You are on page 1of 2

ABSTRAK

Nama : RACHMAT DJ. ABDULLAH


Nim : 02.21.01.15.017
Judul : Pernikahan Dalam Tradisi Wahdah Islamiyah Perspektif
Hukum Islam (Studi Kasus Wahdah Islamiyah Palu)

Tesis ini membahas tentang Pernikahan Dalam Tradisi Wahdah Islamiyah


Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Wahdah Islamiyah Palu). Adapun pokok
masalah adalah, dirumuskan dalam dua sub masalah yaitu: 1) Bagaimana
pernikahan menurut tradisi Wahdah Islamiyah. 2) Bagaimana perspektif hukum
Islam tentang pernikahan dalam tradisi wahdah islamiyah.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan
metode pengumpulan data, observasi, wawancara dan dekumentasi, melalui
analisis reduksi data, penyajian data dan verifikasi data yang diakhiri dengan
pengecekan keabsahan data.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) Pernikahan dalam tradisi
Wahdah Islamiyah menunjukkan bahwa segala konsep dalam pernikahan tersebut
disesuaikan atau diselaraskan dengan merujuk kepada dalil-dalil baik dalam
Alquran maupun hadits yang sudah disebutkan. Dalil-dalil yang menjelaskan
bahwa terdapat larangan-larangan seperti ikhtilat dan musik yang sering kita
jumpai dalam sebuah pernikahan pada umumnya. 2) Ulama fiqih sepakat bahwa
perkawinan itu penting dan memiliki banyak manfaat positif bagi manusia.
Pendapat ulama fiqih tentang hukum pernikahan secara umum terbagi menjadi
tiga yaitu wajib, mubah dan sunnah. Menikah itu wajib menurut Abu Daud Adz-
Dzahiri dan Ibnu Hazm. Kedua ulama ini mendasarkan pendapatnya pada
keumuman perintah dalam QS An Nisa’ 4:3[3] Di mana bentuk perintah (fi’il
amar) dalam kata wa ankihu menunjukkan perintah wajib. Karena itu maka
menikah itu hukumnya wajib. Selain itu, Adz-Dzahiri berargumen bahwa
pernikahan itu merupakan jalan untuk menjaga diri dari menjauhi perbuatan
haram. Maka suatu perkara yang menjadi syarat untuk melaksanakan perkara
wajib maka hukumnya menjadi wajib juga. Oleh karena itu maka hukumnya
orang yang tidak menikah adalah berdosa sebab meninggalkan kewajiban. Mubah:
Menikah hukumnya mubah menurut madzhab Syafi’i. Boleh dilakukan dan boleh
dtinggalkan. Imam Syafi’I berargumen bahwa hukum nikah itu mubah karena ia
bertujuan untuk mendapatkan kenikmatan dan pemenuhan hasrat syahwat
sebagaimana makan dan minum. Sunnah: Kawin hukumnya sunnah menurut
pendapat jumhur (kebanyakan) ulama termasuk madzhab Hanafi, madzhab Maliki
dan madzhab Hanbali. Dan bahwa perintah yang terdapat dalam QS An Nisa’ 4:3
memiliki konsekuensi hukum sunnah bukan wajib.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep yang diaplikasikan oleh
Wahdah Islamiyah merupakan konsep yang sudah sesuai yang berdasarkan
petunjuk Alquran dan tuntunan Rasulullah saw dalam haditsnya. Wahdah
Islamiyah hanya merupakan salah satu ormas Islam yang berusaha menerapkan
hukum Islam diantara praktek yang kita lakukan dalam kehidupan kita didunia
termasuk pernikahan.

xx
ABSTRACT
Name : RACHMAT DJ. ABDULLAH
Student Number : 02.21.01.15.017
Title : The Islamic Law Perspective of the Marriage in
Wahdah Islamiyah Tradition (A Case Study of
Wahdah Islamiyah Palu)

This thesis discusses the Islamic law perspective of the marriage in


Wahdah Islamiyah tradition (a case study of Wahdah Islamiyah Palu). The
research problem is formulated in two sub-issues: 1) How is the concept of
marriage in Wahdah Islamiyah tradition? ; 2) What is Islamic law perspective of
the marriage in Wahdah Islamiyah tradition?
This study was carried out in qualitative method by using data collection,
observation, interview and documentation, through data reduction analysis, data
presentation, and data verification that ended with data validity check.
The study found that: 1) All the concepts of marriage in Wahdah
Islamiyah tradition are adjusted or aligned with the reference to the Islamic
argumentations in both Qur'an and Hadiths stated in this thesis. The
argumentations explain that there are restrictions such as ikhtilat (free mixing
between men and women) and music that we frequently encounter in common
weddings. 2) The fiqh (jurisprudence) scholars agree that marriage is important
and has many positive benefits for humans. Based on the majority opinions of fiqh
scholars, the Islamic law of marriage falls into three categories: wajib
(obligatory), mubah (permitted) and sunnah (recommended). Marriage is
categorized as wajib according to Abu Daud Adz-Dzahiri and Ibnu Hazm. They
based their view on the commemorative order in Surah An-Nisa (4) verse 3 [3] in
which the imperative form (fi'il amar) in the word wa ankihu denotes an
obligatory command. Therefore, marriage is obligatory. In addition, Adz-Dzahiri
argues that marriage is the way to keep away from haram (forbidden) acts. Hence,
a matter that becomes a requirement to carry out the obligatory case is considered
as obligatory as well. Consequently, the unmarried person is regarded as
committing a sin for leaving the obligation. Mubah: Marriage is mubah according
to Shafi'i madhhab. It is either free to perform or abandon. Imam Shafi'i infers that
marriage is permitted because it aims at gaining pleasure and fulfillment of lust as
eating and drinking. Sunnah: The jumhur (majority) scholars, including the
scholars of Hanafi, Maliki, and Hanbali madhhabs, conclude that marriage is
recommended. The commandment contained in Surah An-Nisa verse 3 has the
consequence of sunnah rather than wajib.
The results of this study indicate that the concept applied by Wahdah
Islamiyah is an appropriate concept based on the guidance of the Qur'an and the
teachings of the Prophet Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam in his hadiths.
At the end, Wahdah Islamiyah is just one of the Islamic organizations that attempt
to implement the Islamic laws in every aspect of life, including marriage.

xx

You might also like