You are on page 1of 4

IKAN PARI/STRINGRAY

Morfologi
Envenomasi dapat juga diakibatkan dari luka tusukan atau laserasi yang ditimbulkan
oleh duri ikan berbisa. Terdapat lebih dari 200 spesies ikan berbisa di dunia yang dapat
menyebabkan luka pada manusia. Salah satunya yang paling terkenal adalah ikan
pari/stingray. Ikan ini merupakan kelompok ikan bertulang rawan non agresif yang memiliki
tubuh yang pipih dan ekor yang panjang (Gambar 1) yang mengandung sampai dengan 4 duri
beracun, digunakan untuk membela diri. Stinger dapat mencapai panjang sekitar 35 cm, dan
bagian bawahnya memiliki dua taring dengan kelenjar berisi racun. Stinger ditutupi dengan
lapisan tipis kulit selubung yang menutupi, dimana racun terkonsentrasi.

Gambar 1. Ikan Pari


Ikan pari adalah salah satu penyebab paling umum sengatan ikan berbisa yang
dihadapi manusia, dengan sebanyak 1.500 hingga 2.000 serangan ikan pari dilaporkan setiap
tahun di Amerika Serikat saja. Ikan ini dikelompokkan menjadi empat kategori: (1) gymnurid
(butterfly rays), (2) urolophid (round stingrays), (3) myliobatid (bat atau eagle rays), and (4)
dasyatid (true stingrays). Pengelompokan didasarkan pada kemampuan menyengat mereka,
yang tergantung pada ukuran, jumlah, dan lokasi dari stinger pada ekor mereka. Kelompok
yang paling berbahaya, ikan dasyatid, memiliki stinger terbesar yang terletak lebih jauh di
ekor mereka, yang membuatnya menjadi senjata yang paling kuat.

Patofisiologi
Sebagian besar cedera ikan pari terjadi ketika para wisatawan atau nelayan di laut
secara tidak sengaja menginjak ikan pari yang sedang berbaring di dasar perairan laut yang
dangkal. Laserasi parah dan luka tusukan ditimbulkan oleh ikan saat mencambukan ekornya
ke atas dan ke kaki atau pergelangan kaki seseorang ketika terinjak atau merasa terancam.
Oleh karena itu mayoritas luka terletak di dorsum kaki atau tungkai bawah. Luka tembus ke
lokasi lain dapat terjadi pada nelayan ketika mencoba untuk melepaskan ikan dari jaring
mereka. Kematian mungkin dapat terjadi jika perikardium, peritoneum, atau rongga pleura
yang terkena. Ketika ekor ikan ini menembus korban, selubung yang membungkus stinger
dapat robek dan kelenjar racun melepaskan racunnya ke dalam luka. Racun ikan pari
mengandung enzim 5-nucleotidase phosphodiesterase dan serotonin, yang bersifat heat-labile
dan larut dalam air. Racun yang dikeluarkan memiliki efek kardiotoksik pada manusia dan
hewan percobaan tetapi tidak ada efek hemolitik atau neuromuskular. Efek kardiotoksis racun
ikan pari mengarah langsung pada toksisitas miokard. Namun demikian, mekanisme
molekuler yang tepat dari efek kardiotoksik dari venom ikan pari tetap tidak diketahui.
Meskipun ikan pari memiliki racun di ekornya, trauma cedera biasanya lebih penting
daripada efek yang ditimbulkan oleh racun. Efek utama dari racun ini adalah rasa sakit lokal
yang hebat dan perlahan-lahan berkembang menjadi nekrosis. Efek sistemik jarang terjadi
dan kemungkinan besar disebabkan oleh nyeri yang parah. Komplikasi yang paling penting
adalah infeksi sekunder, terutama pada luka yang menembus ruang sendi atau selubung
tendon, atau luka yang tidak dibersihkan.

Tanda dan Gejala


 Nyeri tajam dan hebat, segera setelah tertusuk dalam waktu 1-2 jam
 Perdarahan pada luka tusuk
 Pembengkakan pada luka tusuk
 Pembengkakan kelenjar limfa
 Sistemik: mual, muntah, demam, kram otot, tremor, paralisis, pingsan, kejang,
takikardi, penurunan tekanan darah, kematian

Tatalaksana
 Melakukan pemeriksaan luka, jangan lupa melakukan pemeriksaan cermat
kemungkinan luka lain, apabila terjadi perlukaan pada region thorakoabdominal,
segera lakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tersier yang memiliki peralatan dan staf
medis yang lengkap.
 Pastikan kondisi pasien stabil, keluarkan pasien dari air, lakukan pembilasan luka
untuk membuang serpihan duri ekor ikan pari, jaringan kelenjar ikan pari, namun jika
luka yang dihasilkan hanya berupa laserasi superfisial, bukan luka yang menyebabkan
penetrasi ke dada, perut ataupun leher, serta pada duri yang menancap dalam pada
ekstremitas.
 Jika mengalami perdarahan, lakukan tekanan langsung pada luka, jangan memberikan
ikatan atau torniket untuk menghentikan perdarahan.
 Bersihkan luka dengan menggunakan larutan irigasi steril atau dengan air bersih,
beberapa rekomendasi lain antara lain dengan merendam luka ke dalam air hangat (
maksimal 43,3 0C, atau pada suhu yang dapat ditolerir oleh kulit dan tidak
menyebabkan luka bakar) antara 30-90 menit, hal ini karena racun pada duri ekor ikan
pari bersifat heat labile, sehingga racun dari duri ekor ikan pari dapat mengalami
denaturasi dan dapat mengurangi nyeri yang timbul, namun pada percobaan pada
kontrol acak tidak terlalu efektif dan beresiko menimbulkan perlukaan tambahan
akibat panas yang ditimbulkan.
 Gunakan pinset untuk mencabut duri ekor yang masih menancap, basuh luka dengan
menggunakan air bersih. Lakukan debridemen luka, untuk membersihkan luka yang
ada, untuk menghindari kerusakan jaringan dan infeksi. Debridemen luka
menggunakan larutan salin atau air yang bersih serta penanganan jaringan nekrosis
segera dan secepat mungkin memberikan hasil penyembuhan yang lebih cepat.
 Beberapa rekomendasi lain adalah pemberian anastesi lokal dengan lidokain ataupun
bupivakain untuk mengurangi nyeri, lalu selanjutnya memberikan serum anti tetanus
untuk pencegahan. Pemberian anti nyeri juga dapat dipertimbangkan.
 Penggunaan antibiotik rutin tidak direkomendasikan pada luka akibat sengatan ikan
pari, antibiotik dapat dipertimbangkan untuk diberikan pada luka-luka yang
berpotensi menjadi infeksi. Antibiotik yang dapat diberikan antara lain kloramfenikol,
trimetropim/sulfamethoxazole, golongan quinolon, golongan aminoglikosida ataupun
cefalosforin. Biasanya pemberian antibiotik profilaksis diberikan secara oral dengan
jangka waktu minimal 5 hari.

Sumber:
Junior et al.: Injuries by marine and freshwater stingrays: history, clinical aspects of the
envenomations and current status of a neglected problem in Brazil. Journal of
Venomous Animals and Toxins including Tropical Diseases 2013 19:16.
http://images.biomedsearch.com/23895313/1678-9199-19-
16.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAIBOKHYOLP4MBMRGQ&Expires=1524355200&S
ignature=1gqOx8EcgH7HyROIpyVuSTmEM3U%3D
Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J., Wolff, K, 2012.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th edition. New York:Mc Graw Hill
Companies.
Diaz J.H., 2008. The Evaluation, Management, and Prevention of Stingray Injuries in
Travelers. International Society of Travel Medicine, 1195-1982. Journal of Travel
Medicine, 15(2), pp102–109. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18346243

You might also like