Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Sambiloto (Andrographis paniculata) telah lama digunakan untuk mengobati malaria. Penelitian in vitro
dengan parasit maupun melalui penghambatan polimerisasi hem dengan senyawa andrografolida dan
in vivo dengan hewan uji terinfeksi telah dilakukan, namun demikian belum ada penelitian tentang
penghambatan polimerisasi hem ekstrak dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui aktivitas penghambatan polimerisasi hem dan toksisitas ekstrak daun sambiloto.
Daun sambiloto diekstraksi secara maserasi bertingkat berturut-turut menggunakan pelarut n-heksan,
etil asetat, dan etanol 70%. Uji antimalaria secara in vitro menggunakan metode penghambatan
polimerisasi hem. Uji toksisitas menggunakan metode uji kematian larva Artemia salina (BSLT). Skrining
fitokimia dilakukan secara kualitatif untuk seluruh ekstrak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak
n-heksan, etil asetat, dan etanol 70% memiliki aktivitas penghambatan polimerisasi hem dengan nilai
IC50 masing-masing sebesar 2.196,57; 1.235,54; dan 1.157,24 µg/mL. Ekstrak n-heksan, etil asetat,
dan etanol 70% masing-masing memiliki nilai LC50 sebesar 1.155,79; 1.133,89; dan 5.229,15 µg/mL.
Ekstrak etanol 70% mengandung alkaloid, flavonoid, steroid/triterpenoid, saponin, dan tannin. Ekstrak
n-heksan dan etil asetat hanya mengandung alkaloid dan steroid/triterpenoid. Ekstrak etanol 70%, etil
asetat, dan n-heksan daun sambiloto memiliki kemampuan dalam menghambat polimerisasi hem dan
tidak toksik terhadap larva Artemia salina.
Abstract
Sambiloto (Andrographis paniculata) has been used to treat malaria. In vitro research using parasite or
through heme polymerization inhibition using andrografolide and in vivo using infected animal test have
been done widely, however, heme polymerization inhibition from extracts with different polarity levels
has not been studied yet. The aims of this study were to investigate the heme polymerization inhibition
activity and toxicity of sambiloto leaf extracts. Sambiloto leaf extracted with gradually maceration using
n-hexane, ethyl acetate, and 70% ethanol respectively. Heme polymerization inhibition activity was used
as in vitro antimalarial test. Brine shrimp lethality test (BSLT) was used to determine toxicity of the
extracts. Phytochemically screening was done for all extracts qualitatively. The results of this study were
n-hexane, ethyl acetate, and 70% ethanol extracts had heme polymerization inhibition activities with
IC50 values at 2,196.57; 1,235.54; and 1,157.24 µg/mL respectively. N-hexane, ethyl acetate, and 70%
ethanol have LC50 values at 1,155.79; 1,133.89; and 5,229.15 µg/mL respectively. 70% ethanol extract
contains alkaloid, flavonoid, steroid/triterpenoid, saponin, and tannin. N-hexane and ethyl acetate
extracts has only contains alkaloid and flavonoid. 70% ethanol, ethyl acetate, and n-hexane extracts of
sambiloto leaf have ability to inhibit heme polymerization and also non toxic to Artemia salina larvae.
255
Media Litbangkes, Vol. 27 No. 4, Desember 2017, 255–262
256
Toksisitas dan Aktivitas Antimalaria ... (Eris Septiana, Demitra Gianny, dan Partomuan Simanjuntak)
(Merck, Germany), serbuk Magnesium (Merck, rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan
Germany), amil alkohol (Merck, Germany), dan endapan dicuci dengan 200 µL larutan dimetil
besi klorida (FeCl3) (Merck, Germany). sulfoksida (DMSO) sebanyak 4 kali dengan
Desain penelitian dilakukan masing-masing pencucian disentrifugasi dengan
menggunakan eksperimen deskriptif dengan kecepatan 8000 rpm selama 10 menit. Endapan
variabel tetap yaitu ekstrak etanol 70%, n-heksan, setelah pencucian kemudian dilarutkan dalam
dan etil asetat. Variabel peubah yaitu lima seri 200 µL natrium hidroksida 0,1 M. Sebanyak 100
konsentrasi ekstrak pada uji penghambatan µL larutan dimasukkan ke dalam lubang mikro
polimerisasi hem (125, 250, 500, 1000, dan 2000 96 sumuran dan dibaca serapannya pada panjang
µg/mL) dan tiga seri konsentrasi ekstrak pada uji gelombang 405 nm menggunakan microplate
toksisitas (10, 100, dan 1000 µg/mL). Respon reader (Thermo, Multiskan EX ™). Persen
penelitian yang diamati yaitu persen hambatan penghambatan dihitung berdasarkan persamaan
polimerisasi hem dan jumlah kematian larva (1) dan IC50 (kadar senyawa yang mampu
udang. menghambat polimerisasi hem hingga 50%)
Simplisia daun sambiloto terlebih dahulu dihitung menggunakan analisis regresi linier.
dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Pusat
Penelitian Biologi, LIPI, Cibinong, Jawa Barat. % Penghambatan = (A–B) / A x 100 % ….. (1)
Proses ekstraksi secara maserasi bertingkat.
Simplisia daun sambiloto sebanyak 100 g Keterangan:
direndam dengan 1 L n-heksan dalam toples kaca A = kadar hematin kontrol negatif
selama 24 jam. Filtrat dan ampas dipisahkan B = kadar hematin bahan uji
dengan penyaringan. Ampas kemudian berturut-
turut direndam dalam etil asetat dan dilanjutkan Pengujian toksisitas in vitro meng-
dengan etanol 70% selama 24 jam. Setiap gunakan larva udang Artemia salina.12 Air
perendaman masing-masing pelarut dilakukan laut dimasukkan ke dalam bejana yang dibagi
sebanyak tiga kali. Filtrat dari masing-masing menjadi dua ruangan dengan sekat. Sejumlah 100
pelarut diuapkan dengan rotary vacuum mg telur Artemia salina dimasukkan ke dalam
evaporator (Stuart®) hingga didapatkan ekstrak salah satu ruang kemudian ditutup (kondisi
kental n-heksan, etil asetat, dan etanol 70% daun gelap). Sisi ruang yang lain dibiarkan terbuka
sambiloto. dengan diberi penerangan lampu selama 48
Penentuan aktivitas antimalaria melalui jam. Telur yang menetas dan berubah jadi larva
penghambatan polimerisasi hem dilakukan digunakan dalam penelitian. Ekstrak yang diuji
menurut Basillico13 dengan modifikasi. Sebanyak yaitu dari ketiga ekstrak dengan masing-masing
100 µL larutan hematin 1 mM dalam larutan dibuat seri konsentrasi 10, 100, dan 1.000 µg/
natrium hidroksida 0,2 M dengan seri konsentrasi mL dalam air laut. Sebanyak total 30 ekor larva
mulai 250 sampai 3,9 µM (1:2) dimasukkan ke udang Artemia salina dibagi masing-masing 10
dalam lubang mikro 96 sumuran (Costar®) dan ekor ke dalam tiga wadah uji yang telah berisi
dibaca serapannya pada panjang gelombang 405 larutan bahan uji dengan seri konsentrasi yang
nm menggunakan microplate reader (Thermo telah dibuat dalam air laut. Untuk setiap masing-
Multiskan EX ™) untuk membuat kurva baku masing konsentrasi dilakukan sebanyak tiga kali
hematin. Sebanyak 100 µL larutan hematin ulangan. Kontrol hanya berisi air laut dan larva
1 mM dalam larutan natrium hidroksida 0,2 udang tanpa penambahan bahan uji. Seluruh
M dimasukkan dalam tabung mikro 1,5 mL pengujian diinkubasi selama 24 jam pada suhu
(Axygen®), kemudian ditambahkan 50 µL bahan ruang. Setelah inkubasi, larva dihitung jumlah
uji dengan konsentrasi 125, 250, 500, 1.000, dan yang mati dan hidup dalam masing-masing
2000 µg/mL. Untuk memulai reaksi polimerisasi pengujian. Nilai LC50 (kadar senyawa yang
hem, ditambahkan 50 µL asam asetat glasial mampu membunuh larva hingga 50%) dihitung
dan dimasukkan ke dalam inkubator (Thermo, menggunakan analisis probit.
Heraeus™) selama 24 jam pada suhu 37°C. Skrining fitokimia secara kualitatif
Perlakuan sampel uji dilakukan sebanyak tiga meliputi uji alkaloid, steroid/triterpenoid,
kali ulangan. Sebagai kontrol negatif adalah kumarin, flavonoid, kuinon, saponin, dan tannin.14
akuades dan klorokuin sebagai kontrol positif. Uji alkaloid dilakukan dengan menambahkan
Setelah inkubasi berakhir, tabung mikro sampel dengan NH4OH 25% dan kloroform ke
disentrifugasi (Hitachi) dengan kecepatan 8000 dalam sampel. Filtrat berupa larutan organik
257
Media Litbangkes, Vol. 27 No. 4, Desember 2017, 255–262
diekstraksi dengan HCl pekat. Lapisan asam ekstrak memiliki LC50 > 1.000 µg/mL (Tabel
kemudian ditambah beberapa tetes pereaksi 2). Ekstrak etanol 70% menjadi ekstrak yang
Dragendorff. Terbentuknya endapan merah bata paling tidak toksik dengan nilai LC50 yang paling
dengan pereaksi Dragendorff menunjukkan tinggi. Hasil skrining fitokimia secara kualitatif
adanya alkaloid. Uji steroid/triterpenoid sampel menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% memiliki
dimaserasi dengan eter selama 2 jam, lalu kandungan senyawa kimia yang lebih banyak
disaring. Filtrat kemudian diuapkan dalam dibandingkan dengan ekstrak n-heksan maupun
cawan penguap. Ke dalam residu ditambahkan etil asetat.
asam asetat glasial dan 1 tetes asam sulfat pekat.
Terbentuknya warna merah, hijau ungu dan Pembahasan
akhirnya biru menunjukkan adanya kandungan Penggunaan pelarut pada penelitian ini
steroid/triterpenoid. Uji kumarin dilakukan didasarkan pada tingkat kepolaran suatu pelarut.
dengan cara sampel ditambahkan eter, kemudian Tingkat kepolaran suatu pelarut dapat diketahui
disaring dan filtrat diuapkan. Setelah kering, berdasarkan pada tetapan dielektrik. N-heksan,
ditambahkan air panas dan didinginkan. Setelah etil asetat, dan etanol berturut-turut mempunyai
dingin ditambahkan larutan amoniak 10%. tetapan dielektrik sebesar 1,89; 6,02; dan 24,30.
Adanya fluoresensi hijau atau biru pada sinar UV Semakin besar nilai tetapan dielektrik suatu
menunjukkan adanya kumarin. pelarut, maka sifatnya akan semakin polar.15 Oleh
Pada uji flavonoid, saponin, tanin dan karena itu n-heksan, etil asetat, dan etanol 70%
kuinon, sampel dididihkan dalam air panas yang digunakan pada penelitian ini mewakili
selama 5 menit, kemudian dibagi ke dalam 4 masing-masing pelarut non-polar, semi-polar,
tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan dan polar. Ekstraksi dapat dilakukan satu tahap
dengan serbuk magnesium, HCl pekat dan atau bertahap sesuai tingkat kepolaran pelarut.
amil alkohol. Kocok dengan kuat dan biarkan Pada penelitian ini digunakan ekstraksi bertahap
memisah. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan dimulai dengan pelarut non-polar sampai polar.
terbentuknya warna merah, kuning atau jingga Hal ini dilakukan untuk mendapatkan ekstrak
pada lapisan alkohol. Tabung kedua dikocok yang dapat dibedakan tingkat kepolarannya
kuat secara vertikal. Terbentuknya busa setelah sehingga diperoleh komponen yang lebih murni
didiamkan 10 menit dan tidak hilang setelah dan tidak bercampur.16
penambahan HCl 2N menunjukkan adanya Setelah masuk ke dalam sel darah merah
kandungan saponin. Tabung ketiga ditambahkan inangnya, parasit Plasmodium akan memecah
larutan FeCl3 1%. Timbulnya warna hijau biru hemoglobin menjadi hem dan globin. Globin
menunjukkan adanya kandungan tanin. Tabung akan dipecah kembali menjadi asam-asam amino
keempat ditambahkan dengan NaOH 1N. untuk nutrisi parasit. Hem bebas sebagai hasil
Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya samping pemecahan hemoglobin ini bersifat
kuinon. toksik bagi parasit maupun sel darah merah
inang.3 Oleh karena itu, untuk mempertahankan
Hasil hidupnya, parasit akan mengubah hem bebas
Determinasi simplisia menunjukkan menjadi hemozoin melalui proses polimerisasi
bahwa simplisia yang digunakan adalah sehingga menjadi tidak toksik. Pengujian in
sambiloto, Andrographis paniculata (Burm.) vitro menggunakan metode penghambatan
Nees. dari suku Acanthaceae. Hasil pengujian polimerisasi hem ini merupakan salah satu metode
penghambatan polimerisasi hem ekstrak daun untuk mengetahui mekanisme kerja bahan aktif
sambiloto menunjukkan bahwa seluruh ekstrak sebagai antimalaria. Mekanisme yang terjadi
pada seluruh seri konsentrasi menunjukkan merupakan interaksi antara bahan uji dengan
kemampuan dalam menghambat polimerisasi sistem elektrolit hem dan atau gugus hidroksil
hem dibandingkan dengan akuades sebagai dalam bahan uji yang berikatan dengan ion besi
kontrol negatif (Tabel 1). Ekstrak etanol 70% hem.13 Pada penelitian ini klorokuin digunakan
daun sambiloto memberikan nilai IC50 yang lebih sebagai kontrol positif dikarenakan mekanisme
kecil dibandingkan dengan ekstrak n-heksan klorokuin sebagai obat antimalaria juga melalui
dan etil asetat, meskipun masih lebih besar jika penghambatan polimerisasi hem.3
dibandingkan dengan kontrol positif klorokuin. Ekstrak etanol 70% merupakan ekstrak
Hasil uji toksisitas menggunakan larva udang dengan daya penghambatan tertinggi dibandingkan
Artemia salina menunjukkan bahwa seluruh dengan ekstrak yang lain karena memiliki nilai
258
Toksisitas dan Aktivitas Antimalaria ... (Eris Septiana, Demitra Gianny, dan Partomuan Simanjuntak)
IC50 yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan etanol pada perlindungan kesehatan masyarakat.
70% memiliki kandungan air yang tinggi (30%) Pesatnya perkembangan tanaman obat
yang dapat melarutkan komponen fitokimia mengharuskan telaah lebih lanjut tentang aspek
secara maksimal dalam proses ekstraksi.17 toksisitas untuk memastikan keamanan dan
Penelitian tentang antimalaria selain dari ekstrak efektivitas bahan alam berkhasiat obat. Pengujian
daun sambiloto baik in vitro maupun in vivo toksisitas suatu bahan obat dapat dilakukan secara
dengan menggunakan pelarut dengan kepolaran in vitro menggunakan metode Brine Shrimp
berbeda telah banyak dilakukan. Ekstrak etanol Lethality Test (BSLT). Metode ini merupakan
daun Phyllantus amarus memberikan hasil metode yang ekonomis, membutuhkan jumlah
yang lebih menjanjikan sebagai antimalaria bahan uji yang sedikit, cepat, dan dapat digunakan
dibandingkan dengan ekstrak air pada percobaan untuk mendeteksi bahan toksik dari ekstrak
antiplasmodium secara in vivo.18 Untuk pengujian tanaman.20 Selain itu, metode BSLT memiliki
antimalaria secara in vitro juga telah dilaporkan korelasi positif dengan pengujian secara in vivo
bahwa fraksi etanol bawang putih memberikan menggunakan hewan coba.21
aktivitas penghambatan polimerisasi hem lebih Hasil uji toksisitas menunjukkan bahwa
baik dibandingkan dengan fraksi n-heksan dan seluruh ekstrak memiliki nilai LC50 > 1.000 µg/
etil asetat.19 mL. Suatu ekstrak kasar dikatakan toksik jika
Penelitian tentang kemampuan sambiloto memiliki LC50 < 1.000 µg/mL dan tidak toksik
dalam menghambat polimerisasi hem juga sudah jika memiliki nilai LC50 > 1.000 µg/mL.12 Oleh
dilakukan. Akan tetapi tidak menggunakan ekstrak karena itu seluruh ekstrak daun sambiloto pada
kasar dengan tingkat kepolaran yang berbeda penelitian ini aman digunakan dengan ekstrak
melainkan senyawa murni andrografolida. etanol 70% merupakan yang paling tidak toksik.
Andrografolida mampu menghambat polimerisasi Penelitian sebelumnya juga melaporkan bahwa
hem dengan nilai IC50 sebesar 367±µM atau ekstrak tanaman sambiloto tidak memiliki efek
sekitar 128 µg/mL.11 Aktivitas tersebut lebih baik toksik pada larva Artemia salina.22 Pengujian
dibandingkan dengan kemampuan ekstrak kasar secara in vivo untuk mengetahui toksisitas
pada penelitian ini. Hal tersebut terjadi karena akut menggunakan hewan coba mencit juga
pada penelitian ini ekstrak masih berupa ekstrak menunjukkan bahwa ekstrak daun sambiloto
kasar, sedangkan andrografolida merupakan masuk dalam kategori aman dengan nilai LD50
senyawa murni sehingga aktivitasnya lebih baik. > 5.000 mg/kg BB.23 Dengan demikian seluruh
Kandungan bahan toksik dalam suatu ekstrak daun sambiloto pada penelitian ini aman
bahan obat sangat penting terutama menyangkut digunakan pada manusia.
259
Media Litbangkes, Vol. 27 No. 4, Desember 2017, 255–262
260
Toksisitas dan Aktivitas Antimalaria ... (Eris Septiana, Demitra Gianny, dan Partomuan Simanjuntak)
261
Media Litbangkes, Vol. 27 No. 4, Desember 2017, 255–262
flavonoid from young twigs and leaves of sinensis proanthocyanidins-rich fraction for
Caesalpinia bonduc (Linn) Roxb. J Chem controlling malaria mosquito populations
Pharm Res. 2015;7(1):931-7. through disruption of larval development.
26. Happi GM, Kouam SF, Talontsi FM, Parasit Vectors. 2016;9:1-10.
Lamshoft M, Zuhlke S, Bauer JO, et al. 28. Lamidi M, Olivier E, Gasquet M, Faure R,
Antiplasmodial and citotoxicity triterpenoids Nze-Ekekang L, Balansard G. Structural
from the bark of the Cameroonian medicinal and antimalarial studies of saponins from
plant Entandrophragma congoense. J Nat Nauclea diderrichii Bark. dalam: Waller
Prod. 2015;78(4):604-14. GR, Yamasaki K (Eds). Saponins used in
27. Muema JM, Bargul JL, Nyanjom SG, traditional and modern medicine. New York:
Mutunga JM, Njeru SN. Potential of Camelia Springer; 1996.
262