You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Heart Failure (HF) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu sindroma klinis
kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah
ke seluruh jaringan tubuh secara adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan
fungsional dari jantung. Pasien dengan HF harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :
- Gejala-gejala (symptoms) dari HF berupa sesak nafas yang spesifik pada saat
istirahat atau saat beraktivitas dan atau rasa lemah, tidak bertenaga.
- Tanda-tanda (signs) dari HF berupa retensi air seperti kongesti paru, edema
tungkai.
- Dan objektif, ditemukannya abnormalitas dari stuktur dan fungsionalitas
jantung.1
Acute Heart Failure (AHF) atau gagal jantung akut merupakan tahap
akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan
morbiditas dan mortalitas pasien jantung.2 Gagal jantung akut menurut European
Society of Cardiology (ESC), merupakan istilah yang digunakan untuk
mendeskripsikan kondisi kegagalan fungsi jantung dengan awitan yang cepat
maupun perburukan dari gejala dan tanda dari gagal jantung.3 Pada sebagian besar
kasus, gagal jantung akut terjadi sebagai akibat perburukan pada pasien yang telah
terdiagnosis dengan gagal jantung sebelumnya (baik gagal jantung dengan fraksi
ejeksi yang rendah/ heart failure with reduced ejection fraction (HF-REF),
maupun pada gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang masih baik/ heart failure
with preserved ejection fraction (HF-PEF).3
Menurut Guidelines European Society of Cardiology (ESC) 2008, gagal
jantung akut mengkategorikan pasien menurut :
a. New onset atau de novo HF (kurang lebih 20% dari total semua pasien
gagal jantung akut). Pada pasien de novo HF terlihat untuk pertama
kalinya gejalagagal jantung akut. Sering kali, tidak ditemukan adanya

1
riwayatkardiovaskuler atau faktor risiko untuk gagal jantung, namun
kadang pasienmemiliki riwayat atau faktor resiko atau kelainan struktur
jantung sebelumnya.
b. Gagal jantung perburukan. Pada pasien ini, pasien memiliki riwayat gagal
jantung kronik dan menunjukkan episode dekompensasi.4
Diperkirakan terdapat sekitar 23 juta orang mengidap gagal jantung di
seluruh dunia.American Heart Association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang
menderita gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan
terdapat 550.000 kasus baru setiap tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika
dan Eropa diperkirakan mencapai 1 – 2%. Namun, studi tentang gagal jantung
akut masih kurang karena belum adanya kesepakatan yang diterima secara
universal mengenai definisi gagal jantung akut serta adanya perbedaan
metodologi dalam menilai penyebaran penyakit ini.4
Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun
pada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi
merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil
Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada di urutan
ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit
di Indonesia.2 Penyakit jantung koroner penyebab tersering terjadinya gagal
jantung di Negara Barat yaitu sekitar 60-75% kasus. Sebesar 75% Hipertensi
berkontribusi menyebabkan gagal jantung termasuk penyakit jantung koroner.
Gagal jantung dengan sebab yang tidak diketahui sebanyak 20 – 30% kasus.4
Mayoritas pasien yang dirawat dengan gagal jantung akut memiliki penyakit
jantung koroner, yang secara independen memiliki prognosis buruk.5

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit Acute Heart Failure.
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapatkan terhadap
kasus Acute Heart Failure serta melakukan penatalaksanaan yang tepat,
cepat dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik.

2
1.3 Manfaat
Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang Acute
Heart Failure.
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenaiAcute
Heart Failure.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.3 Anatomi Jantung


Jantung normal dibungkus oleh perikardium terletak pada mediastinum
medialis dan sebagian tertutup oleh jaringan paru. Bagian depan dibatasi oleh
sternum dan iga 3,4,dan 5.7
Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis media
sternum. Jantung terletak diatas diafragma, miring ke depan kiri dan apeks kordis
berada paling depan dari rongga dada. Apeks ini dapat diraba pada ruang sela iga
4-5 dekat garis medioklavikuler kiri. Batas kranial dibentuk oleh aorta ascendens,
arteri pulmonal dan vena kava superior. Ukuran atrium kanan dan berat jantung
tergantung pada umur, jenis kelamin, tinggi badan, lemak epikardium dan nutrisi
seseorang.7
Anatomi jantung dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu anatomi luar dan
anatomi dalam. Anatomi luar, atrium dipisahkan dari ventrikel oleh sulkus
koronarius yang mengelilingi jantung. Pada sulkus ini berjalan arteri koroner
kanan dan arteri sirkumfleks setelah dipercabangkan dari aorta. Bagian luar kedua
ventrikel dipisahkan oleh sulkus interventrikuler anterior di sebelah depan, yang
ditempati oleh arteri desendens anterior kiri, dan sulkus interventrikularis
posterior di sebelah belakang, yang dilewati oleh arteri desendens posterior.7
Jantung dibagi menjadi separuh kanan dan kiri, dan memiliki empat kamar
(ruang), kamar bagian atas dan bawah di kedua belahannya. Kamar-kamar atas,
atria (atrium,tunggal) menerima darah yang kembali ke jantung dan
memindahkannya e kamar bawah, ventrikel, yang memompa darah dari jantung.7,8
Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum, suatu partisi otot kontinu yang
mencegah pencampuran darah dari kedua sisi jantung. Pemisahan ini sangat
penting, karena separuh kanan jantung menerima dan memompa darah beroksigen

4
rendah sementara sisi kiri jantung menerima dan memompa darah beroksigen
tinggi.8

Gambar 1. Anatomi Jantung

Ruang-ruang jantung yaitu: 8


1. Atrium Dextra
Atrium dextra merupakan muara dari vena cava. Fungsi atrium dextra adalah
tempat penyimpanan dan penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik ke
dalam ventrikel dextra dan kemudian paru-paru.8
2. Atrium Sinistra
Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenasi dari 4 vena pulmonalis
yang bermuara pada dinding postero-superior atau postero-lateral, masing-masing
sepasang vena dextra et sinistra. Antara vena pulmonalis dan atrium sinistra tidak

5
ada katup sejati. Darah mengalir dari atrium sinistra ke ventrikel sinistra melalui
katup mitralis.8

3. Ventrikel Dextra
Ventrikel dextra berbentuk bulan sabit atau setengah lingkaran, dibatasi oleh
katup trikuspidalis, dan dinding inferior ventrikel dextra. Untuk menghadapi
tekanan pulmonar yang meningkat secara perlahan, seperti pada kasus hipertensi
pulmonar progresif, maka sel otot ventrikel dextra mengalami hipertrofi untuk
memperbesar daya pompa agar dapat mengatasi peningkatan resistensi pulmonar,
dan dapat mengosongkan ventrikel. Tetapi pada kasus dimana resistensi pulmonar
meningkat secara akut (seperti pada emboli pulmonary masif) maka kemampuan
ventrikel dextra untuk memompa darah tidak cukup kuat, sehingga seringkali
diakhiri dengan kematian.8
4. Ventrikel Sinistra
Berbentuk lonjong seperti telur, dimana pada bagian ujungnya mengarah ke
antero-inferior kiri menjadi Apex Cordis. Sehingga keberadaan otot-otot yang
tebal dan bentuknya yang menyerupai lingkaran, mempermudah pembentukan
tekanan tinggi selama ventrikel berkontraksi.8
Katup-katup yang ada pada jantung yaitu katup trikuspid ( berada diantara
atrium kanan dan ventrikel kanan, berfungsi mencegah kembalinya aliran darah
menuju atrium kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi ventrikel). Katup
pulmonal (Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam
ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis, memungkinkan darah mengalir dari
ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis, katup bikuspid/mitral (mengatur aliran
darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup
bikuspid menutup pada saat kontraksi ventrikel), katup aorta (katup ini membuka
pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan mengalir ke seluruh
tubuh. Sebaliknya katup akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga
mencegah darah masuk kembali ke dalam ventrikel kiri).8

6
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Otot jantung mirip dengan otot
skelet yaitu memiliki serat otot. Perbedaannya otot jantung tidak dipengaruhi oleh
saraf somatik, otot jantung bersifat involunter. Karena metabolisme sepenuhnya
adalah aerob, otot jantung tidak pernah mengalami kelelahan. Kontraksi jantung
disebut systole sedangkan relaksasi jantung atau pengisian darah pada jantung
disebut diastole.8
Suara jantung terjadi akibat proses kontraksi jantung. Suara jantung 1 (S1)
timbul akibat penutupan katup mitral dan trikuspidalis. Suara jantung 2 (S2)
timbul akibat penutupa katup semilunaris aorta dan semilunaris pulmonal. Suara
jantung 3 (S3) terjadi akibat pengisian ventrikel pada fase diastole. Suara jantung
4 (S4) terjadi akibat kontraksi atrium.8

1.4 Definisi Gagal Jantung Akut (GJA)


Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat/ rapid onset atau
adanya perubahan mendadak gejala atau tanda gagal jantung.1 Gagal jantung akut
adalah serangan cepat dari gejala-gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung
yang abnormal. Gagal jantung akut dapat berupa acutede novo (serangan baru dari
gagal jantung akut, tanpa ada kelainan jantung sebelumnya) atau dekompensasi
akut dari gagal jantung kronik.9

1.5 Klasifikasi Gagal Jantung Akut (GJA)


Menurut Guidelines European Society of Cardiology (ESC) 2008, gagal
jantung akut membuat kategori pasien sebagai berikut:
1. New onset atau de novo heart failure (kurang lebih 20% dari total pasien
sindrom gagal jantung akut). Pasien pada grup ini memperlihatkan gejala
gagal jantung akut untuk pertama kalinya. Beberapa bagian dari pasien ini
akan berkembang menjadi sindrom gagal jantung akut pada saat
mengalami sindrom koroner akut.
2. Gagal jantung perburukan. Pasien pada grup ini memiliki riwayat gagal
jantung kronik dan menunjukkan episode dekompensasi.4

7
Selain klasifikasi tersebut, terdapat pula klasifikasi berdasarkan kelainan
struktural jantung dan berdasarkan kapasitas fungsional, dan disajikan dalam tabel
berikut :

Gambar 2. Klasifikasi berdsarkan stadium dan kelas fungsional

2.4 Etiologi Gagal Jantung Akut (GJA)


Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60 -
70% pasien terutama pada pasien usia lanjut.10 Pada usia muda, gagal jantung
akut lebih sering diakibatkan oleh kardiomiopati dilatasi, aritmia, penyakit
jantung kongenital, penyakit jantung katup dan miokarditis.9,11 Banyak pasien
dengan gagal jantung tetap asimptomatik. Gejala klinis dapat muncul karena
adanya faktor presipitasi yang menyebabkan peningkatan kerja jantung dan
peningkatan kebutuhan oksigen, seperti infeksi, aritmia, kerja fisik, cairan,
lingkungan, emosi yang berlebihan, infark miokard, emboli paru, anemia,
tirotoksikosis, kehamilan, hipertensi, miokarditis dan endokarditis infektif. 9,12
Keadaan yang menyebabkan gagal jantung secara cepat

8
1. Gangguan takiaritmia atau bradikakardia yang berat
2. Sindroma koroner akut
3. Komplikasi mekanis pada sindroma koroner akut (rupture septum
intravetrikuler, akut regurgitasi mitral, gagal jantung kanan)
4. Emboli paru akut
5. Krisis hipertensi
6. Diseksi aorta
7. Tamponade jantung
8. Masalah perioperative dan bedah
9. Kardiomiopati peripartum
Keadaan yang menyebabkan gagal jantung yang tidak terlalu cepat
1. Infeksi ( termasuk infektif endocarditis )
2. Eksaserbasi akut PPOK / asma
3. Anemia
4. Disfungsi ginjal
5. Ketidakpatuhan berobat
6. Penyebab iatrogenik ( obat kortikosteroid, NSAID )
7. Aritmia, bradikardia, dan gangguan konduksi yang tidak menyebabkan
perubahan mendadak laju nadi
8. Hipertensi tidak terkontrol
9. Hiper dan hipotiroidisme
10. Penggunaan obat terlarang dan alkohol

2.5 Patogenesis dan Patofisiologi Gagal Jantung Akut (GJA)


Gagal jantung merupakan manifestasi akhir dari kebanyakan penyakit
jantung. Pada disfungsi sistolik, kapasitas ventrikel untuk memompa darah
terganggu karena gangguan kontraktilitas otot jantung yang dapat disebabkan oleh
rusaknya miosit, abnormalitas fungsi miosit atau fibrosis, serta akibat
pressureoverload yang menyebabkan resistensi atau tahanan aliran sehingga
stroke volume menjadi berkurang.9 Sementara itu, disfungsi diastolik terjadi akibat
gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan

9
berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian
ventrikel saat diastolik.9 Penyebab tersering disfungi diastolik adalah penyakit
jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati
hipertrofi.9
Beberapa mekanisme kompensasi alami akan terjadi pada pasien gagal
jantung sebagai respon terhadap menurunnya curah jantung serta untuk membantu
mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk memastikan perfusi organ yang
cukup.
Mekanisme tersebut mencakup:
1. Mekanisme Frank Starling
Menurut hukum Frank-Starling, penambahan panjang serat menyebabkan
kontraksi menjadi lebih kuat sehingga curah jantung meningkat.
2. Perubahan neurohormonal
Peningkatan aktivitas simpatis merupakan mekanisme paling awal untuk
mempertahankan curah jantung.Katekolamin menyebabkan kontraksi otot jantung
yang lebih kuat (efek inotropik positif) dan peningkatan denyut jantung.Sistem
saraf simpatis juga turut berperan dalam aktivasi sistem renin angiotensin
aldosteron (RAA) yang bersifat mempertahankan volume darah yang bersirkulasi
dan mempertahankan tekanan darah.Selain itu dilepaskan juga counter-regulator
peptides dari jantung seperti natriuretic peptides yang mengakibatkan terjadinya
vasodilatasi perifer, natriuresis dan diuresis serta turut mengaktivasi sistem saraf
simpatis dan sistem RAA.
3. Remodeling dan hipertrofi ventrikel
Dengan bertambahnya beban kerja jantung akibat respon terhadap
peningkatan kebutuhan maka terjadi berbagai macam remodeling termasuk
hipertrofi dan dilatasi.Bila hanya terjadi peningkatan muatan tekanan ruang
jantung atau pressure overload (misalnya pada hipertensi, stenosis katup),
hipertrofi ditandai dengan peningkatan diameter setiap serat otot.Pembesaran ini
memberikan pola hipertrofi konsentrik yang klasik, dimana ketebalan dinding
ventrikel bertambah tanpa penambahan ukuran ruang jantung. Namun, bila
pengisian volume jantung terganggu (misalnya pada regurgitasi katup atau ada

10
pirau) maka panjang serat jantung juga bertambah yang disebut hipertrofi
eksentrik, dengan penambahan ukuran ruang jantung dan ketebalan dinding.9
Mekanisme adaptif tersebut dapat mempertahankan kemampuan jantung
memompa darah pada tingkat yang relatif normal, tetapi hanya untuk sementara.
Perubahan patologik lebih lanjut, seperti apoptosis, perubahan sitoskeletal,
sintesis, dan remodelling matriks ekstraselular (terutama kolagen) juga dapat
timbul dan menyebabkan gangguan fungsional dan struktural yang semakin
mengganggu fungsi ventrikel kiri.9,13

2.6 Manifestasi Klinis Gagal Jantung Akut (GJA)


Manifestasi klinis gagal jantung akut memberikan gambaran atau kondisi
dengan spektrum yang luas dan setiap klasifikasi tidak akan dapat
menggambarkan secara spesifik. Pasien dengan gagal jantung akut biasanya akan
memperlihatkan salah satu dari enam bentuk GJA namun dapat pula terjadi
tumpang tindih. Gejala gagal jantung akut terutama disebabkan oleh kongesti paru
yang berat sebagai akibat peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri yang
meningkat, dapat disertai penurunan curah jantung ataupun tidak.14
Keenam bentuk gagal jantung akut ini adalah:
1. Perburukan atau gagal jantung kronik dekompensasi, yaitu adanya riwayat
perburukan yang progresif pada pasien yang sudah diketahui dan
mendapat terapi sebelumnya sebagai pasien gagal jantung kronik dan
dijumpai adanya kongesti sistemik dan kongesti paru. Tekanan darah yang
rendah pada saat masuk RS merupakan penanda dari prognosis yang buruk
2. Edema paru, yaitu pasien dengan respiratory distress yang berat,
pernapasan yang cepat, dan orthopnea dan ronki pada seluruh lapangan
paru. Saturasi oksigen arterial biasanya < 90% pada suhu ruangan,
sebelum mendapat terapi oksigen
3. Gagal jantung akut hipertensif, yaitu terdapat gejala dan tanda-tanda gagal
jantung yang disertai tekanan darah tinggi, juga terdapat tanda-tanda
peninggian tonus simpatitik dengan takikardia dan vasokonstriksi.

11
Umumnya memperlihatkan kongesti paru tanpa tanda-tanda kongesti
sistemik
4. Syok kardiogenik, didefinisikan sebagai adanya bukti tanda-tanda
hipoperfusi jaringan yang disebabkan oleh gagal jantung, walau sesudah
dikoreksi secara adekuat. Ditandai dengan penurunan tekanan darah
sistolik kurang dari 90 mmHg atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata
lebih dari 30 mmHg dan atau penurunan pengeluaran urin kurang dari 0,5
ml/kgBB/jam. Gangguan irama jantung sering ditemukan
5. Gagal jantung kanan terisolasi, ditandai dengan adanya sindrom “low
output” tanpa disertai oleh kongesti paru dengan peninggian tekanan vena
jugularis dengan atau tanpa hepatomegali dan tekanan pengisian ventrikel
kiri yang rendah
6. Sindrom koroner akut dan gagal jantung. Banyak pasien gagal jantung
akut timbul bersamaan dengan sindroma koroner akut yang dibuktikan
dari gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Kira-kira 15 % pasien
sindroma koroner akut memperlihatkan gejala dan tanda-tanda gagal
jantung

2.7 Diagnosis Gagal Jantung Akut (GJA)


Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan tanda dan
gejala,penilaian klinis, dan pemeriksaan penunjang, yaitu elektrokardiografi
(EKG), fototoraks, biomarker, dan ekokardiografi.Gejala akut dapat bervariasi,
perburukan dapat terjadi dalam hitungan hari ataupun minggu (misalnya sesak
napas yang berat atau edema) tapi beberapa berkembang dalam hitungan jam
sampai menit (misalnya yang berhubungan dengan infsrk miokard akut). Gejala
biasanya bervariasi mulai dari edema paru yang mengancam jiwa atau syok
kardiogenik sampai edema perifer yang berat.9
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Umumnya pasien datang dengan keluhan sesak napas yang terjadi
secara akut, sesak napas dapat dijumpai saat istirahat atau saat

12
aktivitas, kemudian pasien juga dapat mengeluhkan lelah, letih, dan
atau adanya pembengkakan pada kaki.
Pada pemeriksaan fisik, tanda khas yang dapat dijumpai pada
pasien gagal jantung adalah takikardia, takipnu, rales pada paru, efusi
pleura, peningkatan tekanan vena jugular, edema perifer, dan
hepatomegali.

2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Natriuretic peptide
Karena tanda dan gejala gagal jantung kadang tidak
spesifik, banyak pasien yang dicurigai mengalami gagal
jantung yang dikirim menjalani pemeriksaan ekhokardiografi,
namun ternyata tidak memiliki abnormalitas dalam struktur
jantung. Ketika kemampuan ekhokardiografi menjadi terbatas,
pendekatan lain untuk mendiagnosis adalah dengan memeriksa
konsentrasi peptida natriuretik darah, keluarga hormon yang
disekresikan berlebih bila terjadi jejas pada jantung atau beban
pada salah satu ruang jantung mengalami peningkatan (misal
pada fibrilasi atrium, emboli paru dan beberapa kondisi non-
kardiak termasuk gagal ginjal).15
Banyak penelitian telah meneliti batas konsentrasi dua
untuk mengeksklusi gagal jantung untuk dua macam peptida
natriuretik yang biasa digunakan, B-type natriuretic peptide
(BNP) dan N-terminal pro B-type natriuretic peptide (NT-
proBNP).Batasan eksklusi berbeda pada pasien yang dating
dengan awitan akut atau perburukan gejala dan pada psein
dengan awitan yang lebih gradual.Untuk pasien dengan awitan
akut atau perburukan gejala, nilai optimal untuk mengeksklusi
adalah 300 pg/mL untuk NT-pro BNP dan100 pg/mL untuk
BNP.Untuk pasien non akut, nilai optimal untuk mengeksklusi

13
adalah 125 pg/mL untuk NT-proBNP dan 35 pg/mL untuk
BNP. Sensitifitas dan spesifisitas dari BNP dan NT-proBNP
untuk diagnosis gagal jantung juga lebih rendah pada pasien-
pasien non akut.3
b. Analisis Gas Darah Arterial
AGDA memungkinkan kita untuk menilai
oksigenasi (pO2), fungsi respirasi (pCO2) dan keseimbangan
asam basa (pH) dan harus dinilai pada setiap pasien dengan
respiratory distress berat. Asidosis merupakan penanda perfusi
jaringan yang buruk atau retensi CO2 dan hal ini dikaitkan
dengan prognosis yang buruk. Pengukuran dengan pulse
oksimetri dapat menggantikan AGDA tetapi tidak bisa
memberikan informasi pCO2 atau keseimbangan asam basa.

3. Foto Toraks
Foto Toraks harus diperiksakan secepat mungkin saat masuk pada
semua pasien yang diduga gagal jantung akut untuk menilai derajat
kongesti paru dan untuk mengetahui adanya kelainan paru dan jantung
yang lain seperti efusi pleura, infiltrat, atau kardiomegali.
Foto toraks memiliki keterbatasan dalam penegakan diagnosis dari
pasien dengan kecurigaan gagal jantung, namun hal ini mungkin
sangat berguna dalam mengidentifikasi alternatif keterlibatan paru
untuk tanda dan gejala pasien. Pemeriksaan ini akan menunjukkan
kongesti vena pulmonalis atau edema pada pasien dengan gagal
jantung. Penting untuk dicatat bahwa disfungsi sistolik ventrikel kiri
yang signifikan akan memberikan gambaran kardiomegali pada foto
thoraks.3

4. Elektrokardiogram dan Ekhokardiografi


Ekhokardiogram dan elektrokardiogram (EKG) merupakan
pemeriksaan penting untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.
Ekhokardiogram menyajikan informasi yang segera mengenai volume

14
ruang jantung, fungsi sistoli dan diastolik ventrikel, ketebalan otot, dan
fungsi katup . EKG membantu untuk melihat irama jantung dan
konduksi elektrik, misal adanya penyakit sinoatrial, blok
atrioventrikuler, atau konduksi interventrikuler yang abnormal. EKG
juga menunjukkan bukti adanya hipertrofi ventrikel kiri atau
gelombang Q yang mengindikasikan adanya kehilangan miokardium
yang viabel, yang membantu memberikan bukti tentang kemungkinan
etiologi dari gagal jantung.3

2.8 Terapi Gagal Jantung Akut


Tujuan utama terapi GJA adalah mengobati gejala, koreksi hipoksia,
memperbaiki hemodinamik dan perfusi organ, membatasu kerusakan jantung dan
ginjal, mencegah tromboemboli, meminimalkan lama perawatan intensif.
2.8.1 Terapi Umum
Terapi umum pada gagal jantung akut ditujukan untuk mengatasi
infeksi,gangguan metabolik (diabetes mellitus), keadaan katabolik yang tidak
seimbangantara nitrogen dan kalori yang negatif, serta gagal ginjal.17
2.8.2 Terapi Oksigen dan Ventilasi
Terapi ini ditujukan untuk memberikan oksigen yang adekuat
untukmemenuhi kebutuhan oksigen tingkat sel sehingga dapat mencegah
disfungsi endorgan dan awitan kegagalan multi organ. Pemeliharaan saturasi O2
dalam batasnormal (95%-98%) penting untuk memaksimalkan oksigenasi
jaringan.17
2.8.3 Terapi MedikamentosaTabel 24Rekomendasi terapi pasien gagal jantung akut
Rekomendasi terapi pasien gagal jantung akut:
a. Pasien dengan edema/kongesti paru tanpa syok

15
1. Diuretika loop (IV) direkomendasikan untuk mengurangi sesak nafas dan
kongesti. Gejala , urin, fungsi renal dan elektrolit harus diawasi secara
berkala selama penggunaan diuretika IV.
2. Pemberian Oksigen dosis tinggi direkomendasikan bagi pasien dengan
saturasi perifer < 90% atau PaO2 < 60 mmHg, untuk memperbaiki
hipoksemia.
3. Profilaksis tromboemboli direkomendasikan pada pasien yang belum
mendapat antikoagulan dan tidak memiliki kontraindikasi terhadap
antikoagulan, untuk menurunkan risiko deep vein thrombosis dan emboli
paru
4. Pemberian ventilasi non invasive (CPAP, dll) harus dipertimbangkan bagi
pasien dengan edema paru dan pernafasan > 20x/ menit untuk mengurangi
sesak nafas, mengurangi hiperkapnia dan asidosis. Ventilasi non invasive
dapat menurunkan tekanan darah dan tidak dipergunakan pada pasien
dengan tekanan darah sistolik < 85 mmHg.
5. Opium (IV) harus dipertimbangkan terutama bagi pasien yang gelisah,
cemas atau distress untuk menghilangkan gejala-gejala tersebut dan
mengurangi sesak nafas. Kesadaran dan usaha nafas harus diawasi secara
ketat, karena pemberian obat ini dapat menekan pernafasan
6. Pemberian nitrat (IV) harus dipertimbangkan bagi pasien edema/ kongesti
paru dengan tekanan darah sistolik > 110 mmHg, yang tidak memiliki
stenosis katup mitral dan atau aorta, untuk menurunkan tekanan baji
kapiler paru dan resistensi vascular sistemik. Nitrat juga dapat
menghilangkan dispnoe dan kongesti. Gejala dan tekanan darah harus
dimonitor secara ketat selama pemberian obat ini.
7. Infus sodium nitroprusid dapat dipertimbangkan bagi pasien edema/
kongesti paru dengan tekanan darah sistolik > 110 mmHg yang tidak
memiliki stenosis katup mitral dan atau aorta untuk menurunkan tekanan
baji kapiler paru dan resistensi vascular sistemik. Nitrat juga dapat
menghilangkan dispnoe dan kongesti. Gejala dan tekanan darah harus
dimonitor secara ketat selama pemberian obat ini.

16
8. Obat inotropic TIDAK direkomendasikan kecuali pasien mengalami
hipotensi (tekanan darah sistolik < 85 mmHg), hipoperfusi atau syok
dikarenakan faktor keamanannya (bias menyebabkan aritmia
atrial/ventricular iskemia miokard dan kematian).
a. Pasien dengan hipotensi, hipoperfusi atau syok
1. Kardioversi elektrik direkomendasikan bila aritmia ventricular atau atrial
dianggap sebagai penyebab ketidakstabilan hemodinamik, untuk
mengembalikan irama sinus dan memperbaiki kondisi klinis pasien.
2. Pemberian inotropic (IV) harus dipertimbangkan pada paien dengan
hipotensi (tekanan darah sistolik < 85 mmHg) dan atau hipoperfusi untuk
meningkatkan curah jantung, tekanan darah dan memperbaiki perfusi
perifer. EKG harus domonitor secara kontinu karena inotropic dapat
menyebabkan aritmia dan iskmia miokardial.
3. Alat bantu sirkulasi mekanik untuk sementara perlu dipertimbangkan
(sebagai ‘jembatan’ untuk pemulihan) pada paien yang tetap dalam
keadaan hipoperfusi walaupun sudah mendapat terapi inotropic dengan
penyebab yang reversible (mis. Miokarditis virus) atau berpotensial untuk
menjalani tindakan intervensi (mis. Ruptur septum intraventrikular).
4. Levosimendan (IV) atau penghambat fosfodiesterase dapat
dipertimbangakn untuk mengatasi efek penyekat beta bila dipikirkan
bahwa penyekat beta sebagai penyebab hipoperfusi. EKG harus dimonitor
karena obat ini bias menyebabkan aritmia dan atau iskemia miokardial dan
juga obat ini mempunyai efek vasodilator sehingga tkanan darah juga
harus dimonitor
5. Vasopesor (mis. Dopamine atau norepinefrin) dapat dipertimbangakan
bagi pasien yang mengalami syok kardiogenik, walaupun sudah mendapat
inotropic, untuk meningkatkan tekanan darah dan perfusi organ vital. EKG
harus dimonitor karena obat ini dapat menyebabakan aritmia dan atau
iskemia miokardial. Pemasangan monitor tekanan darah intra-arterial juga
harus dipertimbangkan.

17
6. Alat bantu sirkulasi mekanik untuk sementara juga harus dipertimbangalan
pada pasien yang mengalami perburukan kondisi dengan cepat sebelum
evalusi klinis dan diagnostik lengkap dapat dikerjakan.
b. Pasien dengan Sindroma Koroner Akut
1. Tindakan Intervensi Koroner Perkutaneus Primer (IKPP) atau Bedah
Pintas Arteri Koroner (BPAK) direkomendasikan bila terdapat elevasi
segmen ST atau LBBB baru untuk mengurangi perluasan nekrosis miosit
dan risiko kematian mendadak.
2. Alternatif IKPP atau BPAK : trombilitik (IV) direkomendasikan, bila
IKPP/ BPAK tidak dapat dilakukan, pada elevasi segmen ST atau LBBB
baru , untuk mengurangi perluasan nekrosis miosit dan risiko kematian
mendadak.
3. IKP dini (atau BPAK pada pasien tertetu) direkomendasikan pada
sindroma kaoroner akut non elevasi segmen ST untuk mengurangi risiko
sindroma koroner akut berulang. Tindakan revaskularisasi secepat
direkomendasikan bagi pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil.
4. Antagonis mineralokortikoid direkomendasikan untuk menurunkan risiko
kematian dan perawatan karena masalah cardiovascular pada pasein
dengan fraksi ejeksi < 40%.
5. ACE (ARB) direkomendasikan bagi pasien dengan fraksi ejeksi <40%,
setelah kondisi stabil, untuk mengurangi risiko kematian, infark miokard
berulang dan perawatan oleh karena gagal jantung.
6. Penyekat ß direkomendasikan bagi pasien dengan fraksi ejeksi <40 %,
setelah kondisi stabil, untuk mengurangi risiko kematian, infark miokard
berulang dan perawatan oleh karena gagal jantung.
7. Opiat (IV) harus dipertimbangkan untuk mengurangi nyeri iskemik yang
hebat (dan memperbaiki sesak nafas). Kesadaran dan usaha nafas harus
dimonitor secara ketat karena opiate dapat menyebabkan depresi
pernafasan.
c. Pasien dengan Fibrilasi Atrial dan laju ventrikuler yang cepat

18
1. Pasien harus mendapat antikoagulan (mis.heparin) selama tidak ada
kontraindikasi, segera setelah dideteksi irama fibrilasi atrial untuk
mengurani risiko tromboemboli.
2. Kardioversi elektrik direkomendasikan pada pasien dengan hemodinamik
yang tidak stabil yang diharuskan untuk segera kembali ke irama sinus,
untuk memperbaiki kondisi klinis dengan cepat.
3. Kardioversi elektrik atau farmakologik dengan amiodaron harus
dipertimbangkan pada pasien yang diputuskan untuk kembali ke irama
sinus tetapi (strategi‘kontrol irama’). Stretegi ini hanya ditujukan bagi
pasien yang baru pertama kali mengalami fibrialsi atrial dengan durasi <
48 jam (atau pada pasien tanpa thrombus di appendiks atrium kiri pada
ekokardiografi transesofagus).
4. Pemberian glikosida kardiak harus dipertimbangkan untuk mengontrol laju
ventrikel.
5. Antiaritmia kelas I, tidak direkomendasikan karena pertimbangkan
keamanannya (meningkatkan risiko kematian dini), terutama pada pasien
dengan disfungsi sistolik
d. Pasien dengan brakikardia berat atau blok jantung
1. Pacu jantung direkomendasikan bagi pasien dengan hemodinamik yang
tidak stabil oleh karena bardikardia berat atau blok jantung, untuk
memperbaiki kondisi klinis pasien.

2.9. Prognosis
Pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat
buruk.Dalam satu randomized trial yang besar pada pasien yang dirawat dengan
gagaljantung yang mengalami dekompensasi, mortalitas 60 hari adalah 9,6%
danapabila dikombinasi dengan mortalitas dan perawatan ulang dalam 60 hari
jadi35,2%. Sekitar 45% pasien GJA akan dirawat ulang paling tidak satu kali,
15%paling tidak dua kali dalam 12 bulan pertama. Angka kematian lebih tinggi
lagipada infark jantung yang disertai gagal jantung berat dengan mortalitas dalam
12bulan adalah 30%.16

19
Terdapat beberapa faktor klinis yang penting pada pasien dengan gagal
jantung akut yang dapat mempengaruhi respon terhadap terapi maupun prognosis,
diantaranya adalah:19
1. Tekanan darah sistolik yang tinggi saat masuk berhubungan dengan
mortalitas pasca perawatan yang rendah namun perawatan ulang dalam 90
hari tidak berbeda antara pasien dengan hipertensi maupun normotensi.
Tekanan darah sistolik yang rendah (< 120 mmHg) saat masuk rumah
sakit menunjukkan prognosis yang lebih buruk. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Gheorghiadeet al didapatkan bahwa peningkatan tekanan
darah sistolik berhubungan dengan mortalitas selama perawatan yang
rendah yaitu 7.2% (<120 mm Hg), 3.6% (120-139 mm Hg), 2.5% (140-
161 mm Hg). 1.7% (>161 mm Hg).
2. Gangguan fungsi ginjal tampaknya juga mempengaruhi hasil akhir pada
gagal jantung akut. Pada penelitian yang dilakukan Klein et al didapatkan
bahwa rendahnya estimated glomerular filtration rate (eGFR) dan
tingginya BUN saat masuk RS berkaitan dengan meningkatnya risiko
kematian dalam 60 hari pasca perawatan.
3. Pada pasien gagal jantung yang disertai PJK terdapat peningkatan
mortalitas pasca perawatan dibandingkan pasien tanpa PJK. Secara umum,
penyakit jantung koroner dapat meningkatkan mortalitas pasien gagal
jantung akut.13
Angka mortalitas mencapai 20-40% pada gagal jantung yang berhubungan
dengan infark miokard akut. Peningkatan kadar troponin yang diobservasi
pada 30 – 70% pasien dengan PJK berkaitan dengan meningkatnya
mortalitas pasca perawatan sebanyak 2 kali, sedangkan angka perawatan
ulang dirumah sakit meningkat 3 kali.20
4. Peningkatan kadar natriuretik peptida juga berhubungan dengan
meningkatnya mortalitas pasca perawatan dan perawatan ulang di rumah
sakit.
5. Pasien dengan tekanan baji kapiler paru yang rendah memperlihatkan
peningkatan survival pasca perawatan. Tekanan baji kapiler paru yang

20
tinggi, sama atau lebih dari 16 mmHg merupakan prediktor mortalitas
tinggi.
6. Durasi QRS yang memanjang juga menjadi faktor independen terhadap
tingginya morbiditas dan pasca perawatan.
7. Hiponatremia juga berpengaruh terhadap mortalitas GJA. Sekitar 25%
hingga 30% pasien GJA akut memiliki hiponatremia ringan (Na < 130
mmol/L). Hiponatremia sedang sampai berat didefinisikan sebagai
konsentrasi Na plasma < 130 mmol/L, namun jarang terjadi pada pasien
gagal jantung akut.

21

You might also like