Professional Documents
Culture Documents
Metodologi Keperawatan
Dosen :
Vina Fitmiawati,M.Kep
Tingkat IIA
Puji syukur kehadirat allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
nya . Sehingga kami dapat asuhan keperawatan “Asuhan keperawatan pada Nn.K
dengan Gangguan sistem pernafasan dengan diagnosa asma di Ruang Pulmo –
RSUD Ciamis “ dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan asuhan
keperawatan mungkin ada sedikit hambatan. Namun berkat bantuan dukungan dari
dosen mata kuliah Metodologi Keperawatan serta teman-teman, kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Semoga asuhan keperawatan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca asuhan keperawatan ini dan dapat mengetahui tentang “Asuhan
keperawatan pada Nn.K dengan Gangguan sistem pernafasan dengan diagnosa asma
di Ruang Pulmo – RSUD Ciamis “. Asuhan keperawatan ini mungkin kurang
sempurna, untuk itu kami mengharap kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah
ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Biodata ...................................................................................................... 19
B. Pengkajian ................................................................................................. 20
C. Analisis Data dan Masalah Keperawatan .................................................. 25
D. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas .......................................... 28
E. Intervensi ................................................................................................... 29
ii
BAB IV KESIMPULAN ............................................................................................ 35
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas
yang ditandai adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang
dan timbul terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan
saluran pernafasan. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak
sampai dewasa dengan derajat penyakit dari ringan sampai berat, bahkan
beberapa kasus dapat menyebabkan kematian.
Asma merupakan penyakit keronis yang sering muncul pada masa
kanak-kanak dan usia muda sehingga dapat menyebabkan kehilangan hari-
hari di sekolah atau hari kerja produktif yang berarti, juga menyebabkan
gangguan aktivitas sosial, bahkan berpotensi mengganggu pertumbuuhan
dan perkembangan anak.
Faktor risiko asma secara umum dibagi menjadi dua kelompok
faktor genetik meliputi hiperaktivitas, atopi/ alergi bronkus, faktor yang
memodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Faktor
lingkungan meliputi alergen di tungau, debu rumah, cuaca dan makanan
(Mangunnegoro et al., 2004) Asma akut dapat mempengaruhi aktivitas
pasien. Asma akut dapat membatasi aktivitas sosial dan menyebabkan
penurunan kualitas kesehatan secara umum. Pasien dengan asma akut
merasa mudah lelah dan tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya
(Asthma Society of Canada, 2005). Dari studi di Amerika Serikat, untuk
kasus asma yang disebabkan oleh makanan sekitar 73 %. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Herdi di RSU Dr. Soedarso Pontianak
tahun 2011 didapatkan bahwa faktor pencetus asma paling tinggi berupa
latihan fisik sekitar 66,7%, asma yang disebabkan oleh debu sebesar
62,5%, asap rokok 52,0%, perubahan cuaca 48,9%, perubahan emosi
30,2%, sedangkan oleh jenis makanan hanya 17,7 % ( Herdi, 2011)
1
B. Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Ny. K dengan
Gangguan sistem pernafasan dengan diagnosa asma di Ruang Pulmo –
RSUD Ciamis.
1.1.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Ny. K dengan
Gangguan sistem pernafasan dengan diagnosa asma .
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. K dengan
Gangguan sistem pernafasan dengan diagnosa asma .
c. Mampu membuat perencanaan keperawatan pada Ny. K dengan
Gangguan sistem pernafasan dengan diagnosa asma .
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Penyakit
A. Pengertian Asma
Penyakit asma berasal dari kata ashtma yang diambil dari bahasa
yunani yang berarti sukar bernafas. Asma adalah gangguan inflamasi
kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya.
Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas
yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat dan batukbatuk terutama malam dan atau dini hari.
Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Definisi asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA), asma
adalah gangguan inflamasi kronik pada saluran napas dengan berbagai sel
yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil dan limfosit T. Pada individu
yang rentan inflamasi, mengakibatkan gejala episode mengi yang
berulang, sesak napas, dada terasa tertekan, dan batuk khususnya pada
malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan obstruksi saluran
napas yang luas dan bervariasi dengan sifat sebagian reversibel baik secara
spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan
dengan hipereaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan
B. Etiologi
Menurut Patino dan Martinez (2001) dalam Martinez (2003) faktor
lingkungan dan faktor genetik memainkan peran terhadap kejadian asma.
Menurut Strachan dan Cook (1998) dalam Eder et al (2006) pada kajian
meta analisis yang dijalankan menyimpulkan bahwa orang tua yang
merokok merupakan penyebab utama terjadinya mengi dan asma pada
anak. Menurut Corne et al (2002) paparan terhadap infeksi juga bisa
menjadi pencetus kepada asma. Infeksi virus terutamanya rhinovirus yang
3
menyebabkan simptom infeksi salur pernafasan bagian atas memicu
kepada eksaserbasi asma. Gejala ini merupakan petanda asma bagi semua
peringkat usia (Eder et al, 2006). Terdapat juga teori yang menyatakan
bahwa paparan lebih awal terhadap infeksi virus pada anak lebih
memungkinkan untuk anak tersebut diserang asma (Cockrill et al, 2008).
Selain faktor linkungan, faktor genetik juga turut berpengaruh
terhadap kejadian asma. Kecenderungan seseorang untuk menghasilkan
IgE diturunkan dalam keluarga (Abbas et al, 2007). Pasien yang alergi
terhadap alergen sering mempunyai riwayat keluarga yang turut menderita
asma dan ini membuktikan bahwa faktor genetik sebagai faktor
predisposisi asma (Cockrill et al, 2008).
Menurut Tatum dan Shapiro (2005) dalam Eder et al (2006) ada
juga bukti yang menyatakan bahwa udara yang tercemar berperan dalam
mengurangkan fungsi paru, mencetuskan eksaserbasi asma seterusnya
meningkatkan populasi pasien yang dirawat di rumah sakit.
Mekanisme patogenik yang menyebabkan bronkokonstriksi adalah
disebabkan alergen yang memicu kepada serangan asma. Walaupun telah
dikenal pasti alergen outdoor sebagai penyebab namun alergen indoor
turut memainkan peran seperti house dust mites, hewan peliharaan dan
kecoa. Apabila pasien asma terpapar dengan alergen, alergen tersebut akan
menempel di sel mast. Sel mast yang telah teraktivasi akan melepaskan
mediator. Mediator- mediator ini yang akan menyebabkan
bronkokonstriksi dan meningkatkan permeabilitas epitel jalan nafas
sehingga membolehkan antigen menempel ke IgE-spesifik yang
mempunyai sel mast. Antara mediator yang paling utama dalam implikasi
terhadap patogenesis asma alergi adalah histamin dan leukotrien (Cockrill
et al, 2008).
Histamin merupakan mediator yang menyebabkan kontraksi otot
polos bronkus, augmentasi permeabilitas vaskuler dan pembentukan
edema salur pernafasan serta menstimulasi reseptor iritan yang bisa
memicu bronkokonstriksi sekunder (Cockrill et al, 2008).
4
Menurut Drazen et al (1999) dalam Kay A.B. (2001) sel mast turut
memproduksi sisteinil leukotriene yaitu C4, D4 dan E4. Leukotriene ini
akan menyebabkan kontraksi otot polos, vasodilatasi, meningkatkan
permeabilitas vaskuler dan hipersekresi mukus apabila berikatan dengan
reseptor spesifik.
C. Patofisiologi
Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas
saluran napas yang akan mempermudah terjadinya obstruksi jalan napas.
Kerusakan epitel saluran napas, gangguan saraf otonom, dan adanya
perubahan pada otot polos bronkus juga diduga berperan pada proses
hipereaktivitas saluran napas. Peningkatan reaktivitas saluran nafas terjadi
karena adanya inflamasi kronik yang khas dan melibatkan dinding saluran
nafas, sehingga aliran udara menjadi sangat terbatas tetapi dapat kembali
secara spontan atau setelah pengobatan. Hipereaktivitas tersebut terjadi
sebagai respon terhadap berbagai macam rangsang.
Dikenal dua jalur untuk bisa mencapai keadaan tersebut. Jalur
imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom.
Pada jalur yang didominasi oleh IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh
akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells), kemudian hasil olahan
alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th ( T penolong ) terutama Th2.
Sel T penolong inilah yang akan memberikan intruksi melalui interleukin
atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, sel-sel radang lain seperti
mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit
untuk mengeluarkan mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin
(PG), leukotrien (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin,
tromboksin (TX), dan lain-lain. Sel-sel ini bekerja dengan mempengaruhi
organ sasaran yang dapat menginduksi kontraksi otot polos saluran
pernapasan sehingga menyebabkan peningkatan 8 permeabilitas dinding
vaskular, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, hipersekresi
mukus, keluarnya plasma protein melalui mikrovaskuler bronkus dan
5
fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran napas.
Faktor lainnya yang dapat menginduksi pelepasan mediator adalah obat-
obatan, latihan, udara dingin, dan stress.
Selain merangsang sel inflamasi, terdapat keterlibatan sistem saraf
otonom pada jalur non-alergik dengan hasil akhir berupa inflamasi dan
hipereaktivitas saluran napas. Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel
saluran napas. Reflek bronkus terjadi karena adanya peregangan nervus
vagus, sedangkan pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast dan
makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan
reaksi yang terjadi. Keterlibatan sel mast tidak ditemukan pada beberapa
keadaan seperti pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan
SO2. Reflek saraf memegang peranan pada reaksi asma yang tidak
melibatkan sel mast. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsang
menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A
dan calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang
menyebabkan terjadinya bronkokontriksi, edema bronkus, eksudasi
plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.
6
peningkatan detak jantung lebih cepat karena jantung tidak tercukupi
kebutuhan oksigen.
3) Sulit berbicara, gejala asma yang berupa sesak nafas dan ,juga sakit
dada akan memberikan dampak sulit untuk berbicara dengan baik
kondisi ini termasuk yang sudah paraah jadi bisa membahayakan
penderita.
4) Batuk ringan, gejal asma akan menyebabkan batuk. Batuk yang terjadi
ketika sakit sama kambuh tidak terlalu parah hanya batuk ringan saja.
Tetapi karena bersamaan dengan sesak nafas sehingga tidak membuat
nyaman.
5) Susah tidur gejala asma menyulitkan untuk tidur karena gejala asma
kambuh di malam hari jadi karena tidak bisa bernafas dengan baik
sehingga sulit untuk tidur dengan baik.
E. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mencapai asmaterkontrol sehingga
penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan di bagi menjadi 2
yaitu:
1) Penatalaksanaan jangka panjang
Prinsip utama jangka panjang adalah edukasi, obat asma (pengontrol
dan pelega) dan menjaga kebugaran (senam asma). Obat pelega
7
diberikan saat serangan, obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan
serangan dan diberikan dalam jangka panjang terus-menerus.
2) Tata laksana asma akut pada anak dan dewasa
Tujuan tata laksana serangan asma akut:
- Mengatasi gejala serangan asma
- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan
- Mencegah terjadinya ke kambuhan
- Mencegah kematian karena serangan asma
8
gejala penyakit asma), mengontreol fungsi paru, memperoleh aktivitas
sosial yang baik dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
F. Pemeriksaan Penunjang
1) Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible. Cara yang
paling cepat dan sederhana untuk diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan
adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator
>20% tidak berarti ada asma. Hal tersebut dapat dijumpai pada penderita
yang sudah normal atau mendekati normal sehingga kenaikan FEV1 atau
FVC tidak melebihi 20%. Respon mungkin juga tidak dijumpai pada
obstruksi jalan nafas yang berat, oleh karena obat tunggal aerosol tidak
cukup memberikan efek yang diharapkan. Untuk melihat reversibilitas
pada hal yang akhir mungkin diperlukan pengobatan kombinasi
adrenergik, teofilin dan bahkan kortikosteroid untuk 2-3 minggu.
Reversibilitas dapat terjadi tanpa pengobatan yang dapat terlihat dari hasil
pemeriksaan spirometri yang dilakukan pada saat yang berbeda-beda
misalnya beberapa hari atau bulan kemudian. Pemeriksaan spirometri
tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk
menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.
2) Tes provokasi bronkial
Indikasi provokasi inhalasi :
Antigen
– Untuk menjelaskan peranan alergen spesifik pada asma
– Apabila uji kulit tidak dapat dilakukan seperti pada penyakit kulit yang
luas dan luka bakar
– Untuk evaluasi efek terapeutik imunologis
9
– Untuk evaluasi alergen baru atau allergen tidak dikenal yang diduga
mempunyai peranan dalam penyakit paru
– Untuk evaluasi efek obat dalam penghambatan kerja allergen
– Untuk meyakinkan pasien tentang hubungan sebab akibat
Metakolin, Karbakol, dan Histamin
Untuk mengidentifikasi pasien hipereaktivitas bronkus tanpa melihat
sebab dan untuk mengukur besarnya hipereaktivitas tersebut.
3) Tes kepekaan kulit
Tujuan tes ini yaitu untuk menunjukkan adanya antibodi imunoglobulin E
yang spesifik dalam tubuh. Tes ini hanya menyokong anamnesis, karena
alergen yang menunjuk tes kulit positif tidak selalu merupakan penyebab
asma, sebaliknya tes kulit yang negatif tidak berarti ada faktor kerentanan
kulit. Dengan berbagai bahan alergen dapat membantu untuk menetukan
pada asma atopik.
4) Pemeriksaan laboratorium :
Darah : persentase eosinofil pada hitung jenis dan jumlah eosinofil
yang meningkat, Imunoglobulin E yang spesifik.
Analisa gas darah: bila ada kecurigaan gagal napas
Dahak dan sekret hidung: pemeriksaan eosinofil
5) Pemariksaan radiologi :
Foto toraks : Umumnya pemeriksaan foto dada penderita asma adalah nor
mal. Pemariksaan tersebut dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses
patologik di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks,
pneumomedistinum, atelektasis dll.
6) Uji provokasi bronkus (saluran udara penghubung paru dan trakea).
Dengan cara melakukan uji provokasi dengan metakolin, histamin, udara
yang dingin, larutan garam hipertonik, histamin, kegiatan jasmani ataupun
dengan aqua destilata.
7) Uji Sputum.
Pada asma melihat adanya sputum eosinofil, sedangkan pada bronkitis
kronik sangat dominan dengan sputum neutrofil.
10
8) Uji Eosinofil total.
Dalam darah jumlah eosinofil total mengalami peningkatan. Hal ini yang
membedakan antara asma dan bronkitis.
9) Uji IgE spesifik dan IgE total pada sputum.
Ini dilakukan apabila uji kulit hasilnya kurang bisa di percaya/tidak bisa di
lakukan.
11
Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi
berapa lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat
kelelahan yang dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.
6) Pola persepsi sensori dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi
konsep diri pasien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor
yang dialami pasien sehingga kemungkinan terjadi serangan Asma
yang berulang pun akan semakin tinggi.
7) Pola hubungan dengan orang lain
Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan
kehidupannya secara normal. Pasien perlu menyesuaikan
kondisinya berhubungan dengan orang lain.
8) Pola reproduksi dan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila
kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam
kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi stresor yang akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan Asma.
9) Pola persepsi diri dan konsep diri
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya.Persepsi yang
salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara
memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam
kehidupan pasien.
10) Pola mekanisme dan koping
Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik
pencetus serangan Asma maka prlu dikaji penyebab terjadinya
stress. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan pasien serta
cara penanggulangan terhadap stresor.
11) Pola nilai kepercayaan dan spiritual
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai
dapat meningkatkan kekuatan jiwa pasien.Keyakinan pasien
12
terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya
merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif (Perry,
2005 & Asmadi 2008).
12) Pemeriksaan penunjang
B. Diagnosa
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret.
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen.
4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama atau imunitas cemas berhubungan
dengan kurangnya tingkat pengetahuan gangguan pola tidur
berhubungan dengan batuk yang berlebih.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan dispnea
13
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah
fungsi pernapasan
c. Pertahankan lingkungan yang nyaman
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat
mentriger episode akut.
d. Tingkatkan masukan cairan, denganmemberi air hangat.
Rasional : Membantu mempermudah pengeluaran sekret
e. Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif
Rasional : Memberikancara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea,mengeluarkan sekret.
f. Dorong atau berikan perawatan mulut
Rasional : higiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat
dan mencegah bau mulut
g. Kolaborasi : pemberian obat dan humidifikasi, seperti nebulizer
Rasional : menurunkan kekentalan sekret dan mengeluarkan
sekret
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
Tujuan : pola napas kembali efektif
Kriteria hasil : Pola napas efektif, bunyi napas normal kembali,
batuk berkurang
Intervensi :
a. Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan
bervariasi tergantung derajat gagal napas
b. Auskultasi bunyi napas
Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas
c. Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi
Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan
d. Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja
napas
14
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan suplai
oksigen
Tujuan :dapat mempertahankan pertukaran gas
Kriteria hasil : tidak ada dispnea, pernapasan normal
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan
Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan
dan atau kronisnya proses penyakit.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih
posisi yang nyaman untuk bernapas
Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi
duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan
napas, dispnea, dan kerja napas.
c. Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau
sentra (terlihat sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan
dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
d. Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan
Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber
utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil.
Penghisapan dibutuhkan jika batuk tidak efektif.
e. Auskultasi bunyi napas
Rasional : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran
udara atau area konsolidasi.
f. Palpasi Fremirus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan
cairan atau udara terjebak
g. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas
Rasional : Selama distress pernapasan berat atau akut atau
Refraktori pasien secara total tidak mampu melakukan aktivitas
sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.
15
h. Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : dapat memperbaiki memburuknya hipoksia.
4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama atau imunitas
Tujuan :tidak mengalami infeksi noskomial
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi, mukosa mulut
lembab, batuk berkurang
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital
Rasional: demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi
b. Observasi warna, karakter, jumlah sputum
Rasional : kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi
paru
c. Berikan nutrisi yang adekuat
Rasional : nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan
tubuh
d. Berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional : antibiotik dapat mencegah masuknya kuman ke
dalam tubuh
5) Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
Tujuan : kecemasan pasien berkurang
Kriteria hasil : pasien terlihat tenang, cemas berkurang, ekspresi
wajah tenang.
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan
Rasional : mengetahui skala kecemasan pasien
b. Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita
Rasional : menambah tingkat pengetahuan pasien dan
mengurangi cemas
c. Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya
16
Rasional : mengungkapkan perasaan dapat mengurangi rasa
cemas yang dialaminya.
d. Ajarkan teknik napas dalam pada pasien
Rasional : mengurangi rasa cemas yang dialami pasien
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
Tujuan : pola tidur terpenuhi38
Kriteria hasil : pola tidur 6-7 jam per hari, tidur tidak terganggu
karena batuk
Intervensi :
a. Kaji pola tidur setiap hari
Rasional : mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi
b. Beri posisi yang nyaman
Rasional : memudahkan dalam beristirahat
c. Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : menciptakan suasana yang tenang
d. Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai
Rasional :menciptakan suasana yang tenang
e. Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat
dan tidur untuk penyembuhan
Rasional : menambah pengetahuan
7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : aktivitas normal
Kriteria hasil : pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas, pasien
dapat memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri
Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan aktivitas
Rasional : mengetahui tingkat aktivitas pasien39
b. Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhaan
pasien
Rasional : membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan
pasien sehari-hari
17
c. Tingkatkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi
Rasional : membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan pasien
secara mandiri
d. Jelaskan pentingnya istirahat dan aktivitas dalaam proses
penyembuhan
Rasional : menambah pengetahuan pasien dan keluar
18
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. BIODATA
A. Identitasn pasien
Nama : Ny. K
Tempat tanggal lahir : Ciamis, 16 Juni 1972
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
Tanggal Masuk RS : 25 Oktober 2017
Tanggal Pengakjian : 26 Oktober 20217
No Medrec : 454700
Diagnosa Medis : Ashma
Alamat : Dusun Munjul 12/16 Cipaku Kab.Ciamis
19
Hubungan dengan Klien : Suami
Alamat : Dusun Munjul 12/16 Cipaku Kab.Ciamis
2. PENGKAJIAN
A. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama saat masuk RS
Pasien mengeluh sesak
b. Keluhan saat dikaji
Pasien mengeluh sesak seperti di cekik, sesak di rasakan pada daerah
dada dengan skala 3 (0-5), sesak di rasakan setelah seharian bekerja,
bertambah berat saat beraktifitas dan tidur tanpa bantal serta
bertambah berat saat malam dan pagi hari, berkurang saat duduk dan
menggunakan obat inhalasi. Karena sesaknya klien mengeluh tidak
nafsu makan, klien juga mengeluh sering kambuh, akibat sering turun
hujan beberapa bulan terakhir
c. Riwayat penyakit masa lalu
Klien mengatakan bahwa penyakit yang dimilikinya sudah lama
sekitar 20 tahu, klien pernah di rawat kurang lebih 7x hampir setiap
tahun, 3 bulan yang lalu klien tidak melakukan kontrol sesuai yang di
anjurkan puskesmas/RS karena merasa sudah sehat dan
mengkonsumsi obat tradisional secara rutin. Klien merasa putus asa
dan menjadi malas berobat karena menurut perawat di puskesmas
penyakitnya tidak akan bisa di sembuhkan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Menurut klien, di antara anggota klien orang tuanya juga memiliki
penyakit yang sama. Di rumah, semua pria yang tinggal serumah
adalah perokok aktif dan sering meroko di dalam rumah. Klien
mengaku tinggal di daerah yang padat, sehingga ventilasi rumahnya
juga kurang baik dan kamar tidur relative lembab.
20
B. Data Psikologis
a. Status Emosi
Saat dikaji emosi klien tampak stabil, ekspresi wajah klien sesuai
dengan apa yang di bicarakan.
b. Pola Coping
Bila ada masalah, klien akan menceritakan pada keluarga dan
berupaya untuk menyelesaikan masalahnya.
c. Pola Komunikasi
Klien mampu berkomunikasi secara verbal dan non verbal dengan
baik.
d. Konsep Diri
(1) Gambaran Diri
Klien mengatakan putus asa dengan penyakitnya
(2) Peran Diri
Perannya sebagai istri dan sebagai ibu rumah tangga .
(3) Ideal Diri
Klien berharap bisa segera pulih dan bisa berkumpul kembali
bersama keluarganya.
e. Data Social
Hubungan klien dengan keluarga baik, terbukti dengan adanya
keluarga klien yang menunggunya. Hubungan klien dengan tenaga
medis baik, di tandai dengan klien terlihat kooperatif pada saat di
lakukan tindakan keperawatan.
f. Data Spiritual
Klien adalah seseorang yang menganut agama islam, dalam
kondisinya sekarang ibadah shalat klien terganggu. Sebagai manusia
biasa klien hanya bisa berdoa dan berusaha.
C. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Baik
b. Tingkat kesadaran : Compos Mentis
21
c. TTV : TD :120/80 MmHg
Pulse :112x/menit
Respirasi :28x/menit
Suhu :36,4 C
d. Head to Toe
a) Kepala : Bentuk kepala simetris, pertumbuhan rambut
merata, tidak ada kebotakan, tidak ada nyeri tekan, lesi maupun
benjolan.
b) Mata : Bentuk mata simetris, pertumbuhan bulu mata
merata, tidak ada peradangan, di sekitar kelopak mata,
konjungtiva maupun sklera, warna sklera putih, konjungtiva
tidak anemis, pergerakan bola mata baik, refleks pupil baik,
c) Telinga : Bentuk telinga simetris, tidak ada peradangan,
luka, maupun pengerasan pada daun telinga, kebersihan telinga
baik, membran timpani berwarna bening, pendengaran baik.
d) Hidung :Bentuk hidung simetris, tidak ada pembengkakan,
lesi, maupun nyeri tekan, kebersihan hidung baik, tidak ada
epistaksis, ada sekret keluar, terpasang O2 nasal(3-4 liter).
e) Mulut : mukosa bibir baik, tidak ada lesi maupun
peradangan mukosa bibir, jumlah gigi 32 berwarna putih, tidak
ada karang gigi maupun flek, kebersihan lidah baik, lidah dapat
bergerak bebas, warna gusi merah jambu, tidak ada
pembengkakan maupun luka di gusi, dan tidak ada peradangan
pada rongga mulut
f) Leher : tidak ada pembesaran vena jugularis, kelenjar
getah bening, maupun kelenjar thyroid, refleks menelan baik
g) Dada ; bentuk dada simetris, ada penggunaan otot bantu
pernafasan, ekspirasi lebih berat dari inspirasi, pengembangan
paru kiri dan kanan simetris, suara nafas weezhing ekspiratory.
h) Abdomen ; tidak ada penumpukan cairan di dalam abdomen,
tidak ada nyeri tekan, umbilikal normal, tidak ada distensi
22
vesika urinaria, tidak ada pembesaran hati, bising usus
16x/menit.
i) Ekstremitas atas dan bawah : tidak ada luka pembengkakan
maupun lecet di setar ekstremitas, pergerakan ekstremitas baik,
refleks ekstremitas baik dan masih bisa di gerakan.
j) Genetalia : tidak ada peradangan, kemerahan, maupun luka
sekitar genetalia, tidak ada pengeluaran sekret.
k) Anus : tidak ada pembesaran vena di anus, tidak ada luka
maupun peradangan, pengeluaran feses baik.
23
Frekuensi 2 kali sehari Belum BAB
Konsentrasi Lunak -
Warna Kuning -
kecokelatan
Keluhan Tidak ada Tidak ada
b. BAK
Frekuensi ±5 kali sehari ±7 kali sehari
1 kali = ±200 ml
Konsentrasi 5 x 200 = 1000ml 1 kali = ±200ml
24
mandiri. dibantu oleh keluarga.
E. Pengobatan
Therpy Obat: Klien di berikan NEBU Ventolin 3x1 perhari
F. Data Penunjang
25
Do: sekresi kelenjar bronkus
- Respirasi
28x/menit Penyempitan/obstruksi
-Adanya sekret bronkus
di hidung
-Terpasang O2 Mucus berlebih
Ketidak efektifan
kebersihan jalan nafas
2 Ds: Edema mukosa KETIDAKEFEKTIFAN
-Pasien POLA NAFAS
mengeluh sesak Konsentrasi O2 dalam
Do: darah menurun
-Suara
pernafasan Penyempitan jalan
weezing nafas
ekspiratory
-Penggunaan Peningkatan kerja otot
otot pernafasan pernafasan
-Ekspirasi lebih
berat dari Ketidakefektifan pola
inspirasi nafas
3 Ds: Edema mukosa KETIDAKSEIMBANGAN
-Pasien NUTRISI KURANG DARI
mengeluh tidak Spasme otot bronkus KEBUTUHAN TUBUH
nafsu makan meningkat
26
-Terjadi
penurunan berat Tekanan parsial O2 din
badan dari 71kg alveoli menurun
menjadi 55kg
Penyempitan jalan
nafas
KETIDAKSEIMBAN
GAN NUTRISI
KURANG DARI
KEBUTUHAN
TUBUH
4 Ds: Edema mukosa INTOLERANSI
-pasien AKTIFITAS
mengeluh lemas Sekresi produktif
dan sesak saat
beraktifitas Konsentrasi O2 dalam
darah menurun
Do:
-pasien hanya Hipoksemia
berbaring di
tempat tidur Suplai darah dan O2 ke
-pasien terlihat jantung berkurang
lemas
Penurunan CO
27
TD menurun
Kelemahan dan
keletihan
INTOLERANSI
AKTIFITAS
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus
dalam jumlah berlebihan peningkatan produksi mucus, eksudat dalam
alveoli dan bronkospasme di tandai dengan:
Ds:
- Pasien mengeluh sesak
Do:
- Respirasi 28x/menit
- Adanya sekret di hidung
- Terpasang O2
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan dan deformitas dinding dada di tandai dengan:
Ds:
- Pasien mengeluh sesak
Do:
- Suara pernafasan weezing ekspiratory
- Penggunaan otot pernafasan
- Ekspirasi lebih berat dari inspirasi
3) ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan laju metabolik, anorexia saat makan. Di tandai dengan:
Ds:
- Pasien mengeluh tidak nafsu makan
28
Do:
- Porsi makan pasien tidak habis
- Terjadi penurunan berat badan dari 71kg menjadi 55kg
4) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2(hipoksia) kelemahan. Ditandai dengan:
Ds:
- pasien mengeluh lemas dan sesak saat beraktifitas
Do:
- pasien hanya berbaring di tempat tidur
- pasien terlihat lemas
5. INTERVENSI KEPERAWATAN
29
e di tandai cairan, 4.Membantu
dengan: denganmembe mempermudah
Ds: ri air hangat. pengeluaran
-Pasien 5.Dorong atau sekret
mengeluh bantu latihan 5.Memberikancar
sesak napas dalam a untuk
Do: dan batuk mengatasi dan
- Respirasi efektif. mengontrol
28x/menit dispnea,mengelu
-Adanya 6.Kolaborasi : arkan sekret
sekret di pemberian 6.menurunkan
hidung obat dan kekentalan sekret
-Terpasang humidifikasi, dan
O2 seperti mengeluarkan
nebulizer sekret
2. Ketidakefekti Setelah dilakukan 1.Kaji 1. kecepatan
fan pola nafas tindakan keperawatan frekuensi biasanya
berhubungan selama 1 jam di kedalaman mencapai
dengan harapkan pola napas pernapasan kedalaman
keletihan otot kembali efektif dan ekspansi pernapasan
pernafasan Dengan kriteria hasil : dada bervariasi
dan Pola napas efektif, tergantung
deformitas bunyi napas normal 2.Auskultasi derajat gagal
dinding dada kembali, batuk bunyi napas napas
di tandai berkurang 2.ronchi dan
dengan: 3.Tinggikan mengi menyertai
Ds: kepala dan obstruksi jalan
-Pasien bentuk napas
mengeluh mengubah 3.memudahkan
sesak posisi dalam ekspansi
Do: paru dan
30
-Suara 4.Kolaborasi pernapasan
pernafasan pemberian 4.memaksimalka
weezing oksigen n bernapas dan
ekspiratory menurunkan
-Penggunaan kerja napas
otot
pernafasan
-Ekspirasi
lebih berat
dari inspirasi
31
habis Klien dan berat identifikasi
mengalami badan klien. malnutrisi
peningkatan protein-kalori,
nafsu makan. 5. Dokumenta khususnya bila
sikan berat badan
masukan kurang dari
oral selama normal
24 jam, 5.
riwayat Mengidentifikasi
makanan, ketidakseimbang
jumlah an kebutuhan
kalori nutrisi.
dengan 6. Membuat
tepat waktu makan
(intake). lebih
menyenangkan,
6. Ciptakan yang dapat
suasana meningkatkan
makan yang nafsu makan
menyenang 7. Untuk
kan. meningkatkan
nafsu makan.
7. Berikan 8. Untuk
makanan memudahkan
selagi proses makan.
hangat. 8. Meningkatkan
selera makan
8. Berikan klien.
makanan 9. Ahli gizi
dengan adalah
jumlah spesialisasi
32
kecil dan dalam ilmu gizi
bertahap.. yang membantu
9. Kolaborasi klien memilih
dengan ahli makanan sesuai
gizi untuk dengan keadaan
membantu sakitnya, usia,
memilih tinggi, berat
makanan badannya.
yang dapat
memenuhi
kebutuhan
gizi selama
sakit
33
beraktifitas keluarga
Do: 4. Jelaskan
-pasien hanya pentingnya
berbaring di istirahat dan
tempat tidur aktivitas
-pasien dalaam proses
terlihat lemas penyembuhan
34
BAB IV
KESIMPULAN
35
DAFTAR PUSTAKA
36