuhan
kebutuhan, kegiatan yang
telah dilatih, minum obat
106

2) Rencana Tindakan Keperawatan yang ada pada teori tetapi

tidak ada pada pada kasus

a) Interveni untuk keluarga klien dengan dengan diagnosa

harga diri rendah

Berikut rencana tindakan keperawatan untuk keluarga

dengan diagnosa Harga Diri Rendah.

Tabel 3.4 Rencana Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


dengan Klien Harga Diri Rendah
TUJUAN INTERVENSI
Setelah diakukan tindakan SP I
keperawatan selama 3 x 1. Diskusikan masalah yang
10 menit diharapan : dirasakan dalm merawat
1. Pasien meningkat pasien
harga dirinya 2. Jelaskan pengertian, tanda &
2. Pasien mampu gejala, dan proses terjadinya
melakukan kegiatan harga diri rendah (gunakan
sesuai dengan booklet)
kemampuan yang 3. Diskusikan kemampuan atau
dimiliki aspek positif pasien yang
Dengan kriteria hasil: pernah dimilki sebelum dan
1. Pasien mampu setelah sakit
mengidentifikasi 4. Jelaskan cara merawat harga
kemampuan diri rendah terutama
melakukan kegiatan memberikan pujian semua hal
2. Pasien mampu yang positif pada pasien
mengidentifkasi aspek 5. Latih keluarga memberi
positif yang dimilik tanggung jawab kegiatan
(buat daftar kegiatan) pertama yang dipilih pasien :
3. Pasien mampu bimbing dan beri pujian
melakukan latihan 6. Anjurkan membantu pasien
kegiatan yang dipilih sesuai jadwal dan
(alat dan cara memberikan pujian
melakukan) SP II
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam membimbing pasien
melaksankan kegiatan pertama
yang dipilih dan dilatih pasien.
Beri pujian
2. Bersama keluarga melatih
pasien dalam melakukan
kegiatan kedua yang dipilih
pasien
107

Tabel 3.4 Rencana Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


dengan Klien Harga Diri Rendah (lanjutan)
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan meberi
pujian
SP III
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan
pertama dan kedua yang telah
dilatih. Beri pujian
2. Bersama keluarga melatih
pasien melakukan kegiatan
ketiga yang dipilih
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan berikan
pujian
SP IV
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan
pertama, kedua dan ketiga.
Beri pujian
2. Bersama keluarga melatih
pasien melakukan kegiatan
keempat yang dipilih
3. Jelaskan follow upke
RSJ/PKM, tanda kambuh,
rujukan
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberikan
pujian
108

b) Interveni untuk keluarga klien dengan dengan diagnosa

isolasi sosial

Berikut rencana tindakan keperawatan untuk

keluarga dengan diagnosa Isolasi Sosial.

Tabel 3.5 Rencana Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga


dengan Klien Isolasi Sosial
TUJUAN INTERVENSI
Setelah dilakukan SP I
tindakan keperawatan 1. Diskusikan masalah yang
selama 3x10 menit dirasakan dalam merawat
diharapkan : pasien.
1. Pasien dapat 2. Jelaskan pengertian, tanda dan
berinteraksi dengan gejala dan proses terjadinya
orang lain isolasi sosial (gunakan booldet)
sehinggatidak 3. Jelaskan cara merawat isolasi
terjadi halusinasi sosial.
2. Terjalin hubungan 4. Latih dua cara merawat
interpersonal yang berkenalan, berbicara saat
lebih erat melakukan kegiatan harian.
Dengan kriteria hasil: 5. Anjurkan membantu pasien
1. Pasien mampu sesuai jadwal dan memberikan
mengidentifikasi pujian saat besuk.
penyebab isoalasi SP II
sosial; siapa yang 1. Evaluasi kegiatan keluarga
serumah, siapa yang dalam merawat/ melatih pasien
dekat, yang tidak berkenalan dan berbicara saat
dekat, dan apa melakukan kegiatan harian.
sebabya. Beri pujian.
2. Pasien mampu 2. Jelaskan kegiatan rumah tangga
mengidentifikasi yang dapat melibatkan pasien
keuntungan punya berbicara (makan, sholat
teman dan bercakap- bersama) di rumah.
cakap. 3. Latih cara membimbing pasien
3. Pasien mampu berbicara dan memberi pujian.
mengidentifikasi 4. Anjurkan membantu pasien
kerugian tidak unya sesuai jadwal besuk.
teman dan tidak SP III
bercakap-cakap. 1. Evaluasi kegiatan keluarga
4. Pasien mampu dalam merawat/ melatih pasien
berkenalan dengan berkenalan, berbicara saat
orang lain secara melakukan kegiatan harian.
bertahap. Beri pujian.
5. Pasien mampu 2. Jelaskan cara melatih pasien
melakukan aktivitas melakukan kegiatan sosial
109

Tabel 3.5 Rencana Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


dengan Klien Isolasi Sosial (lanjutan)
sambil bercakap- seperti berbelanja, meminta
cakap. sesuatu, dll.
3. Latih keluarga mengajak pasien
belanja saat besuk.
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan berikan
pujian saat besuk.
SP IV
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat/melatih pasien
berkenalan, berbicara saat
melakukan kegiatan harian/
rumah tangga, berbelanja. Beri
pujian.
2. Jelaskan follow up ke
RSJ/PKM, tanda kambuh,
rujukan.
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal kegiatan dan
memberikan pujian.

c) Interveni untuk keluarga klien dengan dengan diagnose

koping individu tidak efektif

Berikut rencana tindakan keperawatan untuk

keluarga dengan diagnosa Koping Individu Tidak Efektif.

Tabel 3.6 Rencana Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


dengan Klien Koping Individu Tidak Efektif
TUJUAN INTERVENSI
Setelah diakukan tindakan SP I
keperawatan selama 3x10 1. Diskusikan masalah yang
menit diharapan : diasakan keluarga dalam
1. Koping pasien merawat pasien
konstroktif 2. Jelaskan pengertian
2. Pasien mampu mekanisme koping
memenuhi kebutuhan konstruktif dan destruktif
hidup secara mandiri (guakan booklet)
Dengan kriteria hasil: 3. Jelaskan cara merawat :
1. Pasien mampu tidak disangkal, tidak
mengidentifikasi diikuti/diterima (netral)
sumber kopng yang 4. Latih cara mengetahui
masih dimiliki kebutuhan pasien dan
2. Pasien bisa menerima mengetahui kemampuan
110

Tabel 3.6 Rencana Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


dengan Klien Koping Individu Tidak Efektif (lanjutan)
penjelasan tentang pasien
keuntunan mekanisme 5. Anjurkan membantu pasien
kopng konstruktif dan sesuai jadwal dan memberi
jelaskan kerugian pujian
mekanisme koping SP II
destruktif 1. Evaluasi kegiatan keluarga
3. Pasien mampu dalam membimbing pasien
berdiskusi tentang memenuhi kebutuhannya,
kebutuhan pasien yang beri pujian
tidak terpenuhi 2. Latih memenuhi kebutuhan
4. Pasien bisa menerima pasien
penjelasan tentang obat 3. Latih cara melatih
yang diminum ( 6 kemampuan yang dimiliki
benar: jenis, guna, pasien
dosis, frekuensi, cara 4. Anjurkan membantu pasien
contynuitas minum sesuai jadwal dan memberi
obat) pujian
SP III
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam membimbing
memenuhi kebutuhan
pasien dan membimbing
pasien melaksanakan
kegiatan yang telah dilatih.
Beri pujian
2. Jelaskan obat yang
diminum oleh pasien dan
cara meminumnya
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan
memberikan pujian
SP IV
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam membimbing
memenuhi kebutuhan
pasien, membimbing
pasien dalam melaksanakan
kegiatan yang telah dialtih
dan minum obat. Berikan
pujian
2. Jelaskan follow up ke
RSJ/PKM, tanda kambuh,
rujukan
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan
memberikan pujian

Intervensi untuk keluarga tidak diimplementasikan karena


111

keluarga klien belum menjenguk ke Rumah Sakit.

3) Rencana Tindakan Keperawatan yang tidak ada pada teori

tetapi ada pada kasus

Tidak ada.

4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan menurut Rohman (2010) adalah realisasi

rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data

berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama dan sesudah

pelaksanaan tindakan, dan menilai data yang baru.

Ada beberapa keterampilan yang dibutuhkan dalam hal ini.

Pertama, keterampilan kognitif. Keterampilan kognitif mencakup

pengetahuan keperawatan yang menyeluruh. Perawat harus

mengetahui alasan untuk setiap intervensi terapeutik, memahami

respons fisiologis dan psikologis normal dan abnormal, mampu

mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dan pemulangan klien,

dan mengenali aspek-aspek promotif kesehatan klien dan

kebutuhan penyakit.

Kedua, keterampilan interpersonal. Keterampilan

interpersonal penting untuk tindakan keperawatan yang efektif.

Perawat harus berkomunikasi denagn jelas kepada klien,

keluarganya, dan anggota tim perawatan kesehatan lainnya.


112

Perhatian dan rasa saling percaya ditunjukkan ketika perawat

berkomunikasi secara terbuka dan jujur. Penyuluhan dan konseling

harus dilakukan hingga tingkat pemahaman yang diinginkan dan

sesuai dengan pengharapan klien. Perawat juga harus sensitif pada

respons emosional klien terhadap penyakit dan pengobatan.

Penggunaan keterampilan interpersonal yang sesuai

memungkinkan perawat mempunyai perseptif terhadap komunikasi

verbal dan nonverbal klien.

Ketiga, keterampilan psikomotor. Keterampilan psikomotor

mencakup kebutuhan langsung terhadap perawatan kepada klien,

seperti perawatan luka, memberikan suntikan, melakukan

penghisapan lendir, mengatur posisi, membantu klien memenuhi

kebutuhan aktivitas sehari-hari, dan lain-lain. Perawat mempunyai

tanggung jawab profesional untuk mendapatkan keterampilan ini.

Selain itu, perawat juga harus mengkaji tingkat kompetensi mereka

dan memastikan bahwa klien mendapat tindakan yang aman.

Penulis mengimplementasikan intervensi keperawatan

mulai Hari Sabtu, 1 Juli 2017 samapai Kamis, 6 Juli 2017. Berikut

pembahasan mengenai rencana tindakan keperawatan yang sudah

diimplementasikan pada kasus Nn “M” :


113

a. Harga Diri Rendah

Pada diagnosa harga diri rendah terdapat IV SP yang

telah dilaksanakan selama 4x15 menit. Hal ini tidak sesuai

pada teori yang meyebutkan bahwa pelaksanaan dilakukan

selama 3x10 menit, perbedaan ini terjadi karena dalam

pelaksaan praktik keperawatan, penulis membutuhkan 1x15

menit untuk menyelesaikan 1 SP agar masalah teratasi.

Pada kasus muncul 3 diagnosa keperawatan, sedangkan

setiap diagnose terdiri dari IV SP. Sehingga penulis

memerlukan waktu 4x15 menit untuk melakukan rencana

tindakan keperawatan.

Penulis telah mengimplementasikan SP I, II, III, dan IV

dengan hasil secara umum adalah klien mampu

menyebutkan aspek positif dan kegiatan yang akan

dilakukan klien, klien mengatakan mampu melakukan

kegiatan memasak, berjualan, menyapu, mencabut rumput,

membaca buku, membaca Al-Quran/Juz ‘Amma, memijat,

menyanyi. Kegiatan yang masih mampu dilakukan di

RSadalah menyapu, mencabut rumput, membaca buku,

membaca Al-Quran/Juz ‘Amma, memijat, dan menyanyi.

Klien mampu memilih dan melakukan kegiatannya

dengan sesuai dan benar, klien mampu melakukan kegiatan

positif yang pertama: mencabut rumput, klien mampu


114

melkukan kegiatan positif yang kedua: membaca juz

‘Amma, klien mampu melakukan kegiatan positif yang

ketiga: Menyanyi, klien mampu melakukan kegiatan positf

yang keempat: membaca majalah dan memijit. Klien

mampu menjelaskan semua kegiatan yang pernah dilakukan

bersama. Dengan demikian, pada diagnosa harga diri

rendah mampu teratasi.

b. Isolasi sosial

Pada diagnosa isolasi sosial terdapat IV SP yang telah

dilaksanakan selama 4x15 menit. Hal ini tidak sesuai pada

teori yang meyebutkan bahwa pelaksanaan dilakukan

selama 3x10 menit, perbedaan ini terjadi karena dalam

pelaksaan praktik keperawatan, penulis membutuhkan 1x15

menit untuk menyelesaikan 1 SP agar masalah teratasi.

Pada kasus muncul 3 diagnosa keperawatan, sedangkan

setiap diagnose terdiri dari IV SP. Sehingga penulis

memerlukan waktu 4x15 menit untuk melakukan rencana

tindakan keperawatan.

Penulis telah mengimplementasikan SP I, II, III, dan IV

dengan hasil secara umum adalah

klien mampu menyebutkan penyebab menarik diri, klien mampu

menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan kerugian

menarik diri, klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara


115

bertahap dan klien mampu melakukan aktivitas sambil

bercakap-cakap. Dengan demikian, pada diagnosa isolasi sosial

mampu teratasi.

c. Koping Individu Tidak Efektif

Pada diagnosa koping individu tidak efektif terdapat IV SP yang

telah dilaksanakan selama 4x15 menit. Hal ini tidak sesuai pada

teori yang meyebutkan bahwa pelaksanaan dilakukan selama

3x10 menit, perbedaan ini terjadi karena dalam pelaksaan

praktik keperawatan, penulis membutuhkan 1x15 menit untuk

menyelesaikan 1 SP agar masalah teratasi. Pada kasus muncul 3

diagnosa keperawatan, sedangkan setiap diagnose terdiri dari IV

SP. Sehingga penulis memerlukan waktu 4x15 menit untuk

melakukan rencana tindakan keperawatan.

Penulis telah mengimplementasikan SP I, II, III, dan IV dengan

hasil secara umum adalah klien mampu menyebutkan sumber

koping yang masih dimiliki, klien mampu menyebutkan dan

menerima penjelasan keuntungan mekanisme koping konstruktif

dan kerugian mekanisme koping distruktif, klien mampu

berdiskusi bersama dengan perawat tentang kebutuhan yang

belum terpenuhi dan klien dapat memanfaatkan obat dengan

benar. Dengan demikian, pada koping individu tidak efektif

mampu teratasi.
116

5. Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang

sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan

yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan

dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam

mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap

perencanaan (Setiadi, 2012).

Evaluasi dapat dilakuakan dengan menggunakan pendekatan

SOAP, sebagai pola pikir: (Prabowo, 2014)

S: Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan dapat diukur dengan menanyakan “bagaimana

perasaan ibu setelah latihan cara berkenalan”.


O: Respon obejktif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku

pada klien saat tindakan dilakukan.


A: Analisis ulang atas data subjektif dan data objektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul

masalah baru atau data yang kontraindikasi dengan masalah

yang ada.
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada

respons klien yang terdiri dari tindakan lanjut klien dan tindakan

lanjut oleh perawat.


Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan

pencapaian tujuan keperawatan, yaitu: tujuan tercapai jika klien


117

menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah

ditentukan, tujuan tercapai sebagian jika klien menunjukkan

perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan dan tujuan

tidak tercapai jika klien hanya menunjukkan sedikit perubahan dan

tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat timbul masalah baru

(Asmadi, 2008).
Berdasarkan tindakan keperawatan yang dilakukan, pada

kasus Nn. “M” dapat disimpulkan sebagai berikut:


1) Diagnosa keperawatan yang tujuannya tercapai.
a) Harga diri rendah
Pada diagnosa harga diri rendah, SP I, II, III,

dan IV telah tercapai dengan ditandai oleh peningkatan

harga diri klien dan mampu melakukan kegiatan yang

masih dapat dilakukan di rumah sakit sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki.


b) Isolasi sosial
Pada diagnosa isolasi sosial, SP I, II, III, dan

IV telah tercapai dengan ditandai oleh peningkatan

kemampuan klien dalam berinteraksi dengan orang lain

secara mandiri dan klien mampu menjalin hubungan

interpersonal yang erat.


c) Koping individu tidak efektif
Pada diagnosa koping individu tidak efektif,

SP I, II, III, dan IV telah tercapai dengan ditandai oleh

koping klien konstruktif atau positif dan membangun.


2) Diagnosa keperawatan yang tujuannya tercapai sebagaian.
Tidak ada.
3) Diagnosa keperawatan yang tujuannya tidak tercapai.
Tidak ada.
118

B. Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi keperawatan merupakan bukti otentik yang dituliskan

dalam format yang sudah baku atau sudah disediakan dan harus disertakan

dengan tanda tangan dan nama perawat dengan jelas dan harus menyatu

dengan status rekam medis klien. Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan

memerlukan pendokumentasian mulai dari tahap pengkajian, penentuan

diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan

dimana semua itu harus didokumentasikan (Setiyarini, 2010) dalam

Setiadi, 2012)

Dalam penulisan laporan kasus pada klien Nn. “M” penulis

pendokumentasian yang dilakukan secara keseluruhan dari pengkajian,

perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dapat terlaksana

dengan baik. Dalam pendokumentasian penulis menggunakan terdapat

pada BAB II Resume Keperawatan dimana penulis sudah melakukan

pendokumentasikan mulai dari pengkajian, perumusan diagnosa,

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pendokumentasian sudah

disertakan jam, tanggal, tanda tangan, nama terang setiap setelah

melakukan tindakan yang dilakukan penulis. Pendokumentasian ini

digunakan untuk komunikasi dengan petugas kesehatan dan alat

penanggung jawaban dan penanggung gugatan dari asuhan keperawatan

yang diberikan pada klien.

You might also like