You are on page 1of 17

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan


1. Perngertian Kepemempinan
Kepemimpinan adalah kemampuan memberi inspirasi kepada orang lain
untuk bekerja sama sebagai suatu kelompok agar dapat mencapai suatu
tujuan umum (Rivai dan Vheitzhal, 2004). Pengertian kepemimpinan
menurut Arquis dan Huston sebagai suatu kegiatan yang dilakukan melalui
individu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan(Kuntoro, 2010) .

Nurmawilis (2008), mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan


kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi dan mengarahkan
sekelompok orang untuk mencapai tujuan. Berdasarkan defenisi di atas
dapat di ambil kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan proses
dimana seorang pemimpin mempengaruhi, memotivasi sekelompok orang
untuk mencapai tujuan organisasi.

2. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang
pemimpin dalam mempenaruhi perilaku orang lain. Dari dari gaya ini
dapat diambil manfaatnya untuk dipergunakan sebagai pemimpin dalam
memimpin bawahan atau para pengikutnya. Gaya kepemimpinan
merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorng pemimpin
pada sat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atua bawahan.

Pemimpin tidak dapat mengunakan gaya kepemimpinan yang sama dalam


memimpin bawahanya, namum harus disesuaikan dengan karakter-
karakter tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya. Pemimpin
yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinanya
terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipinpinnya,

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


8

mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana


caranya memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan
yang mereka miliki. Istilah sikap adalah cara yang dipergunakan
pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya (Thoho, 2001).

Gilles (1970), dalam Nursalam (2007) menyatakan gaya kepemimpinan


berdasarkan wewenang dan kekuasaan di bedakan menjadi 4yaitu: otoriter,
demokratis, partisipatif dan bebas tindak.
a. Autokratik
Gaya kepemimpinan otokratik merupakan gaya kepemimpinan
utamayang berorientasi pada tugas dengan menggunakan jabatan dan
kekuatanpribadinya untuk mencapai tujuan, semua yang menggunakan
gaya inibiasanya akan menentukan semua keputusan yang berkaitan
denganseluruh kegiatannya dan meminta seluruh anggotanya untuk
memenuhidan melaksanakannya (Kuntoro, 2010).

b. Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis merupakan kepemimpinan
yangmenghargai sifat dan kemampuan staf.Menggunakan pribadi dan
posisiuntuk mendorong munculnya ide dari staf serta memotivasi
kelompokuntuk menentukan tujuan sendiri (Soegoto, 2010).

c. Partisipatif
Gaya partisipatif adalah seorang pemimpin yang
menjalankankepemimpinannya secara konsultatif, ia tidak
mendeklarasikanwewenangnya untuk membuat keputusan akhir dan
untuk memberikanpengarahan tertentu pada stafnya. Pemimpin ini
akan serius mendengarkandan menilai pemikiran bawahannya dan
menerima sumbangan pemikiranmereka, sejauh pemikiran tersebut
bisa di praktikkan. Pemimpin ini jugamendorong kemampuan

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


9

pengambilan keputusan dari para staf/bawahan(Suarli dan Bahtiar,


2009)

d. Laisser Faire
Suyanto (2009) gaya kepemimpinan bebas tindak ialah pemimpinyang
hanya sebagai official, staf yang menentukan sendiri
kegiatankegiatanyang akan dilaksanakan tanpa pengarahan, supervisi
dankoordinasi, sehingga kendali yang dilakukan pimpinan sangat
minimaldan hanya bersifat laporan. Gaya kepemimpinan bebas tindak
(LaisserFaire ) merupakan gaya pemimpin yang melepaskan
sepenuhnya kendalidan memilih untuk menghindari tanggung jawab
dan melimpahkanseluruh pengambilan keputusan pada kelompok. Tipe
kepemimpinan inisangat sesuai diterapkan pada kelompok professional
yang memilikimotivasi yang sangattinggi, akan tetapi jarang skali tipe
ini dapatditerapkan dengan baik dalan dilingkungan perawatan
kesehatan karenagaya ini dapat menimbulkan kompleksitas dalam
lingkungan kerja (Perrydan Potter, 2005),

Kepemimpinan keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui


anggota
keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara baik .
Proses kepemimpinan keperawatan sejalan dengan proses kinerja
keperawatan sebagai satu metode pelaksanaan asuhan keperawatan
secara baik, sehingga diharapkan keduanya dapat saling mendukung.
Proses kepemimpinan sebagaimana keperawatan terdiri atas
pengumpulan data,
pengkajian, diagnose, perencanaan, Implementasi dan evaluasi hasil
(Nursalam, 2013).

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


10

Fungsi Kepemimpinan
Ada empat fungsi kepemimpinan yang utama yaitu :
a . Melakukan perencanaan suatu keputusan untuk masa yang akan
datang. Merupakan apa, siapa, kapan, dimana, berapa, dan
bagaimana yang akan dan harus dilakukan untuk mencapai tujuan
tertentu.
b . Melakukan organisasi adalah suatu aktifitas dari tata hubungan
kerja yang teratur dan sistematis untuk mencapai tujuan tertentu.
c . Melakukan kegiatan untuk mempengaruhi orang lain agar mau dan
suka bekerja dalam rangka menyelesaikan tugas, demi
tercapainya tujuan bersama.
d. Pengawasan adalah suatu proses untuk mengetahui apakah
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana, pedoman, ketentuan,
kebijakan, tujuan dan sasaran yang sudah ditentukan sebelumnya
(Suarli dan Bahtiar, 2009). Kepemimpinan keperawatan
mempunyai fungsi yang sejalan dengan fungsi kinerja secara
umum yaitu pengorganisasian, perencanaan, kepemimpinan dan
pengawasan (Nursalam, 2013).

Faktor-faktor gaya kepemimpinan


Soyanto (2009) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
kepemimpinan yaitu:
a. Faktor kemampuan, pemimpin keperawatan sangat
berpengaruh terhadap proses kepemimpinan yang dijadikannya.
Kemampuan kepemimpian keperawatan yang efektif yaitu jujur,
terbuka, terus belajar, disiplin, intelegen.
b. Faktor pengetahuan, Seorang kepemimpin harus mengetahui sifat
bawahannya.
c. Faktor keterampilan, kepemimpinan harus terampil dalam
melakukan penjelasan terhadap perawat pelaksana dalam
melakukan tindakan asuhan keperawatan.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


11

d. Faktor motivasi, motivasi kerja adalah dorongan dan keinginan


sehingga perawat melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan dengan
baik demi mencapai tujuan yang di inginkan kepemimpinan.

Gaya kepemimpinan yang efektif atau baik adalah gaya


kepemimpinan situasinal sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja
bawahan (Thoha,2007). Sebagai pemimpin keperawatan harus
memiliki keterampilan sehingga efektif dalam mengelola pelayannan
dan asuhan keperawatan ( Suryanto2009).

B. Kinerja
1. Pengertian
Menurut Revai (2004), kinerja merupakan suatau fungsi motivasi dan
kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang
sepatutnya memiliki derajat kesedian dan tingkat tertentu.Kinerja
merupakan prilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi
kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan peranya dalam
perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting
dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya (Rivai, 2004)

Nursalam (2002) mengatakan bahwa perawat yang bertugas di pelayanan


(rumah sakit) baik pemerintah maupun swasta harus melaksakan standar
asuhan keperawatan yang ada di rumah sakit. Sedangkan pengukuran
kinerja mempunyai pengertian suatu proses penilaian tentang kemajuan
pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam pengeloan sumber daya
manusia untuk menghasilkan barang dan jasa, termasuk informasi atas
efisiensi serta efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan organisasi.
Kinerja setiap kegiatan dan individu merupakan pencapaian produktivitas
suatu hasil, di mana sumber dan pada lingkungan tertentu secara bersama
membawa hasil akhir yang di dasar kan mutu dan standar yang telah di
tetapkan (Moeheriono,2009 dalam Yanti,2013).

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


12

2. Faktor Yang Mempengaruhi Kerja


Tanjary (2009 dalam Nainggolan 2010) faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja perawat adalah karakteristik, motivasi, serta lingkungan kerja.
a. Karakreristik perawat meliputi umur, pendidikan, tingkat pengetahuan,
masa kerja serta status. Umur berpengaruh terhadap kinerja perawat
karena semakin berumur seseorang perawat memiliki tanggung jawab
moral dan loyal terhadap pekerjaan serta lebih terampil karena lama
berkerja menjadi perawat (Tanjary 2009 dalam Nainggolan 2010)
b. Pendidikan perawat berpengaruh terhadap kinerja perawat karena
semakin tinggi pendidikan yang di tempuh semakin banyak ilmu
pengetahuan serta ketampilan yang dimiliki oleh perawat sehingga
akan dapat membantu dalam meningkatkan kinerja (Tanjary 2009
dalam Nainggolan 2010). Perawat pelaksana yang berpendidikan D3
keperawatan memiliki kinerja yang lebih baik dari pada perawat
pelaksana berpendidikan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK).
c. Tingkat pengetahuan seorang perawat berpengaruh terhadap kinerja
karena semakin tinggi tingkat pengetahuan yang diperoleh perawat
akan dapat membantu perawat dalam menyelesaikan pekerjaannya
sehingga dapat meningkatkan (Tanjary 2009 dalam Nainggolan 2010)
d. Masa kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat karena semakin lama
masa kerja seorang perawat semakin banyak pengalaman yang
diperolehnya dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat
meningkatkan kinerjanya (Tanjary 2009 dalam Nainggolan 2010).
e. Status pekerjaan berpengaruh terhadap kinerja perawat karena semakin
tinggi jabatan yang diembannya maka semakin tinggi motivasi dalam
pekerjaannya sehingga akan dapat meningkatkan kinerja perawat
Tanjary 2009 dalam Nainggolan 2010)
f. Motivasi juga mempengaruhi kinerja seseorang. Motivasi seseorang.
Motivasi seseorang akan timbul apabila mereka diberi kesempatan
untuk mencoba cara baru dan mendapatumpun balik dari hasil yang
diberikan. Oleh karena itu penghargaan psikis dalam hal ini sangat

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


13

diperlukan agar seseorang merasa dihargai dan diperhatikan serta


dibimbing mana kala melakukan suatu kesalahan (Bactiar & Suarly,
2009 dalam Nainggolan 2010).

Suardi dan Bahtiar (2010), ada beberapa faktor yang mempengaruhi


kinerja, yaitu:
a. Faktor motivasi, fungsi manajer dalam meningkatkan kepuasan kerja
staf didasarkan pada faktor-faktor motivasi. Faktor yang
mempengaruhi motivasi meliputi: (1) keinginan akan adanya
peningkatan, (2) rasa percaya bahwa gaji yang didapatkan sudah
mencapai, (3) memiliki kemampuan pengetahuan, ketrampilan, dan
nilai- nilai yang diperluaskan, (4) adanya umpan balik, (5) adanya
kesempatan untuk mencoba pendekatan baru dalam melakukan
pekerjaan, (6) adanya instrument kinerja untuk promosi, kerja sama,
dan peningkatan penghasilan.
b. Lingkungan, faktor lingkungan meliputi: (1) komunikasi: penghargaan
terhadap usaha yang telah dilakukan, pengetahuan tentang kegiatan
organisasi, dan rasa percaya diri, (2) potensi pengembangan:
kesempatan untuk berkembang, meningkatkan karir, dan mendapatkan
promosi, dukungan untuk tumbuh dan berkembang, dan (3) kebijakan
individual, yaitu tindakan untuk mengakomodasi kebutuhan individu
seperti jadwal kerja, liburan, cuti sakit, serta pembiayaannya.

3. Kerja Perawat
Standards of Clinical Nursing Practice (Yanti, 2013) dapat digunakan
dalam pengembangan standar kinerja, yaitu sebagai berikut:
a. Asuhan keperawatan pasien, tujuan utama: melakukan fungsi-fungsi
primer perawat propesional (50% dari waktu kerja).
b. Manajemen personel keperawatan, tujuan utama: merencanakan
asuhan keperawatan pasien setiap hari (14% dari waktu kerja).

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


14

c. Manajemen personel keperawatan, tujuan utama: pengawasan kegiatan


tim (10% dari waktu kerja).
d. Manajemen peralatan dan bahan, tujuan utama: mengenali kebuutuhan-
kebutuhan, merencanakan dan mengajukan permintaan untuk peralatan
dan bahan baru dan pengganti untuk menajer perawat klinis (1% dari
waktu kerja).
e. Pelatihan, tujuan utama: mengidentifikasi kebutuhan perlatihan dari
setiap anggota tim dan merencanakan aktivitas untuk memenuhi
kebutuhan tersebut (5% dari waktu kerja).
f. Perencanaan perawatan pasien, tugas utama: tengkoordinasikan
sumber keperawatan esensial untuk memenuhi setiap kebutuhan total
dan tujuan pasien (5% dari waktu kerja).
g. Mengajari pasien, tugas utama: mengajari pasien untuk merawat
dirinya ssendiri setelah keluar dari rumah sakit (5% dari waktu kerja).
h. Evaluasi proses keperawatan, tujuan utama: menjalankan audit
terhadap asuhan keperawatan (3% dari waktu kerja).
i. Administrasi personal, tujuan utama: menyusun peringkat kinerja dari
anggota-anggota tim (2% dari waktu krja).
j. Pengembangan diri, tujuan utama: menjalankan program aktivitas
pendidikan berkelanjutan (5% dari waktu kerja).

4. Penilaian Kinerja Perawat


Swnaburg (2009), penilaian kinerjamerupakan alat yang paling dapat
dipercaya oleh menajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia
dan produktivitas (Nursalam, 2002).Penilaian kinerja merupakan suatu
komponen dari sistem manajemen kinerja yang digunakan organisasi
untuk memotivasi pekerja. Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk
memperbaiki kinerja (Huber, 2000)

IIyas (2001) penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian hasil karya
personil dalam suatu organisasi melalui instrumen kinerja dan pada

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


15

hakeketnya merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personal


dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Sejalan
dengan (Swnaburg 2000) yang menyatakan bahwa penilaian kinerja
merupakan proses control dimana kinerja pengawai dievaluasi berdasarkan
standar yang ada. Kinerja yang dinilai adalah kinerja dari pekerjaan dari
pekerjaan yang sedang terjadi atau nyata bukan yang belom terjadi
(Marquiz & Huston, 2000).

Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer
perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses
penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan
perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dengan
kualitas yang tinggi. Manajer perawat dapat menggunakan proses
penilaian kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih,
bimbingan perencanaan karir serta memberikan penghargaan personal.

Penilaian kinerja perawat adalah pengukuran efesiensi, kompetensi dan


efektivitas proses keperawatan dan aktivitas yang digunakan oleh perawat
dalam merawat klien guna untuk mempertahankan, memperbaiki dan
memotivasi tingkah laku perawat (Huber, 2000). Penilaian kinerja perawat
berguna untuk membantu kepuasan perawat dan untuk memperbaiki
pelaksanaan kerja mereka, memberitahukan perawat bahwa kerja mereka
kurang memuaskan serta mempromosikan jabatan, kenaikan gaji,
memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahan serta menentukan
pelatihan karyawan yang memerlukan bimbingan khusus. Banyak manfaat
yang dapat diambil dari penilaian kinerja yaitu sebagai berikut (Nursalam,
2002):
a. Meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individuatau secara
kelompok dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk
memenuhi kebutuhan aktualisasi dari dalam kerangka pencapaian
tujuan pelayanan rumah sakit.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


16

b. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan


meningkatkan hasil karya atau prestasi dengan cara memberiakan
umpan.

5. Alat Ukur
Berbagai macam alat ukur telah digunakan dalam penelitian
pelaksanakerja karyawan keperawatan.Agar lebih efektif, alat evaluasi
sebaiknya dirancang untuk mengurangi bias, meningkatkan objektivitas
serta menjamin keabsahan dan ketahanan. Objektivitas, yaitu kemampuan
untuk menghalikan diri sendiri secara emosional dari satu keadaan untuk
mempertimbangankan fakta tampa adanya penyimpangan oleh perasaan
pribadi (Nursalam,2002).

Keabsahan diartikan sebagai tingkatan alat mengukur pokok isi serta apa
yang harus diukur. Alat pengukur yang digunakan dalam menilai
pelaksanaan kerja dan tugas-tugas yang ada dalam diskripsi kerja dari
kepala perawat perlu di rinci satu demi satu dan dilaksanakan secara
akurat.

Jenis alat evaluasi pelaksanaan kerja perawat yang umum digunakan ada
lima yaitu: loporan bebas, pengurutan yang sederhana, checklist
pelaksanaan kerja, penilaian grafik, dan perbandingan pilihan yang di
buat-buat (Nursalam, 2002).

6. Standar Instrumen Penilaian Kerja Perawat dalam Melakukan


Asuhan Keperawatan Kepala Klien
Dalam menilai pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar
praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Standar asuhan keperawatan meliputi
5 (lima) tahap yaitu tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


17

implementasi dan evaluasi (PPNI, 2000 dalam Nursalam, 2002) yang


meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi,
evaluasi, Standar Asuhan Keperawatan tersebut secara rinci dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Standar I: Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulakan data tentang status kesehatan klien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan.
Kriteria dan kajian keperawatan meliputi : Pengumpulan data
dilakukan dengan cara anamneses, observasi, pemeriksaan fisik secara
dari pemeriksaan penunjang, sumber data adalah pasien, keluarga atau
orang terkait tim kesehatan, rekan medis dan cacatan. Data yang
dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasikan status biologis –
spikologis-spritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat
kesehatan yang optiman dan resiko tinggi masalah (Nursalam, 2002).

b. Standar II: Diagnosa Keperawatan


Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnose
keperawatan, Adapun kriteria proses : Proses diagnose terdiri dari
analisa, interprestasi data, identivikasi masalah pasien dan perumusan
diagnose keperawatan terdiri dari: masalah (P), penyebab (E), gejala
(S),atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE), Bekerjasama dengan
pasien dan petugas kesehatan lain untuk menvalidasi diagnose
keperawatan : Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnose
keperawatan berdasarkan data terbuka.

c. Standar III: Perencanaan Keperawatan


Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah dan meningkatkan kesehatan pasien (Nursalam, 2002).
Kriteria proses meliputi: Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas
masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan: Bekerjasama
dengan pasien dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


18

keperawatan: Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi


atau kebutuhan pasien: Mendokumentasikan rencana keperawatn
(Nursalam, 2002).

d. Standar IV: Implementasi


Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diindentivikasi
dalam rencana asuran keperawatan. Kriteria proses meliputi:
Bekerjasama dengan pasien dalam melaksanakan tindakan
keperawatan, kolaburasi dengan tim kesehatan lain, melakukan
tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan pasien, memberikan
pendidikan pada pasien dan keluarga mengenai konsep keterampilan
asuhan diri serta membantu pasien memodifikasi lingkungan
berdasarkan respon pasien (Nursalam, 2002).

e. Standar V: Evalusi Keperawatan


Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan
dalam mencapai dan merevisi data dasar dan perencanaan, adapun
criteria proses adalah: Menyusun perencanaan evaluasi hasil interpensi
secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan
data dasar dan respon dalam mengukur perkembangan kearah
pencapaian tujuan, bekerjasama dengan pasien, keluarga untuk
memodifikasikan rencana asuhan keperawatan, mendokumentasikan
hasil evaluasi. Dengan standar asuran keperawatan tersebut, maka
pelayanan keperawatan dapat menjadi lebih terarah.Standar adalah
peryataan deskriptif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan dan
kualitas struktur, proses atau hasil yang dapat dinilai. Standar
pelayanan yang diinginkan untuk mengevaluasi pelayanan
keperawatan yang telah diberikan pada pasien (Nursalam,2002).

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


19

7. Masalah Dalam Penilaian Pelaksanaan Kerja


Dalam penilaian pelaksanaan kerja perawat sering ditemukan berbagai
permasalahan antara lain (Gillies, 1996 dalam Nursalam, 2002)
a. Pengaruh halo effect
Pengaruh halo effect adalah tendensi untuk menilai pelaksaaan kerja
bawahanya terlalu terlalu tinggi karena salah satu alas an. Misalnya
pegawai yang dekat dengan penilai keluarga dekat akan mendapatkan
nilai yang tinggi dan sebaliknya pegawai yang sering menyatakan
pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat penilai akan mendapat
nilai yang terendah.
b. Pengaruh horn
Pengaruah horn adalah kecenderungan untuk menilai pegawai lebih
rendah dari pelaksaaan kerja yang sebenarnya karena alasan-alasan
terbentuk. Seorang pegawai yang pelaksanaan kerja diatas tingkat rata-
rata sepanjang tahun sebelumnya namun dalam beberapa hari penilaian
pelaksaan kerja melakukan terhadap perawatan atau supervise,
cenderung dapat dinilai yang lebih rendah dibandingkan penilaian
sebenarnya.

C. Menajemen Keperawatan
1. Pengertian
Menajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif, karena
menajemen adalah pengguna waktu yang efektif, keberhasilan rencana
keperawatan manager klinis, yang mempunyai teori atau sistematik dari
prinsip dan metode yang berkaitan pada instusi yang benar dan organisasi
keperawatan didalamnya, termasuk setiap unit.Teori ini meliputi
pengetahuan tentang misi dan tujuan dengan instusi tetapi dapat
memerlukan pengembangan atau perbaikan termasuk misi atau tujuan
devisi keperawatan. Dari peryataan, pengertian yang jelas perawat
manager mengembangkan tujuan yang jelas dan realistis untuk pelayanan
keperawatan (Swanburg,2000).

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


20

Menurut Swanburg (2000), keterampilan menejemen dapat dikalsifikasi


dalam tiga tingkatan yaitu : 1) Keterampilan intelektual, yang meliputi
kemampuan atau penguasaan teori, keterampilan berpikir. 2) Keterampilan
teknikal meliputi : Metode, prosedur atau teknik. 3) Keterampilan
interpesional, meliputi kemampuan.

2. Peran Kepala Ruangan


Adapun tanggung jawab kepala ruangan menurut Gillies (1994) adalah
paran kepala ruangan harus lebih peka terhadap anggaran rumah sakit dan
kualiatas pelayanan keperawatan, bertanggung jawab terhadap hasil dari
pelayanan keperawatan yang berkwalitas, dan menghindari terjadinya
kebosanan keperawatan serta menghindari kemungkinan terjadinya saling
melempar kesalahan.

Kepala ruangan disebuah ruangan keperawatan, perlu melakukan kegiatan


koordinasi kegiatan unit yang menjadi tanggung jawabnya dan melakukan
kegiatan evaluasi kegiatanpenampialan kerja staf dalam upaya
mempertahankan kualitas pelayanan pemberian asuhan
keperawatan.Berbagai metode pemberian asuhan keperawatan dapat
dipilih disesuaikan dengan kondisi dan jumlah pasien, dan kategori
pendidikan serta pengalaman staf di unit yang bersangkutan.

3. Fungsi Kepala Ruangan


Adapun fungsi kepala ruangan menurut Marquis dan Houston (2000)
sebagai berikut:

a. Perencanaan
Dimulai dengan penerapan filosofi, tujuan,sasaran, kebijaksanaan, dan
peraturan – peraturan, membuat perencanaan jangka panjang dan
jangka pendek untuk mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi,

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


21

menetapkan biaya – biaya untuk setiap kegiatan serta merencanakan


dan pengelolaan rencana perubahan.

b. Pengorganisasian
Meliputi pembentukan struktur untuk melaksanakan perencanaan,
menetapkan metode pemberian asuhan keperawatan kepada pasien
yang paling tepat, mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuan
unit, serta melakukan peran dan fungsi dalam organisasi dan
menggunakan power serta wewenang dengan tepat.

c. Ketenagaan
Dimulai dari rekrutmen, interview, mencari, orientasi dari staf baru,
penjadwalan, pengenbangan staf, dan sosialisasi staf.

d. Pengarahan
Mencangkup tanggung jawab dalam mengelolah sumber daya manusia
seperti motivasi untuk semangat, manajemen konflik, pendelegasian,
komunikasi dan memfasilitasi kolaborasi.

e. Pengawasan
Meliputi penampilan kerja, pengawasan umum, pengawasan etika,
aspek legal, dan pengawasan profesional. Seorang menejer dalam
mengerjakan kelima fungsinya tersebut sehari-hari akan bergerak
dalam berbagai bidang penjualan, pembelian, produksi, personalia dan
lain lain.

D. Penelitian Terkait
Pada penelitian terkait iniyang dilakukan oleh Nurjanah (2008) bahwa gaya
kepemimpinan berpengaruh signifikan dengan kinerja karyawan. Penelitian
yang samajuga yang dilakukan oleh Hilda (2013) dengan judul penelitiaanya
hubungan gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan imbalah dengan

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


22

kepuasan kerja dan kinerja perawatan pelaksanan. Hasil penelitian ada


hubungan sikap kepemimpinan dengan kinrja perawat pelaksanan (CR=2,339,
p=0,034). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sarih (2009) dengan judul
hubungan budaya organisi dan sikap kepemimpinan dengan kinerja perawat
menggunakan desain deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional
terhadap 143 perawat, Gaya kepemimpinan kepala ruangan berorientasi tinggi
53,1% dan perawat berkinerja baik 53,8%.

Penelitian Azaare dan Gross (2011), The nature of leadership style in nursing
management. Tujuan penelitian adalah untuk mengeksplorasi (mengkaji) sifat
kepemimpinan yang digunakan oleh perawat manager, dan untuk
mengembangkan resepsi perawat tentang sifat kepemimpinan kepala
ruangan.Hasil penelitian mengatakan bahwa sifat kepemimpinan manager
mempengaruhi motivasi perawat dalam memberikan layanan keperawatan
kepada pasien.

Hal yang sama diperoleh dari penelitian Susanti (2013), yang berjudul
pengaruh sifat kepemimpinan kepala ruangan dengan kinerja perawat di
RS.UD Bengkalis mengatakan bahwa ada pengaruh signifikat antara sikap
kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana. Dalam
melakukan asuan keperawatan dengan nilai (p value=0,036).

E. Kerangka Konsep
Skema 2.1
Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gaya Kepemimpinan Kinerja Perawat


Kepala Ruangan Pelaksana

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


23

F. Hipotesa
Ha : Ada hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Dengan Kinerja
Perawat Pelaksana Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Umum Sari
Mutiara Medan Tahun 2016.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

You might also like