You are on page 1of 42

EVALUASI POSBINDU KELILING SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

CAKUPAN SKRINING KESEHATAN DI PUSKESMAS KELURAHAN


LAGOA

MINI PROJECT

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Program Dokter Internsip Indonesia

Tim Penyusun:

dr. Cleine Michaela

dr. Gazade Garcia

dr. Kaisa Lana

dr. Kalyla Permata

dr. Randy Arnold

dr. Stifany Chandra

dr. Tarathya Bunga

Pembimbing:

dr. Anita Yuliasari

1
KOMITE DOKTER INTERNSIP INDONESIA PUSAT PERENCANAAN DAN
PENDAYAGUNAAN SDM KESEHATAN BADAN PPDSM KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2018

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................................... 2

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 3

1.1. Latar Belakang ..................................................................................................................................... 3

1.2. Identifikasi Masalah ........................................................................................................................... 4

1.3. Tujuan ..................................................................................................................................................... 4

1.4. Manfaat .................................................................................................................................................. 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................ 6

2.1. Profil Puskesmas Kelurahan Lagoa ............................................................................................... 6

2.2. Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) ............................................................................................. 9

2.3. Penyakit Tidak Menular (PTM) .................................................................................................... 16

BAB III. ANALISIS MASALAH ............................................................................................................ 19

3.1. Identifikasi Masalah ......................................................................................................................... 19

3.2. Penentuan Prioritas Masalah .......................................................................................................... 20

3.3. Analisis Penyebab Masalah............................................................................................................ 23

3.4. Pemecahan Masalah ......................................................................................................................... 27

3.5. Rencana Solusi ................................................................................................................................... 29

3.6. Rencana Evaluasi Program Posbindu Keliling ......................................................................... 30


3.7. Linimasa............................................................................................................................................... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................... 31

2
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................. 50

5.1. Kesimpulan ......................................................................................................................................... 50

5.2. Saran ..................................................................................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................... 51

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman, terjadi transisi pola penyakit di
Indonesia maupun di dunia. Dahulu, pola penyakit di dunia didominasi dengan penyakit
menular, seperti contoh flu. Namun, saat ini, mulai berkembang pola penyakit tidak menular
seperti contoh tekanan darah tinggi atau hipertensi, kencing manis atau diabetes melitus, dan
berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh karena penyakit-penyakit tidak menular. 1
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang seringkali tidak
1
bergejala dan tidak memiliki tanda-tanda khusus. Hal ini tentu saja menjadi perhatian
khusus dunia dalam rangka melakukan pola hidup preventif atau pencegahan baik terjadinya
penyakit tidak menular hingga pencegahan sekunder berupa komplikasi dari penyakit-
penyakit tersebut.2
Data WHO pada tahun 2013 menyatakkan bahwa 70% kematian di dunia disebabkan
oleh penyakit tidak menular (40 juta kematian). Hal ini didominasi pada kalangan usia
reproduktif yaitu sekitar 30-69 tahun. 3 Melalui data yang didapatkan dari RISKESDAS tahun
2013, diperkirakan ada sekitar 661.367 masyarakat Indonesia yang mengalami hipertensi,
711.239 yang mengalami diabetes melitus, hipertiroid, penyakit jantung koroner, gagal
jantung, dan stroke. 4
Oleh karena Penyakit Tidak Menular (PTM) tidak memiliki gejala-gejala khusus,
gaya hidup dan genetik merupakan faktor-faktor utama penentu dalam mendeteksi awal
Penyakit Tidak Menular (PTM). Faktor genetik sebagai contoh adalah apabila ada keluarga
kandung yang memiliki penyakit serupa, seperti contoh hipertensi atau diabetes melitus.
Faktor gaya hidup antara lain konsumsi makanan tinggi lemak, gula, penyedap rasa,
penggunaan rokok, konsumsi alkohol, kurangnya aktivitas fisik, serta berat badan berlebih. 2
Salah satu cara melakukan deteksi dini Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah
meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya Penyakit Tidak Menular (PTM)
serta berpartisipasi untuk melakukan deteksi dini, pemantau faktor risiko, serta tindak lanjut
Penyakit Tidak Menular (PTM). Kegiatan ini dikenal juga dengan nama Pos Pembinaan
Terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak Menular (PTM). 4
Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak Menular (PTM) diharapkan dapat
berlangsung secara rutin dan periodik pada setiap area sehingga masyarakat akan lebih
mawas diri dan menyadari bahaya dari Penyakit Tidak Menular (PTM) yang dapat tidak

4
bergejala. Terutama pada masyarakat dengan risiko faktor genetik dan pola hidup yang
mengarah ke arah Penyakit Tidak Menular (PTM). Masyarakat juga diharapkan menyadari
bahwa mereka dapat mulai mencegah dirinya sendiri mengidap Penyakit Tidak Menular
(PTM) dengan adanya Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak Menular (PTM)
dimana masyarakat sendiri yang datang untuk melakukan deteksi dini ketika mereka sedang
tidak memiliki gejala, bukan saat mereka sedang sakit. 4
Di area Lagoa sendiri, pada 18 RW yang ada, belum semua RW memiliki Pos
Pembinaan Terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak Menular (PTM). Oleh karena hal ini,
surveilans Penyakit Tidak Menular (PTM) pun masih tergolong rendah, yaitu 9,39% dari
target Standar Pelayanan Mutu (SPM) pada tahun 2016 adalah 100%. Pos Pembinaan
Terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak Menular (PTM) memiliki target untuk melakukan deteksi
dini pada masyarakat dengan rentang usia 15-59 tahun. Dengan adanya latar belakang
kurangnya Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak Menular (PTM) di Lagoa,
maka diperlukan adanya mini project untuk meningkatkan cakupan deteksi dini kesehatan
pada masyarakat dengan rentang usia 15-59 tahun.

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan laporan Standar Pelayanan Minimal 2017 terkait skrining kesehatan untuk
usia 15-59 tahun, Puskesmas Kelurahan Lagoa belum mencapai target yaitu 9,39% dari
100%.

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengevaluasi hasil kerja Posbindu di Puskesmas Kelurahan Lagoa pada bulan
Desember 2018.
1.3.2. Tujuan Khusus
Mengevaluasi program skrining penyakit tidak menular Posbindu di setiap RW di
Kelurahan Lagoa pada Desember 2018.

5
1.4. Manfaat

1.4.1. Manfaat Akademis


Tambahan wawasan dan pengetahuan tentang Penyakit Tidak Menular (PTM)
dan teknis pembentukan dan penyelenggaraan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu)
Penyakit Tidak Menular (PTM).

1.4.2. Manfaat Praktis Bagi Puskesmas


1. Meningkatkan kualitas pelayanan di bidang kesehatan penyakit tidak
menular.
2. Meningkatkan cakupan skrining kesehatan untuk masyarakat usia 15-59
tahun di wilayah kelurahan Lagoa.

1.4.3. Manfaat Praktis Bagi Masyarakat


1. Adanya Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) Keliling Penyakit Tidak
Menular (PTM) pada setiap RW binaan di kelurahan Lagoa.
2. Masyarakat melakukan skrining kesehatan.
3. Data faktor risiko setiap individu tercatat di Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu) Penyakit Tidak Menular (PTM).

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Profil Puskesmas Kelurahan Lagoa


2.1.1. Keadaan Geografis
Puskesmas Kecamatan Lagoa terletak di lingkungan Kota Administrasi Jakarta Utara.
Kelurahan Lagoa mimiliki luas wilayah sebesar 157,99 Ha dan terdiri dari 18 RW dan 222
RT.

BATAS WILAYAH
Puskesmas Kelurahan Lagoa berlokasi di Jalan Menteng Raya no 30, RT 01 RW 09,
Jakarta Utara. Kelurahan Lagoa, Jakarta Utara berbatasan dengan:
 Utara : Kelurahan Kalibaru
 Timur : Kelurahan Semper Barat
 Barat : Kelurahan Koja & Rawa Badak Utara
 Selatan : Kelurahan Tugu Utara

KEPENDUDUKAN
 Penduduk : 72.147 Jiwa (tahun 2017)
 Laki-Laki : 36.637 Jiwa
 Perempuan : 35.510 Jiwa
 Jumlah KK : 27.495 KK
 Jumlah penduduk usia 15-59 tahun: 48.132 Jiwa

AGAMA
 Islam : 62.939
 Kristen : 4.193
 Katholik : 3.022
 Budha : 1.950
 Hindu : 42

7
Tabel 1. Susunan penduduk Kelurahan Lagoa berdasarkan kelompok usia

No Kelompok umur (tahun) Laki-laki Perempuan WNA Jumlah


1 0-4 3.673 3.631 0 7.304
2 5-9 3.405 3.469 0 6.874
3 10 - 14 3.507 3.493 0 7.000
4 15 - 19 3.571 3.539 0 7.110
5 20 - 24 3.479 3.435 0 6.914
6 25 - 29 3.877 3.365 0 7.242
7 30 - 34 3.349 3.547 0 6.896
8 35 - 39 3.397 3.055 0 6.452
9 40 - 44 2.287 2.261 0 4.548
10 45 - 49 2.035 2.007 0 4.042
11 50 - 54 1.725 1.197 1 2.923
12 55 - 59 979 1.026 0 2.005
13 60 - 64 667 357 0 1.024
14 65 - 69 355 581 0 936
15 70 - 74 95 342 0 437
16 75+ 235 205 0 440
Sumber Data: Laporan Tahunan Kelurahan Lagoa Tahun 2017

Tabel 2. Jumlah penduduk wilayah Kelurahan Lagoa berdasarkan pendidikan dan pekerjaan

JENIS KELAMIN JUMLAH


NO PENDIDIKAN/PEKERJAAN
L P (L + P)
1 PENDIDIKAN
a Tidak Sekolah 2.403 2.159 4.562
b Tidak Tamat SD 3.327 2.217 5.544
c Tamat SD 1.755 2.629 4.384
d Tamat SLTP 2.685 2.653 5.338
e Tamat SLTA 2.509 3.624 6.133
f Tamat Akademi/Universitas 1.195 2.157 3.352
Jumlah 13.874 15.439 29.313
2 PEKERJAAN

8
a Tani - - -
b Karyawan Swasta/Pemerintah/TNI 1.563 2.213 3.776
c Pedagang 2.195 2.237 4.432
d Nelayan 1.509 55 1.564
e Buruh Harian 3.643 2.999 6.642
f Pensiunan 3.525 2.547 6.072
g Pertukangan 665 57 722
h Pengangguran 2.703 2.763 5.466
i Fakir Miskin 2.417 2.635 5.052
j Lain-Lain 4.516 4.565 9.081
Jumlah 22.736 20.071 42.807
3 Jumlah Penduduk 36.637 35.510 72.147
4 Jumlah Kepala Keluarga 20.737 6.758 27.495
Sumber Data: Laporan Tahunan Kelurahan Lagoa Tahun 2017

SARANA KESEHATAN
 Puskesmas : 1
 Dokter gigi : 1
 Apotik : 26
 Posyandu : 26
 POSBINDU lansia : 12
 POSBINDU : 4 (RW 04, 12, 15, 17)

TENAGA KERJA PUSKESMAS KELURAHAN LAGOA


 Dokter umum :2
 Dokter gigi :1
 Perawat :2
 Perawat gigi :1
 Bidan :2
 Asisten Apoteker :1
 Petugas kebersihan :3
 Petugas keamanan :2
 Gizi :1

9
 KPLDH :3

Gambar 1. Puskesmas Kelurahan Lagoa

2.2. Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak Menular (PTM)


2.2.1. Definisi
Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah sebuah
wujud peran serta masyarakat dalam melakukan deteksi dini suatu penyakit, monitoring, dan
tindak lanjut faktor risiko.4 Posbindu PTM merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan
masyarakat yang berkembang menjadi upaya kesehatan bersumber daya masyarakat di bawah
pembinaan puskesmas. Terdapat lima tahap dalam pelaksanaan Posbindu PTM yaitu
pendaftaran, wawancara, pengukuran TB, BB, IMT, serta lingkar perut, pemeriksaan tekanan
darah dan gula darah, serta konseling/edukasi. Namun dalam pelaksanaannya dapat
disesuaikan dengan kebutuhan dan kesepakatan.5

Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan kelompok penyakit yang seringkali tidak
bergejala namun memiliki berbagai faktor risiko, antara lain faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik yang berperan antara lain apabila ada salah satu atau lebih anggota keluarga
yang memiliki hubungan darah yang mengalami penyakit serupa, seperti hipertensi atau
kencing manis. Faktor risiko PTM dalam hal lingkungan meliputi merokok, mengonsumsi
minuman beralkohol, diet yang tidak seimbang (tinggi lemak, tinggi karbohidrat), kurangnya
aktivitas fisik, berat badan berlebih atau obesitas, stres, serta dislipidemia. Faktor risiko yang
ditemukan segera ditindaklanjuti melalui konseling kesehatan dan segera merujuk ke fasilitas

10
pelayanan kesehatan dasar. Kelompok PTM utama adalah diabetes melitus (DM), kanker,
penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan
gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.6

2.2.2. Sasaran Kegiatan


Sasaran kegiatan posbindu PTM dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok
masyarakat sehat, berisiko, dan penyandang PTM yang berusia 15 tahun ke atas. Adapula
sasaran antara yaitu sasaran individu atau kelompok masyarakat yang dapat berperan sebagai
agen pengubah faktor risiko PTM, seperti petugas kesehatan, tokoh panutan masyarakat.
Sementara itu, sasaran penunjang merupakan sasaran individu atau kelompok atau organisasi,
lembaga pendidikan dan lembaga pemerintah yang berperan memberi dukungan kebijakan,
teknologi dan ilmu pengetahuan, material maupun dana untuk terlaksananya posbindu.
Sasaran penunjang adalah adalah pimpinan daerah/wilayah, perusahaan, lembaga pendidikan,
organisasi profesi, dan penyandang dana. 4

2.2.3. Wadah Kegiatan


Posbindu PTM dilaksanakan di tempat yang terintegrasi dengan upaya kesehatan
masyarakat, seperti halnya tempat kerja atau perusahaan yang memiliki klinik tersendiri,
lembaga pendidikan, atapun tempat-tempat dimana masyarakat rutin berkumpul setiap
minggu atau bulan, seperti contoh rumah ibadah, tempat olahraga, dan pertemuan-pertemuan
organisasi. Integrasi adalah memadukan pelaksanaan posbindu PTM dengan kegiatan
masyarakat yang sudah aktif seperti halnya majelis taklim, karang taruna, dan lain-lain
dengan memanfaatkan sarana yang ada. Pada pelaksanaannya, posbindu PTM dapat
dilakukan bersama dengan pelayanan lain seperti posyandu balita, posyandu lansia ataupun
puskesmas keliling untuk menarik minat dan meningkatkan kepatuhan masyarakat, terutama
masyarakat sehat namun memiliki risiko. 5

2.2.4. Pelaku Kegiatan


Pelaksanaan posbindu PTM dilakukan oleh kader-kader kesehatan yang telah ada dan
bersedia untuk melaksanakan kegiatan posbindu PTM disertai dengan beberapa orang dari
masing-masing kelompok atau organisasi atau lembaga atatu tempat kerja yang bersedia
dalam rangka melaksanakan posbindu PTM. Sebelum melaksanakan posbindu PTM, para
kader kesehatan terlebih dahulu harus dilatih secara khusus oleh orang-orang yang memiliki
kompetensi di bidangnya untuk memahami faktor risiko PTM dan pelaksanaan posbindu

11
PTM. Setelah dianggap sudah mampu dan mandiri, maka kader-kader kesehatan ini akan
bekerja secara mandiri di wilayah binaan mereka masing-masing. Kriteria kader posbindu
PTM adalah mereka dengan pendidikan minimal SLTA, mau dan mampu melakukan
kegiatan berkaitan dengan posbindu PTM. 5

2.2.5. Bentuk Kegiatan


Terdapat sepuluh (10) kegiatan yang akan terselenggara pada posbindu PTM, yaitu4:
1. Kegiatan wawancara sederhana untuk mencari faktor risiko dari setiap individu. Pada
tahap ini, akan ditanyakan mengenai risiko PTM pada keluarga dan diri sendiri, gaya
hidup sebagai perokok, konsumsi alkohol, aktivitas fisik, pola diet, serta potensi
terjadinya cedera dan kekerasan dalam rumah tangga.
2. Kegiatan pengukuran tubuh peserta posbindu PTM yang meliputi pengukuran berat
badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar perut, analisis lemak tubuh,
serta tekanan darah.
3. Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana menggunakan peak flow meter untuk
memeriksa arus pucak respirasi. Tahap ini dilakukan 1 tahun sekali bagi peserta yang
sehat sementara bagi peserta dengan risiko akan dilakukan 3 bulan sekali. Pada
peserta dengan gangguan paru-paru, dianjurkan untuk memeriksakan dirinya setiap
bulan sekali. Tahap ini sebaiknya dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional.
4. Kegiatan pemeriksaan gula darah yang dilakukan minimal 3 bulan sekali bagi peserta
sehat dan 1 tahun sekali bagi peserta yang memiliki faktor risiko PTM serta peserta
yang sudah terdiagnosis mengidap diabetes melitus. Tahap ini sebaiknya dilakukan
oleh tenaga kesehatan profesional.
5. Kegiatan pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida disarankan untuk dilakukan 5
tahun sekali bagi peserta sehat tanpa faktor risiko serta 6 bulan sekali bagi peserta
yang memiliki faktor risiko PTM. Apabila peserta tersebut sudah terdiagnosis
mengalami dislipidemia, maka pemeriksaan akan dilakukan 3 bulan sekali. Tahap ini
sebaiknya dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional.
6. Kegiatan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) disarankan untuk
dilakukan 5 tahun sekali bagi wanita sehat yang sudah menikah. Pemeriksaan ini
dilakukan oleh bidan/dokter yang sudah terlatih dan apabila membutuhkan tatalaksana
lanjutan, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh dokter terlatih di puskesmas.

12
7. Kegiatan pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfetamin urin. Tahap ini
ditargetkan kepada kelompok pengemudi umum oleh tenaga kesehatan yang sudah
terlatih.
8. Kegiatan konseling dan penyuluhan merupakan kegiatan yang wajib dilakukan pada
setiap pelaksanaan posbindu PTM agar masyarakat dapat mendapat informasi lebih
lanjut mengenai PTM, terutama mereka yang sudah memiliki faktor risiko PTM.
9. Kegiatan aktivitas fisik atau olahraga bersama sebaiknya dilakukan setiap minggu di
wilayah posbindu PTM masing-masing.
10. Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayah masing-masing.
Tahap ini dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber daya yang tersedia sebagai
upaya respon cepat sederhana dalam penanganan pra-rujukan.

2.2.6. Klasifikasi Posbindu PTM


Klasifikasi posbindu PTM dibagi menjadi dua (2) yaitu5:
1. Posbindu PTM Dasar
Kegiatan yang dilakukan pada posbindu PTM dasar meliputi pelayanan deteksi dini
faktor risiko sederhana, seperti halnya menggali dan melakukan pemeriksaan standar
dasar seperti menanyakan riwayat dalam keluarga, riwayat terhadap diri sendiri, serta
pengukuran terhadap peserta.
2. Posbindu PTM Utama
Kegiatan posbindu PTM utama meliputi pemeriksaan laboratorium dengan pelaksana
tenaga kesehatan terlatih (dokter, bidan, perawat kesehatan atau tenaga analis
laboratorium dan lainnya).

2.2.7. Kemitraan
Posbindu PTM memerlukan kemitraan dengan instansi yang ada di dalam area
tersebut seperti forum desa siaga aktif bahkan pihak swasta untuk menjaga kelangsungan
posbindu PTM. Dengan adanya kemitraan, maka akan ada komunikasi dan koordinasi dalam
mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah dan hal ini juga membantu pihak instansi
terkait. 5

2.2.8. Waktu Penyelenggaraan


Posbindu PTM dilaksanakan sebulan sekali dan dapat dilaksanakan lebih dari satu
kali dalam sebulan apabila diperlukan untuk mengontrol faktor risiko, seperti contohnya

13
olahraga atau senam bersama, sarasehan, serta kegiatan lainnya. Untuk hari dan jam
pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan kader-kader kesehatan serta situasi dan kondisi
setempat. 5

2.2.9. Tempat
Posbindu PTM dapat dilaksanakan pada lokasi yang mudah dijangkau, nyaman, dan
aman, seperti contohnya di pos RW, balai desa/kelurahan, salah satu rumah warga, atau
tempat tertentu yang disediakan oleh masyarakat secara sukarela. 5

2.2.10. Pelaksanaan Kegiatan


Pelayanan posbindu PTM dilaksanakan dalam bentuk 5 tahapan pelayanan atau yang
lebih dikenal dengan nama sistem 5 meja, yang merupakan tahapan ideal dalam pelaksanaan
posbindu PTM. Namun, apabila ada kendala, dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan
kesepakatan bersama. Kegiatan tersebut berupa pelayanan deteksi dini dan tindak lanjut
sederhana serta monitoring terhadap faktor risiko penyakit tidak menular, termasuk rujukan
ke puskesmas. Berikut merupakan gambar pelaksanaan 5 tahapan pelayanan posbindu PTM5:

Gambar 2.1. 5 Tahapan Pelayanan Posbindu PTM 5

14
Gambar 2.2. Alur Pelaksanaan 5 Tahapan Kegiatan Pelayanan Posbindu PTM 5

2.2.11. Pembiayaan
Pada pelaksanaan kegiatan posbindu PTM, diperlukan dana yang cukup baik dari
pihak pelaksana maupun pihak lain. Pembiayaan ini diperlukan untuk mendukung dan
memfasilitasi kegiatan posbintu PTM, salah satunya adalah pemanfaatan dana Bantuan
Operasional dari pihak kesehatan.
Pemerintah setempat, dimana terdapat posbindu PTM juga berkewajiban turut serta
membantu pembinaan posbintu PTM melalui dukungan kebijakan termasuk pembiayaan
secara berkesinambungan, salah satu contohnya adalah pendanaan untuk pembelian bahan
Pemberian Makanan Tambahan (PMT). 5

2.2.12. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan hasil kegiatan dari setiap posbindu PTM akan dilakukan oleh para kader
kesehatan. Petugas kesehatan dari puskesmas akan mengambil data dari setiap kegiatan
posbindu PTM yang nantinya akan digunakan untuk pembinaan dan melaporkan kepada
instansi terkait di areanya. Ada beberapa hal yang digunakan dalam pencatatan, yaitu:
1. Kartu Menuju Sehat (KMS) FR-PTM

15
Masing-masing peserta posbindu PTM harus memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS)
FR-PTM untuk mencatat hasil pemeriksaan serta pengukuran pada hari diadakannya
posbindu PTM. Hal ini harus diketahui baik oleh yang memeriksa maupun diperiksa.
Setelah selesai dilakukan pemeriksaan dan pengukuran serta menuliskannya pada
Kartu Menuju Sehat (KMS) FR-PTM maka peserta akan membawa pulang Kartu
Menuju Sehat (KMS) FR-PTM dan membawa Kartu Menuju Sehat (KMS) FR-PTM
kembali saat diadakan posbindu PTM. Kartu ini bermanfaat agar setiap individu dapat
memiliki sikap mawas diri dan akan ada tindak lanjut apabila dirasa perlu oleh para
kader kesehatan ataupun petugas. Bagi petugas posbindu PTM, kartu ini juga
bermanfaat untuk memberi saran tindak lanjut sesuai dengan kondisi peserta saat itu.
Selain itu, Kartu Menuju Sehat (KMS) FR-PTM juga berguna sebagai informasi
medis apabila terjadi suatu hal yang tidak diinginkan pada peserta ataupun keadaan
darurat dalam perjalanan.
2. Buku Pencatatan Hasil Kegiatan Posbindu PTM
Buku Pencatatan Hasil Kegiatan Posbindu PTM diperlukan untuk mencatat semua
faktor risiko PTM dari setiap peserta posbindu PTM. Buku Pencatatan Hasil Kegiatan
Posbindu PTM juga merupakan salah satu alat untuk meningkatkan rasa mawas diri
bagi koordinator dan seluruh petugas posbindu PTM dalam melakukan evaluasi
kondisi faktor risiko PTM dari setiap peserta posbindu PTM. Hasil pemeriksaan serta
pengukuran faktor risiko yang masuk dalam kategori buruk diberi tanda warna yang
menyolok (seperti merah). Melalui buku ini kondisi kesehatan seluruh peserta dapat
terpantau secara langsung, sehingga koordinator maupun petugas dapat mengetahui,
mengingat, serta memberikan motivasi lebih lanjut kepada peserta posbindu PTM
terutama mereka yang memiliki faktor risiko PTM. Selain itu buku tersebut
merupakan kumpulan data kesehatan peserta posbindu PTM yang sangat berguna
untuk laporan secara khusus misalnya ketika diperlukan data kesehatan untuk
kelompok usia lanjut atau data jumlah penderita PTM, dan juga merupakan sumber
data surveilans atau riset/penelitian secara khusus jika suatu saat diperlukan.5

2.2.13. Tindak Lanjut Hasil Posbindu PTM


Posbindu PTM merupakan salah satu cara untuk mendeteksi serta mengendalikan
faktor risiko PTM terhadap seorang individu. Apabila dilakukan skrining secara rutin, maka
kondisi normal peserta harus tetap dijaga agar tetap normal, sementara apabila ada peserta
yang sedang berada pada kondisi buruk, maka harus dapat dikembalikan kepada kondisi

16
normal. Pada tahap dini penemuan faktor risiko PTM, maka dapat dilakukan edukasi
terhadap pasien, seperti contohnya tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol,
mengurangi konsumsi garam dan gula melalui diet yang sehat, aktivitas fisik yang cukup,
manajemen stress, serta hal lainnya. Diharapkan peserta dapat mendapat manfaat dari
konseling dan/atau edukasi dengan kader yang ditunjuk sebagai konselor/edukator maupun
petugas. 5

2.2.14. Rujukan Posbindu PTM


Apabila ada peserta yang dalam kunjungan berikutnya atau lebih dari 3 bulan
memiliki faktor risiko yang tidak terkontrol ataupun cenderung bertambah buruk, dan sesuai
dengan kriteria rujukan, maka peserta tersebut harus dirujuk ke puskesmas atau klinik swasta
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan yang bersangkutan. Meskipun obat-obatan telah
diberikan kepada peserta tersebut, peserta tersebut disarankan untuk tetap rutin
memeriksakan dirinya di posbindu PTM. 5

Gambar 2.3. Alur dan Tindak Lanjut Posbindu PTM

2.3. Penyakit Tidak Menular


Jenis Penyakit Tidak Menular
Penyakit Tidak Menular yang termasuk dalam skrining posbindu PTM antara lain:1
1. Hipertensi

17
Hipertensi atau tekanan darah lebih dari normal adalah adanya peningkatan tekanan
darah lebih dari 140 mmHg untuk sistol dan/atau lebih dari 90 mmHg untuk diastol
selama 2x pengukuran dengan jarak waktu minimal 5 menit antara dua pengukuran
tersebut. Hipertensi terjadi biasanya tanpa ada gejala dan tanda, sehingga penderita
tidak merasa sakit dan tidak mengetahuinya. Namun, pada beberapa peserta, mungkin
dapat merasakan beberapa gejala, seperti: sakit kepala, kelelahan, mual dan muntah,
sesak napas, napas pendek (terengah-engah), gelisah, pandangan menjadi kabur, mata
berkunang-kunang, mudah marah, telinga berdengung, sulit tidur, rasa berat di
tengkuk terutama setelah bangun pagi.
2. Diabetes Melitus (kencing manis)
Diabetes Melitus merupakan keadaan dimana adanya kadar gula darah melebihi nilai
normal kadar gula darah, yaitu lebih dari 200 mg/dL untuk pengukuran gula darah
sewaktu (dengan adanya beberapa tanda kencing manis, seperti minum yang
bertambah banyak, sering buang air kecil pada malam hari, serta nafsu makan yang
bertambah) atau lebih 126 mg/dL untuk pengukuran gula darah puasa (minimal 10
jam). Pasien dengan diabetes melitus seringkali juga mengalami penurunan berat
badan tanpa sebab yang jelas, rasa lemas yang berlebihan walau sudah istirahat
dengan cukup, gatal-gatal pada badan, kesemutan pada jari kaki dan tangan, mata
yang bertambah buram, impotensi, serta keputihan pada wanita.
3. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Penyakit Jantung Koroner merupakan salah satu komplikasi dari hipertensi ataupun
diabetes melitus yang ditandai dengan penyempitan pada pembuluh darah di jantung.
Apabila terjadi secara mendadak, maka pasien tersebut akan mengalami serangan
jantung, yaitu sebuah serangan yang tiba-tiba, nyeri pada dada kiri seperti tertimpa
beban berat yang tembus ke punggung, rahang, ataupun lengan kiri, mual, muntah,
pusing hingga rasa ingin pingsan, keringat dingin, lemah, berdebar, kadang dapat juga
menjalar ke ulu hati dan menyebabkan sesak seperti tercekik. Serangan ini
berlangsung minimal 20 menit dan tidak membaik dengan istirahat.
4. Penyakit Pembuluh Darah Otak (Stroke)
Penyakit Pembuluh Darah Otak merupakan salah satu komplikasi dari hipertensi
ataupun diabetes melitus yang ditandai dengan penyempitan pada pembuluh darah di
otak, sehingga sel-sel otak mengalami kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen pada
jangka waktu yang cukup lama dapat menyebabkan kematian sel-sel otak sehingga

18
akan timbul gejala seperti wajah yang jatuh ke satu sisi, salah satu sisi lengan atau
kaki yang tiba-tiba lemas, bicara pelo, serta terjadi secara mendadak.

5. Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) Dan Kanker Payudara


Kanker Serviks merupakan kanker yang menyerang serviks yang memiliki berbagai
faktor risiko, antara lain merokok, hubungan seksual kurang dari usia 20 tahun,
riwayat berganti-ganti pasangan, infeksi Human Papilloma Virus, penyakit menular
seksual, serta riwayat keluarga yang memiliki hubungan darah yang menderita
kanker. Pada wanita yang sudah menikah, dianjurkan untuk memeriksa serviks
mereka menggunakan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) atau
Papsmear (di laboratorium). Sementara Kanker Payudara adalah salah satu kanker
dengan angka kejadian tertinggi di Indonesia. Berbagai faktor risiko kanker payudara
antara lain haid pertama pada usia kurang dari 10 tahun, menopause pada usia lebih
dari 50 tahun, kehamilan pertama pada usia lebih dari 35 tahhun, riwayat keluarga
dengan keganasan, tidak menyusui anak, berat badan berlebih, pola makan tinggi
karbohidrat tinggi lemak, perokok, konsumsi alkohol, serta penggunaan obat
hormonal dalam jangka waktu yang lama. Pada wanita dengan usia reproduktif,
dianjurkan sebulan sekali untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri atau yang
dikenal dengan istilah SADARI.
6. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Penyakit Paru Obstruktif Kronis biasanya terjadi pada laki-laki dengan usia lebih dari
40 tahun, riwayat merokok dalam jangka waktu yang lama atau menjadi perokok
pasif, serta ada gangguan pernapasan lainnya seperti asma. Sesuai dengan nama
penyakitnya, terdapat obstruksi atau hambatan saluran napas sehingga penderita dapat
mengalami gejala seperti sesak napas dan batuk berdahak yang lama.

19
BAB III
ANALISIS MASALAH

3.1. Identifikasi Masalah


Secara garis besar, program pelayanan di Puskesmas terbagi menjadi dua, yaitu
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) adalah bagian dari Puskesmas dimana fokusnya adalah upaya
pencegahan dan promosi kesehatan di masyarakat. Terdapat 6 pelayanan yang termasuk
dalam Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yaitu :
1. Pelayanan Promosi Kesehatan
2. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
3. Pelayanan Kesehatan, Ibu, Anak, dan Keluarga Berencana
4. Pelayanan Gizi
5. Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Penyakit Menular maupun
Penyakit Tidak Menular)
6. Pelayanan Pengobatan Dasar

Oleh karena itu, program Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak
Menular (PTM) termasuk dalam salah satu pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).
Pembuatan mini project ini mencakup beberapa tahap, yaitu menentukan tema besar dengan
Kepala Puskesmas Lagoa dan pembimbing internsip serta mencari data masalah terbesar di
Puskesmas Kelurahan Lagoa. Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal tahun 2017, terdapat
yang kami temukan pada Puskesmas Kelurahan Lagoa:
1. Berdasarkan laporan Standar Pelayanan Minimal 2017 terkait skrining kesehatan
untuk usia 15-59 tahun, Puskesmas Kelurahan Lagoa belum mencapai target yaitu
9,39% dari 100%.
2. Berdasarkan Survei Mawas Diri Puskesmas Kelurahan Lagoa tahun 2017 didapatkan
wanita usia subur yang melakukan pemeriksaan IVA hanya 18,5% dari target
keseluruhan.
3. Berdasarkan SPM tahun 2017, penemuan penderita baru TBC BTA positif sampai
bulan Desember sebanyak 28,1% dari target 100%.

20
3.2. Penentuan Prioritas Masalah
Berdasarkan masalah yang sudah kami sebutkan di atas, kelompok kami menentukan
prioritas masalah dengan sistem skoring. Matriks yang kami gunakan adalah I (importance) x
T (technical feasibility) x R (resources availability). Aspek importance terdiri dari beberapa
komponen penilaian yang nilainya akan dijumlahkan.

Tabel 3. Penentuan Prioritas Masalah

Importance
No Masalah T R IxTxR
P S RI DU SB PB PC
1 Cakupan skrining 5 4 4 4 4 5 5 4 3 372
kesehatan usia 15-59
tahun belum
mencapai target
2 Pemeriksaan IVA 4 4 3 3 3 5 5 2 2 108
pada wanita usia
subur belum
mencapai target
3 Penemuan penderita 3 5 2 4 4 3 5 2 2 104
baru TBC BTA
positif belum
mencapai target
Keterangan:
P = Prevalence = besarnya masalah
S = Severity = akibat yg ditimbulkan.
RI = Rate of Increase = kenaikan besarnya masalah
DU = Degree of unmet need = derajat keinginan masyarakat yg tidak terpenuhi.
SB = Social Benefit = keuntungan sosial karena selesainya masalah.
PB = Public Concern = rasa prihatin masyarakat terhadap masalah.
PC = Political Climate = Suasana politik.

Untuk Importance, berikut rincian penilaiannya:


 Skor 1 : Sangat tidak penting
 Skor 2 : Tidak penting
 Skor 3 : Penting
 Skor 4 : Lebih penting
 Skor 5 : Paling penting

21
Rincian penjelasan tabel adalah sebagai berikut:
1. Nilai P (prevalence/besarnya masalah) ditentukan dengan melihat besarnya
kesenjangan antara pencapaian dan tolak ukur masing-masing indikator. Berdasarkan
Standar Pelayanan Mutu tahun 2017, penyakit tidak menular (PTM) merupakan
bagian dari skrining kesehatan penduduk yang memiliki jumlah kasus paling banyak
dengan besarnya kesenjangan antara pencapaian dan tolak ukur, sehingga diberi skor
5, diikuti oleh skrining IVA (skor 4) serta penemuan penderita TBC baru (skor 3).
2. Nilai S (severity/akibat yang ditimbulkan) ditentukan atas dasar penilaian seberapa
serius akibat dari suatu masalah. Kami menilai bahwa komplikasi dari Penyakit Tidak
Menular (PTM) apabila tidak dideteksi secara dini akan membahayakan sehingga
kami beri skor 4. Berikut pula komplikasi yang ditimbulkan apabila cakupan skrining
IVA rendah (kanker serviks) sehingga kami beri skor 4. Penyakit TBC pun penyakit
menular dan mengancam nyawa apabila tidak didiagnosis dan ditangani secara tuntas,
sehingga kami beri skor 5.
3. Nilai RI (rate of increase/kenaikkan besarnya masalah) adalah kenaikkan jumlah
temuan masalah yang masih kurang atau peningkatan kekhawatiran terhadap suatu
masalah, dalam hal ini kami beri skor 4 untuk masalah penyakit tidak menular (PTM)
di Kelurahan Lagoa para warga yang memiliki riwayat penyakit tidak menular, seperti
tekanan darah tinggi atau kencing manis saat ini bertambah banyak, sehingga mereka
lebih khawatir terhadap masalah penyakit tidak menular (PTM). Untuk IVA, cakupan
kurang karena kurangnya kesadaran masyarakat mengenai deteksi kanker serviks
secara dini, kami beri skor 3. Untuk penemuan kasus TBC baru, pengetahuan
masyarakat mengenai gejala-gejala TBC masih kurang dan kami beri skor 2, disertai
dengan kurangnya rasa kekhawatiran terhadap penyakit TBC.
4. Nilai DU (degree of unmeet need/derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi).
Jika semakin banyak kebutuhan yang tidak terpenuhi, maka akan diberi angka lebih
tinggi. Untuk penyakit tidak menular (PTM) di Kelurahan Lagoa, kami beri skor 4
karena masyarakat pada usia reproduktif (terutama) belum memiliki kesadaran untuk
memeriksakan dirinya selama mereka belum memiliki gejala. Berikut pula untuk
penemuan kasus TBC (skor 4) karena masyarakat belum mengetahui gejala-gejala
awal penyakit TBC. Untuk pemeriksaan IVA, kami beri skor 3 karena sebenarnya
masyarakat perempuan sudah mengerti bahwa mereka harus memeriksakan dirinya
secara berkala.

22
5. Nilai SB (social benefit) adalah keuntungan sosial karena selesainya masalah. Dalam
hal ini, dengan adanya deteksi dini penyakit tidak menular (PTM) serta penemuan
awal kasus TBC, maka akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan juga
keluarganya karena apabila ada salah satu warga yang ternyata memiliki penyakit
tidak menular (PTM) maka akan meningkatkan rasa mawas diri bagi sekitarnya juga
bahwa mereka pun bisa mengalami hal yang sama (skor 4). Peningkatan cakupan IVA
dalam hal ini hanya akan memberikan keuntungan sosial bagi individu tersebut (skor
3).
6. Nilai PB (public concern) adalah kepedulian masyarakat terkait hal-hal masalah.
Dalam hal ini masalah yang paling dianggap penting akan diberi skor 5, yaitu
terhadap penyakit tidak menular (PTM) serta kanker serviks (komplikasi dari IVA).
Masyarakat belum merasa penyakit TBC merupakan penyakit yang berbahaya,
sehingga diberi skor 3.
7. Nilai PC (political climate) adalah adanya dasar politik tertentu dalam bentuk
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait masalah. Dalam hal ini, semua
masalah kami beri skor 5 karena sudah diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi
DKI Jakarta Nomor 20 Tahun 2014 tentang Penyusunan, Penetapan, Penerapan, dan
Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (TBC), Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2015 mengenai Inspeksi
Visual Asam Asetat (IVA), serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 71 Tahun 2015 mengenai Penyakit Tidak Menular (PTM).
8. Nilai T (technical feasibility) adalah kelayakkan teknologi dimana apakah dengan
sarana dan teknologi yang ada saat ini, masalah dapat diselesaikan.

Skor 1 : Sangat tidak mudah dikerjakan


Skor 2 : Tidak mudah dikerjakan
Skor 3 : Mudah dikerjakan
Skor 4 : Lebih mudah dikerjakan
Skor 5 : Paling mudah dikerjakan

Dalam hal ini, pemeriksaan penyakit tidak menular (PTM) lebih mudah dikerjakan
karena alat pemeriksaan sudah tersedia (skor 4). Pemeriksaan IVA dan TBC lebih
sulit untuk dikerjakan karena perlu kemampuan dan pelatihan lebih lanjut untuk
melakukannya (skor 2).

23
9. Nilai R (resources availability) adalah penilaian sumber daya yang diperlukan sudah
tersedia atau tidak tanpa mempedulikan apakah sudah benar-benar dimanfaatkan
secara riil atau tidak.

Skor 1 : Sumber daya tidak ada


Skor 2 : Sumber daya terbatas
Skor 3 : Sumber daya cukup
Skor 4 : Sumber daya lebih
Skor 5 : Sumber daya sangat lebih

Dalam hal ini, pemeriksaan IVA dan TBC memerlukan sumber daya lebih seperti
contoh bidan dan petugas laboratorium, sehingga diberi skor 2, sementara untuk
pemeriksaan penyakit tidak menular (PTM) dapat mempergunakan bantuan dari pada
kader-kader kesehatan dari setiap RW sehingga diberi skor 3.

Berdasarkan perhitungan, diperoleh bahwa permasalahan cakupan skrining Penyakit Tidak


Menular adalah yang menjadi prioritas masalah utama yang harus diselesaikan. Dengan
adanya sumber daya yang cukup pada masalah deteksi dini penyakit tidak menular (PTM)
dan melihat pentingnya masalah ini untuk diselesaikan, maka kami memilih tema besar ini
sebagai tema mini project kami.

3.3. Analisis Penyebab Masalah


Setelah menentukan prioritas masalah, maka disimpulkan bahwa masalah yang patut
diselesaikan adalah mengenai cakupan skrining kesehatan penyakit tidak menular pada
masyarakat usia 15-59 tahun. Untuk itu, kami melakukan analisis penyebab masalah
menggunakan diagram tulang ikan sebelum dimasukkan ke dalam matriks perhitungan.

24
PLANNING ENVIRONMENT
INPUT 1. Tidak ada jadwal rutin tetap 1. Kesadaran masyarakat pada
ORGANIZING
untuk pelaksanaan Posbindu rentang usia 15-59 tahun
Man 1. Belum adanya
keliling mengenai Penyakit Tidak
1. Tidak semua kader terbiasa pembentukan organisasi
2. Belum adanya Peraturan Menular (PTM) masih kurang
dalam melaksanakan kegiatan kader Posbindu PTM
Gubernur DKI Jakarta 2. Belum semua RW di
Posbindu mengenai Posbindu PTM Kelurahan Lagoa memiliki
2. Kurangnya SDM yang mau Pos Pembinaan Terpadu
membantu terlaksananya (Posbindu)
posbindu
Material
1. Kurangnya tempat pelaksanaan
untuk program Posbindu
keliling Cakupan Skrining Penyakit Tidak
Money Menular di Puskesmas Kelurahan
1. Tidak ada peraturan yang Lagoa belum mencapai target
mengatur mengenai pendanaan
Posbindu
Market
1. Kurangnya pengetahuan
masyarakat usia 15-59 tahun
terhadap pentingnya skrining
PTM
2. Jadwal pelaksanaan Posbindu CONTROLLING
bersamaan dengan waktu ACTUATING
1. Belum adanya pengawasan
sekolah / kerja usia 15-59 1. Tidak semua RW sudah
berjalannya program
tahun membentuk Posbindu
Posbindu PTM
Method PTM
2. Evaluasi oleh kepala
1. Hanya terdapat Posbindu program dan petugas terkait

Gambar 4. Diagram Tulang Ikan

25
Tabel 4. Matriks Prioritas Masalah

No. Sumber Masalah I T R IxTxR


1 Tidak semua RW memiliki kader Posbindu 3 2 2 12
karena tidak semua kepala RT/RW setuju
mengenai pelaksanaan Posbindu
2 Tidak semua kader terbiasa dalam melaksanakan 3 2 2 12
kegiatan Posbindu
3 Fasilitas untuk melaksanakan Pobsindu (alat 4 3 2 24
pengukur gula darah)
3 Belum ada media penyuluhan mengenai PTM 3 3 2 18
4 Tidak ada peraturan yang mengatur mengenai 2 1 2 4
pendanaan Posbindu
5 Belum adanya landasan hukum (PERGUB DKI) 2 1 2 4
mengenai pelaksanaan Posbindu
6 Kesadaran masyarakat pada rentang usia 15-59 4 2 2 16
tahun mengenai Penyakit Tidak Menular (PTM)
masih kurang
7 Belum semua RW di Kelurahan Lagoa memiliki 5 4 4 80
Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu)
Keterangan:
C: importance
T: technical feasibility
R: resource availability

Penjelasan untuk masing-masing sumber masalah dalam matriks (Tabel 4) adalah sebagai
berikut:

1. Nilai I (importance) adalah mengenai seberapa penting penyebab tersebut dan


kontribusinya terhadap masalah.

Skor 1: Sangat tidak penting


Skor 2: Tidak penting
Skor 3: Penting
Skor 4: Lebih penting

26
Skor 5: Paling penting

Karena Posbindu PTM memiliki cakupan yang luas, terutama di area kelurahan
Lagoa, maka sangat penting untuk memiliki Posbindu pada setiap RW di area
kelurahan Lagoa (skor 5), yang diikuti dengan pentingnya memiliki fasilitas
kesehatan untuk memeriksa tekanan darah dan gula darah serta kesadaran masyarakat
mengenai PTM (skor 4). Selain itu, kesadaran masyarakat mengenai PTM juga harus
ditingkatkan untuk meningkatkan antusiasme warga usia produktif untuk datang
berkunjung ke Posbindu setiap bulan (skor 4).

2. Nilai T (technical feasibility) adalah kemampuan teknologi atau sumber daya yang
ada saat ini untuk menyelesaikan masalah yang ada.

Skor 1: Sumber daya tidak ada


Skor 2: Sumber daya terbatas
Skor 3: Sumber daya cukup
Skor 4: Sumber daya lebih
Skor 5: Sumber daya sangat lebih

Sesuai dengan kemampuan teknologi atau sumber daya yang ada untuk
menyelesaikan masalah, skor 3 diberikan kepada pengadaan fasilitas, media
penyuluhan mengenai PTM, serta pembuatan Posbindu pada setiap RW, yaitu sumber
daya cukup.

3. Nilai R (resource availibility) adalah ketersediaan uang, waktu, serta sumber daya
manusia.

Skor 1 : Sumber daya tidak ada


Skor 2 : Sumber daya terbatas
Skor 3 : Sumber daya cukup
Skor 4 : Sumber daya lebih
Skor 5 : Sumber daya sangat lebih

27
Berdasarkan ketersediaan uang, waktu, serta sumber daya, maka skor 4 ada pada
ketersediaan Posbindu pada setiap RW yang dapat ditingkatkan dengan jumlah kader
yang ada pada masing-masing RW tersebut.

Berdasarkan perhitungan matriks prioritas sumber masalah, belum terbentuknya Posbindu


PTM di seluruh kelurahan Lagoa menjadi prioritas utama masalah kami.

3.4. Pemecahan Masalah

Tabel 5. Tabel Pemecahan Masalah

No. Alternatif Pemecahan Masalah Efektivitas Efisiensi Prioritas


M I V C 𝑴𝒙𝑰𝒙𝑽
𝑪
1 Penyelenggaraan Posbindu Keliling 4 4 5 5 16
2 Pelaksanaan Posbindu rutin setiap 3 3 2 3 6
bulan
3 Menyediakan alat untuk memeriksa 4 2 2 1 16
gula darah dengan cara bekerja sama
dengan CSR atau bantuan dari
Puskesmas Kecamatan
4 Memberi edukasi dan sosialisasi 4 4 2 3 10.6
kepada warga mengenai Posbindu
5 Melakukan sosialisasi kepada 4 4 1 1 16
ketua/pengurus RW mengenai
pentingnya pembentukan Posbindu
Keterangan:
Magnitude (M) : besarnya masalah yang dapat diselesaikan
Importance (I) : pentingnya masalah
Vulnerability (V) : kecepatan jalan keluar dalam menyelesaikan masalah
Cost (C) : besarnya biaya yang diperlukan

1. Nilai Magnitude (besarnya masalah yang dapat diselesaikan).


Skor 1 : Sangat tidak mudah diselesaikan

28
Skor 2 : Tidak mudah diselesaikan
Skor 3 : Mudah diselesaikan
Skor 4 : Lebih mudah diselesaikan
Skor 5 : Paling mudah diselesaikan

Berdasarkan besarnya masalah yang dapat diselesaikan, pelaksanaan Posbindu rutin


tiap bulan diberi skor 3 karena lebih sulit dikerjakan dibandingkan Posbindu Keliling,
memberi motivasi kepada kader, penyediaan alat pemeriksaan gula darah, serta
sosialisasi kepada masyarakat dan ketua/pengurus RW mengenai Posbindu PTM (skor
4).

2. Nilai Importance (seberapa penting hal ini dapat bertahan sebagai penyelesaian
masalah).
Skor 1 : Sangat tidak penting
Skor 2 : Tidak penting
Skor 3 : Penting
Skor 4 : Lebih penting
Skor 5 : Paling penting

Pada poin ini, penyelenggaraan Posbindu Keliling serta sosialisasi kepada


ketua/pengurus RW serta masyarakat diberi nilai 4 karena lebih penting dan dapat
menjadi salah satu cara meningkatkan cakupan PTM. Memberi motivasi kepada kader
untuk melakukan Posbindu diluar jam kerja diberi skor 3 karena hal ini juga penting
untuk mencakup warga usia reproduktif yang mungkin sedang bekerja/beraktivitas
saat dilaksanakan Posbindu atau Posbindu Keliling pada hari kerja.

3. Nilai Vulnerability (kecepatan jalan keluar mengatasi masalah)


Skor 1 : Sangat tidak cepat dalam menyelesaikan masalah
Skor 2 : Tidak cepat dalam menyelesaikan masalah
Skor 3 : Cepat dalam menyelesaikan masalah
Skor 4 : Lebih cepat dalam menyelesaikan masalah
Skor 5 : Paling cepat dalam menyelesaikan masalah

29
Penyelenggaraan Posbindu Keliling dengan dukungan ketua/pengurus RW diberi skor
5 karena dirasa lebih efektif untuk mencapai target cakupan PTM setiap bulan pada
setiap RW, terutama pada RW yang terdiri dari lebih dari 5 RT. Tetapi, sosialisasi
kepada warga juga dapat menyelesaikan masalah walau belum tentu secepat
pemecahan masalah yang lain (skor 2).

4. Cost
Biaya akan dikategorikan dalam rentang penilaian obyektif sebagai berikut:
 Rp 0 sampai Rp 50.000,00 mendapat skor 1
 Rp 50.001,00 sampai Rp 100.000,00 mendapat skor 2
 Rp 100.001,00 sampai Rp 500.000,00 mendapat skor 3
 Rp 500.001,00 sampai Rp 1.000.000,00 mendapat skor 4
 Lebih dari Rp 1.000.000,00 mendapat skor 5

Penyelenggaraan Posbindu Keliling diberi skor 5 karena membutuhkan biaya yang


besar dalam pelaksanaannya, karena dibutuhkan stik gula darah yang banyak untuk
melakukan hal tersebut. Pelaksanaan Posbindu rutin setiap bulan diberi skor 3.
Penyediaan alat diberi skor 1 karena sudah tersedia dari Puskesmas Kecamatan atau
dengan bekerja sama dengan CSR. Memberi motivasi kepada kader serta
ketua/pengurus RW diberi skor 1 karena tidak membutuhkan biaya. Memberi
sosialisasi kepada warga diberi skor 3 karena membutuhkan media penyuluhan seperti
poster, flyer, atau leaflet mengenai Posbindu PTM.

Berdasarkan matriks pemecahan masalah, kami memutuskan untuk melaksanakan tiga solusi,
yaitu sosialisasi kepada ketua/pengurus RW mengenai pentingnya Posbindu PTM, bekerja
sama dengan Puskesmas Kecamatan untuk penggunaan stik gula darah, serta pembentukan
Posbindu Keliling pada masing-masing RW binaan.

3.5. Rencana Solusi


Fokus utama solusi akan dilaksanakan di 18 RW yang berbeda di Kelurahan Lagoa.
Setiap dokter internsip bertanggung jawab pada 2-3 RW, yaitu di RW 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,
10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17 dan 18. Pembagian setiap RW adalah sebagai berikut:

30
Tabel 6. Daftar PJ per RW

RW Penanggung Jawab
01 dr. Gazade Garcia
02 dr. Tarathya Bunga
03 dr. Kalyla Permata
04 dr. Randy Arnold
05 dr. Kaisa Lana
06 dr. Tarathya Bunga
07 dr. Stifany Chandra
08 dr. Cleine Michaela
09 dr. Gazade Garcia
10 dr. Cleine Michaela
11 dr. Kaisa Lana
12 dr. Stifany Chandra
13 dr. Gazade Garcia
14 dr. Randy Arnold
15 dr. Kaisa Lana
16 dr. Tarathya Bunga
17 dr. Kalyla Permata
18 dr. Randy Arnold

3.6. Rencana Evaluasi Program Posbindu Keliling


Evaluasi program Posbindu Keliling untuk kelurahan Lagoa akan dilakukan pada
bulan Desember 2018 menggunakan Daftar Tilik Pelaksanaan Posbindu PTM dari Puskesmas
Sandai Kabupaten Ketapang serta penghitungan peserta Posbindu Keliling pada setiap RW di
kelurahan Lagoa dari November – Desember 2018.

3.7. Linimasa Pelaksanaan Kegiatan

No. Kegiatan Bulan


Oktober November Desember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Menentukan tema mini project

31
2 Menghubungi para ketua RW
binaan untuk meminta izin dan
melanjutkan pelaksanaan
Posbindu dan evaluasi Posbindu
setiap RW binaan
3 Membuat jadwal bertemu
dengan kepala RW setiap RW
binaan dan kepala sekolah setiap
sekolah
4. Membuat jadwal pelaksanaan
kegiatan evaluasi Posbindu
Keliling pada setiap RW binaan
dan setiap sekolah sekitar
Kelurahan Lagoa
5. Pelaksanaan kegiatan Posbindu
Keliling di setiap RW binaan
6. Pelaksanaan kegiatan Posbindu
Keliling di Sekolah sekitar
Kelurahan Lagoa
7. Penyusunan laporan mini
project

32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut merupakan jadwal dan pelaksanaan Posbindu Keliling Sekolah:

Tabel 7. Jadwal Posbindu Keliling Sekolah

Sekolah Jadwal Pelaksanaan Alasan Pemindahan


Posbindu Jadwal
SMP Tanjung Priok Senin, 15 Oktober 2018
SMA AL Khairiah Rabu, 28 November 2018
SMK Tanjung Priok 1 Kamis, 29 November 2018
SMP AL Khairiah Senin, 3 Desember 2018
MA AL Khairiah Senin, 3 Desember 2018
SMK AL Khairiah Kamis, 13 Desember 2018 Adanya Class Meeting

Tabel 8. Jadwal Posbindu Keliling

RW Jadwal Perencanaan Jadwal Pelaksanaan Alasan Pemindahan


Posbindu Posbindu Jadwal
01 Selasa, 18 Desember 2018 Selasa, 18 Desember 2018
02 Rabu, 19 Desember 2018 Rabu, 19 Desember 2018
03 Rabu, 12 Desember 2018 Rabu, 12 Desember 2018
04 Senin, 17 Desember 2018 Senin, 17 Desember 2018
05 Kamis, 20 Desember 2018 Kamis, 20 Desember 2018
06 Kamis, 20 Desember 2018 Kamis, 20 Desember 2018
07 Rabu, 26 Desember 2018 Rabu, 26 Desember 2018
08 Kamis, 6 Desember 2018 Kamis, 6 Desember 2018

33
09 Kamis, 13 Desember 2018 Kamis, 13 Desember 2018
10 Kader berhalangan
11 Rabu, 5 Desember 2018 Rabu, 5 Desember 2018
12 Selasa, 18 Desember 2018 Selasa, 18 Desember 2018
13 Senin, 3 Desember 2018 Senin, 3 Desember 2018
14 Rabu, 12 Desember 2018 Rabu, 12 Desember 2018
15 Jumat, 7 Desember 2018 Jumat, 7 Desember 2018
16 Senin, 10 Desember 2018 Senin, 10 Desember 2018
17 Senin, 10 Desember 2018 Senin, 10 Desember 2018
18 Kader berhalangan

Berikut tabel rincian hasil Posbindu Keliling:


Tabel 9. Rekapan Hasil Posbindu Keliling

RW Pencapaian Target sesuai SPM


01 378 374

02 550 398

03 455 419

04 161 377

05 332 276

06 11 457

07 511 457

08 415 406

09 15 296

10 9 272

11 353 334

12 362 212

13 166 155

34
14 17 212

15 175 299

16 165 281

17 5 204

18 175 161

TOTAL 4255 4200

Target SPM tahun 2018 adalah 100% masyarakat Lagoa usia produktif (15-59 tahun) yang
melakukan skrining PTM, yaitu 48.132 masyarakat. Namun, dari periode Januari hingga
Agustus 2018, hanya 1.597 masyarakat Lagoa yang melakukan skrining PTM. Dengan
demikian, pada periode September 2018 – Desember 2018, terdapat 46.535 masyarakat atau
11.633 masyarakat per bulan yang melakukan skrining PTM.

Setelah dilakukan Posbindu Keliling pada 12 RW binaan, cakupan skrining usia 15-59 tahun
belum mencapai target untuk mengejar SPM, yaitu 4.255 masyarakat dari 11.633 masyarakat
yang seharusnya melakukan skrining PTM (36%).

Namun, apabila dibandingkan sebelum pelaksanaan Posbindu Keliling (200 masyarakat per
bulan) dan setelah pelaksanaan Posbindu Keliling (5582 masyarakat per bulan), maka
terdapat kenaikan sebesar 2700% dalam total cakupan masyarakat yang melakukan skrining
PTM tiap bulan.

Terdapat delapan RW yang tidak mencapai target SPM bulanan, yaitu RW 04, 06, 09, 10, 14,
15, 16, dan 17. Pada RW selain 15 dan 16 belum mencapai target karena kami
mengutamakan Posbindu Keliling di RW binaan.

35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Cakupan skrining usia 15-59 tahun pada kelurahan Lagoa masih rendah yang
disebabkan dengan belum adanya posbindu PTM di setiap RW. Oleh karena itu, kami
berupaya meningkatkan cakupan skrining tersebut dengan melakukan sosialisasi lebih lanjut
kepada ketua/pengurus RW serta mengadakan Posbindu Keliling pada setiap RW. Dengan
sosialisasi yang telah kami lakukan, pada RW binaan telah setuju untuk dilakukan Posbindu
Keliling. Setelah dilakukan Posbindu Keliling, cakupan skrining usia 15-59 tahun belum
mencapai target untuk mengejar SPM yaitu 4255 dari target 11.633. Namun demikian,
terdapat kenaikan sebesar 2700% dalam total cakupan masyarakat yang melakukan skrining
PTM tiap bulan dengan adanya Posbindu Keliling. Terdapat dua RW binaan yang belum
mencapai target SPM PTM per bulan, yaitu RW 15 dan 16.

5.2. Saran
Saran yang kami berikan adalah untuk memberikan motivasi kepada kader untuk
melakukan Posbindu Keliling setiap bulan serta melakukan Posbindu Keliling pada
masyarakat di tempat kerja dan sekolah, karena target sasaran Posbindu PTM adalah usia 15-
59 tahun, dimana sebagian warga pada usia reproduktif beraktivitas seperti contohnya
bersekolah dan bekerja. Sosialisasi kepada warga mengenai pentingnya skrining PTM juga
perlu dilakukan karena masih ada warga yang tidak mengerti mengenai PTM. Selain itu,
disarankan untuk membentuk Posbindu Keliling pada RW yang belum dibina. Pada warga
yang memiliki hasil pemeriksaan yang tinggi (seperti contoh gula darah atau tekanan darah),
maka dapat diberi sebuah formulir hasil pemeriksaan yang dapat dibawa oleh warga untuk
berobat dan diperiksa lebih lanjut di Puskesmas.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organizarion. Noncommunicable Diseases Progress Monitor. 2017


2. Benziger CP, Roth GA, Moran AE. The Global Burden Of Disease Study And The
Preventable Burden Of NCD. Glob Heart [Internet]. 2016;11(4):393–7. Available
From: Http://Dx.Doi.Org/10.1016/J.Gheart.2016.10.024
3. Kementerian Kesehatan Pusat Data Dan Informasi. Gambaran Penyakit Tidak
Menular Di Rumah Sakit Di Indonesia Tahun 2009 Dan 2010. 2012.
4. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Umum: Pos Pembinaan Terpadu Penyakit
Tidak Menular. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2014.
5. Kementerian Kesehatan RI. Buku Pintar Posbindu PTM: Penyelenggaraan Posbindu
PTM. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2014.

37
Lampiran 1
PELAKSANAAN POSBINDU
(POS PEMBINAAN TERPADU) PTM
No. :
Dokumen
DAFTA
No. Revisi :
R
Tanggal :
TILIK
Terbit
Halaman :
PUSKESMAS HASAN BASRI, SKM
SANDAI NIP.19680311 198903 1 011

Unit :
Nama Petugas :
Tgl. Pelaksanaan :
No. Langkah Kegiatan Ya Tidak
Injeksi :
1. Apakah Sebelum buka Posyandu, kader melakukan
persiapan penyelenggaran Posbindu PTM dengan
menyebarluaskan melalui pertemuan warga atau
surat edaran
2. Apakah petugas menyiapkan alat dan bahan (alat
timbang, tinggi badan, KMS, alat peraga, sound
system, dll)

3. Apakah petugas Mendaftarkan peserta posyandu


yang datang

4. Apakah petugas melakukan wawancara terarah?

5. Apakah petugas melakukan Pengukuran TB, BB, IMT,


lingkar perut, dan analisa lemak tubuh
?

6. Apakah petugas pengukuran tekanan darah, gula,


asam urat, kholesterol total, pemeriksaan klinis
payudara, uji fungsi paru sederhana, IVA.?

7. Apakah petugas mengadakan Konseling, edukasi dan


tindak lanjut lainnya
8. Apakah petugas mengevaluasi pelaksanaan
Posbindu PTM hari itu dengan melakukan pencatatan
SIP?

9. Apakah Petugas Kader merencanakan tindak lanjut


hasil Posbindu PTM hari itu?

Jumlah

38
Compliance rate (CR

Sandai,
Pelaksana/ Auditor

.................……………....
NIP: …………………....................

RW Faktor yang mendukung terlaksananya Faktor yang menghambat terlaksananya


Posbindu Keliling Posbindu Keliling
1 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Hanya beberapa kader yang mampu
oleh Puskesmas Kecamatan melakukan pemeriksaan gula darah
2. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu 2. Sebagian warga usia reproduktif sedang
Keliling oleh kader kepada warga bekerja/ bersekolah pada hari Posbindu
3. Kehadiran dan antusiasme kader setiap Keliling
Posbindu Keliling
2 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada hari Posbindu
2. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu Keliling
Keliling oleh kader kepada warga 2. Kekhawatiran warga terhadap pemeriksaan
3. Kehadiran dan antusiasme kader setiap gula darah
Posbindu Keliling
3 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada hari Posbindu
2. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu Keliling
Keliling oleh kader kepada warga 2. Kekhawatiran warga terhadap
3. Kehadiran dan antusiasme kader setiap pemeriksaan gula darah
Posbindu Keliling 3. Kurangnya kepedulian warga terhadap
PTM
4. Masih ada warga yang malas untuk pergi
ke tempat Posbindu Keliling

39
4
5 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada hari Posbindu
2. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu Keliling
Keliling oleh kader kepada warga 2. Belum adanya alat pengukur tekanan darah
3. Kehadiran dan antusiasme kader setiap sehingga harus meminjam dari Puskesmas
Posbindu Keliling
6
7 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada hari Posbindu
2. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu Keliling
Keliling oleh kader kepada warga
3. Kehadiran dan antusiasme kader setiap
Posbindu Keliling
8 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada hari dilaksanakannya
2. Kehadiran dan antusiasme kader setiap Posbindu Keliling
Posbindu Keliling 2. Sosialisasi ke warga masih kurang karena
sebagian besar kader RW 08 berusia lanjut
sehingga kurang produktif
9
10
11 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada hari dilaksanakannya
2. Kader hadir dan antusias setiap adanya Posbindu Keliling
Posbindu Keliling 2. Kader masih belum terbiasa dengan
3. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu Posbindu Keliling karena baru terbentuk
Keliling oleh kader kepada warga kader untuk Posbindu Keliling
4. Posisi Posbindu Keliling strategis
12 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Tidak dapat dilaksanakan rutin karena
disediakan oleh Puskesmas Kecamatan sudah ada Posbindu rutin setiap bulan serta
2. Kader hadir dan antusias setiap adanya kader memiliki kesibukan tersendiri sehingga
Posbindu Keliling hari untuk melakukan Posbindu Keliling
3. Posbindu rutin dijalankan setiap bulan yang menjadi terbatas.
dilangsungkan bersamaan dengan Posyandu 2. Sebagian warga usia reproduktif sedang
Lansia bekerja/bersekolah pada hari dilaksanakannya

40
4. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu Posbindu Keliling
Keliling oleh kader kepada warga
13 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
disediakan oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada hari dilaksanakannya
2. Kader hadir dan antusias setiap adanya Posbindu Keliling
Posbindu Keliling
3. Posbindu rutin dijalankan setiap bulan yang
diadakan bersamaan dengan Posyandu Lansia
4. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu
Keliling oleh kader kepada warga
15 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
disediakan oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada saat Posbindu
2. Kader hadir dan antusias setiap adanya Keliling
Posbindu Keliling 2. Kader memiliki kesibukan tersendiri
3. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu sehingga sulit apabila harus menjalankan
Keliling oleh kader kepada warga Posbindu Keliling setiap 2 minggu sekali,
hanya mampu setiap 1 bulan sekali yang
dilaksanakan bersamaan dengan Posyandu
Lansia.
16 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
disediakan oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada saat Posbindu
2. Kader hadir dan antusias setiap adanya Keliling
Posbindu Keliling 2. Kurangnya minat warga usia produktif
3. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu untuk datang ke Posbindu Keliling
Keliling oleh kader kepada warga 3. Warga menolak untuk diperiksa gula darah
karena takut dengan jarum
17 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang
oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada hari Posbindu
2. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu Keliling
Keliling oleh kader kepada warga 2. Kekhawatiran warga terhadap
3. Kehadiran dan antusiasme kader setiap pemeriksaan gula darah
Posbindu Keliling 3. Kurangnya kepedulian warga terhadap
PTM
4. Masih ada warga yang malas untuk pergi
ke tempat Posbindu Keliling
18 1. Penyediaan alat pemeriksaan gula darah 1. Sebagian warga usia reproduktif sedang

41
disediakan oleh Puskesmas Kecamatan bekerja/bersekolah pada hari dilaksanakannya
2. Kader hadir dan antusias setiap adanya Posbindu Keliling
Posbindu Keliling
3. Sosialisasi sebelum diadakan Posbindu
Keliling oleh kader kepada warga
4. Letak Posbindu Keliling mudah untuk
dikunjungi warga sekitar

42

You might also like