You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN : SEPSIS

1. Pengertian
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan menyebabkan
respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering menyebabkan penurunan perfusi
organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda
D.U, 2006)
Sepsis adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama
kehidupan. Muscari, Mary E. 2005. hal 186).
Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi
yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges, Marylyn E.
2000, hal 871).
Sepsis adalah infeksi berat dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. (Surasmi,
Asrining. 2003, hal 92).

2.Etiologi

a. Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri mampu
menyebabkan sepsis.
b. Streptococcus grup B merupakan penyebab umum sepsis diikuti dengan
Echerichia coli, malaria, sifilis, dan toksoplasma. Streptococcus grup A, dan
streptococcus viridans, patogen lainnya gonokokus, candida alibicans, virus
herpes simpleks (tipe II) dan organisme listeria, rubella, sitomegalo, koksaki,
hepatitis, influenza, parotitis.
c. Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan.
d. Perawatan antenatal yang tidak memadai.
e. Ibu menderita eklampsia, diabetes melitus.
f. Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.
g. Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan.
h. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasid pada neonatus
3.Tanda dan Gejala
a. Tanda dan Gejala Umum
1) Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan normal.
2) Aktivitas lemah atau tidak ada
3) Tampak sakit
4) Menyusun buruk/intoleransi pemberian susu.

b. Sistem Pernafasan
1) Dispenu
2) Takipneu
3) Apneu
4) Tampak tarikan otot pernafasan
5) Merintik
6) Mengorok
7) Pernapasan cuping hidung
8) Sianosis

c. Sistem Kardiovaskuler
1) Hipotensi
2) Kulit lembab dan dingin
3) Pucat
4) Takikardi
5) Bradikardi
6) Edema
7) Henti jantung

d. Sistem Pencernaan
1) Distensi abdomen
2) Anoreksia
3) Muntah
4) Diare
5) Menyusu buruk
6) Peningkatan residu lambung setelah menyusu
7) Darah samar pada feces
8) Hepatomegali

e. Sistem Saraf Pusat


1) Refleks moro abnormal
2) Intabilitas
3) Kejang
4) Hiporefleksi
5) Fontanel anterior menonjol
6) Tremor
7) Koma
8) Pernafasan tidak teratur
9) High-pitched cry

f. Hematologi
1) Ikterus
2) Petekie
3) Purpura
4) Prdarahan
5) Splenomegali
6) Pucat
7) Ekimosis
4. Patofisiologi (Pathway)
Sepsis disebabkan oleh bakteri gram negatip (70%), bakteri gram positip (20-40%), jamur
dan virus (2-3%), protozoa (Iskandar, 2002).Produk bakteri yang berperan penting pada
sepsis adalah lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen utama membran terluar
bakteri gram negatip dan berperan terhadap timbulnya syok sepsis (Guntur, 2008; Cirioni et
al., 2006). LPS mengaktifkan respon inflamasi sistemik (Systemic Inflamatory Response
Syndrome/SIRS) yang dapat mengakibatkan syok serta Multiple Organ Failure (MOF) (Arul,
2001). Apoptosis berperan dalam terjadinya patofisiologi sepsis dan mekanisme kematian sel
pada sepsis (Hotchkiss dan Irene, 2003; Chang et al., 2007).Pada pasien sepsis akan terjadi
peningkatan apoptosis limfosit lebih besar dari 25% total limfosit di lien (Irene, 2007).
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis, masih banyak faktor
lain (nonsitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan penyakit. Respon tubuh
terhadap patogen melibatkan berbagai komponen sistem imun dan sitokin, baik yang bersifat
proinflamasi maupun antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah tumor necrosis
factor(TNF), interleukin-1(IL-1), dan interferon-γ (IFN-γ) yang bekerja membantu sel untuk
menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah
interleukin-1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, dan IL-10 yang bertugas untuk memodulasi,
koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Sedangkan IL-6 dapat bersifat
sebagai sitokin pro- dan anti-inflamasi sekaligus.
Penyebab sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin gram (-)
maupun eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin utama yaitu lipopolisakarida (LPS) atau
endotoksin glikoprotein kompleks dapat secara langsung mengaktifkan sistem imun seluler
dan humoral, bersama dengan antibodi dalam serum darah penderita membentuk
lipopolisakarida antibodi (LPSab). LPSab yang berada dalam darah penderita dengan
perantaraan reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag yang kemudian
mengekspresikan imunomudulator.
5. Komplikasi
a. Hipoglikemia, asidosis metabolik
b. Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial
c. Ikterus/kernikterus

6. Penatalaksanaan medis
a. Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi, mengontrol
sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang
sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik, terapi
suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respons
imunmaladaptifhost terhadap infeksi.
1) Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi, terapi cairan
(kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi
pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-
12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam
resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12
mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian
dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit).
2) Eliminasi sumber infeksi
Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak
mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan implan prostesis
yang terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang adekuat.
3) Terapi antimikroba
Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik intravena
sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi
inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur
dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya
disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin
seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses
inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi
organ
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi dan
klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik
daripada monoterapi.
f) Kontrol gula darah

Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan mortalitas sebesar 10.6-
20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin untuk mencapai kadar gula darah antara 80-
110 mg/dL dibandingkan pada kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar gula darah
>115 mg/dL. Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat diaplikasikan dalam praktek
ICU, masih perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.

g) Gangguan koagulasi

Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan DIC (konsumsi
faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan,
terjadi penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus
menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan, berupa heparin,
antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan dapat diberikan, tetapi tidak terbukti
menurunkan mortalitas.

h) Kortikosteroid

Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan dosis 50 mg bolus
IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas
dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi
sepsis.

Diagnosis penunjang

Radiografi pada dada seharusnya dilakukan sebagai bagian dari evaluasi diagnostik dari bayi
yang diduga sepsis dan tanda-tanda penyakit saluran pernapasan. Dalam kasus ini, radiografi
dada dapat menunjukkan difusi atau infiltrat fokus, penebalan pleura, efusi atau mungkin
menunjukkan broncograms udara dibedakan dari yang terlihat dengan sindrom gangguan
pernapasan surfaktan-kekurangan. Studi radiografi lainnya dapat diindikasikan dengan kondisi
klinis spesifik, seperti diduga osteomyelitis atau necrotizing enterocolitis (McMillan, 2006)

Pemeriksaan labolatorium perlu dilakukan untuk menunjukan penetapan diagnosis. Selain itu,
hasil pemeriksaan tes resistensi dapat digunakan untuk menentukan pilihan antibiotik yang tepat.
Pada hasil pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemuksan anemia, laju endap darah mikro tinggi,
dan trombositopenia. Hasil biakan darah tidak selalu positif walaupun secara klinis sepsis sudah
jelas. Selain itu, biakan perlu dilakukan terhadap darah, cairan serebrospinal, usapan umbilikus,
lubang hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan drainase atau hasil isapan isapan lambung. Hasil
biakan darah memberi kepastian adanya sepsis, setelah dua atau tiga kali biakan memberikan
hasil positif dengan kuman yang sama. Bahan biakan darah sebaiknya diambil sebelum bayi
diberi terapi antibiotika. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan, antara lain pemeriksaan C-
Reactive protein (CRP) yang merupakan pemeriksaan protein yang disentetis di hepatosit dan
muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. (Surasmi, 2003)

7. Konsep Askep
a) Pengkajian
1) Pengakjian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data yang perlu dikaji adalah :
a) Sosial ekonomi
b) Riwayat perawatan antenatal
c) Ada/tidaknya ketuban pecah dini
d) Partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus)
e) Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi atau tempat lain
f) Riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea, dll)
g) Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita penyakit infeksi (mis,
taksoplasmosis, rubeola, toksemia gravidarum dan amnionitis)
2) Pada pengkajian fisik ada yang akan ditemukan meliputi :
a) Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama)
b) Tidak mau minum/reflek menghisap lemah
c) Regurgitasi
d) Peka rangsang
e) Pucat
f) Hipotoni
g) Hiporefleksi
h) Gerakan putar mata
i) BB berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis
j) Sianosis
k) Gejala traktus gastro intestinal (muntah, distensi abdomen atau diare)
l) Hipotermi
m) Pernapasan mendengkur bardipnea atau apenau
n) Kulit lembab dan dingin
o) Pucat
p) Pengisian kembali kapiler lambar
q) Hipotensi
r) Dehidrasi
s) Pada kulit terdapat ruam, ptekie, pustula dengan lesi atau herpes.
3) Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah :
a) Bilirubin
b) Kadar gular darah serum
c) Protein aktif C
d) Imunogloblin IgM
e) Hasil kultur cairan serebrospinal, darah asupan hidung, umbilikus, telinga, pus dari lesi, feces
dan urine.
Juga dilakukan analisis cairan serebrospinal dan pemeriksaan darah tepi dan jumlah leukosit.

8. Diagnosa Keperawatan
a. Infeksi yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi sebelum, selama dan sesudah
kelahiran.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum sedikit atau intoleran terhadap
minuman.
c. Gangguan pola pernapasan yang berhubungan dengan apnea.
d. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi oleh
petugas.
e. Koping individu efektif yang berhubungan dengan kesalahan dan kecemasan-kecemasan infeksi
pada bayi dan konsekuensi yang serius dari infeksi.

9. Nursing Care Planning (NCP)


Diagnosa Keperawatan 1 : Infeksi yang berhubungan dengan penu;aran ifneksi pada bayi
sebelum, selama dan sesudah kelahiran.
Tujuan 1 : Mengenali secara dini bayi yang mempunyai resiko menderita infeksi.
Kriteria evaluasi : penularan infeksi tidak terjadi.
Intervensi :
a. Kaji bayi yang memiliki resiko menderita infeksi meliputi :
1) Kecil untuk masa kehamilan, besar untuk masa kehamilan, prematur.
2) Nilai apgar dibawah normal
3) Bayi mengalami tindakan operasi
4) Epidemi infeksi dibangsal bayi dengan kuman E. coli Streptokokus
5) Bayi yang megalami prosedur invasif
6) Kaji riwayat ibu, status sosial ekonomi, flora vagina, ketuban pecah dini, dan infeksi yang
diderita ibu.
b. Kaji adanya tanda infeksi meliputi suhu tubuh yang tidak stabil, apnea, ikterus, refleks mengisap
kurang, minum sedikit, distensi abdomen, letargi atau iritablitas.
c. Kaji tanda infeksi yang berhubungan dengan sistem organ, apnea, takipena, sianosis, syok,
hipotermia, hipertermia, letargi, hipotoni, hipertoni, ikterus, ubun-ubun cembung, muntah diare.
d. Kaji hasil pemeriksaan laboratorium
e. Dapatkan sampel untuk pemeriksaaan kultur.
Tujuan 2 : Mencegah dan meminimalkan infeksi dan pengaruhnya intercensi keperawatan.
a. Berikan suhu lingkungan yang netral
b. Berikan cairan dan nutrisi yang dibutuhkan melalui infus intravena sesuai berat badan, usia dan
kondisi.
c. Pantau tanda vital secara berkelanjutan
d. Berikan antibiotik sesuai pesanan
e. Siapkan dan berikan cairan plasma segar intravena sesuai pesanan
f. Siapkan untuk transfusi tukar dengan packed sel darah merah atas indikasi sepsis.

Diagnosa Keperawatan 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum
sedikit atau intoleran terhadap minuman.
Tujuan : memelihara kebutuhan nutrisi bayi, berat badan bayi tidak tujuan, menunjukkan
kenaikan berat badan.
Kriteria hasil : nutrisi dan cairan adekuat.
Intervensi keperawatan :
a. Kaji intoleran terhadap minuman
b. Hitung kebutuhan minum bayi
c. Ukur masukan dan keluaran
d. Timbang berat badan setiap hari
e. Catat perilaku makan dan aktivitas secara kurat
f. Pantau koordinasi refleks mengisap dan menelan
g. Ukur berat jenis urine
h. Berikan minuman yang adekuat dengan cara pemberian sesuai kondisi
i. Pantai distensi abdomen (residu lambang)

Diagnosa Keperawatan 3 : Gangguan pola pernafasan yang berhubungan dengan apnea.


Tujuan : mengatur dan membantu usaha bernpaas dan kecukupan oksigen.
Kriteria hasil : frekuensi pernapasan normal, tidak mengalami apneu.
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji perubahan pernapasan meliputi takipnea, pernapasan cuping hidung, gunting,sianosis, ronki
kasar, periode apnea yang lebih dari 10 detik.
b. Pantau denyut jantung secara elektronik untuk mengetahui takikardia atau bradikardia dan
perubahan tekanan darah.
c. Sediakan oksigen lembap dan hangat dengan kadar T1O2 yang rendah untuk menjaga
pengeluaran energi dan panas.
d. Sediakan alat bantu pernapasan atau ventilasi mekanik
e. Isap lendir atau bersihkan jalan napas secara hati-hati
f. Amati gas darah yang ada atua pantau tingkat analisis gas darah sesuai kebutuhan.
g. Atur perawatan bayi dan cegah penanganan yang berlebihan.

Diagnosa Keperawatan 4 : Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan penularan
infeksi pada bayi oleh petugas.
Tujuan : menceghah terjadinya infeksi nasokomial
Kriteria hasil : cedera pada bayi tidak terjadi.
Intervensi keperawatan :
a. Lakukan tindakan pencegahan umum, taati aturan/kebijakan keberhasilan kamar bayi.
b. Isolasi bayi yang datang dari luar ruang perawatan sampai hasil kultur dinyatakan negatif.
c. Keluarkan bayi dari ruang perawatan atua ruang isolasi yang ibunya menderita infeksi dan beri
tahu tentang penyakitnya.
d. Semua personel atau petugas perawatan didalam ruang atau saat merawat bayi tidak menderita
demam, penyakit pernapasan atau gastrointestinal, luka terbuka dan penyakit menular lainnya.
e. Sterilkan semua peralatan yang dipakai, ganti selang dan air humidifier dengan yang steril setiap
hari atau sesuai ketentuan rumah sakit.
f. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator berserta peralatannya dengan larutan anti
septik tiap minggu atau sesudah digunakan.
g. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator beserta peralatannya dengan larutan antiseptik
tiap minggu atau sesudah digunakan.
h. Laksanakan secara steril semua prosedur tindakan dalam melakukan perawatan.
i. Semua perawat atau petugas lain mencuci tangan sesuai ketentuan setiap sebelum dan sesudah
merawat atau memegang bayi.
j. Ambil sampel untuk kultur dari peralatan bahan persedian dan banyak bahan lain yang
terkontaminasi diruang perawatan.
k. Jelaskan orang tua dan keluarga, ketentuan yang harus ditaati saat mengunjungi bayi.

Diagnosa Keperawatan 5 : Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kesalahan
dan kecemasan, penularan infeksi pada bayi dan konsekwensi yang serius dari infeksi.
Tujuan : meminimalkan kesalahan orang tua dan memberi dukungan koping saat krisis.
Kriteria hasil : koping individu adekuat.
Intervensi keperawatan :
a. Kaji ekspresi verbal dan non verbal, perasaan dan gunakan mekanisme koping
b. Bantu orang tua untuk mengatakan konsepnya tentang penyakit bayi, penyebab infeksi, lama
perawatan dan komplikasi yang mungkin terjadi.
c. Berikan informasi yang akurat tentang kondisi bayi, kemajuan yang dicapai, perawatan
selanjutnya dan komplikasi yang dapat terjadi.
d. Berdasarkan perasaan orang tua saat berkunjung, beri kesempatan untuk merawat bayi.

Daftar pustaka :
Abbas AK and AH Lichtmann. 2005. Cellular and Molecular Immunology. 5th edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders. Pp: 295-343.
Djoko H. 2008. Managementof Diabetic Foot Disease with Sepsis. Proseding of National
Symposium: The second Indonesia SEPSIS Forum. Surakarta: PETRI. Pp: 74-81
Guntur H. 2008. SIRS, Sepsis, dan Syok Septik (Imunologi, Diagnosis, penatalaksanaan).
Edisi I. Surakarta. UNS press,. P: 4
Hotckiss RS and Irene EK. 2003. The Pathophysiologi and Treatment of Sepsis. 348: 138-
150.
Wheeler, A. 2007. Recent developments in the diagnosis and management of severe
sepsis.Chest. 132;1967-1976.
Guntur, M. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta: pusat penerbitan
departemen ilmu penyakit Dalam fkui

You might also like