Professional Documents
Culture Documents
Dia adalh
ipar Abdull bin Amr bin Haram, juga kepala suku Bani Salamah yang dihormati karena
pemurah dan memiliki peri kemanusiaan yang tinggi serta gemar menolong orang-orang yang
membutuhkan.
Dari garis nenek moyangnya, keluarga besar Amir bin Jamuh selalu
menyembah berhala sebagai tempat untuk mengeluh, curhat dan dialog berbagai peristiwa
memberi ketenangan dan jalan hidup bagi dirinya dan keluarganya. Sudah menjadi adat bagi
para bangsawan jahilyah menempatkan patung di rumah mereka masing untuk pribadi
mereka.
Patung di rumah ‘Amr bin Jamuh bernama “M a n a t”. Patung itu terbuat dari kayu.
Buatannya indah dan ma-hal harganya. Guna perawatannya ‘Amr bin Jamuh perlu
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Patung itu selalu dibersihkan dan diminyakinya
Istri Amru bin Jamuh bernama Hindun dan mereka memiliki 3 orang putera yaitu :
Mu’awwadz, Mu’adz dan Khallad, serta seorang kawan sebaya mereka, iaitu Mu’adz bin
Jabal. Hari demi hari, tahun demi tahun, keluarga besar Amir bin Jamuh selalu menjadikan
berhala tempat sesembahnnya. Tatkala cahaya iman mulai merambat di Yatsrib dari rumah ke
rumah, usia ‘Amr bin Jamuh sudah lewat 60 tahun. Tokoh da’wah Islamiah yang pertama-
Sebagai bangsawan, Amir bin Jamuh memberi kebebasan anaknya untuk bergaul dan
membangun jaringan pertemanan dengan siapa saja. Kebebasan itulah yang kemudian
dimanfaatkan anaknya Mu'adz bin Amir untuk berkenalan dan berdialog dengan Mus'ab bin
Umair. Sehingga 3 orang putera ‘Amr bin Jamuh serta seorang kawan sebaya mereka,
Mu’adz bin Jabal, telah masuk Islam di tangan Mush ‘ab bin ‘Umair. Melalui ketiga putera
‘Amr tersebut, Hindun ibu mereka juga masuk islam. ‘Amr bin Jamuh tidak mengetahui
Hindun, isteri ‘Amr bin Jamuh, mengetahui bahwa Islam telah menjadi agama
penduduk Yatsrib. Para bangsawan dan kepala-kepala suku telah banyak masuk Islam. Yang
belum masuk Islam hanya suaminya dan beberapa orang lain yang jumlahnya tidak seberapa.
Hindun mencintai suaminya dan hormat kepadanya. Dia kuatir kalau suaminya mati kafir lalu
masuk neraka. Tetapi sebaliknya ‘Amr selalu pula kuatir keluarganya akan meninggalkan
agama nenek moyang mereka. Dia takut putera-puteranya terpengaruh oleh da’wah yang
dilancarkan Mush’ab bin ‘Umair. Kerana dalam tempo singkat Mush’ab berhasil merubah
Kerana itu ‘Amr berkata kepada isterinya, “Hai, Hindun! Hati-hatilah menjaga anak-
anak, agar mereka jangan sampai bertemu dengan orang itu (Mush ‘ab bin ‘Umair)!” Jawab
isterinya, “Adinda patuhi nasihat kakanda. Tetapi pernahkah kakanda mendengar putera
kakanda Mu ‘adz bercerita mengenai orang itu?” “Celaka ! Apakah si Mu’adz telah masuk
Wanita yang saleh itu kasihan melihat suaminya yang sudah tua.
“Tidak! Bukan begitu! Tetapi si Mu’adz pernah hadir dalam majelis orang itu, dia ingat kata-
katanya,” jawab isterinya menenteramkan hati ‘Amr ‘panggillah dia kemari!” kata suaminya.
Ketika Mu’adZ hadir di hadapan bapaknya, ‘Amr berkata, “Coba baca kata-kata yang pernah
diucapkan orang itu. Bapak ingin mendengarkannya Mu’adz membacakan surat Al-Fatihah
kepada bapaknya. “Alangkah bagus dan indahnya kalimat itu,” kata ‘Amr. “Apakah setiap
ucapannya seperti itu?” tanya ‘Armr. “Bahkan lebih bagus dari itu. Bersediakah Bapak bai’at
dengannya? Rakyat Bapak telah bai’at semuanya dengan dia,” kata Mu’adz. Amru bin Jamug
diam sebentar. Kemudian dia berkata, “Saya tidak akan melakukannya sebelum musyawarah
lebih dahulu dengan “Manat”. Saya menunggu apa yang dikatakan Manat.”
“Bagaimana Manat bisa menjawab? Bukankah itu benda mati tidak bisa berpikir dan tidak
bisa berbicara?” kata Mu’adz. “Saya katakan kepadamu, saya tidak akan mengambil
Suatu hari Mu'adz dan teman sepermainan Mu'adz, Mu'adz bin Jabal punya kiat dan
cara jitu tuk membuka pintu hati ayahnya. Mereka berusaha menyingkirkan berhala Manaf
ke pembuangan kamar mandi. Pekerjaan itu mereka lakukan berulang-ulang di malam hari.
‘Amr bin Jamuh menyembah Mamat di altar tempat dia biasa memuja. Dipujinya patung itu
dengan puji-pujian yang tinggi. Kemudian dia berkata, “Hai, Manat! Saya tidak ragu, engkau
tentu tahu mengenai seorang Da’i yang datang dari Makkah. Dia tidak bermaksud jahat
kepada siapa pun, inelainkan kepada engkau sendiri. Dia datang kemari, melarang kami
indah, saya tidak mahu melakukan bai’at dengannya sebelum bermusyawarat dengan engkau.
Kerana itu berilah saya petunjukmu.” Sudah tentu Manat tidak menjawab apa-apa. Dia diam
seribu bahasa seperti biasa, dan akan terus diam. Kata ‘Amr, “Mungkin engkau marah kepada
saya. Padahal saya tidak pernah menyakitimu selama ini. Tetapi tidak apalah. Engkau akan
Putera-putera ‘Amr tahu benar kapan waktunya bapak mereka memuja berhala itu. Mereka
juga tahu iman bapaknya telah goyang terhadap Manat. Kerana itu mereka berusaha hendak
mencabut Manat dari hati yang telah goyang itu sampai tuntas. Itulah jalan satu-sa tunya
menuju iman yang benar. Pada suatu malam putera-putera ‘Amr dan kawan mereka Mu’adz
bin Jabal pergi ke altar tempat Manat berada. Manat mereka ambil, lalu mereka bawa ke
lobang kotoran dan mereka lemparkan ke sana. Tidak seorang pun yang mengetahui dan
melihat perbuatan mereka. Setelah hari Subuh, ‘Amr pergi ke altar hendak memuja. Tetapi
Tidak seorang pun yang menjawab. ‘Amr mencari Manat ke mana-mana. Dia marah-marah.
Akhirnya patung itu ditemukannya ke comberan dalam keadaan terbalik, kepalanya kebawah
dan kakinya ke atas. Manat diambilnya, lalu dimandikan dan diminyaki dengan minyak
Demi Allah! Seandainya saya tahu siapa yang menganiaya engkau, nescaya saya hukum
dia!” kata ‘Amr kepada Manat. Malam kedua anak-anak remaja itu bertindak pula seperti
yang dilakukan mereka kemaren. Setelah Subuh tiba, ‘Amr mencari Manat dan
menemukannya dalam lobang comberan bergelimang kotoran. ‘Amr mengambil Manat, lalu
pula kembali ke tempat pemujaan. Begitulah remaja-remaja itu memperlakukan Manat setiap
malam.
digantungkannya di leher patung Manat. Kata ‘Amr, “Hai, Manat! Demi Allah!
Sesungguhnya saya tidak tahu siapa yang menganiaya engkau. Seandainya: engkau memang
sanggup, cobalah lawan orang yang menganiayamu itu. ini pedang untukmu’
`Kemudian orang tua itu pergi tidur. Setelah putera-putera ‘Amr yakin ayahnya telah tidur
pula, mereka pergi ke tempat Manat. Mereka ambil pedang yang tergantung di leher Manat,
kemudian Manat mereka bawa ke luar. Sesudah itu Manat mereka ikat jadi satu dengan
bangkai anjing lalu mereka lemparkan ke comberan Bani Salamah. Setelah orang tua itu
bangun, dilihatnya Manat tidak ditempatnya. ‘Amr pergi mencari-cari dan ditemukanr dalam
comberan. Muka Manat menghadap ke tanah bersatu dengan bangkai anjing. Pedangnya
tidak ada. Sekarang Manat tidak diambilnya, tetapi dibiarkannya tercampak dalam comberan.
Kata ‘Amr, “Kalau benar engkau Tuhan, nescaya engkau tidak mahu masuk comberan
bersama dengan bangkai anjing.” Di saat ia keheranan, marah dan kecewa, muncullah
beberapa pemuka Madinah yang telah masuk Islam. Sambil menunjuk berhala yang terikat
dengan bangkai anjing itu, mereka berusaha mengetuk hati Amr bin Jamuh agar menggapai
hidayah Allah.
Akhirnya ia sadar, bahwa Manat tak dapat berbuat apa-apa. Manat ternyata tak
mempunyai sifat ketuhanan sedikit pun. Selama ini, ia berpikir bahwa kekayaan yang ia
miliki itu datang dari Manat. Sekarang ia sadar, bahwa Manat bukanlah Tuhan yang dapat
memakai wewangian, lalu bergegas menemui Nabi Muhammad SAW untuk menyatakan
keislamannya. Amr bin Jamuh merasakan bagaimana manisnya iman. Dia sangat menyesali
seluruh hidupnya, hartanya, dan anak-anaknya dalam menaati perintah Allah dan Rasul-Nya.
Tibalah pertempuran Badar. Amir bin Jamuh meminta kepada Rasulullah untuk ikut
bertempur di jalan Allah memerangi kafir Qurays. Rasulullah tak memberi ijin karena kondisi
Amir yang sudah cukup tua. Amir kemudian memberi bantuan harta dan bekal bagi sahabat-
Tidak berapa lama kemudian terjadi perang Uhud. ‘Amr bin Jamuh melihat ketiga
turut berjihad. Namun putra-putranya melarang berperang karna kondisi Amru sudah tua dan
berjalan terpincang. Salah satu puteranya berkata kepada ‘Amr, ‘Wahai Bapak kami!
Sesungguhnya Allah telah membebaskan Bapak dari kewajiban berperang. Mengapa Bapak
Amru bin Jamuh marah mendengar keberatan putera puteranya. Dia pergi menemui
“Wahai Rasulullah! Putera-putera saya melarang saya berbuat baik. Mereka keberatan saya
turut berperang kerana saya sudah tua dan pincang. Demi Allah! Walaupun saya sudah tua
dan pincang, saya tidak ingin bersantai santai untuk mendapatkan surga. Sungguh pun saya
pincang, saya pengendara kuda yang tangkas!” kata ‘Amr mengadu kepada Rasulullah.
mudahan Allah memberinya rezki surga.” Putera-putera ‘Amr membiarkan bapaknya turut
Ketika waktu berangkat sudah tiba, ‘Amr bin Jamuh pamit kepada isterinya
mengucapkan salam perpisahan. Berpisah untuk tidak bertemu lagi. Kemudian dia meng
hadap ke kiblat sambil menadahkan kedua tangannya ke langit. Dengan suara mengiba ia
memohon kepada Allah SWT, "Ya Allah, berilah aku kesempatan untuk memperoleh syahid.
Jangan kembalikan aku kepada keluargaku." Sesudah berdo’a dia berangkat diiringi ketiga
yang meninggalkan Rasulullah. ‘Amr bin Jamuh berada di barisan depan pasukan berkuda.
Dia jatuh terbanting dari kudanya. Dia bangun dan menyerang musuh terpincang-pincang
sambil berteriak, “Saya tertarik ke surga Saya tertarik ke surga Saya tertarik ke surga !“
‘Amr selalu didampingi puteranya Khallad. Kedua anak itu melindungi Rasulullah dengan
menebaskan pedang mereka kepada musuh-musuh yang mendekat. Namun akhirnya kedua
anaknya itu tewas di medan tempur sebagai syuhada’ dalam waktu hampir bersamaan.
menyaksikan mayat-mayat mereka. Apa yang didambakan Amr akhirnya terwujud jua. Ia
gugur sebagai syahid bersama beberapa sahabat lainnya. Tatkala perang berakhir, Rasulullah
SAW memerintahkan untuk memakamkan jasad Abdullah bin Amr bin Haram dan Amr bin
Jamuh dalam satu liang lahat. Semasa hidup, mereka berdua adalah sahabat setia yang saling
menyayangi. Beliau memerintahkan kepada para sahabat, “kuburkan mereka dengan pakaian
mereka yang berlumuran darah. Saya menjadi saksi bagi mereka, bahwa mereka syahid
kerana Allah. Tidak seorang pun muslim yang terluka dalam perang fi sabilillah, melainkan
darahnya mengalir di hari kiamat menjadi za ‘faran dan baunya seperti kasturi. Kuburkan
‘Amr bin Jamuh satu kuburan dengan Khallad bin ‘Amr. Keduanya saling mencinta dan
berada dalam satu barisan di dunia.”Semoga Allah meridhai ‘Amr bin Jamuh dan seluruh
syuahada dalam perang Uhud. Dalam riwayat lain disebutkan, Amr bin Jamuh dimakamkan
Adapun Hikmah nya dari kisah sahabat Rasulullah Amu Bin Jamuh adalah:
1. Tugas mulia Mu'adz bin Amir sebagai anaknya, adalah tugas seorang Muslim, yang
dianjurkan untuk memberi pelajaran yang benar dan hak dengan kesabaran dan ketelatenan.
Secara tak langsung tindakan Mu'adz bin Amir dan Mu'adz bin Jabal menjalankan perintah
Allah dalam surat Al-Ashr:1-3). Surat Al-Ashr itu berbunyi: "Demi masa. Sesungguhnya
manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal soleh, serta nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran, dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran." Ayat tersebut mengungkapkan, jika tak mau menjadi
orang yang merugi, maka kita harus beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian
diperintahkan pula kepada orang yang beriman untuk saling menasihati, agar tetap berada
pada jalan yang benar dan tetap sabar menghadapi berbagai macam cobaan.
2. Bersungguh-sungguh meraih surganya Allah. Dalam suatu riwayat juga disebutkan bahwa
Amr sangat amat rindu sekali akan berjingkat dengan kakinya yang pincang itu dalam surga,
agar ahli surga itu sama mengetahui bahwa Muhammad Rasulullah saw itu tahu bagaimana
caranya memilih shahabat dan bagaimana pula mendidik dan menempa manusia.
3. Saling menasehati sesama sahabat muslim,
Pernah Rasulullah saw menanyakan kepada segolongan Bani Salamah yaitu suku Amr
ibnul Jamuh, katanya: "Siapakah yang menjadi pemimpin kalian, hai Bani Salamah?" Ujar
mereka: "Al-Jaddu bin Qeis, hanya sayang ia kikir...". Maka sabda Rasulullah pula: "Apa lagi
penyakit yang lebih parah dari kikir! Kalau begitu pemimpin kalian ialah si Putih Keriting,
Amr ibnul Jamuh...!'' Demikianlah kesaksian dari Rasulullah saw ini merupakan
penghormatan besar bagi Amr! Dan mengenai ini seorang penyair Anshar pernah berpantun:
"Amr ibnul Jamuh membiarkan kedermawanannya merajalela, dan memang wajar, bila ia
dibiarkan berkuasa, jika datang permintaan, dilepasnya kendali hartanya, silakan ambil,