You are on page 1of 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ASMA BRONKHIAL

1. DEFENISI

The American Thoracic Society menyatakan bahwa asma bronkhial adalah suatu penyakit dengan ciri
meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun
hasil dari pengobatan. (Tanjung, 2003. http://google.com).

Menurut United States Nasional Tuberculosis Assosiation (1967), asma bronkhial merupakan suatu
penyakit yang ditandai oleh peningkatan reaksi trakea dan bronki terhadap berbagai macam rangsangan
yang manifestasinya berupa kesukaran bernapas, karena penyempitan yang menyeluruh dari saluran
napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitannya dapat berubah-ubah, baik secara
spontan maupun karena pemberian obat-obatan. Kelainan dasarnya adalah tampaknya suatu perubahan
status imunologis sipenderita. (http://www.jevuska.com).

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa asma bronkhial memiliki beberapa karakteristik,
yaitu:

Penyempitan atau obstruksi saluran nafas yang reversibel, baik secara spontan maupun dengan
pengobatan.

Kesukaran untuk bernafas.

Peningkatan respon saluran nafas terhadap berbagai rangsangan/stimulus.

2. ETIOLOGI

Etiologi dari asma bronkhial belum diketahui, tapi ada beberapa faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
a. Faktor Predisposisi

Genetik merupakan faktor predisposisi dari asma bronkhial. Yang diturunkan adalah bakat alerginya,
meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu,
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor Presipitasi

Alergen

Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.

Contohnya: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi.

Ingestan, yang masuk melalui mulut.

Contohnya: makanan dan obat-obatan.

Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.

Contohnya: perhiasan, logam, dan jam tangan.

Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak
dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang, serangan asma
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, dan musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma. Stress juga bisa memperberat serangan
asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.
Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

Lingkungan kerja

Lingkungan kerja mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Misalnya
orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.

Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga
yang berat.

Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah aktifitas tersebut selesai.

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu,
serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik
sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.

Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak
diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema.
Asma gabungan

Asma gabungan merupakan bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.

(Tanjung, 2003)

3. PATOFISIOLOGI

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas,
sehingga klien merasa sesak nafas/dispnea.

Penyebab yang umum terjadi pada asma adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda
asing di udara. Seorang yang menderita alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibodi Ig E abnormal dalam jumlah besar dan bila antibodi tersebut bereaksi dengan antigen
spesifiknya, akan terjadi reaksi alergi. Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang
terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila
seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan
antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam
zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor tersebut akan
menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen
bronkhioulus, dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas
menjadi sangat meningkat.

Biasanya, penderita asma dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi hanya sekali-kali
melakukan ekspirasi, karena diameter bronkiolus selama ekspirasi lebih kecil daripada selama inspirasi
akibat peningkatan tekanan dalam paru. Hal tersebut menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional
dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal tersebut bisa menyebabkan barrel chest.
Akibat kesulitan dalam bernafas, asupan oksigen menjadi tidak adekuat, sehingga aliran darah ke perifer
berkurang dan terjadi sianosis, peningkatan tekanan darah, dan denyut jantung. Jika aliran darah keotak
juga berkurang, maka kesadaran klien terganggu dan terjadi penurunan kesadaran. Sesak nafas juga
dapat mengganggu aktivitas dan kemampuan untuk makan, sehingga dapat meyebabkan gangguan
dalam beraktivitas dan penurunan berat badan karena asupan nutrisi yang tidak adekuat.

4. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala yang ditemukan pada anak dengan asma bronkhial adalah:

Sesak napas/dispnea.

Batuk yang disertai lendir/batuk kering.

Nyeri dada.

Adanya suara nafas mengi (wheezing), yang bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan
memburuk pada malam hari.

Gelisah.

Kemerahan pada jaringan.

Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak dan makin berat, antara
lain : barrel chest, sianosis, gangguan kesadaran, takikardi, peningkatan tekanan darah, dan pernafasan
yang cepat dan dangkal.

Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari dan dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi,
seperti status asmatikus, atelektasis, hipoksemia, pneumothoraks, emfisema, deformitas toraks, dan
gagal nafas.

5. WOC
Terlampir

6. PENATALAKSANAAN

Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah :

Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.

Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

Memberikan informasi kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma, baik
pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya, sehingga penderita mengerti tujuan
penngobatan yang diberikan dan dapat bekerjasama dengan tenaga kesehatan terhadap perawatan
anak.

Pengobatan pada asma bronkhial dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

Pengobatan non farmakologik

Yang termasuk pengobatan non farmakologik untuk anak dengan asma bronkhial adalah:

Memberikan penyuluhan

Menghindari faktor pencetus

Pemberian cairan

Fisioterapi

Pemberian O2 bila terjadi serangan asma berat.

Pengobatan farmakologik

Obat-obat anti asma umumnya ditujukan untuk melebarkan saluran napas pada serangan asma. Kadang-
kadang juga diperlukan obat anti inflamasi/anti peradangan dalam penanganan asma bronkhial.
Yang termasuk pengobatan farmakologik untuk anak dengan asma bronkhial adalah:

Bronkodilator

Bronkodilator merupakan obat yang digunakan untuk melebarkan saluran nafas, yang terdiri dari 2
golongan, yaitu:

Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Contohnya: Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec), dan Terbutalin (bricasma).

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan
(seperti MDI/Metered doseinhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (seperti Ventolin
Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan bronkodilator (seperti Alupent, Berotec, brivasma serts
Ventolin).

Santin (teofilin)

Contohnya: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), dan Teofilin (Amilex).

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Bila kedua
obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.

Cara pemakaiannya dapat dalam bentuk suntikan yang disuntikkan secara perlahan-lahan ke pembuluh
darah, untuk serangan asma akut.

Karena sering merangsang lambung, bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan.

Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus.
Supositoria ini digunakan jika penderita tidak dapat minum teofilin karena muntah atau lambungnya
kering.
Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Kromalin digunakan
untuk penderita asma alergi.

Kromalin biasanya diberikan bersama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian satu bulan.

Ketolifen

Ketolifen juga mempunyai efek pencegahan terhadap asma. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali
1mg / hari. Ketolifen dapat diberikan secara oral.

7. DATA FOKUS

a. Wawancara

Adanya atopi dalam anggota keluarga.

Riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.

Riwayat penyakit paru sebelumnya.

Kemampuan melakukan aktivitas dengan keadaan yang sulit bernafas.

Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.

Adanya batuk berulang.

Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.

Penurunan berat badan karena anoreksia.

Keterbatasan mobilitas fisik.

b. Pemeriksaan Fisik
Frekuensi nafas cepat dan dangkal.

Klien terlihat sulit bernafas/dispnea.

Bunyi nafas mengi/wheezing.

Fase ekspirasi memanjang

Saat dipalpasi, taktil fremitus meningkat, menurun, atau menetap.

Saat diauskultasi, resonan meningkat atau melemah.

Sering tampak pucat.

Klien terlihat menggunakan otot bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu atau melebarkan
hidung.

Peningkatan tekanan darah.

Peningkatan frekuensi jantung.

Kulit kemerahan atau berkeringat.

Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.

Klien terlihat ansietas, ketakutan, peka rangsangan, dan gelisah.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

Kristal-kristal charcot leyden, yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.

Spiral curshmann, yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.

Creole, yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, yang umumnya bersifat mukoid dengan viskositas
yang tinggi.
Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darahnya adalah:

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau
asidosis.

pH normal pada anak-anak: 7,36-7,44, PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 75-100 mmHg, dan HCO3 : 24-28
mEq/L

Kadang-kadang, pada darah terdapat peningkatan SGOT/Serum Glutamik Oksaloasetik Transaminase


(Normalnya pada laki-laki 37 U/L dan pada wanita 31 U/L) dan LDH (Normalnya 80-240 U/L).

Hiponatremia (Nilai natrium normal pada anak-anak adalah 135-145 mEq/L dan pada bayi 134-150
mEq/L) dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 (Normalnya pada bayi/anak 9000-
12.000/mm3) dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun
pada waktu bebas dari serangan.

Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukkan gambaran
hiperinflasi pada pru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga interkostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang ditemukan adalah
sebagai berikut:

Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.

Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru dan gambaran atelektasis lokal.

Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat
bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

Pemeriksaan tes kulit

Pemeriksaan kulit dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian dan disesuaikan dengan
gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :

Perubahan aksis jantung

Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yaitu terdapatnya RBB (Right bundle branch block).

Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardi atau terjadinya depresi segmen ST negatif.

Scanning paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma
tidak menyeluruh pada paru-paru.

Spirometri

Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik.

Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk
menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan, tetapi hasil
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan adanya obstruksi.

8. ANALISA DATA

No

Data

Patofisiologi
Masalah

DO:

Klien terlihat kesulitan mengeluarkan sekret karena sesak nafas (dispnea).

Klien terlihat menggunakan otot bantu bantu pernafasan saat bernafas.

Bunyi nafas klien abnormal, yaitu adanya bunyi nafas mengi (wheezing).

DS:

Klien mengeluh kesulitan mengeluarkan sekret.

Alergen, perubahan cuaca, aktivitas jasmani yang berat, stress.

Merangsang pengeluaran histamin, zat anafilaktik, eosinofil, bradikinin.

Spasme otot sekresi se


bronkheolus kret me ↑

Penyempitan

bronkhus

Pengeluaran

sekret ter

ganggu

Bersihan jalan nafas tidak efektif.

Bersihan jalan nafas tak efektif

DO:
Dispnea saat melakukan aktivitas.

Kulit kien terlihat kemerahan atau sianosis.

Klien terlihat bingung dan gelisah.

DS:

Klien mengeluh sesak nafas saat melakukan aktivitas.

Asma Bronkhial

Kontraksi spastis otot polos bronkheolus.

Sukar bernafas.

Sesak nafas/dispnea, nafas cepat dan dangkal.

Asupan O2 tidak adekuat.


Hipoksemia

CO2 me↑

Asidosis respiratorik.

Kerusakan pertukaran gas.

Kerusakan pertukaran gas

DO:

BB klien 10-20% atau lebih dibawah BB ideal.

Lipatan kulit trisep dan LILA < 60% standar pengukuran.

Nyeri tekan otot.


Klien terlihat kurang bergairah.

DS:

Klien mengeluh merasa lemah, letih, dan lesu.

Asma Bronkhial

Kontraksi spastis otot polos bronkheolus.

Sukar bernafas.

Sesak nafas/dispnea, nafas cepat dan dangkal.

Kemampuan untuk makan menurun


Anoreksia

BB me ↓

Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh.

Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh

DO:

Klien terlihat pucat dan sianosis.

Klien mengalami dispnea.

Frekuensi pernafasan >24x/menit

Frekuensi nadi > 95x/menit.

DS:
Klien mengeluh sukar bergerak karena sesak nafas.

Asma Bronkhial

Kontraksi Inspirasi

Spastis adekuat, eks

otot polos pirasi ≠ ade

bronkheolus. kuat

↓ ↓

Sukar ber Udara terpe

nafas. rangkap

↓ ↓

Dispnea, Kapasitas

nafas cepat Residu dan


dan dangkal. Volume re

↓ sidu me↑

Susah ber ↓

aktivitas. pengguna

an otot ban

tu nafas

Kelemahan

Intoleran Aktifitas

Intoleran aktivitas

DO:
Leukosit klien mengalami peningkatan

DS:

Klien mengatakan bahwa ia alergi terhadap debu, makanan, atau alergen lainnya.

Alergen

Antibodi membentuk Ig.E abnormal

Alergen bereaksi dengan antibodi.

Imunitas menurun.

Leulosit me↑


Resiko tinggi infeksi

Risiko tinggi terhadap infeksi

DO:

Dispnea.

Pucat atau sianosis.

Klien mengalami penurunan kesadaran.

DS:

Klien mengeluh pusing.

Asma Bronkhial

Kontraksi spastis otot polos bronkheolus.

Sukar bernafas.


Sesak nafas/dispnea, nafas cepat dan dangkal.

Asupan O2 tidak adekuat.

Hipoksemia

CO2 me↑

Asidosis respiratorik.

Gangguan kesadaran


Resiko tinggi cedera.

Resiko tinggi cedera (asidosis respiratorius)

DO:

Klien melakukan perawatan pada anak dengan Asma Bronkhial dengan cara yang tidak tepat.

DS:

Klien mengatakan bahwa ia tidak tahu tentang Asma Bronkhial.

Klien mengatakan kalau ia tidak tahu tentang cara penanganan seranagan Asma.

Serangan asma yang tiba-tiba.

Klien dan keluarga kurang memperoleh informasi tentang asma.

Penanganan asma tidak tepat.


Kurang Pengetahuan

Kurang pengetahuan

DO:

Nafas klien cepat dan dangkal.

Frekuensi jantung meningkat.

Tekanan darah meningkat.

Klien terlihat berkeringat.

Klien terlihat pucat atau kemerahan.

Klien terlihat tremor.

DS:

Klien merasa berdebar-debar.

Klien mengeluh malas makan.

Serangan asma berulang.

Status asmatikus.

Kesukaran bernafas.

Gelisah, takut, dan cemas.

Ansietas

Ansietas

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Bersihan jalan nafas tak efektif b.d. bronkospasme, yang dibuktikan oleh bunyi nafas mengi, dispnea, dan
penggunaan otot bantu pernafasan. (Doenges, 1999).

Kerusakan pertukaran gas b.d. gangguan suplai oksigen (spasme bronkus), yang dibuktikan oleh dispnea,
bingung, dan gelisah. (Doenges, 1999).

Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh b.d. dispnea dan anoreksia, yang dibuktikan oleh
penurunan berat badan dan ketidakmampuan untuk makan. (Doenges, 1999).

Intoleran aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen. (Wong, 2003).

Risiko tinggi terhadap infeksi b.d. tidak adekuatnya imunitas. (Doenges, 1999).

Resiko tinggi cedera (asidosis respiratorius) b.d. hipoventilasi. (Wong, 2003).


Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi, yang dibuktikan oleh pertanyaan tentang informasi.
(Doenges, 1999).

Ansietas b.d. kesukaran bernafas. (Carpenito, 2000).

10. ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ASMA BRONKHIAL

NO

DIAGNOSA

KEPERAWATAN

Agung. 2008. Kenali Gejala Alergi Pernapasan Pada Anak. http://salsabila.agungdanrika.net. Diakses
tanggal 13 November 2008.

Doenges, Marylinn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC.


Sutedjo. 2006. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui hasil Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta:
Amara Books.

Tanjung, dudut. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses dari http://google.com. Tanggal 13
November 2008.

2008. Alergi pada Anak, Dapatkah Dicegah? http://bz.blogfam.com. Diakses tanggal 13 November 2008.

2008. Asma.http://www.rspaw.or.id. Diakses tanggal 13 November 2008.

2007. Asma Bronkial. http://www.jevuska.com. Diakses tanggal 13 November 2008.

You might also like