You are on page 1of 42

LAPORAN LENGKAP

FARMAKOGNOSI I

OLEH:

KELOMPOK : 1A

NAMA : ALIYAH MAULIDIYAH ILHAM

SUCI MAGFIRA

ADISTA

SITTI KHADIJAH

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI- FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Ini Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Ujian Praktikum

Farmakognosi I, Dimana Sampel Diperoleh Dari Desa Kamiri, Kecamatan Balusu,

Provinsi Sulawesi Selatan .

Disusun dan diajukan oleh:

KELOMPOK : 1A

NAMA : 1. (150 2017 0169)

2. NURBAETI ASNAWI ( 150 2017 0172)

3. SUCI MAGFIRA (150 2017 0189)

4. St. KHADIJAH(15020170240)

KELAS : C9C10

Makassar, 17 Desember 2018

Menyetujui ,

Koordinator Asisten KelasAsisten Pembimbing

Mengetahui,

Risda Waris, S.Farm., M.Sc., Apt.

Koordinator Praktikum Farmakognosi I

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karna dengan Rahmat dan

Hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan dan menyusun laporan

lengkap ini dengan baik.

Dalam laporan ini kami berterima kasih kepada dosen dan asisten

laboratorium Farmakognosi-fitokimia yang telah membimbing dan mengerahkan

kami sehingga dapat menyelesaikan laporan lengkap ini sebagai syarat mengikuti

ujian farmakognosi I.

Laporan lengkap ini berisi Uraian Tanaman, Pembuatan Herbarium,

Parameter Standar Mutu atau Standarisasi Simplisia.

Penulis

Kelompok 1A
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGATAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. RUMUSAN MASALAH

C. MAKSUD PRAKTIKUM

D. TUJUAN PRAKTIKUM

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. URAIAN TANAMAN

1. Klasifikasi Tanaman

2. Nama daerah Tanaman

3. Morfologi Tanaman

4. Kandungan Kimia
5. Manfaat Tanaman

B. PEMBUATAN HERBARIUM

C. PARAMETER STANDAR MUTU (STANDARISASI SIMPLISIA)

Uraian Umum Standarisasi

1. Standarisasi Non Spesifik

a. Susut Pengeringan dan bobot jenis

b. Kadar Air

c. Kadar Abu

d. Sisa pelarut

e. Residu Pestisida

f. Cemaran Logam berat

2. Standarisasi Spesifik

a. Identitas Simplisia

b. Senyawa Terlarut dalam pelarut tertentu

3. Metode Ujia Kandungan Kimia Ekstrak

a. Pola Kromatogram

b. Kadar Total Golongan Kandungan

c. Kadar Kandungan Kimia Tertentu


BAB III

METODE KERJA

A. Praktek Kerja Lapangan

1. Pengumpulan Data Taksonomi

2. Uji Organoleptik

3. Pembuatan Herbarium

a. Herbarium Basah

b. Herbarium Kering

4. Pengumpulan Data Etnobotani

5. Pengolahan Simplisia

B. Prosedur Kerja Praktikum

1. Pemeriksaan Anatomi Bahan Baku

2. Pemeriksaan Makroskopik dan Mikroskopik Simplisia

3. Identifikasi Golongan Senyawa

4. Penetapan Kadar Abu

5. Penetapan Kadar Zat Tereksraksi Air dan Etanol

6. Pola Kromatogram

7. Penentuan Susut Pengeringan

8. Penetapan Kadar Air

9. Metabolit Primer
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil pengamatan

B. Pembahasan

BAB V

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Tanaman

Lampiran 2. Gambar Hasil Praktikum


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pare (Momordica charantia) merupakan tumbuhan dataran rendah

yang seluruh bagian dari tanaman ini dimamfaatkan sebagai obat bagi

manusia. Hasil penelitian sebelumnya telah membuktikan kandungan

senyawa pada buah pare memiliki khasiat sebagai obat batuk, radang

tenggorokan, penurunan panas, disentri, dan cacingan. Buah pare

mengandung senyawa anti inflamasi, dan selain itu juga dapat sebagai obat

batuk,malaria, dan asma. Buah pare memiliki zat yang bermamfaat,

diantaranya glikosida, yang memiliki komponen yang menyerupai

sulfonylurea (obat diabetes paling tua), vitamin A, B,dan C. buah pare

memiliki rasa pahit yang disebabkan oleh glikosida kukurbitasin, maka

sebagian masyarakat kurang berminat untuk mengkomsumsi buah pare.

Rasa pahit yang dimiliki pare tidak dapat dihilangkan sehingga cara

untuk menutupi rasa yang pahit dan memudahkan untuk

mengkomsumsinya, maka sari buah pare dibuat dalam bentuk permen jeli.

Buah pare segar berwarna hijau muda dan jika terkena panas atau

dimasak warna akan berubah menjadi memudar, hal ini menyebabkan

warna produk menjadi kurang menarik. Pare juga memiliki aroma yang

sedikit tajam yang dapat menyebabkan produk akan kurang diminati.


Beberapa konsumen juga terkadang tidak menyukai aroma dan gelatin.Oleh

karena itu, untuk memberikan variasi warna, maka perlu ditambahkan

pewarna lainya.

Tanaman pare mudah dibudidayakan serta tumbuhnya tidak

tergantung musim. Sehingga tanaman pare dapat ditemukan tumbuh liar

ditanah terlantar, atau ditanam dipekarangan dengan dirambatkan dipagar,

untuk diambil buahnya. Ditanam dilahan pekarangan atau disawah bekas

padi pada musim kemarau. Melihat khasiat dan kegunaan yang cukup

banyak dari tanaman pare serta budidayanya yang tergolong mudah maka

budidaya tanaman pare perlu dilakukan. Tanaman pare sudah banyak

dibudidayakan diberbagai daerah di Indonesia. Umumnya, pembudidayaan

dilakukan sebagai usaha sampingan.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari praktikum adalah:

1. Bagaimana cara pemeriksaan mikroskopis dan makroskopis pada

tumbuhan pare (Momordica charantia)?

2. Bagaimana cara identifikasi golongan senyawa pada tumbuhan pare

(Momordica charantia)?

3. Bagaimana cara penetapan kadar abu pada tumbuhan pare (Momordica

charantia)?

4. Bagaimana cara penetapan kadar zat terestraksi air dan etanol pada

tumbuhan (Momordica charantia)?


5. Bagaimana cara pola kromatogram pada tumbuhan pare (Momordica

charantia)?

6. Bagaimana cara penentuan susut pengeringan pada tumbuhan

pare(Momordica charantia)?

7. Bagaimana cara penetapan kadar air pada tumbuhan pare (Momordica

charantia)?

C. Maksud Praktikum

Adapun maksud dari praktikum ini yaitu, untuk menentukan dan

melakukan teknik atau metode pemeriksaan farmakognosi meliputi anatomi,

morfologi, dan organoleptik serta identifikasi kandungan kimia pada

tanaman pare(Momordica charantia).

D. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dalam praktikum adalah untuk mengetahui dan

menentukan morfologi, anatomi serta kandungan kimia, mineral dan kadar

abu dari tanaman pare (Momordica charantia).


BAB II

TINJAUAN PRAKTIKUM

A. Uraian Tanaman

1. Klasifikasi Tanaman pare ( Momordica charantia L.) ( Depkes

RI,2001)

Kingdom : Plantae

Devisi : Spermatophyta

Sub-devisi : Angiospermae

Classis : Dicotyledoneae

Ordo : Cucurbitales

Familia : Cucurbitaceae

Genus : Momordica

Spesies : Momordica charantia L.

2. Nama daerah Tanaman

Berikut nama daerah tumbuhan pare:

Sumatera : prien (gayo)

Bima : paria

Bugis : paria

Ternate : kepari

Maluku : papariane(seram)

Jakarta : papare

Bali : paya
Sulawesi : popari (manado)

(Depkes RI,2001)

3. Morfologi Tanaman

Pare adalah sejenis tumbuhan merambat dengan buah yang

panjang dan runcing pada ujungnya serta permukaan bergerigi. Pare

tumbuh baik didataran rendah dan dan dapat ditemukan tumbuh liar

ditanah terlantar, tegalan, dibudidayakan,, atau ditanam

dipekarangan dengan dirambatkan dipagar. Tanaman ini tumbuh

merambat atau memanjat dengan salur berbentuk spiral, banyak

bercabang, berbau tidak enak serta batangnya berusuk. Daun

tunggal, bertangkai dan letaknya berseling, berbentuk bulat panjang,

dengan panjang 3,5-8,5 cm, lebar 4cm, berbagi menjari 5-7,

pangkalnya berbentuk jantung, serta warnanya hijau tua. Bunga

merupakan bunga tunggal, berkelamin dua dalam satu pohon,

bertangkai panjang, mahkotanya berwarna kuning.Buahnya bulat

memanjang dengan 8-10 rusuk memanjang, berbintil-bintil tidak

beraturan, panjangnya 8-30bcm, rasanya pahit, warna buah hijau,

bila masak menjadi warna jingga yang terbagi tiga.(Depkes RI,2001)

4. Kandungan Kimia

Pada daun pare mengandung senyawa seperti : momordin,

asam resinat, resin,saponin, vitamin A, Vitamin D, dan lemak. Lemak

daun pare terdiri dari asam lonoleat, selain buah dan daunya,
sejumlah zat terkandung dalam bijinya seperti momordicine dan

protein. Senyawa peptide yang terkandung didalam pare menyerupai

insulin, senyawa ini dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah

dan urine.

Buah pare mengandung insulin sayuran atau polipeptida

yang merupakan senyawa yang menyerupai protein insulin.

Beberapa kandungan yang dimiliki buah pare adalah alkaloid, asam

folat, elasterol, glikosida. Beberapa vitamin yang terkandung dalam

buah pare seperti vitamin C,A,B1,B12, dan vitamin E.

( Subahar& tim lentera, 2006)

5. Manfaat Tanaman

Dalam agenda pengobatan tradisional, pare memberikan andil yang

cukup besar bagi masyarakat. Selain kandungan gizinya yang tinggi,

pare juga mempunyai khasiat sebagai obat, sehingga sering

dimanfaatkan sebagai bahan ramuan jamu.

Manfaat tanaman pare:

 Penurun demam

 Sebagai obat cacing

 Penurun kadar gula darah atau diabetes melitus

 Radang tenggorokan

 Penambah nafsu makan


 Penyakit disentri,rematik, sariawan, dan sakit pada saat haid.

 Malaria

 Penyembuh luka bakar

( Subahar& tim lentera, 2006)

B. Pembuatan Herbarium

Herbarium mempunyai dua pengertian, pertama diartikan

sebagai tempat penyimpanan spesimen tumbuhan, baik yang kering

maupun basah.Selain tempat penyimpanan juga digunakan untuk studi

mengenai tumbuhan terutama untuk tatanama dan klasifikasi.Herbarium

sangat erat kaitannya dengan kebun botani, institusi riset, ataupun

pendidikan.Pengertian kedua dari herbarium adalah spesimen (koleksi

tumbuhan), baik koleksi basah maupun kering. Spesimen kering pada

umumnya telah dipres dan dikeringkan, serta ditempelkan pada kertas

(kertas mounting), diberi label berisi keterangan yang penting dan sulit

dikenali secara langsung dari specimen kering tersebut, diawetkan serta

disimpan dengan baik ditempat penyimpanan yang telah

disediakan.Spesimen basah yaitu koleksi yang diawetkan dengan

menggunakan larutan tertentu, seperti FAA atau alcohol. (Murni, pinta

dkk, 2015)

Untuk proses pembuatan spesimen herbarium kering biasanya

dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : (Murni, pinta dkk, 2015)


1. Penyediaan Bahan dan Alat yang Diperlukan Secara umum, bahan dan

alat yang diperlukan dalam pembuatan herbarium meliputi : a. Alat untuk

mengamat, mengukur, dan mencatat : teropong binokuler,loupe,

altimeter, kompas, alat tulis, etiket gantung, dan kamera. b. Alat untuk

koleksi, parang, gunting tanaman, gergaji kecil, pisau. c. Bahan untuk

pengawet dan penyimpan, alkohol, spritus bening, FAA, kertas koran,

kantong plastik, sprayer. d. Alat untuk mengapit (pressing), kardus tebal

atau triplek, tali. e. Alat untuk mounting, kertas monting (manila) dengan

ukuran 29-31 x 39-42 cm, benang, jarum jahit, kantong biji, perekat.

2. Koleksi dan Pengawetan di Lapangan Kegiatan koleksi dan pengawetan

dilapangan perlu memperhatikan :

a. Ukuran sampel, biasanya 30 – 40 cm. Yang harus diperhatikan

adalah organ yang penting tidak boleh dipotong atau dipisahkan,

hanya bisa dilakukan pelipatan sehingga ukuran tetap seperti yang

diinginkan.

b. Kelengkapan organ, maksudnya setiap koleksi selain harus ada,

suatu organ juga harus lengkap.

c. Ketentuan untuk habitus tertentu :

1). Tumbuhan kecil seperti rumput, herba, semak, yang ukurannya

kecil di koleksi lengkap satu individu.

2). Untuk pohon, semak besar, liana dan sebagainya dikoleksi

sebagian sesuai dengan ukuran tersebut di atas.


3). Untuk tumbuhan parasit dikoleksi beserta inangnya atau

minimal jenis inangnya diketahui d. Pengamatan dan

pencatatan, sebelum mengambil koleksi terlebih dahulu dicatat

dan diamati sifat-sifat khas tumbuhan tersebut yang tidak

terwakili dalam spesimen, antara lain : habitat, warna, bau,

rasa atau karakter lainnya yang mungkin hilang setelah

tumbuhan tersebut dikeringkan, vernacular name ( nama

daerah ditempat koleksi) dan kegunaannya. Setiap spesimen

diberi etiket gantung yang telah disiapkan sebelumnya. Etiket

gantung dapat berisi data seperti nomor spesimen,vernacular

name, lokasi koleksi, tanggal koleksi dan nama kolektor. e.

Penyimpanan dan pengawetan di lapangan. Setelah dikoleksi

selanjutnya disimpan dalam lipatan koran. Setelah semua

spesimen dimasukan ke dalam lipatan koran, lalu disusun

berlapis, diikat, dan dimasukkan dalam kantong plastik

kemudian disemprot dengan alkohol, akhirnya kantong ditutup

rapat agar udara tidak dapat keluar masuk.

3.Pengapitan dan Pengeringan

Sebelum dimasukkan ke tempat pengeringan, spesimen disemprot

lagi dengan alkohol, satu persatu diletakkan dalam lipatan kertas koran

dengan mengatur posisinya sedemikian rupa hingga posisinya rapi.

Kemudian spesimen disusun dalam apitan kertas kardus atau tripleks yang
berukuran 32 x 42 cm dengan susunan kardus-spesimen-kardusspesimen

dan seterusnya sampai maksimal 50 spesimen.Pastikan bahwa etiket

gantung masih dapat dibaca dengan jelas pada saat

dimasukkan.Kemudian spesimen diapit dan diikat, untuk selanjutnya

dikeringkan dengan panas matahari atau oven. Lama penegeringan

tergantung jenis tumbuhan, bila menggunakan oven digunakan suhu 60-80

ᵒC selama 46 – 48 jam. Spesimen yang mudah rusak seperti bunga atau

buah, diawetkan dengan alkohol 70% dalam tabung atau botol.

4. Penempelan (Mounting)

Spesimen yang sudah kering selanjutnya dilakukan identifikasi dan

klasifikasi. Kemudian spesimen ditempelkan atau dijahitkan pada kertas

mounting (kertas manila atau sejenisnya) yang berukuran 28 – 30 cm x 39 –

42 cm dengan pengaturan sedemikian rupa hingga posisinya rapi. Semua

spesimen dikelompokkan menurut famili atau tingkatan taksonnya.

5. Pemberian Label/Labelling

Setelah dilakukan penempelan, selanjutnya spesimen dilengkapi

dengan label permanen (label herbarium) yang memuat keterangan penting

dari spesimen. Label herbarium biasanya ditempelkan di samping kanan

bawah dari spesimen. Label dibuat dari kertas yang berkualitas baik, ukuran

dapat bervariasi, tetapi biasanya bentuk empat persegi panjang sekitar 10 x

15 cm. Dengan demikian, spesimen menjadi material ilmiah yang dapat

digunakan untuk penelitian ilmiah.


C. Parameter Standar Mutu (Standarisasi Simplisia)

Uraian Umum Standarisasi

1. Standarisasi Non Spesifik (Depkes RI, 2000)

a. Susut Pengeringan

Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah

pengeringan pada temperatur 1050 c selama 30 menit atau

sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen (%).

Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal (rentang)

tentang besarnya senyawa yang hilang pada saat proses

pengeringan. Nilai untuk susut pengeringan jika tidak dinyatakan

lain adalah kurang dari 10%.

b. Bobot jenis

Massa per satuan volume pada suhu kamar tertentu (25 0c)

yang ditentukan dengan alat khusus piknometer atau alat lainnya.

Tujuannya memberikan batasan tentang besarnya massa per

satuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair

sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang.

c. Kadar Air

Kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada di

dalam bahan . tujuannya untuk memberikan batasan maksimal


(rentang) tentang besarnya kandungan air di dalam bahan. Nilai

untuk kadar air sesuai dengan yang tertera dalam monografi.

d. Kadar Abu

Dalam penentuan kadar abu, bahan dipanaskan pada

temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi

dan menguap sehingga hanya tersisa unsur mineral dan

anorganik. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran

tentang kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal

dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Nilai untuk kadar

abu sesuai dengan yang tertera dalam monografi.

e. Sisa Pelarut

Dalam menentukan kandungan sisa pelarut tertentu (yang

memang ditambahkan) yang secara umum dengan kromatografi

gas, tujuannya memberikan jaminan bahwa selama proses tidak

meninggalkan sisa pelarut yang memang seharusnya tidak boleh

ada.

f. Residu Pestisida

Menentukan kandungan sisa pestisida yang mungkin saja

pernah ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahan

simplisia. Tujuannya memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak

mengandung pestisida melebihi nilai yang ditetapkan karena

berbahaya (toxic) bagi kesehatan. Sesuai nilai maksimal atau


rentang yang diperbolehkan, terkait dengan kontaminasi sisa

pertanian.

g. Cemaran Logam Berat

Dalam menentukan kandungan logam berat spektroskopi

serapan atom atau lainnya yang lebih valid, tujuannya

memberikan jaminan bahwa ekstraksi tidak mengandung logam

berat tertentu (Hg, As, Cd, Pb, dll) melebihi nilai yang ditetapkan

kerena berbahaya (toksik) bagi kesehatan. Maksimal atau rentang

sesuai dengan yang diperbolehkan.

2. Standarisasi Spesifik

a. Identifikasi Simplisia (Rivai, 2013)


a). Makroskopik simplisia Pemeriksaan makroskopik dilakukan

secara visual mengenai bentuk, warna dan bau. Pemeriksaan

ini dilakukan untuk menentukan karakterisasi sebagai langkah

awal menentukan identitas dan kemurnian simplisia sebelum

dilakukan pemeriksaan selanjutnya.

b).Mikroskopik serbuk meniran Pemeriksaan mikroskopik

dilakukan oleh peneliti sebelumnya dilakukan untuk melihat

anatomi jaringan dari serbuk simplisia meniran dibawah

mikroskop dengan pembesaran 12,5 x 10 / 12,5 x 40.

Pembasahan seruk dimaksud agar sampel menjadi lunak dan

penambahan larutan kloralhidras bertujuan untuk


menghilangkan kandungan sel seperti amilum dan protein,

pemanasan kloralhidras dengan lampu spiritus dilakukan agar

kloralhidras menguap dengan pemanasan sehingga simplisia

menempel sempurna pada objek glass, pemanasan juga

dapat merusak isi sel seperti amilum menjadi rusak.

c. Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu

Apabila di tinjau kelarutan dari senyawa kandungan maka dalam

pengujian ini senyawa yang terkandung diantaranya :

1. Alkaloid, yang mana di dalam tumbuhan umumnya terdapat sebagai

garam misalnya sebagai tartrat, sitrat yang dapat larut dengan pelarut

hidrofil yaitu air dan etanol (Voigt, 1994)

2. Flavonoid, senyawa golongan ini yang mudah larut dalam air terutama

bentuk glikosida dan juga mudah larut dalam etanol (Robinson, 1995)

3. Tanin, senyawa ini larut dalam air (terutama air panas) membentuk

larutan koloid sedangkan dalam pelarut organik polar seperti etanol

kelarutan tanin terbatas sampai batas tertentu (Robinson, 1995)

4. Saponin, senyawa ini dapat larut dalam air dan etanol (Voigt, 1994)

3. Metode Uji Kandungan Kimia Ekstrak

a. Pola kromatogram

b. Kadar Total Golongan Kandungan

c. Kadar kandungan Kimia Tertentu.


BAB III

METODE KERJA

A. Praktek Kerja Lapangan

1. Pengumpulan Data Taksonomi (Buku penuntun PKL, 2018)

Metode pengambilan specimen untuk kegiatan lapangan umumnya

dilakukan adalah penjelajahan, artinya seorang kolektor menjelajahi

setiap sudut suatu lokasi. Pengumpulan data taksonomi berupa

pengumpulan data dokumentasi dari specimen segar atau koleksi

tumbuhan yang berlngsung dilakukan dilapangan.

2. Uji Organoleptik

Uji rasa

1. Ambil bagian tumbuhan yang ingin diidentufukasi lalu bersihkan.

2. Jika dalam keadaan segar maka sampel lunak dapat diremas

kemudia dikecap. Sampel yang keras dapat dihancurkan terlebih

dahulu.

3. Interpretasi rasa

a. Pahit memberi petunjuk adanya senyawa alkaloid

b. Pedas memberi petunjuk adanya senyawa fenolik dan

turunannya.

c. Manis menunjukan petunjuk adanya senyawa golongan

karbohidrat dan senyawa glikosida.


d. Sepat memberi petunjuk adanya senyawa tanin atau polifenol.

e. Asam memberi petunjuk adanya senyawa asam karboksilat

rendah.

Uji bau

a. Ambil bagian tumbuhan yang ingin diiidentifikasi lalu bersihkan.

b. Sampel didekatkan pada indera penciuman.

c. Senyawa yang menimbulkan bau adalah senyawa golongan alkaloid,

keton dan aldehida dari mono- dan seskuiterpen serta fenilpropanoid.

3. Pembuatan Herbarium

a. Herbarium Basah

Koleksi basah merupakamn salah satu metode penyimpanan

specimen tumbuhan dengan beberapa cara. Cara pemyimpanan

koleksi basah adalah dengan merendam specimen tersebut dalam

larutan tertentu berdasarkan bagian tumbuhan yang dikoleksi.

1. Bagian tumbuhan yang akan dikoleksi ditempatkan didalam

wadah kaca kemudian direndam dengan alcohol 75%. Pelarut

secara berkala dengan ditandainya dengan terjadi perubahan

warna pelarut.

2. Bagian tumbuhan tertentu yang lunak atau tipis direndam dengan

perbandingan pelarut yaitu alcohol 96%, aquadest : gliserin 40%

= 70:20:1.
b. Herbarium Kering

1. Setiap potongan spesimen diselipkan dalam kertas Koran kering.

2. Setiap potongan specimen harus diupayakan untuk termuat

dalam ukuran kertas pengeplakan dengan tidak

menghilangkan/menutupi informasi yang diperlukan.

3. Permukaan atas dan bawah daun pada satu ranting harus

ditampilkan sedapat mungkin daun tidak saling melekat.

4. Lipatan kertas Koran tambahan ditempatkan sedemikian rupa

pada bagian-bagian yang tebal seperti ranting atau buah

sehingga specimen dapat keering secara merata.

5. Bagian-bagian yang lepas/rontok dimasukan dalam kantung

kertas dengan lebel gantung yang sesuai.

6. Buah besar yang sulit dipres dapat dikeringkan terpisah dalam

kotak kaleng disebut koleksi karpologi (buah-buah kering).

7. Kurang lebih specimen dalam lipatan kertas Koran ditumpuk

bersama, dilapisi kertas Koran, karton dan aaliminium

bergelombang diatas dan dibaawahnya, kemudian tumpukan

berikutnya diperlakukan serupa.

8. Setelah tumpukanmencapai 30-40 cm, bagian atas dan bawah

tumpukan ini diberi sasag kayu, kemudian diikat dengan

tali/sabuk pengikaat (biasanya 2 buah sejajar) dan dieratkan

sekuat-kuatnya.
9. Tumpukan bersassag kayu disusun tegak didalam rak oven

sehingga panasnya merata dengan suhu ove 60°C atau dijemur

dibawah sinar matrahaari.

10. Waktu yang dibutuhkan sekitar 3-4 hari namun specimen yang

tebal dan berair seperti sukulen membutuhkan waktu yang lebih

lama.

11. Setiap hari perlu dilakukan pengetatan ikaatan tali sasag karena

ada penyusutan specimen dari hasil pengeringan.

4. Pengumpulan data Etnobotani

a. Tentukan responden

b. Dilakukan komunikasi dengan mengedepankan tata karma.

c. Ajukan pertanyaan sesuai dengan informaasi yang dibutuhkan,

meliputi

1. Tumbuhan apa sajaa yang dikenal dan digunakan sebagaai

bahan obat salam wlayaah tersbut.

2. Urutkan dari yang paling sering digunakan sebagai baahan obat

dan kosmetik.

3. Khasiat masing-masing baahan mulai khasiat utama sampai

terendah.

d. Hasil wawancara satu tumbuhan dimasukan dalam sebuah matriks

untuk 5 narasumber.

5. Penggolongan Simplisia
B. Prosedur Kerja Praktikum

1. Pemeriksaan anatomi bahan Baku

a. Keluarkan koleksi basah (herbarium basah) dari wadah

penyimpanan.

b. Bilas dengan air mengalir.

c. Buat preparat dari masing-masing bagian tumbuhan (akar, batang,

daun, dan buah/biji)

d. Letakan pada objek glass dan basahkan dengan reagen

floroglucin/kloralhidrat.

e. Panaskan diatas api Bunsen.

f. Leteakkan padaa meja preparat mikroskop.

g. Amati struktur anatominya.

h. Buat sketsa (gambar) anatomi tumbuhan.

i. Beri keeterangan gambar.

2. Pemeriksaan Makroskopik dan Mikroskopik Simplisia

Pemeriksaan makroskopik

a. Siapkan simplisia haksel

b. Letakan diatas kertas putih

c. Ukur panjang dan lebbar simplisia dengan menggunnakn mistar

d. Amati warna, bentuk, bau dan rasa simmplisia.

Pemeriksaan mikroskopik
a. Siapkan simplisia serbuk

b. Letakkan serbuk diataas objek glass

c. Basahkan dengan reagen flouroglucin/kloralhidrat

d. Panaskan diatas api Bunsen

e. Letakkan pada meja preparat mikroskopik

f. Amati fragmen simplisia tersebut

g. Buat sketsa/ gambar fragmen

h. Beri keterangan gambaar.

3. Identifikasi Golongan Senyawa

a. Saponin

Sebanyaj 0,5 serbuk simplisia, dimasukan kedalaam tabung rreaksi,

ditambaahkaan 10 mL air panaas, didinginkan kemudian dikocok

kuat-kuat selamaa 10 detik. Positif mengandung saponin jika

terbentuk buih setinggi 1-10 cm dan dengan oenambaahan 1 etes

asam klorida 2 N buih tidak hilang.

b. Flavonoid

Larutan uji: 1 gram serbuk simplisia ditambaahkan 10 mL metanodan

5 ml petroleum eter, dikocok dan didiankan. Diambil lapisan

methanol, diuapkan pada suhu 40°V. sisa larutan ditambahkan 5 mL

etil asetat P, disaring. Percobaab dilakukan sebagai berikut:

1. Larutan uji sebanyaj 1 mL diuapkan hingga kering, sisanya

dilarutkan dalam 102 mL etanol (95%( P, ditambaahkan 0,5 g


serbuk seng P dan 2 mL asam klorida 2N, didiamkan selamaa 1

menit. Ditambaahkan 10 tetes asam klorida pekat. Jika terbentuj

warna merah intensif menunjukan adanya flavonoid ( glikosida-3-

flavonoid)

2. Larutan uji sebanyak 1 mL diuapkan, sisa dilarutkan dalam 1 mL

etanol (95%) P, ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium P dan 10

tetes asam klorida 2 N. Jika terjadi warna merah jingga sampai

merah ungu, menunjukan adanya flavonoid. Jika warna kuning

jingga menunjukan adanya flavon, kalkon dan auron.

4. Penetapan Kadar Abu

a) Penentuan kadar abu (Metode Dry Ashing)

1. Konstantkan capor

2. Timbang 5 g sampel

3. Masukkan dalam tanur 550oC (diamkan selama 1 jam)

4. Timbang berat abu

5. Hitung kadar abu

b) Penentuan kadar abu tidak larut asam

1. Abu + 25 ml HCl encer LP (diamkan selama 5 menit)

2. Saring, lalu ambul ampasnya

3. Cuci dengan air panas

4. Panaskan dalam oven hingga bobot konstan

5. Setelah kering, timbang


6. Hitung kadar abu tidak larut asamnya.

5. Penetapan Kadar Zat Terekstraksi Air dan Etanol

a. Penetapan kadar sari yang larut dalam air

1. Serbuk kering dimeserasi sebanyak 5 gram dengan

menggunakan air (jenuh kloroform) sebanyaak 100 mL pada

labuu tersebut.

2. Disonikator selama 15 menit, kemudian disaring.

3. Sebanyak 20 mL filtrate diuapkan hingga kering dalam cawan

dangkal rata yang sebelumnya telah ditara.

4. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot tetap (bobot

konstan).

5. Hitung kadaar dalam persen saru yang dilarutkan dalam air

terhadaap bahaan yang telah dikeringkan diudara.

b. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

1. Serrbuk kering dimeserasi sebanyak 5 gra dengan menggunakan

etanol sebanyak 100 mL pada labu tersumbat.

2. Disonikator selama 15 menit, kemudian disaring

3. Sebanyak 20 mL filtrate diuapkan hingga kering dalam cawan

dankaal berdassr rata yang sebelum ditara.

4. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot tetap (bobot

konstan)
5. Hitung kadar dalam persen yang larut dalam etanol terhadap

bahan yang telah dikeringkan diudara.

6. Pola Kromatogram

Sebanyak 1 gram ekstrak dilarutkan menggunakan pelarut metanol :

kloroform (1:1) dan ditotolkan menggunakan pipa kapiler pada lempeng

plat silica gel F254 ukuran 1×7 cm.

Uji terpenoid : digunakan fase gerak heksan-etil asetat (1:1), disemprot

reagen vanillin asam sulfat, dipanaskan pada plat pemanas.

Mengandung terpen jika berwarna ungu atau biru dengan pereaksi asam

sulfat 10%. Dan reagen vanillin asam sulfat jika spot berwarna biru

(saponin) dan jika spot berwarna merah,biru atau kuning (minyak atsiri).

Ujialkaloid :menggunakan fase gerak etilasetat-metanol-air

(100:13,5:10), mengandung alkaloid jika berwarna jingga dengan

pereaksi Dragendorf.

Uji fenolik : digunakan fase gerak kloroform-etilasetat (6,4),

disemprot reagen spesifik FeCL3 dan mengandung fenolik jika spot

berwarna biru-hijau.

Uji flavonoid : digunakan fase gerak kloroform-etilasetat (6:4).

Disemprot dengan reagen spesifik sitroborat dan mengandung flavonoid

jika berfluoresensi pada UV 366 mm.

7. Penentuan Susut Pengeringan


1. Tentukan bobot konstan botol timbang memanaskan pada suhu 105̊

selama 30 menit, kemudian tara.

2. Timbang 1-2 serbuk simplisia dan masukan kedalam botol timbang.

3. Keringkan dalam oven suhu 105̊ selama 30 menit, timbang dan

tentukan bobot konstan.

8. Penetapan Kadar air

 Dengan menggunakan metode gravimetri:

 Tentukan bobot konstan cawan porselen dan tara

 Sebanyak 10 g serbuk simplisia, tempatkan pada cawan

porselen.

 Keringkan pada suhu 105̊ selama 5 jam

 Timbang konstan dan tentukan kadar air simplisia.

9. Metabolit Primer

1. Pembuatan simplisia yang mengandung karbohidrat

2. Pemeriksaan anatomi

3. Pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik

4. Identifikasi golongan karbohidrat

Beberapa metode pengujian kualitatif karbohidrat yaitu :

Uji molisch

1. Sebanyak 2 mL karbohidrat ditambah 2 tetes larutan molisch.

Campurkan larutan hingga homogeny.


2. Melalui dinding tabung reaksi yang dimiringkan, kemudian

teteskan 5 mL asam sulfat pekat hingga timbul “cincin” diantara

kedua larutan tersebut.

Uji benedict

1. 1 mL karbohidrat ditambah 5 mL larutan benedict lalu diaduk.

2. Tempatkan semua tabung dalam air mendidih

3. Diamkan selama 5 menit, perhatikan tabung-tabung yang mana

yang memberikan endapan merah bata.

Uji selliwanof

1. 1 mL karbohidrat ditambah 2 mL larutan selliwanof

2. Tempatkan dalam penangas air, sampai timbul warna merah

3. Amati hasilnya mana yang memberikan warna merah.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Tabel 1.Pemeriksaan makroskopik tanaman pare (Momordica charantia)

Pemeriksaan Daun:

makroskopik Rasa : pahit Panjang : 4,5 cm

Bau : KhasLebar : 5 cm

Warna : Hijau

Tabel 2. Hasil identifikasi golongan senyawa tanaman pare

No. Simplisia Kandungan Bagian tanaman

senyawa Daun

1 Flavonoid -
Pare
2 Alkaloid +
(Momordica
3 Saponin +
charantia)
4 Glikosida -

5 Tannin -
Tabel 3.Hasil penentuan kadar abu, kadar air, susut pengeringan tanaman

pare (Momordica charantia)

No. Pengamatan Total

1. Abu total 1,698%

2. Abu tidak larut asam 0,1347%

3. Sari larut air 14149%

4. Sari larut etanol 0,4170%

5. Kadar air 37%

6. Susut pengeringan 1,0735%

B. Pembahasan

Pare adalah sejenis tumbuhan merambat dengan buah yang

panjang dan runcing pada ujungnya serta permukaan bergerigi. Pare

tumbuh baik didataran rendah dan dan dapat ditemukan tumbuh liar ditanah

terlantar, tegalan, dibudidayakan,, atau ditanam dipekarangan dengan

dirambatkan dipagar.

Pemeriksaan makroskopis

Pemeriaan tumbuhan pare, umumnya akarnya yang tertanam di

dalam tanah dan daunya berbentuk menjari dan memiliki panjang 4,5 cm,

lebar 5 cm, warna daunya hijau, rasa pahit dan memiliki bau yang khas.
Pemeriksaan mikroskopis

Pada pemeriksaan tumbuhan paresecara mikroskopis menggunakan

mikroskop yaitu pada batang terdapat epidermis, pengangkut (xilem dan

floem) sedangkan pada pada daun terdapat stomata.

Identifikasi golongan senyawa

Senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan pare yaitu negative

mengandung flavonoid pada bagian daun setelah penammbahan HCL

pekat. Pada tannin setelah penambahan FeCL3 maka larutan berwarna

hitam maka negative mengandung tannin.pada tumbuhan pare positif

mengandung alkaloid. Pada uji saponin setelah penambahan HCL 2 N buih

maka tetap ada positif mengandung saponin.Dan glikosida negative setelah

penambahan larutan molish dan asam asetat tidak terbentuk cincin ungu.

Penetapan kadar abu

Penetapan kadar abu total dilakukan dengan tujuan untuk

memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang

berasal dari proses awal sampai terbentuknya simplisia. Dan pada

Penetapan kadar abu di peroleh 1,698% dan kadar abu tidak larut asam

yaitu 0,1347%.

Penetapan kadar zat terekstrasi air dan etanol

Penetapan kadar sari larut air dan etanol dilakukan untuk memberikan

gambaran awal jumlah senyawa yang dapat tersari dengan pelarut air dan

etanol dari suatu simplisia. Dari hasil pengujian menunjukkan kadar sari
larut air daun tumbuhan pare diperoleh kadar yaitu 14149%dan penetapan

kadar sari yang larut dalam etanol di peroleh kadar 0,4170%.

Penentuan susut pengeringan

Penetapan susut pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk

memberikan batasan maksimal mengenai besarnya senyawa yang hilang

pada saat proses pengeringan. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa nilai

susut pengeringan peroleh kadar yaitu 1,0735%.

Penetapan kadar air

Penetapan kadar air simplisia sangat penting untuk memberikan

batasan maksimal kandungan air di dalam simplisia, karena jumlah air yang

tinggi dapat menjadi media tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat

merusak senyawa yang terkandung di dalam simplisia. Dari hasil pengujian

diperoleh bahwa nilai kadar air diperoleh 37%.

Pemeriksaan metabolit primer

Metabolit sekunder yaitu senyawa atau kandungan kimia yang

terdapat dalam sampel yang sifatnya relatif, artinya tidak semua tumbuhan

memiliki senyawa kimia tersebut, contohnya alkaloid, tanin, terpenoid,

saponin, flavonoid dll. Sedangkan metabolit primer yaitu senyawa organik

yang mutlak terdapat pada semua jenis tumbuhan, contohnya karbohidrat,

lipid, asam nukleat, dan protein. Untuk pemeriksaan metabolit primer

dilakukan uji molisch dimana pada pengujian ini tidak terbentuk cincin

antara kedua larutan yang menandakan tidak adanya kandungan


karbohidrat pada senyawa. Pada uji benedict dimana pengujian ini tidak

terjadi perubahan warna ,dan pada uji selliwanof positif menandakan

adanya kandungan senyawa karbohidrat dalam tanaman pare.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu :

1. Pemeriaan tanaman pare , umumnya bentuknya daunmenjari dengan

panjang 4,5 cm dan lebar 5 cm berwarna hijau dengan bau khas, dan

rasa pahit.

2. Pada pemeriksaan tumbuhan pare secara mikroskopis menggunakan

mikroskop yaitu pada daun terdapat mesofil dan stomata.

3. Senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan pare yaitu negative

mengandung flavonoid pada bagian daun setelah penammbahan

HCL pekat. Pada tannin setelah penambahan FeCL3 maka larutan

berwarna hitam maka negative mengandung tannin.pada tumbuhan

pare positif mengandung alkaloid. Pada uji saponin setelah

penambahan HCL 2 N buih maka tetap ada positif mengandung

saponin. Dan glikosida negative setelah penambahan larutan molish

dan asam asetat tidak terbentuk cincin ungu.

4. Penetapan kadar abu di peroleh 1,698% dan kadar abu tidak larut

asam yaitu 0,1347%

5. Penetapan kadar sari larut dalam air diperoleh kadar yaitu 14149%

dan penetapan kadar sari yang larut dalam etanol di peroleh kadar

0,4170%.
6. Penetapan susut pengeringan di peroleh kadar yaitu 1,0735%.

7. Penetapan kadar air diperoleh kadar yaitu 37%.

B. Saran

Diharapkan pada asisten untuk mendampingi praktikan agar

pada saat praktikum berlangsung tidak terjadi kesalahan–kesalahan

yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2018. Penuntun Praktikum Farmakognosi I. Universitas Muslim Indonesia

: Makassar

Anonim. 2018. Penuntun Praktek Kerja Lapangan. Universitas Muslim Indonesia :

Makassar

Rivai, Harrizul. 2013. Karakterisasi Ekstrak Herba Dengan Analisa Fluoresensi.

Jurnal farmasi higea Vol. 5 No.2

Subahar, Tati.2006. Khasiat dan manfaat pahit pembasmi penyakit.Yogjakarta ;

Pustaka Kartini.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Tanaman

Lampiran 2. Gambar semua percobaan

You might also like