Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Azora Khairani Kartika, S.Ked. 04054821820119
Pembimbing:
dr. Ali Hanafiah, Sp.B.
Laporan Kasus
Peripheral Arterial Disease (PAD)
Oleh:
Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Bedah RSUD Dr. H. M. Rabain Muara Enim
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 17 September – 25 November
2018.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Peripheral Arterial Disease (PAD)”.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Ilmu Bedah di RSUD dr. H. M. Rabain Muara Enim.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Ali
Hanafiah, Sp.B., atas bimbingan yang telah diberikan.
Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis
memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan tulisan ini.
Sebagai penutup, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
penulis pada khususnya, serta semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB I - PENDAHULUAN .............................................................................. 1
BAB II - LAPORAN KASUS.......................................................................... 3
BAB III - TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 8
BAB IV - ANALISIS MASALAH .................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 27
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
mencapai stadium lebih lanjut bisa menyebabkan hilangnya sensasi pada
ekstremitas yang terkena sampai terbentuknya nekrosis hingga ulserasi, sehingga
perlu penatalaksanaan sedini mungkin untuk menyelamatkan ekstremitas tersebut
dari amputasi. Oleh sebab itu, sebagai seorang praktisi klinis dilayanan pertama,
sangatlah penting untuk dapat mendiagnosa dini serta merujuk ke bagian yang
relevan secara cepat dan tepat sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas akibat penyakit
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Borok di kaki kiri pasien sejak ± 2 minggu SMRS
3
Riwayat Penyakit Dahulu
R/ kencing manis disangkal
R/ darah tinggi disangkal
R/ trauma pada kaki kiri disangkal
Riwayat Kebiasaan
Penderita merokok sejak ± 40 tahun yang lalu hingga sekarang
4
Palpasi : akral dingin, nyeri tekan (+)
ROM : gerakan terbatas akibat nyeri
NVD : sensibilitas menurun, a. dorsalis pedis sinistra dan a. tibialis
posterior sinistra lebih lemah dibanding bagian dextra, CRT>2 detik
ABI Score (kiri) : 0,6
6. Status neurologikus
Tonus : eutoni
Klonus : (-)
Refleks fisiologis : (+) normal
Refleks patologis : (-)
Kekuatan : +5
5
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hb : 16,2 g/dL Ureum : 47 mg/dL
Leukosit : 6.640/uL Creatinin : 0,9 mg/dL
Ht : 48,4% HBsAg : Nonreaktif
Trombosit : 312.000/uL Anti HBs : Reaktif
Diff count : 63,4/21,1/10,7/4,5/0,3 Bleeding time : 3 menit
BSS : 121 mg/dL Clotting time : 7 menit
2.7 TATALAKSANA
a. KIE (Komunikasi Informasi Edukasi)
Menjelaskan kepada pasien bahwa merokok merupakan faktor risiko
terjadinya penyakit dan berhenti merokok bisa mencegah perburukan
kondisi pasien
Menyarankan pasien untuk menghindari paparan asap rokok
Menjelaskan pada pasien pentingnya pencegahan terhadap cedera
pada ekstremitas, misalnya cedera terhadap panas/dingin maupun
perlukaan
Memberitahu pasien untuk menghindari penggunaan obat–obat
tertentu yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah maupun
yang meningkatkan kecenderungan untuk terbentuknya clotting
6
b. Farmakologis
Oral analgesik nonsteroid dan narkotika dapat diberikan untuk
meringankan nyeri iskemik
Antibiotik oral yang tepat dapat digunakan untuk mengobati ulkus
ekstremitas distal yang terinfeksi
c. Operatif
Debridement
Revaskularisasi
2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
8
langsung antara arteri dan vena tanpa diperantai kapiler. Tempat
hubungan seperti ini dinamakan anastomosis arteriovenosa.6
Di antara berbagai organ tubuh, pembuluh darah mungkin merupakan
salah satu organ yang mempunyai peranan penting dan sistemnya sangat
kompleks. Dikenal dua sistem sirkulasi di mana pembuluh darah memegang
peranan utama yaitu: sistem sirkulasi sistemik dan sistem sirkulasi paru-
paru.6
9
dibandingkan dengan otot polosnya. Sebaliknya di pembuluh darah arteri
lebih banyak dijumpai sel otot polos yang membentuk tunika medianya.
Perbedaan sel dalam tunika media menjadi tidak jelas (tidak bisa dibedakan)
bila sudah memasuki arteriol, bahkan tampaknya, dapat dikatakan bahwa di
dalam arteriol jaringan ikat dari tunika adventisia menjadi lebih dominan. 6
10
Gambar 4. Gambaran PAD akibat aterosklerosis
11
Perubahan dinding arteri dan pembentukan plak pada hipotesis response-to-
injury diantaranya: 8
1. disfungsi endotel
2. hipertrofi sel otot polos vaskular
3. migrasi dan proliferasi sel-sel otot polos vascular
4. elaborasi matriks
5. adhesi molekul-molekul dan migrasi monosit
6. pengambilan low-density lipoprotein (LDL) and pembentukan sel-sel
busa (foam cells)
7. pembentukan thrombus
8. angiogenesis dan neovaskularisasi
12
3.2.3 Tanda dan Gejala
Sebanyak 65-75% pasien dengan PAD tidak memiliki gejala
(asimptomatik). Pasien yang asimptomatik dengan ankle-brachial index
(ABI) yang menurun, mungkin telah terjadi perburukan yang signifikan
fungsi kaki ketika dilakukan pemeriksaan yang secara objektif. Pasien PAD
yang asimptomatik memiliki fungsi yang lebih buruk, kualitas hidup yang
lebih buruk, dan gejala pada otot tungkai bawah yang lebih berat.8
Tanda gejala utama adalah nyeri pada area yang mengalami
penyempitan pembuluh darah. Bila pembuluh darah yang terkena adalah
pembuluh darah tungkai, maka tanda dan gejala awal adalah nyeri
(klaudikasi) dan sensasi lelah pada otot yang terpengaruh. Karena pada
umumnya penyakit ini terjadi pada kaki maka sensasi terasa saat berjalan.
Gejala bisa menghilang saat beristirahat. Saat penyakit bertambah buruk
gejala mungkin terjadi saat aktivitas fisik ringan bahkan setiap saat
meskipun beristirahat. Bila yang terkena adalah pembuluh darah tangan,
maka gejala yang muncul adalah nyeri dan jari-jari yang membiru sampai
gambaran nekrosis. Kulit akan menjadi kering dan bersisik bahkan saat
terkena luka kecil dapat terjadi ulkus karena suplai darah yang tidak adekuat
menyebabkan proses penyembuhan luka tidak berjalan dengan baik.9
Pada fase yang paling parah saat pembuluh darah tersumbat akan
dapat terbentuk gangren pada distal jari tangan. Pada beberapa kasus
penyakit vaskular perifer terjadi secara mendadak hal ini terjadi saat ada
emboli yang menyumbat pembuluh darah. Pasien akan mengalami nyeri
yang tajam diikuti hilangnya sensari di area yang kekurangan suplai darah.
Tangan akan menjadi dingin dan kebas serta terjadi perubahan warna
menjadi kebiruan.9
3.2.4 Klasifikasi
1. Acute Limb Ischemia (ALI)
Acute limb ischemia (ALI) dapat disebabkan baik oleh emboli atau
trombus. Pada kondisi akut (<2 minggu) ini, gejala dapat terjadi dalam
13
waktu menit sampai jam setelah oklusi arteri terjadi akibat penurunan
perfusi yang buruk pada tungkai secara tiba-tiba. ALI dibagi menjadi
akut (onset<24 jam) dan sub-akut (onset 24 jam – 2 minggu) Presentasi
klinis klasik ALI ini biasa disebut dengan 6 P, yaitu: pain, pallor,
pulselessness, paresthesia, paralysis, dan poikilotermia. Semua kasus
ALI suatu emegensi dan harus segera dirujuk untuk mendapat tatalaksana
definitif dan pada pasien dengan tanda klasik ALI, revaskularisasi harus
dilakukan dalam waktu 6 jam untuk mencegah kerusakan otot yang
permanen. Angka mortalitas 30-hari dan amputasi tetap tinggi pada ALI
(15-20 dan 10-30%).2,3,10
14
mengganggu tidur. Sensasi tersebut juga dirasakan semakin bertambah
dengan elevasi tungkai.2,11
15
Gejalaneurologis permanen atau sementara
Gangguan berjalan/ claudicatio :
Kelelahan, nyeri, kram, rasa tidak nyaman, rasa terbakar
Lokasi: kaki, betis, dan paha
Pemicu nyeri: aktivitas, membaik segera dengan istirahat, kronis
Jarak
Penyembuhan luka buruk
Aktivitas fisik:
Aktivitas fungsional dan penyebab gangguan aktivitas
Tabel 1. Riwayat medis untuk menilai PAD12
PemeriksaanFisik
Pemeriksaan fisik awal bisa didapatkan:
(1) pulsasi ekstremitas bawah abnormal;
(2) bruit vaskular;
(3) luka di ekstremitas bawah yang sulit sembuh atau ditemukan gangren.10
Pemeriksaan ABI direkomendasikan untuk menegakkan diagnosis
pada pasien yang dicurigai PAD. Pemeriksaan dilakukan dengan mengukur
tekanan darah sistolik pada lengan (arteri brachialis) dan pergelangan kaki
(arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior) dalam posisi supine. ABI
pada setiap kaki dihitung dengan membagi tekanan yang lebih tinggi dari
arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior dengan tekanan yang lebih
tinggi dari tekanan pada lengan kiri atau kanan.11
16
Gambar 8. Pemeriksaan ABI
17
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan hematologi rutin meliputi: gula darah puasa, profil lipid,
serum kreatinin, dan creatinine clearance. Pemeriksaan tambahan adalah
lippoproteinjika ditemukan riwayat keluarga penyakit kardiovaskular
premature.
Salah satu pemeriksaan pada PAD adalah USG doppler. Pemeriksaan
ini menggunakan prinsip frekuensi gelombang suara. Dibanding
pemeriksaan penunjang lainnya, USG doppler memiliki kentungan karena
tidak invasif dan tidak terpapar radiasi dan cairan kontras. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengetahui lokasi anatomis PAD dan derajat keparahannya
(derajat stenosis).
Pembuluh darah normal memiliki 3 fase pola aliran (triphasic flow
pattern). Pertama, aliran dengan kecepatan tinggi yang berasal dari siklus
kardiak, lalu aliran inverse yang terjadi di awal diastol, diikuti aliran dengan
kecepatan progresif di akhir diastol. Seiring bertambahnya keparahan
penyakit, pola aliran trifasik bisa berubah menjadi aliran bifasik akibat
hilangnya elastisitas dinding pembuluh darah. Bahkan semakin bertambah
parahnya penyakit, pola aliran bisa berubah menjadi pola monofasik
(gambar 8). Jadi pada penyakit arterial, kecepatan aliran akan meningkat
pada daerah dimana lumen pembuluh darah menyempit, dan resistensi
pembuluh darah berkurang.
Derajat keparahan PA dibagi menjadi 4 derajat, dengan
menggunakan USG doppler, yaitu: 1) normal (0% stenosis), 2) 1-49%
stenosis, 3) 50-99% stenosis, dan 4) total oklusi (100%). Pada derajat “50-
99% stenosis”, kriteria diagnosis nya adalah kecepatan puncak sistolik
adalah 2 kali pada lesi dibandingkan segmen yang lebih proksimal (lebih
besar dari 200 cm/s), dengan bukti terdapat turbulensi).14
Pemeriksaan dengan pencitraan untuk penilaian struktur anatomis,
seperti duplex ultrasound, computed tomography angiography (CTA), atau
magnetic resonance angiography (MRA) berguna dalam hal mendiagnosis
lokasi anatomis dan keparahan stenosis pada ekstremitas bawah terhadap
18
pasien dengan PAD simptomatis yang memerlukan tindakan revaskularisasi.
Ketiga pemeriksaan noninvasif ini memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas
yang baik. Sedangkan angiografi invasif bermanfaat bagi pasien dengan CLI
yang memerlukan tindakan revaskularisasi. Pemeriksaan angiografi invasif
dan noninvasif (seperti CTA, MRA) tidak direkomendasikan pada pasien
PAD yang tidak memiliki gejala.10
3.2.6 Tatalaksana
Modifikasi Gaya Hidup
Rokok merupakan faktor risiko yang dominan dalam perkembangan
dan perburukan PAD, selain itu rokok juga meningkatkan risiko amputasi,
19
oklusi graft dan mortalitas.2,3,10 Trans-Atlantic inter-society consensus
(TASC II) merekomendasikan untuk berhenti merokok sebagai bagian
dalam tatalaksana PAD.2 AHA/ACC 2016 merekomendasikan pasien
dengan PAD yang merokok harus disarankan untuk berhenti.11
Beberapa penelitian merekomendasikan olahraga 3 kali seminggu
dengan berjalan kaki selama 30 menit dalam jangka waktu selama 6
bulan.2,3,10 Secara keseluruhan dijumpai peningkatan dalam kemampuan
berjalan sekitar 50-200%.2 Pada pasien dengan claudicatio, olahraga
direkomendasikan karena dapat memperbaiki status fungsional, kualitas
hidup, dan mengurangi gejala pada tungkai.11
Antiplatelet
Terapi antiplatelet dengan aspirin (75-325 mg per hari) atau
clopidogrel (75 mg per hari) direkomendasikan pada pasien PAD yang
simptomatik.10 Pada pasien PAD (ABI ≤0,90) yang tidak memiliki gejala,
antiplatelet masih dapat diberikan untuk menurunkan risiko MI, stroke /
kematian akibat vaskular.8
Terapi Hiperlipidemia
Terapi statin memperbaiki outcome kardiovaskular pada penderita
PAD. Semua penderita PAD diharapkan dapat mencapai target low-density
lipoprotein cholesterol (LDL-C) hingga 50% dari nilai awal LDL-C.8
Terapi Hipertensi
Target tekanan darah pada pasien PAD adalah<140/90mmHg (130/80
mmHg pada pasien DM atau gagal ginjal). Terapi antihipertensi harus
diberikan kepada pasien dengan hipertensi dan PAD untuk menurunkan
risiko infark miokard, stroke, gagal jantung, dan kematian akibat
kardiovaskular. Penggunaan ACE-I atau ARB dapat digunakan untuk
menurunkan risiko kejadian iskemik kardiovaskular pada pasien PAD.8
Revaskularisasi
Acute limb ischemia (ALI) merupakan salah satu presentasi PAD yang
paling berbahaya dan dapat ditangani. Pasien dengan ALI harus segera
dievaluasi oleh dokter untuk menilai viabilitas tungkai dan mendapat terapi
20
yang sesuai. Pasien yang dicurigai ALI harus segera dilakukan penilaian
awal untuk menilai viabilitas tungkai, dan pencitraan tidak perlu dilakukan
pada pasien ini. Hal ini karena waktu yang dapat ditoleransi oleh otot
skeletal sekitar 4-6 jam. Pemberian antikoagulan direkomendasikan pada
pasien dengan ALI, kecuali terdapatkontraindikasi. Tindakan revaskularisasi
harus dipertimbangkan dengan sumber daya yang ada dan faktor pasien
(seperti etiologi dan tingkat keparahan dari iskemia).10
21
respon yang adekuat terhadap terapi medis dan program latihan, dan kondisi
komorbid.10
Revaskularisasi dapat dilakukan sebagi pilihan tatalaksana bagi pasien
dengan claudication yang tidak memiliki respon adekuat terhadap GDMT
(guideline-directed management and therapy). Prosedur endovaskular
merupakan pilihan revaskularisasi yang efektif terhadap pasien dengan
claudication dan secara hemodinamik mengalami penyakit oklusi
aortoiliaca yang signifikan. Prosedur endovaskular juga dapat menjadi
pilihan revaskularisasi terhadap pasien dengan claudication dan secara
hemodinamik mengalami penyakit femoropopliteal yang signifikan. Tetapi,
prosedur endovaskular tidak direkomendasikan untuk dilakukan pada pasien
dengan PAD dengan tujuan hanya untuk mencegah perburukan menjadi
CLI.8
22
evaluasi terhadap tindakan revaskularisasi dan terapi perawatan luka dengan
tujuan untuk meminimalkan kehilangan jaringan, penyembuhan luka yang
sempurna, dan mempertahankan fungsi tungkai.3,10
Selama bertahun-tahun pendekatan terapi untuk CLI adalah
pembedahan. CLI biasanya berhubungan dengan penyakit arteri yang
multilevel yang tidak ideal untuk dilakukan intervensi perkutaneus. Menurut
TASC, PAD yang berkelanjutan yang menyebabkan CLI paling baik
ditangani dengan pembedahan bypass. Namun, keunggulan pembedahan
bypass untuk menangani CLI telah menjadi perdebatan dalam beberapa
tahun terakhir. Mereka yang lebih memilih operasi terbuka menyebutkan
pantensi rekonstruksi yang lebih superior dan daya tahan yang meningkat.
Namun, operasi terbuka biasanya berhubungan dengan tingkat morbiditas
perioperatif yang lebih tinggi dan perawatan yang lebih lama. Mereka yang
lebih memilih penatalaksanaan intervensi mengatakan rendahnya morbiditas
dan mortalitas yang terkait dengan prosedur yang biasanya dilakukan pada
pasien rawat jalan. Meskipun demikian mereka mengakui tingkat pantensi
rekonstruksi yang lebih terbatas pada pentalaksanaan endovaskular.8
23
3.2.7 Prognosis
PAD yang simptomatik membawa setidaknya risiko 30% kematian dalam
waktu 5 tahun terutama disebabkan karena Infark Myokard (60%) atau
Stroke (12%). 73% mengalami claudication yang stabil, 16% mengalami
claudication yang memburuk, 7% dioperasi dengan bypass dan 4%
mengalami amputasi.11
24
BAB IV
ANALISIS MASALAH
25
kiri bernilai 0,6 menandakan sudah terjadinya Periferal Arterial Disease (PAD).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit normal dan BSS normal untuk
mencari tahu faktor risiko lainnya seperti DM.
Berhenti merokok merupakan hal paling utama yang dapat mengehntikan
progresivitas penyakit. Pemberian analog protasiklin seperti iloprost berguna
sebagai vasodilator dan mampu menghambat agregasi platelet. Calcium channel
blocker dapat berguna untuk mengurangi efek vasokonstriksi dari penyakit. Obat
analgesik seperti analgesik narkotik maupun obat anti inflamasi non steroid dapat
diberikan untuk membantu mengatasi nyeri pada pasien ini. Kondisi pasien
dengan adanya ulkus ditambah penilaian ABI score 0,6 mengindikasikan pasien
untuk dilakukan debridement.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Hirsch AT, Haskal ZJ, Hertzer NR, Bakal CW, Creager MA, Halperin JL, et
al. ACC/AHA 2016 Practice guidelines for the management of patients with
peripheral arterial disease (lower extremity, renal, mesenteric, and
abdominal aortic). Circulation. 2016;113(11):463-654
2. Abdulhannan P, Russell D A dan Homer-Vanniasinkam S. Peripheral
arterial disease: a literature review. British Medical Bulletin 2012; 104:21-
39.
3. Kullo I J dan Rooke T W. Peripheral artery disease. N ENG J MED 2016;
374:861-71.
4. Sjamsuhidajat R., De Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah-de Jong. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta, Indonesia. Hal 52
5. American Heart Association. Management of patients with perhiperal artery
disease. —2011; Dallas
6. Guyton A.C. dan Hall J.E.2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11.
Terjemahanoleh: Irawati et al. BukuKedokteran EGC. Jakarta, Indonesia.
7. Liapis C dan Kakisis J. 2014. Atherosclerotic risk factors: general
considerations. Rutherford’s vascular surgery. Ed J L Cronenwett dan K W
Johnston. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Saunders. Bab 26. Hlm. 400-15.
8. Dosluoglu H H. 2014. Lower extremity arterial disease: general
considerations. Rutherford’s vascular surgery. Ed J L Cronenwett dan K W
Johnston. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Saunders. Bab 108. Hlm. 1660-
74.
9. TASC Working Group. TransAtlantic Inter-Society Concensus (TASC).
Management of peripheral arterial disease (PAD). J Vasc Surg. 31: 2000.
10. Gerhard-Herman M D, Gornik H L, Barrett C, Barshes N R, Corriere M A,
Drachman D E, et al. 2016 AHA/ACC guideline on the management of
patients with lower extremity peripheral artery disease: a report of the
American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on
clinical practice guidelines. Circulation 2017;135:e726-e779.
27
11. Goodney P P. 2018. Patient clinical evaluation. Rutherford’s vascular
surgery. Ed J L Cronenwett dan K W Johnston. Edisi ke-9. Philadelphia:
Elsevier Saunders. Bab 14. Hlm. 202-13.
12. Aboyans V, Ricco JB, Bartelink MLE, Björck M, Brodmann M, Cohnert T, et
al. 2017 ESC guidelines on the diagnosis and treatment of peripheral arterial
diseases, in collaboration with the European Society for Vascular Surgery
(ESVS). Eur J Vasc Endovasc Surg. 2017. pii: S1078-5884(17)30454-9. doi:
10.1016/j.ejvs.2017.07.018.
13. Olin J W dan Sealove B A. Peripheral artery disease: current insight into the
disease and its diagnosis and management. Mayo clin Proc 2010; 85(7):678-
92.
14. Verim S dan Tasci I. Doppler ultrasonography in lower extrimity peripheral
arterial disease. Türk Kardiyol Dern Arş - Arch Turk Soc Cardiol
2013;41(3):248-255.
28