You are on page 1of 32

Laporan Kasus

Peripheral Arterial Disease (PAD)

Oleh:
Azora Khairani Kartika, S.Ked. 04054821820119

Pembimbing:
dr. Ali Hanafiah, Sp.B.

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUD DR. H.M. RABAIN MUARA ENIM
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Peripheral Arterial Disease (PAD)

Oleh:

Azora Khairani Kartika, S.Ked. 04054821820119

Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Bedah RSUD Dr. H. M. Rabain Muara Enim
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 17 September – 25 November
2018.

Palembang, 1 November 2018

dr. Ali Hanafiah, Sp.B.

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Peripheral Arterial Disease (PAD)”.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Ilmu Bedah di RSUD dr. H. M. Rabain Muara Enim.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Ali
Hanafiah, Sp.B., atas bimbingan yang telah diberikan.
Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis
memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan tulisan ini.
Sebagai penutup, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
penulis pada khususnya, serta semua pihak yang membutuhkan.

Palembang, 1 November 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB I - PENDAHULUAN .............................................................................. 1
BAB II - LAPORAN KASUS.......................................................................... 3
BAB III - TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 8
BAB IV - ANALISIS MASALAH .................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 27

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Peripheral arterial disease (PAD) merupakan istilah yang digunakan untuk


menjelaskan suatu penyakit yang menyebabkan gangguan aliran darah pada
ekstremitas yang biasanya disebabkan oleh proses aterosklerosis.1 PAD dapat
terjadi dari berbagai penyakit yang menyebabkan stenosis atau oklusi pada arteri
ekstremitas bawah. Aterosklerosis merupakan penyebab utama dari PAD
merupakan penyakit sistemik pada arteri dengan ukuran sedang sampai besar
dimana lipid dan material fibrin terkumpul di dalam lapisan intimal.2 Penderita
PAD empat kali lebih berisiko menderita infark miokard fatal dan tiga kali lebih
berisiko stroke.1,2
Diperkirakan lebih dari 200 juta penduduk dunia menderita PAD.3 Penyakit
ini juga mempengaruhi kualitas dan harapan hidup dengan meningkatkan kejadian
kardiovaskular.2,3 Penderita penyakit arteri perifer di Indonesia lebih banyak
berasal dari golongan dewasa muda, dengan penyebab radang arteritis non
spesifik. Sumbatan akut arteri berupa emboli yang semula dianggap jarang,
ternyata meningkat frekuensinya pada usia relatif muda.4
Arteri yang paling sering terlibat adalah arteri femoralis dan arteri
popliteal pada ekstremitas bawah, dan brachiocephalica atau subclavia pada
ekstremitas atas. Stenosis arteri atau sumbatan karena aterosklerosis, thrombo-
embolisme dan vaskulitis dapat menjadi penyebab PAD.5 Aterosklerosis menjadi
penyebab paling banyak dengan kejadiannya mencapai 4% populasi usia di atas
40 tahun, bahkan 15-20% pada usia lebih dari 70 tahun. Kondisi aterosklerosis
tersebut terjadi sebagaimana pada kasus penyakit arteri koroner begitu juga
dengan faktor risiko mayor seperti merokok, Diabetes Mellitus (DM),
dyslipidemia, dan hipertensi.5
Gejala yang paling sering dialami oleh penderita PAD adalah claudicatio
intermitent, berupa nyeri iskemik terutama dirasakan saat berjalan. Selanjunya,
nyeri juga dapat dirasakan bahkan ketika pasien sedang beristirahat. Jika sudah

1
mencapai stadium lebih lanjut bisa menyebabkan hilangnya sensasi pada
ekstremitas yang terkena sampai terbentuknya nekrosis hingga ulserasi, sehingga
perlu penatalaksanaan sedini mungkin untuk menyelamatkan ekstremitas tersebut
dari amputasi. Oleh sebab itu, sebagai seorang praktisi klinis dilayanan pertama,
sangatlah penting untuk dapat mendiagnosa dini serta merujuk ke bagian yang
relevan secara cepat dan tepat sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas akibat penyakit

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. SW
Umur : 64 tahun (10 Februari 1954)
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Kuli bangunan
Alamat : Tanjung Enim
Tanggal Pemeriksaan : 24 Oktober 2018

2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Borok di kaki kiri pasien sejak ± 2 minggu SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit


± 4 minggu SMRS, penderita mengeluh kaki kiri terasa nyeri saat
berjalan. Pada kaki kiri, rasa gatal (+), rasa kebas (+) hilang timbul. Nyeri
semakin dirasakan di malam hari saat penderita beristirahat. Nyeri makin
menjadi jika suhu sekitar semakin dingin. Penderita merasa telapak kaki
menjadi lebih tebal dan ujung-ujung jari kaki kiri pucat lalu kemerahan.
Penderita belum berobat.
± 2 minggu SMRS, keluhan nyeri pada kaki kiri semakin berat dan
kaki terasa bengkak. Ujung-ujung jari kaki kiri berubah warna menjadi biru
kehitaman, terutama pada jari ketiga. Penderita lalu dibawa berobat ke
mantri, dilakukan penyayatan pada kaki kiri dan ditemukan sekumpulan
nanah. Luka sayatan kelamaan menjadi borok, penderita lalu berobat ke
RSUD Dr. H.M. Rabain Muara Enim.

3
Riwayat Penyakit Dahulu
R/ kencing manis disangkal
R/ darah tinggi disangkal
R/ trauma pada kaki kiri disangkal

Riwayat Kebiasaan
Penderita merokok sejak ± 40 tahun yang lalu hingga sekarang

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Kepala : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
2. Leher : pembesaran KGB (-)
3. Thorax :
a. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I dan II normal, gallop (-), murmur (-)
b. Paru-paru
Inspeksi : statis dinamis kanan = kiri
Palpasi : stemfremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor pada kedua hemitoraks
Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
4. Abdomen :
Inspeksi : datar
Palpasi : lemas
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
5. Ekstremitas :
Regio pedis sinistra
Inspeksi : terdapat ulserasi pada dorsum pedis sinistra, edema (+),
nekrosis pada digiti III.

4
Palpasi : akral dingin, nyeri tekan (+)
ROM : gerakan terbatas akibat nyeri
NVD : sensibilitas menurun, a. dorsalis pedis sinistra dan a. tibialis
posterior sinistra lebih lemah dibanding bagian dextra, CRT>2 detik
ABI Score (kiri) : 0,6

Gambar 1. Foto klinis regio dorsalis et ventralis pedis sinistra

6. Status neurologikus
Tonus : eutoni
Klonus : (-)
Refleks fisiologis : (+) normal
Refleks patologis : (-)
Kekuatan : +5

5
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hb : 16,2 g/dL Ureum : 47 mg/dL
Leukosit : 6.640/uL Creatinin : 0,9 mg/dL
Ht : 48,4% HBsAg : Nonreaktif
Trombosit : 312.000/uL Anti HBs : Reaktif
Diff count : 63,4/21,1/10,7/4,5/0,3 Bleeding time : 3 menit
BSS : 121 mg/dL Clotting time : 7 menit

2.5 DIAGNOSIS BANDING


 Peripheral Arterial Disease
 Chronic Limb Ischemic
 Buerger’s Disease

2.6 DIAGNOSIS KERJA


Peripheral Arterial Disease (PAD)

2.7 TATALAKSANA
a. KIE (Komunikasi Informasi Edukasi)
 Menjelaskan kepada pasien bahwa merokok merupakan faktor risiko
terjadinya penyakit dan berhenti merokok bisa mencegah perburukan
kondisi pasien
 Menyarankan pasien untuk menghindari paparan asap rokok
 Menjelaskan pada pasien pentingnya pencegahan terhadap cedera
pada ekstremitas, misalnya cedera terhadap panas/dingin maupun
perlukaan
 Memberitahu pasien untuk menghindari penggunaan obat–obat
tertentu yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah maupun
yang meningkatkan kecenderungan untuk terbentuknya clotting

6
b. Farmakologis
 Oral analgesik nonsteroid dan narkotika dapat diberikan untuk
meringankan nyeri iskemik
 Antibiotik oral yang tepat dapat digunakan untuk mengobati ulkus
ekstremitas distal yang terinfeksi
c. Operatif
 Debridement
 Revaskularisasi

2.8 PROGNOSIS
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad functionam : dubia ad bonam
 Quo ad sanationam : dubia ad bonam

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI PEMBULUH DARAH


Pembuluh darah terdiri dari tiga jenis yaitu arteri, vena, dan kapiler
1. Arteri
Arteri membawa darah dari jantung dan disebarkan ke berbagai
jaringan tubuh melalui cabang-cabangnya. Arteri yang terkecil,
diameternya kurang dari 0,1mm, dinamakan arteriol. Percabangan
cabang-cabang arteri dinamakan anastomosis. Pada arteri tidak
didapatkan katup.
End-artery anatomik merupakan pembuluh darah yang cabang-
cabang terminalnya tidak mengadakan anastomosis dengan cabang-
cabang arteri yang memperdarahi daerah yang berdekatan. End-artery
fungsional adalah pembuluh darah yang cabang-cabang terminalnya
mengadakan anastomosis tidak cukup untuk mempertahankan jaringan
tetap hidup bila salah satu arteri tersumbat.
2. Vena
Vena adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kembali ke
jantung; banyak vena mempunyai katup. Vena yang terkecil dinamakan
venula. Vena yang lebih kecil atau cabang-cabangnya, bersatu
membentuk vena yang lebih besar, yang seringkali bersatu-satu sama lain
membentuk pleksus vena. Arteri profunda tipe sedang sering diikuti oleh
dua vena masing-masing pada sisi-sisinya dan dinamakan venae
cominantes.
3. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh mikroskopik yang membentuk jalinan
yang menghubungkan arteriol dengan venula. Pada beberapa daerah
tubuh, terutama pada ujung-ujung jari dan ibu jari, terdapat hubungan

8
langsung antara arteri dan vena tanpa diperantai kapiler. Tempat
hubungan seperti ini dinamakan anastomosis arteriovenosa.6
Di antara berbagai organ tubuh, pembuluh darah mungkin merupakan
salah satu organ yang mempunyai peranan penting dan sistemnya sangat
kompleks. Dikenal dua sistem sirkulasi di mana pembuluh darah memegang
peranan utama yaitu: sistem sirkulasi sistemik dan sistem sirkulasi paru-
paru.6

Gambar 2. Anatomi Pembuluh Darah

Dinding pembuluh darah terdiri dari 3 (tiga) lapisan, yaitu: lapisan


terdalam yang disebut sebagai tunika intima; yang ditengah disebut sebagai
tunika media dan yang terluar disebut sebagai tunika adventisia (Gambar 1).
Tunika intima terdiri dari selapis sel endotel yang bersentuhan langsung
dengan darah yang mengalir dalam lumen, dan selapis jaringan elastin yang
berpori-pori yang disebut membran basalis. Tunika media terdiri dari sel-sel
otot polos, jaringan elastin, proteoglikan, glikoprotein dan jaringan kolagen.
Dalam keadaan biasa, jumlah jaringan elastin yang membentuk tunika
media aorta dan pembuluh darah besar lainnya, lebih menonjol

9
dibandingkan dengan otot polosnya. Sebaliknya di pembuluh darah arteri
lebih banyak dijumpai sel otot polos yang membentuk tunika medianya.
Perbedaan sel dalam tunika media menjadi tidak jelas (tidak bisa dibedakan)
bila sudah memasuki arteriol, bahkan tampaknya, dapat dikatakan bahwa di
dalam arteriol jaringan ikat dari tunika adventisia menjadi lebih dominan. 6

Gambar 3. Histologi Pembuluh Darah

3.2 PERIPHERAL ARTERY DISEASE (PAD)


3.2.1 Definisi
Peripheral arterial disease (PAD) merupakan istilah yang digunakan
untuk menjelaskan suatu penyakit yang menyebabkan gangguan aliran
darah pada ekstremitas yang biasanya disebabkan oleh proses
aterosklerosis.1

10
Gambar 4. Gambaran PAD akibat aterosklerosis

3.2.2 Patofisiologi dan Faktor Risiko

Gambar 5. Patofisiologi aterosklerosis

11
Perubahan dinding arteri dan pembentukan plak pada hipotesis response-to-
injury diantaranya: 8
1. disfungsi endotel
2. hipertrofi sel otot polos vaskular
3. migrasi dan proliferasi sel-sel otot polos vascular
4. elaborasi matriks
5. adhesi molekul-molekul dan migrasi monosit
6. pengambilan low-density lipoprotein (LDL) and pembentukan sel-sel
busa (foam cells)
7. pembentukan thrombus
8. angiogenesis dan neovaskularisasi

PAD dapat terjadi dari berbagai penyakit yang menyebabkan stenosis


atau oklusi pada arteri ekstremitas bawah. Aterosklerosis merupakan
penyebab utama dari PAD merupakan penyakit sistemik pada arteri dengan
ukuran sedang sampai besar dimana lipid dan material fibrin terkumpul di
dalam lapisan intimal. 2,7
Faktor risiko aterosklerosis meliputi ras; jenis kelamin; bertambahnya
usia; merokok; diabetes mellitus; hipertensi; dislipidaemia; keadaan
hiperkoagulitas dan hiperviskositas; hiperhomosisteinemia; kondisi
inflamasi sistemik (C-reactive protein yang tinggi) dan insufisiensi ginjal
kronis. 2,7,8
Hipertensi ditemukan pada 55% pasien dengan PAD, selain itu
hipertensi juga meningkatkan risiko berkembangnya gejala intermintent
claudicatio sebanyak 2,5 kali lipat pada laki-laki dan 3,9 kali lipat pada
perempuan. Prevalensi PAD juga 20% sampai 30% lebih tinggi pada
penderita diabetes, dan risiko berkembangnya risiko menderita PAD
berkorelasi dengan tingkat keparahan dan durasi penyakit diabetes. Pasien
diabetes lebih mungkin untuk mempunyai gejala PAD, dengan risiko
bertambah 3,5 kali lipat pada lakilaki dan 8,6 kali lipat pada perempuan.8

12
3.2.3 Tanda dan Gejala
Sebanyak 65-75% pasien dengan PAD tidak memiliki gejala
(asimptomatik). Pasien yang asimptomatik dengan ankle-brachial index
(ABI) yang menurun, mungkin telah terjadi perburukan yang signifikan
fungsi kaki ketika dilakukan pemeriksaan yang secara objektif. Pasien PAD
yang asimptomatik memiliki fungsi yang lebih buruk, kualitas hidup yang
lebih buruk, dan gejala pada otot tungkai bawah yang lebih berat.8
Tanda gejala utama adalah nyeri pada area yang mengalami
penyempitan pembuluh darah. Bila pembuluh darah yang terkena adalah
pembuluh darah tungkai, maka tanda dan gejala awal adalah nyeri
(klaudikasi) dan sensasi lelah pada otot yang terpengaruh. Karena pada
umumnya penyakit ini terjadi pada kaki maka sensasi terasa saat berjalan.
Gejala bisa menghilang saat beristirahat. Saat penyakit bertambah buruk
gejala mungkin terjadi saat aktivitas fisik ringan bahkan setiap saat
meskipun beristirahat. Bila yang terkena adalah pembuluh darah tangan,
maka gejala yang muncul adalah nyeri dan jari-jari yang membiru sampai
gambaran nekrosis. Kulit akan menjadi kering dan bersisik bahkan saat
terkena luka kecil dapat terjadi ulkus karena suplai darah yang tidak adekuat
menyebabkan proses penyembuhan luka tidak berjalan dengan baik.9
Pada fase yang paling parah saat pembuluh darah tersumbat akan
dapat terbentuk gangren pada distal jari tangan. Pada beberapa kasus
penyakit vaskular perifer terjadi secara mendadak hal ini terjadi saat ada
emboli yang menyumbat pembuluh darah. Pasien akan mengalami nyeri
yang tajam diikuti hilangnya sensari di area yang kekurangan suplai darah.
Tangan akan menjadi dingin dan kebas serta terjadi perubahan warna
menjadi kebiruan.9

3.2.4 Klasifikasi
1. Acute Limb Ischemia (ALI)
Acute limb ischemia (ALI) dapat disebabkan baik oleh emboli atau
trombus. Pada kondisi akut (<2 minggu) ini, gejala dapat terjadi dalam

13
waktu menit sampai jam setelah oklusi arteri terjadi akibat penurunan
perfusi yang buruk pada tungkai secara tiba-tiba. ALI dibagi menjadi
akut (onset<24 jam) dan sub-akut (onset 24 jam – 2 minggu) Presentasi
klinis klasik ALI ini biasa disebut dengan 6 P, yaitu: pain, pallor,
pulselessness, paresthesia, paralysis, dan poikilotermia. Semua kasus
ALI suatu emegensi dan harus segera dirujuk untuk mendapat tatalaksana
definitif dan pada pasien dengan tanda klasik ALI, revaskularisasi harus
dilakukan dalam waktu 6 jam untuk mencegah kerusakan otot yang
permanen. Angka mortalitas 30-hari dan amputasi tetap tinggi pada ALI
(15-20 dan 10-30%).2,3,10

Gambar 6. Kriteria ALI menurut Rutherford

2. Critical Limb Ischemia (CLI)


Critical limb ischemia (CLI) merupakan bentuk yang paling parah
dari PAD, dan diperkirakan sekitar 1% pasien PAD mengalami kondisi
ini.7CLI ditandai dengan kondisi kronis (≥2 minggu) nyeri saat istirahat
(ischemic rest pain), luka/ulkus yang tidak sembuh, atau gangrene pada
satu atau kedua kaki yang telah dibuktikan secara objektif mengalami
oklusi pada arteri.2,3,11 CLI berhubungan dengan risiko yang lebih tinggi
kehilangan tungkai bawah (amputasi) jika tidak dilakukan
revaskularisasi, sedangkan claudication jarang memburuk hingga
dibutuhkannya tindakan amputasi.5,11Ischemic rest pain biasanya
dideskripsikan seperti sensasi terbakar atau seperti rasa dingin yang tidak
nyaman atau paresthesia dengan intesitas yang cukup hingga dapat

14
mengganggu tidur. Sensasi tersebut juga dirasakan semakin bertambah
dengan elevasi tungkai.2,11

Gambar 7. Kriteria PAD menurut Fontaine dan Rutherford

3.2.5 Penegakan Diagnosis


Anamnesis
Penegakan diagnosis dimulai dari anamnesis darigejala yang muncul:
1. Claudicatio intermittent, merupakan perasaan tidak nyaman, kelelahan,
kram dan/atau nyeri yang muncul berhubungan dengan aktivitas otot
ekstremitas bawah, dan membaik dengan istirahat;
2. Gangguan berjalan dapat akibat claudicatio;
3. Nyeri saat istirahat

Riwayat individu seperti pada tabel berikut.12


RiwayatIndividu :
Hipertensi
Diabetes mellitus
Dislipdemia
Merokok (aktif atau pasif)
Riwayat penyakit kardiovaskular
Penyakit ginjal kronis
Pola diet
Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular

15
Gejalaneurologis permanen atau sementara
Gangguan berjalan/ claudicatio :
Kelelahan, nyeri, kram, rasa tidak nyaman, rasa terbakar
Lokasi: kaki, betis, dan paha
Pemicu nyeri: aktivitas, membaik segera dengan istirahat, kronis
Jarak
Penyembuhan luka buruk
Aktivitas fisik:
Aktivitas fungsional dan penyebab gangguan aktivitas
Tabel 1. Riwayat medis untuk menilai PAD12

PemeriksaanFisik
Pemeriksaan fisik awal bisa didapatkan:
(1) pulsasi ekstremitas bawah abnormal;
(2) bruit vaskular;
(3) luka di ekstremitas bawah yang sulit sembuh atau ditemukan gangren.10
Pemeriksaan ABI direkomendasikan untuk menegakkan diagnosis
pada pasien yang dicurigai PAD. Pemeriksaan dilakukan dengan mengukur
tekanan darah sistolik pada lengan (arteri brachialis) dan pergelangan kaki
(arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior) dalam posisi supine. ABI
pada setiap kaki dihitung dengan membagi tekanan yang lebih tinggi dari
arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior dengan tekanan yang lebih
tinggi dari tekanan pada lengan kiri atau kanan.11

16
Gambar 8. Pemeriksaan ABI

Gambar 9. Interpretasi ABI

17
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan hematologi rutin meliputi: gula darah puasa, profil lipid,
serum kreatinin, dan creatinine clearance. Pemeriksaan tambahan adalah
lippoproteinjika ditemukan riwayat keluarga penyakit kardiovaskular
premature.
Salah satu pemeriksaan pada PAD adalah USG doppler. Pemeriksaan
ini menggunakan prinsip frekuensi gelombang suara. Dibanding
pemeriksaan penunjang lainnya, USG doppler memiliki kentungan karena
tidak invasif dan tidak terpapar radiasi dan cairan kontras. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengetahui lokasi anatomis PAD dan derajat keparahannya
(derajat stenosis).
Pembuluh darah normal memiliki 3 fase pola aliran (triphasic flow
pattern). Pertama, aliran dengan kecepatan tinggi yang berasal dari siklus
kardiak, lalu aliran inverse yang terjadi di awal diastol, diikuti aliran dengan
kecepatan progresif di akhir diastol. Seiring bertambahnya keparahan
penyakit, pola aliran trifasik bisa berubah menjadi aliran bifasik akibat
hilangnya elastisitas dinding pembuluh darah. Bahkan semakin bertambah
parahnya penyakit, pola aliran bisa berubah menjadi pola monofasik
(gambar 8). Jadi pada penyakit arterial, kecepatan aliran akan meningkat
pada daerah dimana lumen pembuluh darah menyempit, dan resistensi
pembuluh darah berkurang.
Derajat keparahan PA dibagi menjadi 4 derajat, dengan
menggunakan USG doppler, yaitu: 1) normal (0% stenosis), 2) 1-49%
stenosis, 3) 50-99% stenosis, dan 4) total oklusi (100%). Pada derajat “50-
99% stenosis”, kriteria diagnosis nya adalah kecepatan puncak sistolik
adalah 2 kali pada lesi dibandingkan segmen yang lebih proksimal (lebih
besar dari 200 cm/s), dengan bukti terdapat turbulensi).14
Pemeriksaan dengan pencitraan untuk penilaian struktur anatomis,
seperti duplex ultrasound, computed tomography angiography (CTA), atau
magnetic resonance angiography (MRA) berguna dalam hal mendiagnosis
lokasi anatomis dan keparahan stenosis pada ekstremitas bawah terhadap

18
pasien dengan PAD simptomatis yang memerlukan tindakan revaskularisasi.
Ketiga pemeriksaan noninvasif ini memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas
yang baik. Sedangkan angiografi invasif bermanfaat bagi pasien dengan CLI
yang memerlukan tindakan revaskularisasi. Pemeriksaan angiografi invasif
dan noninvasif (seperti CTA, MRA) tidak direkomendasikan pada pasien
PAD yang tidak memiliki gejala.10

Gambar 10. Pemeriksaan CTA pada pasien dengan PAD,


Didapatkan oklusi pada arteri femoralis kanan

3.2.6 Tatalaksana
Modifikasi Gaya Hidup
Rokok merupakan faktor risiko yang dominan dalam perkembangan
dan perburukan PAD, selain itu rokok juga meningkatkan risiko amputasi,

19
oklusi graft dan mortalitas.2,3,10 Trans-Atlantic inter-society consensus
(TASC II) merekomendasikan untuk berhenti merokok sebagai bagian
dalam tatalaksana PAD.2 AHA/ACC 2016 merekomendasikan pasien
dengan PAD yang merokok harus disarankan untuk berhenti.11
Beberapa penelitian merekomendasikan olahraga 3 kali seminggu
dengan berjalan kaki selama 30 menit dalam jangka waktu selama 6
bulan.2,3,10 Secara keseluruhan dijumpai peningkatan dalam kemampuan
berjalan sekitar 50-200%.2 Pada pasien dengan claudicatio, olahraga
direkomendasikan karena dapat memperbaiki status fungsional, kualitas
hidup, dan mengurangi gejala pada tungkai.11
Antiplatelet
Terapi antiplatelet dengan aspirin (75-325 mg per hari) atau
clopidogrel (75 mg per hari) direkomendasikan pada pasien PAD yang
simptomatik.10 Pada pasien PAD (ABI ≤0,90) yang tidak memiliki gejala,
antiplatelet masih dapat diberikan untuk menurunkan risiko MI, stroke /
kematian akibat vaskular.8
Terapi Hiperlipidemia
Terapi statin memperbaiki outcome kardiovaskular pada penderita
PAD. Semua penderita PAD diharapkan dapat mencapai target low-density
lipoprotein cholesterol (LDL-C) hingga 50% dari nilai awal LDL-C.8
Terapi Hipertensi
Target tekanan darah pada pasien PAD adalah<140/90mmHg (130/80
mmHg pada pasien DM atau gagal ginjal). Terapi antihipertensi harus
diberikan kepada pasien dengan hipertensi dan PAD untuk menurunkan
risiko infark miokard, stroke, gagal jantung, dan kematian akibat
kardiovaskular. Penggunaan ACE-I atau ARB dapat digunakan untuk
menurunkan risiko kejadian iskemik kardiovaskular pada pasien PAD.8
Revaskularisasi
Acute limb ischemia (ALI) merupakan salah satu presentasi PAD yang
paling berbahaya dan dapat ditangani. Pasien dengan ALI harus segera
dievaluasi oleh dokter untuk menilai viabilitas tungkai dan mendapat terapi

20
yang sesuai. Pasien yang dicurigai ALI harus segera dilakukan penilaian
awal untuk menilai viabilitas tungkai, dan pencitraan tidak perlu dilakukan
pada pasien ini. Hal ini karena waktu yang dapat ditoleransi oleh otot
skeletal sekitar 4-6 jam. Pemberian antikoagulan direkomendasikan pada
pasien dengan ALI, kecuali terdapatkontraindikasi. Tindakan revaskularisasi
harus dipertimbangkan dengan sumber daya yang ada dan faktor pasien
(seperti etiologi dan tingkat keparahan dari iskemia).10

Gambar 11. Diagnosis dan alur tatalaksana ALI 10

Revaskularisasi pada claudication direkomendasikan bagi setiap


pasien untuk mengoptimalkan outcome. Pasien yang akan direncanakan
untuk menjalani revaskularisasi harus berdasarkan tingkat keparahan dari
gejala yang mereka miliki karena gejala tungkai iskemik yang bervariasi
dan dampak gejala-gejala ini terhadap status fungsional dan kualitas hidup.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan termasuk disabilitas yang signifikan,

21
respon yang adekuat terhadap terapi medis dan program latihan, dan kondisi
komorbid.10
Revaskularisasi dapat dilakukan sebagi pilihan tatalaksana bagi pasien
dengan claudication yang tidak memiliki respon adekuat terhadap GDMT
(guideline-directed management and therapy). Prosedur endovaskular
merupakan pilihan revaskularisasi yang efektif terhadap pasien dengan
claudication dan secara hemodinamik mengalami penyakit oklusi
aortoiliaca yang signifikan. Prosedur endovaskular juga dapat menjadi
pilihan revaskularisasi terhadap pasien dengan claudication dan secara
hemodinamik mengalami penyakit femoropopliteal yang signifikan. Tetapi,
prosedur endovaskular tidak direkomendasikan untuk dilakukan pada pasien
dengan PAD dengan tujuan hanya untuk mencegah perburukan menjadi
CLI.8

Gambar 12. Revaskulariasi dengan prosedur intervensi endovaskular

Ketika revaskularisasi secara pembedahan dilakukan, bypass terhadap


arteri popliteal dengan menggunakan vena autogenous direkomendasikan
13
daripada prosthetic graft material. Pasien dengan CLI memiliki risiko
yang tinggi terhadap amputasi dan kejadian iskemik kardiovaskular. Hal
yang perlu diperhatikan pada pasien dengan CLI termasuk didalamnya

22
evaluasi terhadap tindakan revaskularisasi dan terapi perawatan luka dengan
tujuan untuk meminimalkan kehilangan jaringan, penyembuhan luka yang
sempurna, dan mempertahankan fungsi tungkai.3,10
Selama bertahun-tahun pendekatan terapi untuk CLI adalah
pembedahan. CLI biasanya berhubungan dengan penyakit arteri yang
multilevel yang tidak ideal untuk dilakukan intervensi perkutaneus. Menurut
TASC, PAD yang berkelanjutan yang menyebabkan CLI paling baik
ditangani dengan pembedahan bypass. Namun, keunggulan pembedahan
bypass untuk menangani CLI telah menjadi perdebatan dalam beberapa
tahun terakhir. Mereka yang lebih memilih operasi terbuka menyebutkan
pantensi rekonstruksi yang lebih superior dan daya tahan yang meningkat.
Namun, operasi terbuka biasanya berhubungan dengan tingkat morbiditas
perioperatif yang lebih tinggi dan perawatan yang lebih lama. Mereka yang
lebih memilih penatalaksanaan intervensi mengatakan rendahnya morbiditas
dan mortalitas yang terkait dengan prosedur yang biasanya dilakukan pada
pasien rawat jalan. Meskipun demikian mereka mengakui tingkat pantensi
rekonstruksi yang lebih terbatas pada pentalaksanaan endovaskular.8

Gambar 13. Revaskularisasi dengan prosedur pembedahan bypass.

23
3.2.7 Prognosis
PAD yang simptomatik membawa setidaknya risiko 30% kematian dalam
waktu 5 tahun terutama disebabkan karena Infark Myokard (60%) atau
Stroke (12%). 73% mengalami claudication yang stabil, 16% mengalami
claudication yang memburuk, 7% dioperasi dengan bypass dan 4%
mengalami amputasi.11

24
BAB IV
ANALISIS MASALAH

Bedasarkan anamnesis didapatkan pasien atas nama SW, laki-laki, 64


taahun, datang ke IGD RS H.M. Rabain dengan keluhan borok pada kaki kiri. ± 4
minggu SMRS, penderita mengeluh kaki kiri terasa nyeri saat berjalan. Pada kaki
kiri, rasa gatal (+), rasa kebas (+) hilang timbul. Nyeri semakin dirasakan di
malam hari saat penderita beristirahat. Nyeri makin menjadi jika suhu sekitar
semakin dingin. Penderita merasa telapak kaki menjadi lebih tebal dan ujung-
ujung jari kaki kiri pucat lalu kemerahan. ± 2 minggu SMRS, keluhan nyeri pada
kaki kiri semakin berat dan kaki terasa bengkak. Ujung-ujung jari kaki kiri
berubah warna menjadi biru kehitaman, terutama pada jari ketiga. Penderita lalu
dibawa berobat ke mantri, dilakukan penyayatan pada kaki kiri dan ditemukan
sekumpulan nanah. Luka sayatan kelamaan menjadi borok. Pasien memiliki
kebiasaan merokok sejak masih sekolah kira-kira 40 tahun yang lalu hingga
sekarang.
Kebiasaan merokok lama merupakan salah satu faktor predisposisi utama
dari PAD ditambah dengan nyeri yang timbul pada kaki kiri saat berjalan
menggambarkan terjadinya klaudikasio kaki. Klaudikasio kaki merupakan
gambaran dari adanya oklusi arteri distal yang mengenai arteri plantaris atau
tibialis. Ditambah dengan rasa nyeri yang meningkat saat istirahat di malam hari
dan cuaca yang dingin. Ujung-ujung jari kaki kiri yang berubah warna dari pucat,
kemerahan hingga biru menghitam menandakan sudah memasuki fase lanjut yaitu
terjadinya iskemia akibat dari vasokonstriksi pembuluh darah distal. Adanya luka
sayatan yang dibiarkan lama-kelamaan terjadi ulserasi.
Pada pemeriksaan fisik lokalis di regio pedis sinistra didapatkan
ulkus/gangren pada dorsum pedis sinistra, edema (+), nekrosis pada digiti III,
palpasi akral dingin, nyeri tekan (+) dengan gerakan terbatas akibat nyeri.
Sensibilitas menurun, a. dorsalis pedis sinistra dan a. tibialis posterior sinistra
lebih lemah dibanding bagian dextra, CRT>2 detik serta penghitungan ABI Score

25
kiri bernilai 0,6 menandakan sudah terjadinya Periferal Arterial Disease (PAD).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit normal dan BSS normal untuk
mencari tahu faktor risiko lainnya seperti DM.
Berhenti merokok merupakan hal paling utama yang dapat mengehntikan
progresivitas penyakit. Pemberian analog protasiklin seperti iloprost berguna
sebagai vasodilator dan mampu menghambat agregasi platelet. Calcium channel
blocker dapat berguna untuk mengurangi efek vasokonstriksi dari penyakit. Obat
analgesik seperti analgesik narkotik maupun obat anti inflamasi non steroid dapat
diberikan untuk membantu mengatasi nyeri pada pasien ini. Kondisi pasien
dengan adanya ulkus ditambah penilaian ABI score 0,6 mengindikasikan pasien
untuk dilakukan debridement.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Hirsch AT, Haskal ZJ, Hertzer NR, Bakal CW, Creager MA, Halperin JL, et
al. ACC/AHA 2016 Practice guidelines for the management of patients with
peripheral arterial disease (lower extremity, renal, mesenteric, and
abdominal aortic). Circulation. 2016;113(11):463-654
2. Abdulhannan P, Russell D A dan Homer-Vanniasinkam S. Peripheral
arterial disease: a literature review. British Medical Bulletin 2012; 104:21-
39.
3. Kullo I J dan Rooke T W. Peripheral artery disease. N ENG J MED 2016;
374:861-71.
4. Sjamsuhidajat R., De Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah-de Jong. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta, Indonesia. Hal 52
5. American Heart Association. Management of patients with perhiperal artery
disease. —2011; Dallas
6. Guyton A.C. dan Hall J.E.2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11.
Terjemahanoleh: Irawati et al. BukuKedokteran EGC. Jakarta, Indonesia.
7. Liapis C dan Kakisis J. 2014. Atherosclerotic risk factors: general
considerations. Rutherford’s vascular surgery. Ed J L Cronenwett dan K W
Johnston. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Saunders. Bab 26. Hlm. 400-15.
8. Dosluoglu H H. 2014. Lower extremity arterial disease: general
considerations. Rutherford’s vascular surgery. Ed J L Cronenwett dan K W
Johnston. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Saunders. Bab 108. Hlm. 1660-
74.
9. TASC Working Group. TransAtlantic Inter-Society Concensus (TASC).
Management of peripheral arterial disease (PAD). J Vasc Surg. 31: 2000.
10. Gerhard-Herman M D, Gornik H L, Barrett C, Barshes N R, Corriere M A,
Drachman D E, et al. 2016 AHA/ACC guideline on the management of
patients with lower extremity peripheral artery disease: a report of the
American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on
clinical practice guidelines. Circulation 2017;135:e726-e779.

27
11. Goodney P P. 2018. Patient clinical evaluation. Rutherford’s vascular
surgery. Ed J L Cronenwett dan K W Johnston. Edisi ke-9. Philadelphia:
Elsevier Saunders. Bab 14. Hlm. 202-13.
12. Aboyans V, Ricco JB, Bartelink MLE, Björck M, Brodmann M, Cohnert T, et
al. 2017 ESC guidelines on the diagnosis and treatment of peripheral arterial
diseases, in collaboration with the European Society for Vascular Surgery
(ESVS). Eur J Vasc Endovasc Surg. 2017. pii: S1078-5884(17)30454-9. doi:
10.1016/j.ejvs.2017.07.018.
13. Olin J W dan Sealove B A. Peripheral artery disease: current insight into the
disease and its diagnosis and management. Mayo clin Proc 2010; 85(7):678-
92.
14. Verim S dan Tasci I. Doppler ultrasonography in lower extrimity peripheral
arterial disease. Türk Kardiyol Dern Arş - Arch Turk Soc Cardiol
2013;41(3):248-255.

28

You might also like