Professional Documents
Culture Documents
MINI PROJECT
Tim Penyusun:
Pembimbing:
1
KOMITE DOKTER INTERNSIP INDONESIA PUSAT PERENCANAAN DAN
PENDAYAGUNAAN SDM KESEHATAN BADAN PPDSM KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2018
DAFTAR ISI
2
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................. 50
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
bergejala. Terutama pada masyarakat dengan risiko faktor genetik dan pola hidup yang
mengarah ke arah Penyakit Tidak Menular (PTM). Masyarakat juga diharapkan menyadari
bahwa mereka dapat mulai mencegah dirinya sendiri mengidap Penyakit Tidak Menular
(PTM) dengan adanya Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak Menular (PTM)
dimana masyarakat sendiri yang datang untuk melakukan deteksi dini ketika mereka sedang
tidak memiliki gejala, bukan saat mereka sedang sakit. 4
Di area Lagoa sendiri, pada 18 RW yang ada, belum semua RW memiliki Pos
Pembinaan Terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak Menular (PTM). Oleh karena hal ini,
surveilans Penyakit Tidak Menular (PTM) pun masih tergolong rendah, yaitu 9,39% dari
target Standar Pelayanan Mutu (SPM) pada tahun 2016 adalah 100%. Pos Pembinaan
Terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak Menular (PTM) memiliki target untuk melakukan deteksi
dini pada masyarakat dengan rentang usia 15-59 tahun. Dengan adanya latar belakang
kurangnya Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak Menular (PTM) di Lagoa,
maka diperlukan adanya mini project untuk meningkatkan cakupan deteksi dini kesehatan
pada masyarakat dengan rentang usia 15-59 tahun.
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengevaluasi hasil kerja Posbindu di Puskesmas Kelurahan Lagoa pada bulan
Desember 2018.
1.3.2. Tujuan Khusus
Mengevaluasi program skrining penyakit tidak menular Posbindu di setiap RW di
Kelurahan Lagoa pada Desember 2018.
5
1.4. Manfaat
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BATAS WILAYAH
Puskesmas Kelurahan Lagoa berlokasi di Jalan Menteng Raya no 30, RT 01 RW 09,
Jakarta Utara. Kelurahan Lagoa, Jakarta Utara berbatasan dengan:
Utara : Kelurahan Kalibaru
Timur : Kelurahan Semper Barat
Barat : Kelurahan Koja & Rawa Badak Utara
Selatan : Kelurahan Tugu Utara
KEPENDUDUKAN
Penduduk : 72.147 Jiwa (tahun 2017)
Laki-Laki : 36.637 Jiwa
Perempuan : 35.510 Jiwa
Jumlah KK : 27.495 KK
Jumlah penduduk usia 15-59 tahun: 48.132 Jiwa
AGAMA
Islam : 62.939
Kristen : 4.193
Katholik : 3.022
Budha : 1.950
Hindu : 42
7
Tabel 1. Susunan penduduk Kelurahan Lagoa berdasarkan kelompok usia
Tabel 2. Jumlah penduduk wilayah Kelurahan Lagoa berdasarkan pendidikan dan pekerjaan
8
a Tani - - -
b Karyawan Swasta/Pemerintah/TNI 1.563 2.213 3.776
c Pedagang 2.195 2.237 4.432
d Nelayan 1.509 55 1.564
e Buruh Harian 3.643 2.999 6.642
f Pensiunan 3.525 2.547 6.072
g Pertukangan 665 57 722
h Pengangguran 2.703 2.763 5.466
i Fakir Miskin 2.417 2.635 5.052
j Lain-Lain 4.516 4.565 9.081
Jumlah 22.736 20.071 42.807
3 Jumlah Penduduk 36.637 35.510 72.147
4 Jumlah Kepala Keluarga 20.737 6.758 27.495
Sumber Data: Laporan Tahunan Kelurahan Lagoa Tahun 2017
SARANA KESEHATAN
Puskesmas : 1
Dokter gigi : 1
Apotik : 26
Posyandu : 26
POSBINDU lansia : 12
POSBINDU : 4 (RW 04, 12, 15, 17)
9
KPLDH :3
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan kelompok penyakit yang seringkali tidak
bergejala namun memiliki berbagai faktor risiko, antara lain faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik yang berperan antara lain apabila ada salah satu atau lebih anggota keluarga
yang memiliki hubungan darah yang mengalami penyakit serupa, seperti hipertensi atau
kencing manis. Faktor risiko PTM dalam hal lingkungan meliputi merokok, mengonsumsi
minuman beralkohol, diet yang tidak seimbang (tinggi lemak, tinggi karbohidrat), kurangnya
aktivitas fisik, berat badan berlebih atau obesitas, stres, serta dislipidemia. Faktor risiko yang
ditemukan segera ditindaklanjuti melalui konseling kesehatan dan segera merujuk ke fasilitas
10
pelayanan kesehatan dasar. Kelompok PTM utama adalah diabetes melitus (DM), kanker,
penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan
gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.6
11
PTM. Setelah dianggap sudah mampu dan mandiri, maka kader-kader kesehatan ini akan
bekerja secara mandiri di wilayah binaan mereka masing-masing. Kriteria kader posbindu
PTM adalah mereka dengan pendidikan minimal SLTA, mau dan mampu melakukan
kegiatan berkaitan dengan posbindu PTM. 5
12
7. Kegiatan pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfetamin urin. Tahap ini
ditargetkan kepada kelompok pengemudi umum oleh tenaga kesehatan yang sudah
terlatih.
8. Kegiatan konseling dan penyuluhan merupakan kegiatan yang wajib dilakukan pada
setiap pelaksanaan posbindu PTM agar masyarakat dapat mendapat informasi lebih
lanjut mengenai PTM, terutama mereka yang sudah memiliki faktor risiko PTM.
9. Kegiatan aktivitas fisik atau olahraga bersama sebaiknya dilakukan setiap minggu di
wilayah posbindu PTM masing-masing.
10. Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayah masing-masing.
Tahap ini dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber daya yang tersedia sebagai
upaya respon cepat sederhana dalam penanganan pra-rujukan.
2.2.7. Kemitraan
Posbindu PTM memerlukan kemitraan dengan instansi yang ada di dalam area
tersebut seperti forum desa siaga aktif bahkan pihak swasta untuk menjaga kelangsungan
posbindu PTM. Dengan adanya kemitraan, maka akan ada komunikasi dan koordinasi dalam
mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah dan hal ini juga membantu pihak instansi
terkait. 5
13
olahraga atau senam bersama, sarasehan, serta kegiatan lainnya. Untuk hari dan jam
pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan kader-kader kesehatan serta situasi dan kondisi
setempat. 5
2.2.9. Tempat
Posbindu PTM dapat dilaksanakan pada lokasi yang mudah dijangkau, nyaman, dan
aman, seperti contohnya di pos RW, balai desa/kelurahan, salah satu rumah warga, atau
tempat tertentu yang disediakan oleh masyarakat secara sukarela. 5
14
Gambar 2.2. Alur Pelaksanaan 5 Tahapan Kegiatan Pelayanan Posbindu PTM 5
2.2.11. Pembiayaan
Pada pelaksanaan kegiatan posbindu PTM, diperlukan dana yang cukup baik dari
pihak pelaksana maupun pihak lain. Pembiayaan ini diperlukan untuk mendukung dan
memfasilitasi kegiatan posbintu PTM, salah satunya adalah pemanfaatan dana Bantuan
Operasional dari pihak kesehatan.
Pemerintah setempat, dimana terdapat posbindu PTM juga berkewajiban turut serta
membantu pembinaan posbintu PTM melalui dukungan kebijakan termasuk pembiayaan
secara berkesinambungan, salah satu contohnya adalah pendanaan untuk pembelian bahan
Pemberian Makanan Tambahan (PMT). 5
15
Masing-masing peserta posbindu PTM harus memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS)
FR-PTM untuk mencatat hasil pemeriksaan serta pengukuran pada hari diadakannya
posbindu PTM. Hal ini harus diketahui baik oleh yang memeriksa maupun diperiksa.
Setelah selesai dilakukan pemeriksaan dan pengukuran serta menuliskannya pada
Kartu Menuju Sehat (KMS) FR-PTM maka peserta akan membawa pulang Kartu
Menuju Sehat (KMS) FR-PTM dan membawa Kartu Menuju Sehat (KMS) FR-PTM
kembali saat diadakan posbindu PTM. Kartu ini bermanfaat agar setiap individu dapat
memiliki sikap mawas diri dan akan ada tindak lanjut apabila dirasa perlu oleh para
kader kesehatan ataupun petugas. Bagi petugas posbindu PTM, kartu ini juga
bermanfaat untuk memberi saran tindak lanjut sesuai dengan kondisi peserta saat itu.
Selain itu, Kartu Menuju Sehat (KMS) FR-PTM juga berguna sebagai informasi
medis apabila terjadi suatu hal yang tidak diinginkan pada peserta ataupun keadaan
darurat dalam perjalanan.
2. Buku Pencatatan Hasil Kegiatan Posbindu PTM
Buku Pencatatan Hasil Kegiatan Posbindu PTM diperlukan untuk mencatat semua
faktor risiko PTM dari setiap peserta posbindu PTM. Buku Pencatatan Hasil Kegiatan
Posbindu PTM juga merupakan salah satu alat untuk meningkatkan rasa mawas diri
bagi koordinator dan seluruh petugas posbindu PTM dalam melakukan evaluasi
kondisi faktor risiko PTM dari setiap peserta posbindu PTM. Hasil pemeriksaan serta
pengukuran faktor risiko yang masuk dalam kategori buruk diberi tanda warna yang
menyolok (seperti merah). Melalui buku ini kondisi kesehatan seluruh peserta dapat
terpantau secara langsung, sehingga koordinator maupun petugas dapat mengetahui,
mengingat, serta memberikan motivasi lebih lanjut kepada peserta posbindu PTM
terutama mereka yang memiliki faktor risiko PTM. Selain itu buku tersebut
merupakan kumpulan data kesehatan peserta posbindu PTM yang sangat berguna
untuk laporan secara khusus misalnya ketika diperlukan data kesehatan untuk
kelompok usia lanjut atau data jumlah penderita PTM, dan juga merupakan sumber
data surveilans atau riset/penelitian secara khusus jika suatu saat diperlukan.5
16
normal. Pada tahap dini penemuan faktor risiko PTM, maka dapat dilakukan edukasi
terhadap pasien, seperti contohnya tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol,
mengurangi konsumsi garam dan gula melalui diet yang sehat, aktivitas fisik yang cukup,
manajemen stress, serta hal lainnya. Diharapkan peserta dapat mendapat manfaat dari
konseling dan/atau edukasi dengan kader yang ditunjuk sebagai konselor/edukator maupun
petugas. 5
17
Hipertensi atau tekanan darah lebih dari normal adalah adanya peningkatan tekanan
darah lebih dari 140 mmHg untuk sistol dan/atau lebih dari 90 mmHg untuk diastol
selama 2x pengukuran dengan jarak waktu minimal 5 menit antara dua pengukuran
tersebut. Hipertensi terjadi biasanya tanpa ada gejala dan tanda, sehingga penderita
tidak merasa sakit dan tidak mengetahuinya. Namun, pada beberapa peserta, mungkin
dapat merasakan beberapa gejala, seperti: sakit kepala, kelelahan, mual dan muntah,
sesak napas, napas pendek (terengah-engah), gelisah, pandangan menjadi kabur, mata
berkunang-kunang, mudah marah, telinga berdengung, sulit tidur, rasa berat di
tengkuk terutama setelah bangun pagi.
2. Diabetes Melitus (kencing manis)
Diabetes Melitus merupakan keadaan dimana adanya kadar gula darah melebihi nilai
normal kadar gula darah, yaitu lebih dari 200 mg/dL untuk pengukuran gula darah
sewaktu (dengan adanya beberapa tanda kencing manis, seperti minum yang
bertambah banyak, sering buang air kecil pada malam hari, serta nafsu makan yang
bertambah) atau lebih 126 mg/dL untuk pengukuran gula darah puasa (minimal 10
jam). Pasien dengan diabetes melitus seringkali juga mengalami penurunan berat
badan tanpa sebab yang jelas, rasa lemas yang berlebihan walau sudah istirahat
dengan cukup, gatal-gatal pada badan, kesemutan pada jari kaki dan tangan, mata
yang bertambah buram, impotensi, serta keputihan pada wanita.
3. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Penyakit Jantung Koroner merupakan salah satu komplikasi dari hipertensi ataupun
diabetes melitus yang ditandai dengan penyempitan pada pembuluh darah di jantung.
Apabila terjadi secara mendadak, maka pasien tersebut akan mengalami serangan
jantung, yaitu sebuah serangan yang tiba-tiba, nyeri pada dada kiri seperti tertimpa
beban berat yang tembus ke punggung, rahang, ataupun lengan kiri, mual, muntah,
pusing hingga rasa ingin pingsan, keringat dingin, lemah, berdebar, kadang dapat juga
menjalar ke ulu hati dan menyebabkan sesak seperti tercekik. Serangan ini
berlangsung minimal 20 menit dan tidak membaik dengan istirahat.
4. Penyakit Pembuluh Darah Otak (Stroke)
Penyakit Pembuluh Darah Otak merupakan salah satu komplikasi dari hipertensi
ataupun diabetes melitus yang ditandai dengan penyempitan pada pembuluh darah di
otak, sehingga sel-sel otak mengalami kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen pada
jangka waktu yang cukup lama dapat menyebabkan kematian sel-sel otak sehingga
18
akan timbul gejala seperti wajah yang jatuh ke satu sisi, salah satu sisi lengan atau
kaki yang tiba-tiba lemas, bicara pelo, serta terjadi secara mendadak.
19
BAB III
ANALISIS MASALAH
Oleh karena itu, program Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak
Menular (PTM) termasuk dalam salah satu pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).
Pembuatan mini project ini mencakup beberapa tahap, yaitu menentukan tema besar dengan
Kepala Puskesmas Lagoa dan pembimbing internsip serta mencari data masalah terbesar di
Puskesmas Kelurahan Lagoa. Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal tahun 2017, terdapat
yang kami temukan pada Puskesmas Kelurahan Lagoa:
1. Berdasarkan laporan Standar Pelayanan Minimal 2017 terkait skrining kesehatan
untuk usia 15-59 tahun, Puskesmas Kelurahan Lagoa belum mencapai target yaitu
9,39% dari 100%.
2. Berdasarkan Survei Mawas Diri Puskesmas Kelurahan Lagoa tahun 2017 didapatkan
wanita usia subur yang melakukan pemeriksaan IVA hanya 18,5% dari target
keseluruhan.
3. Berdasarkan SPM tahun 2017, penemuan penderita baru TBC BTA positif sampai
bulan Desember sebanyak 28,1% dari target 100%.
20
3.2. Penentuan Prioritas Masalah
Berdasarkan masalah yang sudah kami sebutkan di atas, kelompok kami menentukan
prioritas masalah dengan sistem skoring. Matriks yang kami gunakan adalah I (importance) x
T (technical feasibility) x R (resources availability). Aspek importance terdiri dari beberapa
komponen penilaian yang nilainya akan dijumlahkan.
Importance
No Masalah T R IxTxR
P S RI DU SB PB PC
1 Cakupan skrining 5 4 4 4 4 5 5 4 3 372
kesehatan usia 15-59
tahun belum
mencapai target
2 Pemeriksaan IVA 4 4 3 3 3 5 5 2 2 108
pada wanita usia
subur belum
mencapai target
3 Penemuan penderita 3 5 2 4 4 3 5 2 2 104
baru TBC BTA
positif belum
mencapai target
Keterangan:
P = Prevalence = besarnya masalah
S = Severity = akibat yg ditimbulkan.
RI = Rate of Increase = kenaikan besarnya masalah
DU = Degree of unmet need = derajat keinginan masyarakat yg tidak terpenuhi.
SB = Social Benefit = keuntungan sosial karena selesainya masalah.
PB = Public Concern = rasa prihatin masyarakat terhadap masalah.
PC = Political Climate = Suasana politik.
21
Rincian penjelasan tabel adalah sebagai berikut:
1. Nilai P (prevalence/besarnya masalah) ditentukan dengan melihat besarnya
kesenjangan antara pencapaian dan tolak ukur masing-masing indikator. Berdasarkan
Standar Pelayanan Mutu tahun 2017, penyakit tidak menular (PTM) merupakan
bagian dari skrining kesehatan penduduk yang memiliki jumlah kasus paling banyak
dengan besarnya kesenjangan antara pencapaian dan tolak ukur, sehingga diberi skor
5, diikuti oleh skrining IVA (skor 4) serta penemuan penderita TBC baru (skor 3).
2. Nilai S (severity/akibat yang ditimbulkan) ditentukan atas dasar penilaian seberapa
serius akibat dari suatu masalah. Kami menilai bahwa komplikasi dari Penyakit Tidak
Menular (PTM) apabila tidak dideteksi secara dini akan membahayakan sehingga
kami beri skor 4. Berikut pula komplikasi yang ditimbulkan apabila cakupan skrining
IVA rendah (kanker serviks) sehingga kami beri skor 4. Penyakit TBC pun penyakit
menular dan mengancam nyawa apabila tidak didiagnosis dan ditangani secara tuntas,
sehingga kami beri skor 5.
3. Nilai RI (rate of increase/kenaikkan besarnya masalah) adalah kenaikkan jumlah
temuan masalah yang masih kurang atau peningkatan kekhawatiran terhadap suatu
masalah, dalam hal ini kami beri skor 4 untuk masalah penyakit tidak menular (PTM)
di Kelurahan Lagoa para warga yang memiliki riwayat penyakit tidak menular, seperti
tekanan darah tinggi atau kencing manis saat ini bertambah banyak, sehingga mereka
lebih khawatir terhadap masalah penyakit tidak menular (PTM). Untuk IVA, cakupan
kurang karena kurangnya kesadaran masyarakat mengenai deteksi kanker serviks
secara dini, kami beri skor 3. Untuk penemuan kasus TBC baru, pengetahuan
masyarakat mengenai gejala-gejala TBC masih kurang dan kami beri skor 2, disertai
dengan kurangnya rasa kekhawatiran terhadap penyakit TBC.
4. Nilai DU (degree of unmeet need/derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi).
Jika semakin banyak kebutuhan yang tidak terpenuhi, maka akan diberi angka lebih
tinggi. Untuk penyakit tidak menular (PTM) di Kelurahan Lagoa, kami beri skor 4
karena masyarakat pada usia reproduktif (terutama) belum memiliki kesadaran untuk
memeriksakan dirinya selama mereka belum memiliki gejala. Berikut pula untuk
penemuan kasus TBC (skor 4) karena masyarakat belum mengetahui gejala-gejala
awal penyakit TBC. Untuk pemeriksaan IVA, kami beri skor 3 karena sebenarnya
masyarakat perempuan sudah mengerti bahwa mereka harus memeriksakan dirinya
secara berkala.
22
5. Nilai SB (social benefit) adalah keuntungan sosial karena selesainya masalah. Dalam
hal ini, dengan adanya deteksi dini penyakit tidak menular (PTM) serta penemuan
awal kasus TBC, maka akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan juga
keluarganya karena apabila ada salah satu warga yang ternyata memiliki penyakit
tidak menular (PTM) maka akan meningkatkan rasa mawas diri bagi sekitarnya juga
bahwa mereka pun bisa mengalami hal yang sama (skor 4). Peningkatan cakupan IVA
dalam hal ini hanya akan memberikan keuntungan sosial bagi individu tersebut (skor
3).
6. Nilai PB (public concern) adalah kepedulian masyarakat terkait hal-hal masalah.
Dalam hal ini masalah yang paling dianggap penting akan diberi skor 5, yaitu
terhadap penyakit tidak menular (PTM) serta kanker serviks (komplikasi dari IVA).
Masyarakat belum merasa penyakit TBC merupakan penyakit yang berbahaya,
sehingga diberi skor 3.
7. Nilai PC (political climate) adalah adanya dasar politik tertentu dalam bentuk
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait masalah. Dalam hal ini, semua
masalah kami beri skor 5 karena sudah diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi
DKI Jakarta Nomor 20 Tahun 2014 tentang Penyusunan, Penetapan, Penerapan, dan
Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (TBC), Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2015 mengenai Inspeksi
Visual Asam Asetat (IVA), serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 71 Tahun 2015 mengenai Penyakit Tidak Menular (PTM).
8. Nilai T (technical feasibility) adalah kelayakkan teknologi dimana apakah dengan
sarana dan teknologi yang ada saat ini, masalah dapat diselesaikan.
Dalam hal ini, pemeriksaan penyakit tidak menular (PTM) lebih mudah dikerjakan
karena alat pemeriksaan sudah tersedia (skor 4). Pemeriksaan IVA dan TBC lebih
sulit untuk dikerjakan karena perlu kemampuan dan pelatihan lebih lanjut untuk
melakukannya (skor 2).
23
9. Nilai R (resources availability) adalah penilaian sumber daya yang diperlukan sudah
tersedia atau tidak tanpa mempedulikan apakah sudah benar-benar dimanfaatkan
secara riil atau tidak.
Dalam hal ini, pemeriksaan IVA dan TBC memerlukan sumber daya lebih seperti
contoh bidan dan petugas laboratorium, sehingga diberi skor 2, sementara untuk
pemeriksaan penyakit tidak menular (PTM) dapat mempergunakan bantuan dari pada
kader-kader kesehatan dari setiap RW sehingga diberi skor 3.
24
PLANNING ENVIRONMENT
INPUT 1. Tidak ada jadwal rutin tetap 1. Kesadaran masyarakat pada
ORGANIZING
untuk pelaksanaan Posbindu rentang usia 15-59 tahun
Man 1. Belum adanya
keliling mengenai Penyakit Tidak
1. Tidak semua kader terbiasa pembentukan organisasi
2. Belum adanya Peraturan Menular (PTM) masih kurang
dalam melaksanakan kegiatan kader Posbindu PTM
Gubernur DKI Jakarta 2. Belum semua RW di
Posbindu mengenai Posbindu PTM Kelurahan Lagoa memiliki
2. Kurangnya SDM yang mau Pos Pembinaan Terpadu
membantu terlaksananya (Posbindu)
posbindu
Material
1. Kurangnya tempat pelaksanaan
untuk program Posbindu
keliling Cakupan Skrining Penyakit Tidak
Money Menular di Puskesmas Kelurahan
1. Tidak ada peraturan yang Lagoa belum mencapai target
mengatur mengenai pendanaan
Posbindu
Market
1. Kurangnya pengetahuan
masyarakat usia 15-59 tahun
terhadap pentingnya skrining
PTM
2. Jadwal pelaksanaan Posbindu CONTROLLING
bersamaan dengan waktu ACTUATING
1. Belum adanya pengawasan
sekolah / kerja usia 15-59 1. Tidak semua RW sudah
berjalannya program
tahun membentuk Posbindu
Posbindu PTM
Method PTM
2. Evaluasi oleh kepala
1. Hanya terdapat Posbindu program dan petugas terkait
25
Tabel 4. Matriks Prioritas Masalah
Penjelasan untuk masing-masing sumber masalah dalam matriks (Tabel 4) adalah sebagai
berikut:
26
Skor 5: Paling penting
Karena Posbindu PTM memiliki cakupan yang luas, terutama di area kelurahan
Lagoa, maka sangat penting untuk memiliki Posbindu pada setiap RW di area
kelurahan Lagoa (skor 5), yang diikuti dengan pentingnya memiliki fasilitas
kesehatan untuk memeriksa tekanan darah dan gula darah serta kesadaran masyarakat
mengenai PTM (skor 4). Selain itu, kesadaran masyarakat mengenai PTM juga harus
ditingkatkan untuk meningkatkan antusiasme warga usia produktif untuk datang
berkunjung ke Posbindu setiap bulan (skor 4).
2. Nilai T (technical feasibility) adalah kemampuan teknologi atau sumber daya yang
ada saat ini untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Sesuai dengan kemampuan teknologi atau sumber daya yang ada untuk
menyelesaikan masalah, skor 3 diberikan kepada pengadaan fasilitas, media
penyuluhan mengenai PTM, serta pembuatan Posbindu pada setiap RW, yaitu sumber
daya cukup.
3. Nilai R (resource availibility) adalah ketersediaan uang, waktu, serta sumber daya
manusia.
27
Berdasarkan ketersediaan uang, waktu, serta sumber daya, maka skor 4 ada pada
ketersediaan Posbindu pada setiap RW yang dapat ditingkatkan dengan jumlah kader
yang ada pada masing-masing RW tersebut.
28
Skor 2 : Tidak mudah diselesaikan
Skor 3 : Mudah diselesaikan
Skor 4 : Lebih mudah diselesaikan
Skor 5 : Paling mudah diselesaikan
2. Nilai Importance (seberapa penting hal ini dapat bertahan sebagai penyelesaian
masalah).
Skor 1 : Sangat tidak penting
Skor 2 : Tidak penting
Skor 3 : Penting
Skor 4 : Lebih penting
Skor 5 : Paling penting
29
Penyelenggaraan Posbindu Keliling dengan dukungan ketua/pengurus RW diberi skor
5 karena dirasa lebih efektif untuk mencapai target cakupan PTM setiap bulan pada
setiap RW, terutama pada RW yang terdiri dari lebih dari 5 RT. Tetapi, sosialisasi
kepada warga juga dapat menyelesaikan masalah walau belum tentu secepat
pemecahan masalah yang lain (skor 2).
4. Cost
Biaya akan dikategorikan dalam rentang penilaian obyektif sebagai berikut:
Rp 0 sampai Rp 50.000,00 mendapat skor 1
Rp 50.001,00 sampai Rp 100.000,00 mendapat skor 2
Rp 100.001,00 sampai Rp 500.000,00 mendapat skor 3
Rp 500.001,00 sampai Rp 1.000.000,00 mendapat skor 4
Lebih dari Rp 1.000.000,00 mendapat skor 5
Berdasarkan matriks pemecahan masalah, kami memutuskan untuk melaksanakan tiga solusi,
yaitu sosialisasi kepada ketua/pengurus RW mengenai pentingnya Posbindu PTM, bekerja
sama dengan Puskesmas Kecamatan untuk penggunaan stik gula darah, serta pembentukan
Posbindu Keliling pada masing-masing RW binaan.
30
Tabel 6. Daftar PJ per RW
RW Penanggung Jawab
01 dr. Gazade Garcia
02 dr. Tarathya Bunga
03 dr. Kalyla Permata
04 dr. Randy Arnold
05 dr. Kaisa Lana
06 dr. Tarathya Bunga
07 dr. Stifany Chandra
08 dr. Cleine Michaela
09 dr. Gazade Garcia
10 dr. Cleine Michaela
11 dr. Kaisa Lana
12 dr. Stifany Chandra
13 dr. Gazade Garcia
14 dr. Randy Arnold
15 dr. Kaisa Lana
16 dr. Tarathya Bunga
17 dr. Kalyla Permata
18 dr. Randy Arnold
31
2 Menghubungi para ketua RW
binaan untuk meminta izin dan
melanjutkan pelaksanaan
Posbindu dan evaluasi Posbindu
setiap RW binaan
3 Membuat jadwal bertemu
dengan kepala RW setiap RW
binaan dan kepala sekolah setiap
sekolah
4. Membuat jadwal pelaksanaan
kegiatan evaluasi Posbindu
Keliling pada setiap RW binaan
dan setiap sekolah sekitar
Kelurahan Lagoa
5. Pelaksanaan kegiatan Posbindu
Keliling di setiap RW binaan
6. Pelaksanaan kegiatan Posbindu
Keliling di Sekolah sekitar
Kelurahan Lagoa
7. Penyusunan laporan mini
project
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
33
09 Kamis, 13 Desember 2018 Kamis, 13 Desember 2018
10 Kader berhalangan
11 Rabu, 5 Desember 2018 Rabu, 5 Desember 2018
12 Selasa, 18 Desember 2018 Selasa, 18 Desember 2018
13 Senin, 3 Desember 2018 Senin, 3 Desember 2018
14 Rabu, 12 Desember 2018 Rabu, 12 Desember 2018
15 Jumat, 7 Desember 2018 Jumat, 7 Desember 2018
16 Senin, 10 Desember 2018 Senin, 10 Desember 2018
17 Senin, 10 Desember 2018 Senin, 10 Desember 2018
18 Kader berhalangan
02 550 398
03 455 419
04 161 377
05 332 276
06 11 457
07 511 457
08 415 406
09 15 296
10 9 272
11 353 334
12 362 212
13 166 155
34
14 17 212
15 175 299
16 165 281
17 5 204
18 175 161
Target SPM tahun 2018 adalah 100% masyarakat Lagoa usia produktif (15-59 tahun) yang
melakukan skrining PTM, yaitu 48.132 masyarakat. Namun, dari periode Januari hingga
Agustus 2018, hanya 1.597 masyarakat Lagoa yang melakukan skrining PTM. Dengan
demikian, pada periode September 2018 – Desember 2018, terdapat 46.535 masyarakat atau
11.633 masyarakat per bulan yang melakukan skrining PTM.
Setelah dilakukan Posbindu Keliling pada 12 RW binaan, cakupan skrining usia 15-59 tahun
belum mencapai target untuk mengejar SPM, yaitu 4.255 masyarakat dari 11.633 masyarakat
yang seharusnya melakukan skrining PTM (36%).
Namun, apabila dibandingkan sebelum pelaksanaan Posbindu Keliling (200 masyarakat per
bulan) dan setelah pelaksanaan Posbindu Keliling (5582 masyarakat per bulan), maka
terdapat kenaikan sebesar 2700% dalam total cakupan masyarakat yang melakukan skrining
PTM tiap bulan.
Terdapat delapan RW yang tidak mencapai target SPM bulanan, yaitu RW 04, 06, 09, 10, 14,
15, 16, dan 17. Pada RW selain 15 dan 16 belum mencapai target karena kami
mengutamakan Posbindu Keliling di RW binaan.
35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Cakupan skrining usia 15-59 tahun pada kelurahan Lagoa masih rendah yang
disebabkan dengan belum adanya posbindu PTM di setiap RW. Oleh karena itu, kami
berupaya meningkatkan cakupan skrining tersebut dengan melakukan sosialisasi lebih lanjut
kepada ketua/pengurus RW serta mengadakan Posbindu Keliling pada setiap RW. Dengan
sosialisasi yang telah kami lakukan, pada RW binaan telah setuju untuk dilakukan Posbindu
Keliling. Setelah dilakukan Posbindu Keliling, cakupan skrining usia 15-59 tahun belum
mencapai target untuk mengejar SPM yaitu 4255 dari target 11.633. Namun demikian,
terdapat kenaikan sebesar 2700% dalam total cakupan masyarakat yang melakukan skrining
PTM tiap bulan dengan adanya Posbindu Keliling. Terdapat dua RW binaan yang belum
mencapai target SPM PTM per bulan, yaitu RW 15 dan 16.
5.2. Saran
Saran yang kami berikan adalah untuk memberikan motivasi kepada kader untuk
melakukan Posbindu Keliling setiap bulan serta melakukan Posbindu Keliling pada
masyarakat di tempat kerja dan sekolah, karena target sasaran Posbindu PTM adalah usia 15-
59 tahun, dimana sebagian warga pada usia reproduktif beraktivitas seperti contohnya
bersekolah dan bekerja. Sosialisasi kepada warga mengenai pentingnya skrining PTM juga
perlu dilakukan karena masih ada warga yang tidak mengerti mengenai PTM. Selain itu,
disarankan untuk membentuk Posbindu Keliling pada RW yang belum dibina. Pada warga
yang memiliki hasil pemeriksaan yang tinggi (seperti contoh gula darah atau tekanan darah),
maka dapat diberi sebuah formulir hasil pemeriksaan yang dapat dibawa oleh warga untuk
berobat dan diperiksa lebih lanjut di Puskesmas.
36
DAFTAR PUSTAKA
37
Lampiran 1
PELAKSANAAN POSBINDU
(POS PEMBINAAN TERPADU) PTM
No. :
Dokumen
DAFTA
No. Revisi :
R
Tanggal :
TILIK
Terbit
Halaman :
PUSKESMAS HASAN BASRI, SKM
SANDAI NIP.19680311 198903 1 011
Unit :
Nama Petugas :
Tgl. Pelaksanaan :
No. Langkah Kegiatan Ya Tidak
Injeksi :
1. Apakah Sebelum buka Posyandu, kader melakukan
persiapan penyelenggaran Posbindu PTM dengan
menyebarluaskan melalui pertemuan warga atau
surat edaran
2. Apakah petugas menyiapkan alat dan bahan (alat
timbang, tinggi badan, KMS, alat peraga, sound
system, dll)
Jumlah
38
Compliance rate (CR
Sandai,
Pelaksana/ Auditor
.................……………....
NIP: …………………....................
39
4
5 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada hari Posbindu
2. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu Keliling
Keliling oleh kader kepada warga 2. Belum adanya alat pengukur tekanan darah
3. Kehadiran dan antusiasme kader setiap sehingga harus meminjam dari Puskesmas
Posbindu Keliling
6
7 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada hari Posbindu
2. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu Keliling
Keliling oleh kader kepada warga
3. Kehadiran dan antusiasme kader setiap
Posbindu Keliling
8 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada hari dilaksanakannya
2. Kehadiran dan antusiasme kader setiap Posbindu Keliling
Posbindu Keliling 2. Sosialisasi ke warga masih kurang karena
sebagian besar kader RW 08 berusia lanjut
sehingga kurang produktif
9
10
11 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada hari dilaksanakannya
2. Kader hadir dan antusias setiap adanya Posbindu Keliling
Posbindu Keliling 2. Kader masih belum terbiasa dengan
3. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu Posbindu Keliling karena baru terbentuk
Keliling oleh kader kepada warga kader untuk Posbindu Keliling
4. Posisi Posbindu Keliling strategis
12 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Tidak dapat dilaksanakan rutin karena
disediakan oleh Puskesmas Kecamatan sudah ada Posbindu rutin setiap bulan serta
2. Kader hadir dan antusias setiap adanya kader memiliki kesibukan tersendiri sehingga
Posbindu Keliling hari untuk melakukan Posbindu Keliling
3. Posbindu rutin dijalankan setiap bulan yang menjadi terbatas.
dilangsungkan bersamaan dengan Posyandu 2. Sebagian warga usia reproduktif sedang
Lansia bekerja/bersekolah pada hari dilaksanakannya
40
4. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu Posbindu Keliling
Keliling oleh kader kepada warga
13 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
disediakan oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada hari dilaksanakannya
2. Kader hadir dan antusias setiap adanya Posbindu Keliling
Posbindu Keliling
3. Posbindu rutin dijalankan setiap bulan yang
diadakan bersamaan dengan Posyandu Lansia
4. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu
Keliling oleh kader kepada warga
15 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
disediakan oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada saat Posbindu
2. Kader hadir dan antusias setiap adanya Keliling
Posbindu Keliling 2. Kader memiliki kesibukan tersendiri
3. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu sehingga sulit apabila harus menjalankan
Keliling oleh kader kepada warga Posbindu Keliling setiap 2 minggu sekali,
hanya mampu setiap 1 bulan sekali yang
dilaksanakan bersamaan dengan Posyandu
Lansia.
16 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
disediakan oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada saat Posbindu
2. Kader hadir dan antusias setiap adanya Keliling
Posbindu Keliling 2. Kurangnya minat warga usia produktif
3. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu untuk datang ke Posbindu Keliling
Keliling oleh kader kepada warga 3. Warga menolak untuk diperiksa gula darah
karena takut dengan jarum
17 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada hari Posbindu
2. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu Keliling
Keliling oleh kader kepada warga 2. Kekhawatiran warga terhadap
3. Kehadiran dan antusiasme kader setiap pemeriksaan gula darah
Posbindu Keliling 3. Kurangnya kepedulian warga terhadap
PTM
4. Masih ada warga yang malas untuk pergi
ke tempat Posbindu Keliling
18 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
41
disediakan oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada hari dilaksanakannya
2. Kader hadir dan antusias setiap adanya Posbindu Keliling
Posbindu Keliling
3. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu
Keliling oleh kader kepada warga
4. Letak Posbindu Keliling mudah untuk
dikunjungi warga sekitar
42