Professional Documents
Culture Documents
askep asfiksia
ASFIKSIA
1. Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau
segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara spontan
dan adekuat (Wiroatmodjo,1994).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan
dimana hipoksia dan hiperkapneu serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).
3. Patofisiologi
Saat lahir bayi biasanya aktif dan segera sesudah tali pusat dijepit bayi menangis yang
merangsang pernafasan. Denyut jantung akan stabil pada frekuensi 120 sampai 140 per menit
dan sianosis sentral menghilang dengan cepat. Akan tetapi beberapa bayi mengalami depresi saat
dilahirkan dengan menunjukkan gejala tonus otot yang menurun dan mengalami kesulitan
mempertahankan pernafasan yang wajar. Bayi-bayis ini dapat mengaslami apnu atau
menunjukkan upaya persnafasan yang tidak cukup untuk kebutuhan ventilasi paru-paru. Kondisi
ini menyebabkan kurangnya pengambilan oksigen dan pengeluaran CO2.
Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang cepat dalam
periode yang singkat. Apabila Asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut
jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara berangsur-angsur
dan bayi memasuki periode apnu yang dikenal sebagai apnu primer Biasanya pemberian
perangsang dan oksigen selama apnu primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan.
Apabila Asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan megap-megap yang dalam,
denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat
lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnu yang
disebut apnu sekunder. Selama apnu sekunder ini, denyut jantung, tekanan darah dan kadar
oksigen di dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan
dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali
apabila resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian oksigen dimulai dengan segera.
Sangat penting untuk diperhatikan bahwa sebagai akibat hipoksia janin, janin dapat pulih
dari apnu primer ke apneu sekunder di dalam rahim. Ururtan perkembangan apneu termasuk
apneu primer dan apnu sekunder dapat dimulai intrauterin dan berkelanjutan sesudah bayi
dilahirkan. Dengan demikian bayi mungkin dilahirkan dalam apnu primer atau apnu sekunder.
Dalam kenyataannya, apnu primer dan apnu sekunder sulit sekali untuk dibedakan. Pada kedua
keadaan tersebut, bayi tidak bernafas dan denyut jantung dapat menurun sampai < 100 denyut
per menit.
Pada saat bayi dilahirkan, alveoli bayi diisi dengan “cairan paru-paru janin”. Cairan paru-
paru janin harus dibersihkan terlebih dahulu apabila udara harus masuk ke dalam paru-paru bayi
baru lahir. Dalam kondisi demikian, paru-paru memerlukan tekanan yang cukup besar untuk
mengeluarkan cairan tersebut agar alveoli dapat berkembang untuk pertama kalinya. Untuk
mengembangkan paru-paru, upaya pernafasan pertama memerlukan tekanan 2 sampai 3 kali
lebih tinggi daripada tekanan untuk pernafasan berikutnya agar berhasil. Menghadapi bayi yang
tidak pernah mengambil nafas pertama dapat diasumsikan bahwa pengembangan alveoli tidak
terjadi dan paru-paru tetap berisi cairan. Melakukan pernafasan buatan pada bayi seperti ini
diperlukan tekanan tambahan untuk membuka alveoli dan mengeluarkan cairan paru-paru
Pada kelahiran, peredaran darah di paru-paru harus meningkat untuk memungkinkan proses
oksigenisasi yang cukup. Keadaan ini akan dicapai dengan terbukanya arterioli dan diisi darah
yang sebelumnya dialirkan dari paru-paru melalui duktus arteriosus. Bayi dengan Asfiksia,
hipoksia dan asidosis akan mempertahankan pola sirkulasi janin dengan menurunnya peredaran
darah paru-paru.
Pada awal Asfiksia, darah lebih banyak dialirkan ke otak dan jantung. Dengan adanya
hipoksia dan asidosis maka fungsi miokardium menurun, curah jantung menurun dan aliran
darah ke alat-alat vital juga berkurang.
4. Gejala Klinik
Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :
- Pernafasan terganggu
- Detik jantung berkurang
- Reflek / respon bayi melemah
- Tonus otot menurun
- Warna kulit biru atau pucat
5. Diagnosis
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin.
Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan tanda-tanda gawat
janin untuk menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang
perlu mendapatkan perhatikan.
5.1 Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama HIS frekuensi ini bisa
turun, tetapi diluar HIS kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyutan
jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah
100/menit, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
5.2 Mekanisme Dalam Air Ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada prosentase kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul kewaspadaan. Adanya mekonium
dalam air ketuban pada prosentase kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan
bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena peninggian frekuensi
jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan memburuk bila frekuensi tidak
bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung
harus dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi yang
dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang
hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua tanda penting tersebut.
Ada 3 derajat Asfiksia dari hasil Apgar diatas yaitu :
1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.
Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah-merahan. Dalam hal ini
bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.
Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali permenit, tonus otot
kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit, tonus otot buruk,
sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
7. Komplikasi
- Sembab Otak
- Pendarahan Otak
- Anuria atau Oliguria
- Hyperbilirubinemia
- Obstruksi usus yang fungsional
- Kejang sampai koma
- Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax
(Wirjoatmodjo, 1994 : 168)
8. Prognosa
- Asfiksia ringan / normal : Baik
- Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa baik.
- Asfiksia berat badan dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, atau kelainan syaraf
permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan
neurologis yang permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation (Wirjoatmodjo, 1994 : 68)
9. Penatalaksanaan
9.1. Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Dengan Resusitasi
Bayi baru lahir dalam apnu primer dapat memulai pola pernafasan biasa, walaupun mungkin
tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa intervensi khusus. Bayi baru lahir dalam apnu
sekunder tidak akan bernafas sendiri. Pernafasan buatan atau tindakan ventilasi dengan tekanan
positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk membantu bayi memulai pernafasan pada bayi baru
lahir dengan apnu sekunder.
Apabila kita dapat membedakan bayi dengan apnu primer dari bayi dengan apnu sekunder,
maka kita dengan mudah dapat membedakan bayi yang hanya memerlukan rangsangan
sederhana dan pemberian oksigen dengan bayi-bayi yang memerlukan pernafasan buatan dengan
tekanan positif (VTP). Akan tetapi secara klinis apabila bayi lahir dalam keadaan apnu, sulit
dibedakan apakah bayi itu mengalami apnu primer atau apnu sekunder. Hal ini berarti bahwa
menghadapi bayi yang dilahirkan dengan apnu, kita harus beranggapan bahwa kita berhadapan
dengan bayi apnu sekunder dan harus segera melakukan resusitasi.
Menganggap bahwa seorang bayi menderita apnu primer dan memberikan stimulasi yang
kurang efektif hanya akan memperlambat pemberian oksigen dan meningkatkan resiko
kerusakan otak. Sangat penting untuk disadari bahwa bayi yang mengalami apnu sekunder,
semakin lama kita menunda upaya pernafasan buatan, semakin lama bayi memulai pernafasan
spontan. Penundaan dalam melakukan upaya pernafasan buatan, walaupun singkat, dapat
berakibat keterlambatan pernafasan yang spontan dan teratur. Perhatikan bahwa semakin lama
bayi berada dalam apnu sekunder, semakin besar kemungkinan terjadinya kerusakan otak.
Penyebab apapun yang merupakan latar belakang depresi ini, segera sesudah tali pusat
dijepit, bayi yang mengalami depresi dan tidak mampu memulai pernafasan spontan yang
memadai akan mengalami hipoksia yang semakin berat dan secara progresif menjadi Asfiksia.
Resusitasi yang efektif dapat merangsang pernafasan awal dan mencegah Asfiksia progresif.
Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung
yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya.
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC
Resusitasi.
A – Memastikan saluran nafas terbuka.
B – Memulai pernafasan.
C – Mempertahankan sirkulasi (peredaran) darah.
Bagian-bagian dari tata laksana resusitasi yang dikaitkan dengan ABC resusitasi dapat
dilihat di bawah ini.
A – Memastikan saluran nafas terbuka
Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal.
Menghisap mulut, hidung dan kadang-kadang trakea.
Bila perlu,masukkan pipa endotrakeal (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
B – Memulai pernafasan
Memakain rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.
Memakai VTP, bila perlu seperti :
- Sungkup dan balon, atau
- Pipa ET dan balon,
- Mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
C – Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara :
- Kompresi dada.
- Pengobatan.
Persiapan Resusitasi :
Mengantisipasi riwayat antepartum
Meninjau riwayat antepartum.
Meninjau riwayat intrapartum.
Persiapan alat :
Alat pemanas siap pakai.
Oksigen.
Dibutuhkan sumber oksigen 100% bersama pipa oksigen dan alat pengukurnya.
Alat penghisap.
- Penghisap lendir kaca.
- Penghisap mekanis.
- Kateter penghisap no. 5F, 6F, 8F, 10F.
- Sonde lambung no. 8F dan semprit 20 ml.
- Penghisap mekoneum.
Alat sungkup dan balon resusitasi.
- Sungkup berukuran untuk bayi cukup bulan dan kurang bulan/ prematur (sungkup mempunyai
pinggir yang lunak seperti bantal).
- Balon resusitasi neonatus dengan katup penurun tekanan. Balon harus mampu untuk
memberikan oksigen 90-100%. Pipa saluran pernafasan berukuran untuk bayi cukup bulan dan
kurang bulan. oksigen dilengkapi alat pengukur aliran oksigen dan pipa-pipanya.
- Alat intubasi.
- Laringoskop dengan lidah lurus no. 0 (untuk bayi kurang bulan) dan no. 1 (untuk bayi cukup
bulan).
- Lampu dan baterai ekstra untuk laringoskop.
- Pipa endotrakeal ukuran 2,5;3,0;3,5;4,0 mm.
- Silet.
- Gunting.
- Sarung tangan
Obat-obat :
- Epinefrin 1: 10.000 dalam ampul 3 ml atau 10 ml.
- Nalokson hodroklorid 0,4 mg/ml dalam ampul 1 ml atau mg/ml dalam ampul 2 ml.
- Volume expander, salah satu dari yang berikut ini :
o 5% larutan Albumin Saline.
o Larutan NaCl 0,9%.
o Larutan Ringer Laktat.
- Bikarbonas natrikus 4,2% (5 mEq/ 10 ml) dalam ampul 10 ml.
- Larutan Dekstrose 5%,10%, 250 ml.
- Aquadest steril 25 ml.
- Larutan NaCl 0,9%, 25 ml.
Lain-lain
- Stetoskop bayi.
- Plester ½ atau ¾ inci.
- Semprit untuk 1, 3, 5, 10, 20, 50 ml.
- Jarum berukuran 18, 21, 25.
- Kapas alkohol.
- Baki untuk kateterisasi ateria umbilikalis.
- Kateter umbilikus berukuran 3, 5F;5F.
- Three-way stopcocks
- Sonde lambung berukuran 5F.
Paling sedikit satu orang siap di kamar bersalin yang terampil dalam melakukan resusitasi
bayi baru lahir dan dua orang lainnya untuk membantu dalam keadaan resusitasi darurat.
9.2 Urutan Pelaksanaan Resusitasi
4. Menilai bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi kelanjutan hidup bayi.
Usaha bernafas.
Frekuensi denyut jantung.
Warna kulit.
Apabila bayi bernafas spontan dan memadai, lanjutkan dengan menilai frekuensi denyut jantung.
Apabila bayi mengalami apnu atau sukar bernafas (megap-megap atau gasping) dilakukan
rangsangan taktil dengan menepuk-nepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau menggosok-
gosok punggung bayi sambil memberikan oksigen.
Apabila setelah beberapa detik tidak terjadi reaksi atas rangsangan taktil, mulailah pemberian
VTP (ventilasi tekanan positif).
Pemberian oksigen harus berkonsentrasi 100% (yang diperoleh dari tabung oksigen). Kecepatan
aliran oksigen paling sedikit 5 liter/menit. Apabila sungkup tidak tersedia, oksigen 100%
diberikan melalui pipa yang ditutupi tangan di atas muka bayi dan aliran oksigen tetap
terkonsentrasi pada muka bayi, oksigen yang diberikan perlu dihangatkan dan ditambahkan
melalui pipa berdiameter besar.
Segera setelah menilai usaha bernafas dan melakukan tindakan yang diperlukan, tanpa
memperhatikan pernafasan apakah spontan normal atau tidak, segera dilakukan penilaian
frekuensi denyut jantung bayi.
Apabila frekuensi denyut jantung lebih dari 100/menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan
dengan menilai warna kulit.
Apabila frekuensi denyut jantung kurang dari 100/menit, walaupun bayi bernafas spontan,
menjadi indikasi untuk dilakukan VTP.
Apabila detak jantung tidak dapat dideteksi, epinefrin harus segera diberikan dan pada saat yang
sama VTP dan kompresi dada dimulai.
Penilaian warna kulit dilakukan apabila bayi bernafas spontan dan frekuensi denyut jantung bayi
lebih dari 100/menit.
Apabila terdapat sianosis sentral, oksigen diberikan.
Apabila terdapat sianosis perifer, oksigen tidak perlu diberikan. Sianosis perifer disebabkan oleh
karena peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin,
bukan akibat hipoksemia.
9.3 Ventilasi tekanan positif (VTP)
Urutan langkah berikut adalah urutan langkah bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang
mempunyai alat sungkup dan bahan resusitasi. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak
mempunyai alat tersebut seperti Puskesmas atau bidan, dapat melakukan resusitasi dengan alat
sungkup dan tabung yang diuraikan pada bagian akhir bab ini.
Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
Agar VTP efektif, memompa (kecepatan ventilasi) dan tekanan ventilasi harus sesuai.
Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.
Tekanan ventilasi
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas pertama setelah lahir, membutuhkan:
30-40 cm H2O. setelah nafas pertama, membuthkan 15-20 cm H2O. Bayi dengan kondisi/
penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance, membutuhkan: 20-40 cm H2O. Tekanan
ventilasi hanya dapat diatur apabila digunakan balon yang mempunyai pengukur tekanan.
Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi turun naik merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik
dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak
maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang,
yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotoraks.
Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak perut mungkin
disebabkan masuknya udara ke dalam lambung.
Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-paru
merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila
dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab berikut :
- Pelekatan sungkup kurang sempurna.
- Arus udara terhambat.
- Tidak cukup tekanan.
Apabila dengan tahapan di atas dada bayi masih tetap kurang berkembang, sebaiknya dilakukan
intubasi endotrakea dan ventilasi pipa balon!
1. Epinefrin
Epinefrin ialah obat pertama yang diberikan. Apabila respons terhadap epinefrin tidak
adekuat, volume expanders dan/atau natriumbikarbonat diperlukan. Epinefrin hidroklorid
(kadang-kadang disebut sebagai adrenalin klorid) adalah suatu stimulan jantung. Epinefrin
meningkatkan kekuatan dan kecepatan kontraksi jantung dan menyebabkan vasokonstriksi
perifer, yang berperan penting dalam peningkatan aliran darah melalui arteri-arteri koroner dan
aliran darah ke jaringan otak.
Indikasi :
Epinefrin harus diberikan apabila :
Frekuensi jantung tetap di bawah 80 per menit walaupun telah dilakukan paling sedikit 30 detik
VTP adekuat dengan oksigen 100% dan kompresi dada; atau
Frekuensi jantung nol.
Apabila detak jantung tidak dapat dideteksi, epinefrin harus segera diberikan dan pada saat
yang sama VTP dan kompresi dada dimulai.
Dosis
Efek
Frekuensi jantung harus naik sampai 100 kali per menit atau lebih dalam 30 detik setelah
epinefrin diberikan melalui infus.
Tindak lanjut
Apabila frekuensi jantung tetap di bawah 100 per menit, dipertimbangkan pemberian :
Epinefrin diberikan lagi, dapat diulang setiap 3-5 menit apabila diperlukan.
Volume expanders, apabila terdapat kehilangan darah akut dengan tanda-tanda hipovolemia.
Natrium bikarbonat, untuk apnu yang lama yang tidak memberikan respon terhadap terapi lain
2.Volume expanders
Volume expanders digunakan untuk menanggulangi efek hipovolemia dengan meningkatkan
volume vaskuler perfusi jaringan. Hipovolemia perlu dipertimbangkan pada setiap bayi yang
membutuhkan resusitasi. Penting untuk disadari bahwa tanda-tanda hipovolemia karena
kehilangan darah pada bayi sering tidak tampak. Bayi dapat menderita kehilangan 10% - 15%
dari volume darah total dan menunjukkan tidak lebih dari penurunan sedikit pada tekanan darah
sistemik yang pada umumnya tidak tampak di kamar bersalin. Kehilangan 20% atau lebih
volume darah total menyebabkan tanda-tanda berikut :
Pucat yang menetap setelah oksigenasi
Nadi yang lemah dengan fungsi jantung yang baik.
Respons yang buruk terhadap usaha resusitasi.
Penurunan tekanan darah (mungkin ditemukan)
Pada kehilangan darah akut, penentuan kadar hemoglobin dan hematokrit dapat disalah artikan
karena nilai-nilai ini pada awalnya mungkin normal.
Indikasi
Volume expanders digunakan dalam resusitasi apabila terdapat kejadian atau diduga adanya
kehilangan darah akut dengan tanda-tnada hipovolemia.
Empat jenis volume expanders yang sangat diberikan :
Darah/ whole blood (darah O yang telah diperiksa silang dengan darah ibu)
Cairan albumin-salin 5% (atau pengganti plasma yang lain).
Larutan garam-fisiologis (NaCl fisiologis)
Cairan Ringer Laktat.
Walaupun darah yang cocok merupakan volueme expanders yang terbaik, tetapi kemungkinan
darah ini sulit didapatkan dengan segera. Kenalilan setiap volume expanders dalam kemasannya
di institusi anda dan bagaimana setiap volume expanders disiapkan untuk diberikan. Beberapa
jenis membutuhkan filter.masukkan 40 ml ke dalam semprit atau perangkat infus.
Pemberian
Dosis 10 ml.kg
Cara pemberian intravena (IV)
Kecepatan pemberian selama waktu 5 sampai 10 menit.
Efek
Tindak lanjut
3.Natrium bikarbonat
Pada asfiksia yang lama, berkurangnya oksigenasi jaringan akan menyebabkan timbulnya asam
laktat, yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik. Meningkatnya asidosis metabolik
secara progresif akan diperlambat dengan memastikan adanya oksigenasi dalam darah,
menghilangkan karbondioksida, dan menimbulkan perfusi jaringan yang adekuat. Walaupun
natrium bikarbonat berguna dalam mengatasi asidosis metabolik, efeknya dipengaruhi oleh
adanya ventilasi dan perfusi yang adekuat.
Tidak terdapat bukti bahwa obat ini berguna pada fase resusitasi bayi baru lahir.
Penggunaan natriumbikarbonat tidak menguntungkan dalam resusitasi jantung paru yang cepat,
tetapi mungkin menguntungkan dalam apnu yanglama tidak memberikan respon terhadap terapi
lain.
Indikasi
Natrium bikarbonat digunakan apabila terdapat apnu yanglama yang tidak memberikan respon
tehadap terapi lain.
Natrium bikarbonat hanya diberikan apabila VTP sudah dilakukan.
Dosis
Dosis 2 mEq/kg.
Kadar dalam lautan yang dianjurkan 0, mEq/ml = 4,2% cairan. Cairan 4,2% natrium bikarbonat
terdapat dalam semprit 10 ml.
Cara pemberian
Intravena (IV)
Masukkan 20 ml Natrium bikarbonat ke dalam semprit atau siapkan 2 semprit berisi masing-
masing 10 ml Natrium bikarbonat. Kecepatan pemberian perlahan-lahan, paling cepat dalam
waktu 2 menit (1 mEq/kg per menit).
Efek
Frekuensi jantung harus meningkat sampai 100 kali atau lebih per manit dalam 30 detik setelah
obat diberikan.
Tindak lanjut
Apabila frekuensi jantung di bawah 100 kali per menit, dipertimbangkan pemberian ulang
epinefrin dan dilanjutkan dengan volume expanders, VTP dan kompresi dada.
Apabila terdapat hipotensi yang menetap dipertimbangkan pemberian Dopamin.
Peringatan
VTP yang efektif harus mendahului dan menyertai pemberian Natrium bikarbonat
Untuk mengurangi kadar pendarahan intravaskuler, Natrium bikarbonat diberikan dalam kadar
dan kecepatan yang dianjurkan.
Natrium bikarbonat dapat berguna pada resusitasi yang lama untuk membantu mengatasi
asidosis metabolik yang diketahui atau mungkin terjadi, tetapi penggunaannya kurang berhasil
pada henti jantung untuk waktu singkat atau episode bradikardia yang tidak lama.
4.Nalokson hidroklorid
Nalokson hidroklorid, dikenal dengan nama Narcan, adalah antagonis narkotika yang melawan
depresi pernafasan yang disebabkan oleh beberapa obat narkotika. Pada bayi baru lahir, depresi
pernafasan akibat narkotika paling serig terjadi apabila ibu mendapat narkotika dalam 4 jam
sebelum persalinan. Pada bayi baru lahir dengan depresi pernafasan akibat narkotika ibu, apabila
ventilasi diberikan tepat waktu dan efektif, nalokson seringkali merupakan satu-satunya obat lain
yang diperlukan.
Indikasi
Dosis
Cara pemberian
Efek
Antagonis narkotika.
Tindak lanjut
Pantau pernafasan dan frekuensi jantung dengan ketat. Nalokson ulang diberikan apabila depresi
pernafaan timbul lagi.
Catatan
Lama bekerja nalokson 1 jam sampai 4 jam. Lama kerja narkotika yang sering lebih lama
daripada nalokson, sehingga memerlukan dosis ulangan nalokson.
Hati-hatilah dalam memberikan nalokson kepada bayi dan ibu pecandu narkotika, karena dapat
mengakibatkan kejang-kejang berat.
Cara pemeliharaan
- Alat ini sebaiknya disimpan di tempat kering.
- Alat ini dapat dicuci dengan air hangat dengan sabun
- Bagian sungkup silikon dan katup dapat direbus atau disterilisasikan. Pipa dan peralatan plastik
lainnya cukup dicuci dengan sabun.
Cara penggunaan :
- Tatalaksana resusitasi bayi baru lahir di rumah atau di Polindes dengan sungkup dan tabung.
- Letakkan bayi diam sikap terlentang dan taruhlah sepotong kain yang digulung di bawah bahu
bayi.
- Penolong berdiri di belakag kepala bayi agar dapat melihat pergerakan dada bayi dan
menentukan apakah pergerakan berlangsung seimetris.
- Melalui sungkup lihat bawah hidung dan mulut keduanya tertutup oleh sungkup dan tidak ada
udara yang keluar di sisi sungkup.
- Pada tiupan pertama perhatikan bahwa tidak terjadi pelebaran (distensi) leher bayi. Bila ada
berarti posisi kepala bayi terlalu tengadah.
- Amati pergarakan dada bayi pada saat meniup, upayakan seluruh dada juga bagian pinggir kir-
kanan dada ikut serta
- Pada kebanyakan bayi, pernafasan dilakukan dengan tiupan berkekuatan paling tinggi 20-30 cm
air (Untuk membiasakan dengan kekuatan tiupan sebaiknya dilakukan latihan dengan
menggunakan botol minum).
- Segera bayi telah memperlihatkan nafas pertama, tekanan peniupan dapat dikurangi sampai 20
cm air.
- Kecapatan bantuan pernafasan 30 kali/menit.
- Hentikan pernafasan bantuan setiap 20-30 kali tiupan untuk memberikan kesempatan bayi
menarik nafas spontan.
- Bila reaksi terhadap peniupan kurang baik atau tidak terjadi pergerakan dada bagian atas,
periksalah sungkup dan tabung terhadap kebocoran udara dan perhatiakan sikap/ posisi kepala
bayi yang sedikit tengadah.
- Pernafasan buatan dihentikan bila tidak terjadi pernafasan spontan sesudah 20 menit
pernafasan buatan dilakukan dan telah dilakukan penilaian kembali. Bila terdapat denyut jantung
dan usaha untuk bernafas (merintih) lakukan pernafasan buatan untuk 20 menit lagi, tetapi
dengan tekanan yang lebih rendah yaitu 10-20 cm air.
- Bayi dengan frekuensi denyut jantung rendah disertai upaya bernafas, harus segera dirujuk ke
pusat pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang sesuai.
- Untuk bayi yang tidak memperlihatkan denyut jantung sesudah 30 menit pernafasan buatan
dilakukan kemungkinan besar sudah meninggal.
Letakkan bayi di bawah pemancar panas (Bersihkantrakhea dengan penghisap lendir, apabila terdapat mekonium)
Keringkan seluruh tubuh bayi
Ganti linen dengan yang kering
Atur posisi bayi (position)
Bersihkanmulut kemudian hidung bayi dengan alat penghisap
Lakukan rangsangan taktil (bila perlu)
EvaluasiPernafasan
Bernafasspontan
Tidakbernafas atau “gasping”
15-30detik
Evaluasidenyut jantung
Evaluasidenyut jantung
<100/ menit
>100/ menit
Evaluasiwarna kulit
>100/ menit
<60 / menit
Ventilasiditeruskan
Kompresidada
Denyutjantung bertambah
Denyutjantung tetap
Biru
Pucatkemerahan atau sianosis perifer
Ventilasi diteruskan
Observasidan dipantau
Ventilasi diteruskan
<80/ menit
BeriO2
Mulaipemberian obat apabila denyut<80/menit setelah 30 detik, diberi VTPdengan O2100% dan kompresi dada
9.9 Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor
1. Apgar skor menit I : 0-3
Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis dengan segala akibatnya.
Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi.
Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to tube ventilasi. Bila
intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration kemudian dibawa ke ICU.
Ventilasi Biokemial
Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium Bicarbonat.
Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis
2-4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung
kurang dari 100/menit lakukan pijat jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4
x pijat jantung disusul 1 x ventilasi (Lab./UPF Ilmu Kesehatan Anak, 1994 : 167).
2. Apgar skor menit I : 4-6
Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.
Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-30 detik.
Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2 yang dihangatkan).
Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit lakukan bag dan mask
ventilation dan pijat jantung.
3. Apgar skor menit I : 7-10
Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena bayi adalah bernafas
dengan hidung) sambil melihat adakah atresia choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam
hanya sampai fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung mekonium,
suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena untuk menghindari aspirasi paru.
Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala, karena
kehilangan panas paling besar terutama daerah kepala.
Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.
2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.1 Tahap pengkajian
2.1.1 Pengumpulan Data
1. Data Subyektif
Data subyektif terdiri dari
Biodata atau identitas pasien :
Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin
Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu), umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan,
penghasilan pekerjaan, dan alamat Riwayat kesehatan
Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada kasus asfiksia
berat yaitu :
Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok ketergantungan obat-
obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple, inkompetensia
serviks, hidramnion, kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.
Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinuitas atau periksa tetapi tidak teratur dan periksa
kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.
Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).
Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat dengan
permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji :
Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun
plasenta previa.
Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan, persalinan dengan tindakan
(vacum ekstraksi, forcep ektraksi).
Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem pernafasan.
Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat
menekan sistem pusat pernafasan.
Riwayat post natal
Yang perlu dikaji antara lain :
Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6)
asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.
Berat badan lGahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram). Preterm/BBLR < 2500
gram, untu aterm 2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal (34-36 cm).
Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial aesofagal.
Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan absorbsi gastrointentinal,
muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde
sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk
mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat
intravena.
Kebutuhan parenteral
Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%
Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%
Kebutuhan nutrisi enteral
BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam
BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam
BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam
Kebutuhan minum pada neonatus :
Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah
BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.
BAK : frekwensi, jumlah
Latar belakang sosial budaya
Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia
Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis psikotropika
Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau
pantang makanan tertentu.
Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan ibu jika kondisi bayi
memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan
perhatian serta dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan
asfiksia karena memerlukan perawatan yang intensif
2. Data Obyektif
Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan
membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat
dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai
dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang
baik.
Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan
cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipotermi bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko
terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C –
37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit,
sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur.
Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat
memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang (Iskandar
Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356)
Intervensi :
1. Letakkan bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan leher sedikit tengadah/ekstensi
dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm
R/ Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi kelancaran jalan
nafas.
2.Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.
R/ Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin pertukaran gas yang
sempurna
3. Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis, apnea & bradikardi tiap 4 jam
R/ Deteksi dini adanya kelainan.
4. Monitor gas darah dan TTV
R/ Deteksi dini adanya kelainan
5. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah arteri.
R/ Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat terutama untuk jantung dan otak. Dan peningkatan
pada kadar PCO2 menunjukkan hypoventilasi
DX II
Intervensi :
1. Kaji input dan output
R/ Deteksi dini adanya dehidrasi
2. Monitor hasil lab urine, kadar darah normal
R/ Deteksi dini adanya kelainan
3. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian diuretik
R/ Mencegah terjadinya hipovolemia
DX III
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil : - Bayi dapat minum pespen / personde dengan baik.
- Berat badan tidak turun lebih dari 10%.
- Retensi tidak ada.
Intervensi :
1. Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi
R/ Deteksi adanya kelainan pada eliminasi bayi dan segera mendapat tindakan / perawatan yang
tepat.
2. Monitor turgor dan mukosa mulut
R/ Menentukan derajat dehidrasi dari turgor dan mukosa mulut.
3. Monitor intake dan out put.
R/ Mengetahui keseimbangan cairan tubuh (balance)
4. Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan .
R/ Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat.
5. Lakukan control berat badan setiap hari.
R/ Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monitor.
DX IV
Tujuan : Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)
Kriteria Hasil : - Tidak ada tanda-tanda infeksi.
- Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
Intervensi :
1. Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan
R/ Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah
2.Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
R/ Mencegah penyebaran infeksi nosokomial
3. Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi)
R/ Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi
4. Lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari.
R/ Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat karena mengan-dung anti
biotik, anti jamur, desinfektan
5. Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi.
R/ Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman.
6. Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal
R/ Deteksi dini adanya kelainan
7. Hindarkan bayi kontak dengan sakit.
R/ Mencegah terjadinya penularan infeksi
8. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik.
R/ Mencegah infeksi dari pneumonia
9. Siapkan pemeriksaan laboratorat sesuai advis dokter yaitu pemeriksaan DL, CRP
R/ Sebagai pemeriksaan penunjang.
DX IV
Tujuan : Tidak terjadi hipoglikemia selama masa perawatan.
Kriteria Hasil : - Akral hangat
- Tidak cyanosis
- Tidak apnea
- Suhu normal (36,5°C –37,5°C)
- Distrostik normal (> 40 mg)
Intervensi :
1. Berikan nutrisi secara adekuat dan catat serta monitor setiap pemberian nutrisi.
R/ Mencegah pembakaran glikogen dalam tubuh dan untuk pemantauan intake dan out put.
2. Beri selimut dan bungkus bayi serta perhatikan suhu lingkungan
R/ Menjaga kehangatan agar tidak terjadi proses pengeluaran suhu yang
3. Observasi gejala kardinal (suhu, nadi, respirasi)
R/ Deteksi dini adanya kelainan.
4. Kolaborasi dengan team medis untuk pemeriksaan laborat yaitu distrostik
R/ Untuk mencegah terjadinya hipoglikemia lebih lanjut dan komplikasi yang ditimbulkan pada
organ - organ tubuh yang lain.