You are on page 1of 17

ANALISA

DAMPAK BENCANA ALAM KEBAKARAN HUTAN PADA KESEHATAN

Oleh:

Ahia zakira rosmala

Bayu Firdaus

Putu arthana putra (H1A013051)

Rosmaeti emma aulia

Pembimbing:

dr. Oxy Tjahjo Wahjuni, Sp.EM

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF MULOK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2018
1. DEFINISI

Indonesia mempunyai luas hutan yang menempati urutan ke tiga dunia setelah
Brasil dan Zaire. Luas hutan Indonesia kini diperkirakan mencapai 120,35 juta ha, atau
63 persen luas daratan. Kebakaran hutan merupakan salah satu sebab degradasi hutan dan
terbukti menimbulkan dampak merugikan di bidang kesehatan dan bidangbidang lainnya,
dan pada berbagai aspek baik ekonomi, ekologi, maupun sosial. serta berskala lokal,
nasional, internasional, regional, dan global. Fase bencana kebakaran hutan fase dimana
mulai terjadi kebakaran hutan dan ditandai dengan angka indeks standar pencemar udara
(ISPU) lebih dari 200. Fase ini berakhir bila angka ISPU kurang dari 200 dan parameter
kesehatan udara dan angka penyakit kembali pada kondisi sebelum kebakaran.
Table indeks standar pencemar udara (ISPU)
2. PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN
Kerentanan merupakan suatu kondisi masyarakat yang tidak dapat
menyesuaikan perubahan yang disebabkan oleh ancaman tertentu, oleh karena itu
perlunya suatu identifikasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan akan
terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan. Dalam mencapai tujuan penelitian,
dilakukan analisa terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kerentanan
(vulnerability). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kerentanan bencana kebakaran
hutan dan lahan ditinjau dari teori-teori terkait kerentanan bencana kebakaran. Beberapa
faktor-faktor tersebut antara lain adalah iklim, kegiatan penduduk, kepadatan bangunan,
pengadaan prasarana pemadam kebakaran, ketersediaan pasokan air, vegetasi gambut,
vegetasi kayu, jaringan jalan, hidrologi, mata pencaharian, peningkatan jumlah penduduk,
hasil hutan dan hasil pertanian.

No. Faktor Tingkat Pengaruh


1 Iklim Signifikan
2 Kegiatan Penduduk Signifikan
3 Kepadatan Bangunan Signifikan
4 Pengadaan Prasarana Pemadam Kebakaran Signifikan
5 Ketersediaan Pasokan Air Signifikan
6 Vegetasi Gambut Signifikan
7 Vegetasi Kayu Signifikan
8 Jaringan Jalan Signifikan
9 Hidrologi Kurang Signifikan
10 Mata Pencaharian Kurang Signifikan
11 Peningkatan Jumlah Penduduk Kurang Signifikan
12 Hasil Hutan Kurang Signifikan
13 Hasil Pertanian Kurang Signifikan

Berdasarkan hasil pembobotan faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan


maka, faktor yang memiliki pengaruh signifikan dalam pembahasan ini adalah 8 faktor
beberapa di antaranya yaitu faktor iklim, kegiatan penduduk, kepadatan bangunan,
pengadaan prasarana pemadam kebakaran, ketersediaan pasokan air, vegetasi gambut,
vegetasi kayu, dan jaringan jalan. Sedangkan untuk 5 faktor yang lainnya seperti faktor
hidrologi, mata pencaharian, peningkatan jumlah penduduk, hasil hutan dan hasil
pertanian tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kerentanan bencana
kebakaran.

 Ketersediaan Pasokan Air


Pembuatan kanal-kanal dan parit di lahan gambut telah menyebabkan gambut
mengalami pengeringan yang berlebihan di musim kemarau dan mudah terbakar.
Pengelolaan air perlu diperhatikan agar air tanah tidak turun terlalu dalam dan turun secara
drastis, serta mencegah terjadinya gejala kering tak balik, penurunan permukaan gambut
yang berlebihan dan oksidasi lapisan yang mengandung bahan pirit. Untuk menanggulangi
kebakaran pada lahan gambut. Faktor pemicu parahnya kebakaran lahan gambut adalah
kemarau yang ekstrim dan/atau penggalian drainase lahan gambut secara berlebihan. Api
dapat dicegah melalui perbaikan sistem pengelolaan air (meninggikan muka air tanah),
peningkatan kewaspadaan terhadap api serta pengendalian api apabila terjadi kebakaran.
Salah satu bentuk pengendalian kebakaran adalah dengan cara memblok saluran drainase
yang sudah terlanjur digali, terutama pada lahan terlantar sehingga muka air tanah lebih
dangkal. Sumber air merupakan faktor kunci di musim kebakaran. Untuk itu waduk
serbaguna, bak air beton, sarana transportasi dan komunikasi perlu disediakan.
 Vegetasi Gambut
Faktor pemicu yang menjadi penyebab semakin hebatnya kebakaran hutan dan
lahan ialah lahan gambut yang menyimpan panas. Hampir semua komponen dalam segitiga
api (fire triangle) yaitu oksigen, bahan bakar, dan panas merupakan faktor penyebab
terjadinya api. Tanah gambut dan vegetasi yang tumbuh di atasnya merupakan bahan bakar
potensial yang apabila mengalami kekeringan akan mudah terbakar. Tanah gambut bersifat
kering tak balik (ireversible dryng) yang apabila kekeringan dalam waktu lama akan sulit
mengikat air kembali sehingga rawan terbakar. Hutan rawa gambut yang telah terdegradasi
juga sangat sulit untuk dipulihkan. Adanya bahan-bakar berlimpah pada lantai hutan dan
lahan dan gejala alam El-Nino telah menjadi pendukung utama terjadinya kebakaran.
 Vegetasi Kayu
Kegiatan pembalakan kayu menjadi pemicu meningkatnya kerawanan kebakaran
hutan dan lahan. Kegiatan memanen kayu yang tidak menerapkan asas kelestarian juga
dapat menjadi pemicu terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan. Juga disebabkan oleh
potongan kayu atau potongan batang pohon yang menjadi kering, sehingga di musim
kemarau dengan terik matahari, dapat menimbulkan panas dan mengakibatkan pemicu
kebakaran hutan.
 Jaringan Jalan
Dengan jaringan jalan yang cukup memadai akan memudahkan mobilisasi
peralatan dan juga tenaga untuk penanggulangan kebakaran yang terjadi. Sedangkan
daerah rawan kebakaran hutan kebanyakan merupakan wilayah dimana kondisi jaringan
jalan yang kurang memadai untuk menuju akses titik-titik rawan terjadinya bencana
kebakaran seringkali menghambat proses pemadaman api secara cepat, sehingga faktor
tersebut menjadi berpegaruh terhadap kerentanan bencana kebakaran.
 Iklim
Kondisi iklim yang ekstrim seperti musim kemarau yang panjang menyebabkan
kerentanan terhadap bencana kebakaran semakin meningkat. Berdasarkan pantauan satelit
NOAA seringkali terdapat peningkatan titik panas yang sangat signifikan ialah ketika bulan
juni hingga oktober menjadi waktu yang rentan terhadap bencana kebakaran. Musim
kemarau yang berkepanjangan dapat berakibat naiknya suhu di berbagai wilayah termasuk
hutan. Suhu yang tinggi tersebut dapat memicu terjadinya kebakaran hutan. Sambaran petir
juga dapat berpotensi menyebabkan kebakaran hutan. Perubahan iklim yang terjadi akibat
penyebab pemanasan global juga bisa menyebabkan seringnya sambaran petir itu terjadi.
 Kegiatan Penduduk
Kegiatan-kegiatan penyiapan lahan untuk berbagai macam bentuk usaha pertanian
dan kehutanan dapat menimbulkan bencana kebakaran. kegiatan penduduk seperti halnya
membakar lahan, membuang puntung rokok atau membakar api unggun ketika berkemah
seringkali menjadi penyebab bencana kebakaran. Dan kegiatan penduduk ini didukung
dengan musim kemarau yang terjadi di wilayah Indonesia menyebabkan bencana
kebakaran hutan semakin parah. Meninggalkan bekas api unggun atau membuang puntung
rokok di hutan. Hal ini biasa terjadi ketika seorang pendaki gunung atau seseorang yang
melakukan perjalanan dalam hutan. Api unggun yang dinyalakan biasanya ditinggalkan
begitu saja sehingga berpotensi menyebabkan kebakaran.
 Kepadatan Bangunan
Diperlukannya penataan kepadatan bangunan dan lahan serta memperjelas
kepemilikan lahan agar dapat dengan mudah melakukan controling serta evaluasi jika
terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan. Seperti kepadatan bangunan berbentuk linear,
yaitu padat di area jalan arteri primer, kepadatan dengan bentuk linier memberikan
pengaruh yang cukup kuat akan terjadinya bencana kebakaran.
 Pengadaan Prasarana Pemadam Kebakaran
Pendayagunaan sarana dan prasarana yang telah ada diperlukan inventarisasi
terhadap peralatan yang diperlukan berdasarkan skala prioritas. Tak bisa dipungkiri,
operasi pemadaman hutan adalah usaha berat yang mustahil dilakukan jika hanya
dilakukan dengan tangan kosong. Terbatasnya sarana dan prasarana terkait dengan alat-
alat untuk memadamkan api di dalam area hutan dan lahan luas semakin menyulitkan
petugas untuk menuntaskan api yang membakar. Sehingga, kebakaran hutan yang mungkin
berawal dari api yang kecil, karena tanpa prasarana yang mendukung, dapat berakhir
menjadi kebakaran hutan yang sangat luas.
 Hidrologi
Pengembangan sistem informasi kebakaran mencakup data iklim dan data
hidrologis. Di beberapa wilayah kejadian bencana kebakaran hutan dan lahan sangatlah
sulit diprediksi hanya berdasarkan curah hujan saja, karena kejadian tersebut dapat terjadi
sewaktu-waktu tanpa diduga dan dapat dilihat dari fakta dimana terjadi bencana kebakaran
hampir setiap bulan menjadikan faktor tersebut menjadi kurang berpengaruh.
 Mata Pencaharian
Masyarakat yang menggantungkan mata pencaharian dari hasil hutan seringkali
lalai membakar vegetasi. Faktor ekonomi masyarakat lokal. Masyarakat lokal yang ingin
membuka lahan dan hanya memiliki sedikit biaya biasanya melakukan cara instan untuk
membuka lahan. Mereka membakar hutan untuk membuka lahan baru. Cara tersebut
dianggap lebih mudah dan murah meski akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya bagi
lingkungan dan kesehatan dan akan lebih mudah menjadi penyebab pencemaran udara.
 Peningkatan Jumlah Penduduk
Peningkatan jumlah penduduk berpengaruh terhadap pembukaan hutan dan lahan
dimana api digunakan sebagai teknik dalam persiapan lahan. Daerah-daerah yang tidak
sesuai dengan peruntukkannya, dipaksakan untuk dibuat pemukiman. Daerah berlerang
terjal yang berbahaya juga ikut menjadi lokasi sasaran pembuatan rumah-rumah penduduk.
 Hasil Hutan
Kurangnya insentif dan disinsentif terhadap perusahaan perhutani menyebabkan
kurang diperhatikannya manajemen kebakaran oleh dapat menjadi kerentanan bencana
kebakaran hutan dan lahan.
 Hasil Pertanian
Pembakaran hutan dan lahan secara sengaja untuk pertanian juga merupakan
penyebab kebakaran yang utama. Juga di beberapa wilyah, banyak pohon hutan ditebang
guna membuka jalur masuknya cahaya matahari untuk kebun/pertanian warga agar dapat
mendapatkan suplai cahaya matahari. Karena bagi beberapa petani yang bertani di wilayah
hutan, pohon-pohon hutan adalah musuh bagi tanaman yang mereka tanam.

Beberapa faktor lainnya yang dapat menjadi penyebab kebakaran hutan adalah;

Beberapa faktor penyebab kebakaran hutan antara lain :

1. Penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan


Masyarakat di sekitar kawasan hutan seringkali menggunakan api untuk persiapan
lahan, baik untuk membuat lahan pertanian maupun perkebunan seperti kopi dan
coklat. Perbedaan biaya produksi yang tinggi menjadi satu faktor pendorong
penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan. Metode penggunaan api dalam
kegiatan persiapan lahan dilakukan karena murah dari segi biaya dan efektif dari segi
waktu dan hasil yang dicapai cukup memuaskan.
2. Adanya kekecewaan terhadap sistem pengelolaan hutan
Berbagai konflik sosial sering kali muncul di tengah - tengah masyarakat sekitar
kawasan hutan. Konflik yang dialami terutama masalah konflik atas sistem pengelolaan
hutan yang tidak memberikan manfaat ekonomi pada masyarakat. Adanya rasa tidak
puas sebagian masyarakat atas pengelolaan hutan bisa memicu masyarakat untuk
bertindak anarkis tanpa memperhitungkan kaidah konservasi maupun hukum yang ada.
Terbatasnya pendidikan masyarakat dan minimnya pengetahuan masyarakat akan
fungsi dan manfaat hutan sangat berpengaruh terhadap tindakan mereka dalam
mengelola hutan yang cenderung desdruktif.
3. Pembalakan liar atau illegal logging.
Kegiatan pembalakan liar atau illegal logging lebih banyak menghasilkan lahan -
lahan kritis dengan tingkat kerawanan kebakaran yang tinggi. Seringkali, api yang tidak
terkendali secara mudah merambat ke areal hutan - hutan kritis tersebut. Kegiatan
pembalakan liar atau illegal logging seringkali meninggalkan bahan bakar (daun,
cabang, dan ranting) yang semakin lama semakin bertambah dan menumpuk dalam
kawasan hutan yang dalam musim kemarau akan mengering dan sangat bepotensi
sebagai penyebab kebakaran hutan.
4. Kebutuhan akan Hijauan Makanan Ternak (HMT)
Kehidupan masyarakat sekitar kawasan hutan tidak lepas dari ternak dan
penggembalaan. Ternak (terutama sapi) menjadisalah satu bentuk usaha sampingan
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Kebutuhan akan HMT dan areal
penggembalaan merupakan salah satu hal yang harus dipenuhi. Untuk mendapatkan
rumput dengan kualitas yang bagus dan mempunyai tingkat palatabilitas yang tinggi
biasanya masyarakat membakar kawasan padang rumput yang sudah tidak produktif.
5. Perambahan hutan
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya sebagai agen penyebab kebakaran hutan
adalah migrasi penduduk dalam kawasan hutan (perambah hutan). Disadari atau tidak
bahwa semakin lama, kebutuhan hidup masyarakat akan semakin meningkat seiring
semakin bertambahnya jumlah keluarga dan semakin kompleknya kebutuhan hidup.
Hal tersebut menuntut penduduk untuk menambah luasan lahan garapan mereka agar
hasil pertanian mereka dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
6. Sebab lain
Sebab lain yang bisa menjadi pemicu terjainya kebakaran adalah faktor kurangnya
kesadaran masyarakat terhadap bahaya api. Biasanya bentuk kegiatan yang menjadi
penyebab adalah ketidaksengajaan dari pelaku. Misalnya masyarakat mempunyai
interaksi yang tinggi dengan hutan. Salah satu bentuk interaksi tersebut adalah
kebiasaan penduduk mengambil rotan yang biasanya sambil bekerja mereka
menyalakan rokok. Dengan tidak sadar mereka membuang puntung rokok dalam
kawasan hutan yang mempunyai potensi bahan bakar melimpah sehingga
memungkinkan terjadi kebakaran

3. TANDA-TANDA BENCANA KEBAKARAN HUTAN


Tanda-tanda datangnya kebakaran hutan adalah :

1. Terjadinya akumulasi asap


Akumulasi asap ini sulit untuk dihentikan sebab musim kemarau yang sedang
terjadi. Dan pemerintah pun barulah sibuk menanganinya dengan proses
pembuatan hujan buatan.
2. Adanya titik api (hot spot)
Hotspot atau titik api mulai bertebaran. Inilah yang diduga sebagai penyebab
pekatnya kabut dan asap beberapa pekan terakhir ini. penyebab banyaknya titik
api tersebut karena adanya penduduk yang membuka lahan dengan membakar
hutan. Masyarakat beranggapan dengan dibakar, lahan akan subur ketimbang
dengan menggunakan alat berat. ‘’Karena anggapan inilah masyarakat
membakar hutan untuk membuka lahan,”
3. Meluasnya kobaran api di lokasi kebakaran
Kebakaran hutan adalah kebakaran yang menghanguskan hutan dan padang
rumput. Kebakaran hutan ini bisa disebabkan oleh gejala alam seperti petir dan
sebagainya, akan tetapi kebanyakan melanda hutan produktif, perkebunan
kelapa sawit dan ladang disebabkan oleh nyala api yang dilakukan manusia
pada saat penyiapan lahan, kurang sempurna mematikan api (termasuk
membuang puntung rokok) dan juga kesengajaan pembakaran. Sedangkan
unsure yang memperluas kebakaran hutan sangat dipengaruhi oleh faktor alam
seperti datang nya angin kencang. Pada umumnya kebakaran hutan mencakup
areal yang relatif luas, karena banyak benda yang dapat terbakar. Dari segi
kualitas dan kuantitas kebakaran pun beragam, begitu juga sifatpembakarannya
cukup kompleks. Karakteristik kebakaran itu antara lain
a) Lokasi kebakaran yaitu lokasi kebakaran biasanya dari kampung hingga
jauh ke dalam hutan yang pada umumnya sulit dijangkau dan air tidak
tersedia.
b) Bentuk permukaan tanah yaitu keadaan hutan yang berbukit dengan
perubahan cuaca yang drastis dapat menimbulkan kebakaran hutan yang
sangat membahayakan.
4. Adanya loncata api dari permukaan membakar ranting ataupun tajuk, yang
semakin besar.
Meluaskan kobaran api di lereng pegunungan sangat cepat dan meluasnya
kobaran api tersebut banyak yang disebabkan oleh loncatan (percikan api)
sehingga menimbulkan lidah api yang panjang, yang panjangnya berbeda
dengan lidah kebakaran bangunan.
Syarat terjadinya pembakaran(api) ada tiga unsur seperti konsep segitiga api
yaitu adanya benda yang dapatterbakar, temperatur (panas), dan udara
(oksigen). Apabila salah satu unsur dari tiga unsur ini tidak terpenuhi tidak
akan terjadi pembakaran.

Adapun tanda-tanda sebelum terjadinya kebakaran hutan ini adalah sebagai berikut:

o Suhu udara di sekitar hutan meningkat menjadi lebih panas.


o Kelembaban udara di kawasan hutan sangat rendah karena musim kemarau yang
berkepanjanga.
o Hewan-hewan yang menghuni hutan migrasi atau keluar dari kawasan hutan.
o Angin yang berhembus di kawasan hutan terasa panas.
o Muncul akumulasi asap di kawasan hutan.
o Terlihatnya hot spot atau titik api di kawasan hutan.
o Adanya kegiatan manusia di kawasan hutan yang menggunakan api.

4. MASALAH KESEHATAN AKIBAT KEBAKARAN HUTAN:


Dampak terhadap masyarakat yang terjadi akibat kebakaran hutan, yaitu sebagai berikut
(Pan American Health Organization, 2006);
A. Peningkatan Morbiditas
Tingginya angka kesakitan dalam keadaan terjadinya bencana dibagi dalam 2
katagori, yaitu:
- Kesakitan primer, adalah kesakitan yang terjadi sebagai akibat langsung dari kejadian
bencana tersebut, kesakitan ini dapat disebabkan karena trauma fisik, termis, kimiawi,
psikis dan sebagainya.
- Kesakitan sekunder, kesakitan sekunder terjadi sebagai akibat sampingan usaha
penyelamatan terhadap korban bencana, yang dapat disebabkan karena sanitasi
lingkungan yang buruk, kekurangan makanan dan sebagainya.
Dampak kesehatan kebakaran hutan dapat menyebabkan luka bakar bagi
masyarakat sekitar atau petugas yang melakukan pemadaman api serta dampak polusi
akibat asap kebakaran itu sendiri. Asap yang berasal dari kebakaran hutan (kayu dan bahan
organik lain) mengandung campuran gas, partikel, dan bahan kimia akibat pembakaran
yang tidak sempurna. Komposisi asap kebakaran hutan terdiri dari gas seperti karbon
monoksida, karbon dioksida, nitrogen oksida, ozon, sulfur dioksida dan lainnya. Partikel
yang timbul akibat kebakaran hutan biasa disebut sebagai particulate matter (PM). Ukuran
lebih dari 10 um biasanya tidak masuk paru, tetapi dapat mengiritasi mata, hidung, dan
tenggorokan. Sedangkan partikel kurang dari 10 um dapat terinhalasi sampai ke paru.
Selain itu, bahan lainnya dalam jumlah sedikit seperti aldehid, polisiklik aromatic
hidrokarbon, benzene, toluene, styrene, metal dan dioksin.
Banyak penelitian membuktikan bahwa bahan-bahan yang terkandung di dalam
asap kebakaran hutan dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Kelompok
masyarakat yang rentan terhadap asap kebakaran hutan adalah orang tua, ibu hamil, anak-
anak serta orang dengan penyakit jantung dan paru sebelumnya (seperti asma, penyakit
paru obstruktif kronik/ PPOK dan emfisema). Dalam jangka cepat (akut), asap kebakaran
hutan akan menyebabkan iritasi selaput lendir mata, hidung, tenggorokan, sehingga
menimbulkan gejala berupa mata perih dan berair, hidung berair dan rasa tidak nyaman di
tenggorokan, mual, sakit kepala, dan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan
akut (ISPA).
B. Tingginya Angka Kematian
Kematian akibat terjadinya bencana alam dibagi dalam dua kategori, yaitu:
- Kematian primer, adalah kematian langsung akibat terjadi bencana, misalnya tertimbun
tanah longsor.
- Kematian Sekunder, adalah kematian yang tidak langsung disebabkan oleh bencana,
melainkan dipengaruhi oleh faktor-faktor penyelamatan terhadap penderita cedera
berat, seperti. kurangnya persediaan darah, obat-obatan, tenaga medis dan para medis
yang dapat bertindak cepat untuk mengurangi kematian tersebut.
Ada berbagai partikel yang dilepaskan ke udara saat terjadi kebakaran hutan. Partikulat
adalah padatan atau likuid di udara dalam bentuk asap, debu dan uap, yang dapat tinggal
di atmosfer dalam waktu yang lama. Di samping menganggu estetika, partikel berukuran
kecil di udara dapat terhisap ke dalam sistem pernafasan dan menyebabkan penyakit
gangguan pernafasan dan kerusakan paru-paru. Partikel yang terhisap ke dalam sistem
pernafasan akan disisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan
tertahan pada saluran pernafasan atas, sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke
paru-paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang lama. Partikel inhalable adalah
partikel dengan diameter di bawah 10 μm (PM10). PM10 diketahui dapat meningkatkan
angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernafasan, pada konsentrasi
140 μg/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada
konsentrasi 350 μg/m3 dapat memperparah kondisi penderita bronchitis.
C. Masalah Kesehatan Lingkungan
Mencakup masalah-masalah yang berkaitan erat dengan sanitasi lingkungan, tempat
penampungan yang tidak memenuhi syarat, seperti penyediaan air bersih, tempat
pembuangan tinja dan air bekas, tempat pembuangan sampah, tenda penampungan dan
kelengkapannya, kepadatan dari tempat penampungan, dan sebagainya.
Kebakaran hutan membawa dampak yang besar pula pada keanekaragaman hayati.
Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami
kerusakan. Hilangnya tumbuh - tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah
tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering
muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar dan
menimbulkan masalah kesehatan lingkungan.

5.PENANGGULANGAN DAMPAK KEBAKARAN


Cara penanggulangan bencana, antara lain sebagai berikut :
1) Terhadap Penyebab Primer
Cara–cara penanggulangan bencana apabila bencana tersebut terjadi karena
penyebab primer, diantaranya: menyelamatkan penduduk ke tempat yang dianggap lebih
aman, melakukan perawatan terhadap penderita yang cidera di suatu tempat yang aman,
memberikan pelayanan pengobatan kepada penderita dan menguburkan mayat serta
binatang sesegera mungkin.
Sistem yang digunakan saat terjadi bencana adalah sistem triase. Sistem triase
adalah sistem yang digunakan oleh tenaga kesehatan untuk menjalankan sarana medis yang
tersedia saat jumlah korban dan penderita yang butuh perawatan melebihi sarana medis
yang ada. Perencanaan yang baik perlu disiapkan untuk menanggulangi bencana.
Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang membutuhkan
stabilisasi segera (perawatan di lapangan) dan mengidentifikasi korban yang hanya dapat
diselamatkan dengan pembedahan darurat (life-saving surgery). Dalam aktivitasnya,
digunakan kartu merah, hijau dan hitam sebagai kode identifikasi korban.
Triase lapangan dilakukan pada tiga kondisi:
o Triase di tempat (triase satu)
Triase di tempat dilakukan di “tempat korban ditemukan” atau pada tempat
penampungan yang dilakukan oleh tim Pertolongan Pertama atau Tenaga Medis
Gawat Darurat. Triase di tempat mencakup pemeriksaan, klasifikasi, pemberian
tanda dan pemindahan korban ke pos medis lanjutan.
o Triase medik (triase dua)
Triase ini dilakukan saat korban memasuki pos medis lanjutan oleh tenaga
medis yang berpengalaman (sebaiknya dipilih dari dokter yang bekerja di Unit
Gawat Darurat, kemudian ahli anestesi dan terakhir oleh dokter bedah). Tujuan
triase medik adalah menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh
korban.
o Triase evakuasi (triase tiga)
Triase ini ditujukan pada korban yang dapat dipindahkan ke Rumah Sakit
yang telah siap menerima korban bencana massal. Jika pos medis lanjutan dapat
berfungsi efektif, jumlah korban dalam status “merah” akan berkurang, dan
akan diperlukan pengelompokan korban kembali sebelum evakuasi
dilaksanakan.Tenaga medis di pos medis lanjutan dengan berkonsultasi dengan
Pos Komando dan Rumah Sakit tujuan berdasarkan kondisi korban akan
membuat keputusan korban mana yang harus dipindahkan terlebih dahulu,
Rumah Sakit tujuan, jenis kendaraan dan pengawalan yang akan dipergunakan.
Pertolongan pertama dilakukan oleh para sukarelawan, petugas Pemadam
Kebakaran, Polisi, tenaga dari unit khusus, Tim Medis Gawat Darurat dan Tenaga Perawat
Gawat Darurat Terlatih.
Pertolongan pertama dapat diberikan di lokasi seperti berikut:
o Lokasi bencana, sebelum korban dipindahkan.
o Tempat penampungan sementara
o Pada “tempat hijau” dari pos medis lanjutan
o Dalam ambulans saat korban dipindahkan ke fasilitas kesehatan
Pertolongan pertama yang diberikan pada korban dapat berupa kontrol jalan napas,
fungsi pernapasan dan jantung, pengawasan posisi korban, kontrol perdarahan, imobilisasi
fraktur, pembalutan dan usaha-usaha untuk membuat korban merasa lebih nyaman. Harus
selalu diingat bahwa, bila korban masih berada di lokasi yang paling penting adalah
memindahkan korban sesegera mungkin, membawa korban gawat darurat ke pos medis
lanjutan sambil melakukan usaha pertolongan pertama utama, seperti mempertahankan
jalan napas, dan kontrol perdarahan. Resusitasi Kardiopulmoner tidak boleh dilakukan di
lokasi kecelakaan pada bencana massal karena membutuhkan waktu dan tenaga
2) Terhadap Penyebab Sekunder
Pada daerah yang terkena bencana, penanggulangan bencana terhadap penyebab sekunder
dengan menyiapkan tempat penampungan yang memenuhi syarat sanitasi lingkungan, yaitu:
sarana air bersih, sarana jamban dan pembuangan air limbah, pencegahan khusus yang
mungkin timbul sebagai dampak bencana, menyediakan pelayanan kesehatan untuk
mengawasi kemungkinan wabah, penyediaan sarana dan prasarana medis untuk menghadapi
kemungkinan timbulnya wabah dan menyediakan suplai makanan dengan gizi yang baik untuk
menghindari terjadinya defisiensi nutrisi.
Pos medis lanjutan didirikan sebagai upaya untuk menurunkan jumlah kematian dengan
memberikan perawatan efektif (stabilisasi) terhadap korban secepat mungkin. Upaya
stabilisasi korban mencakup intubasi, trakeostomi, pemasangan drain thoraks, pemasangan
ventilator, penatalaksanaan syok secara medikamentosa, analgesia, pemberian infus,
fasiotomi, imobilisasi fraktur, pembalutan luka, pencucian luka bakar. Fungsi pos medis
lanjutan ini dapat disingkat menjadi “Three ‘T’ rule” (Tag, Treat, Transfer) atau hukum tiga
(label, rawat, evakuasi).
Pola pengungsian yang telah disiapkan akibat bencana tetap menimbulkan masalah
kesehatan. Masalah kesehatan berawal dari kurangnya air bersih yang berakibat pada buruknya
kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang menyebabkan perkembangan beberapa penyakit
menular. Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga memengaruhi pemenuhan kebutuhan
gizi seseorang serta akan memperberat proses terjadinya penurunan daya tahan tubuh terhadap
berbagai penyakit.
Pelayanan kesehatan dasar yang diperlukan pengungsi meliputi:
o Pelayanan pengobatan Bila pola pengungsian terkonsentrasi di barak-barak atau tempat-
tempat umum, pelayanan pengobatan dilakukan di lokasi pengungsian dengan membuat
pos pengobatan. Pelayanan pengobatan dilakukan di Puskesmas bila fasilitas kesehatan
tersebut masih berfungsi dan pola pengungsianya tersebar berada di tenda-tenda kanan kiri
rumah pengungsi.
o Pelayanan imunisasi Bagi pengungsi khususnya anak-anak, dilakukan vaksinasi campak
tanpa memandang status imunisasi sebelumnya. Adapun kegiatan vaksinasi lainnya tetap
dilakukan sesuai program untuk melindungi kelompokkelompok rentan dalam
pengungsian.
o Pelayanan kesehatan ibu dan anak Kegiatan yang harus dilaksanakan adalah; Kesehatan
Ibu dan Anak (pelayanan kehamilan, persalinan, nifas dan pasca-keguguran), Keluarga
berencana (KB), deteksi dini dan penanggulangan IMS dan HIV/AIDS, Kesehatan
reproduksi remaja
o Pelayanan gizi Tujuannya meningkatkan status gizi bagi ibu hamil dan balita melalui
pemberian makanan optimal. Setelah dilakukan identifikasi terhadap kelompok bumil dan
balita, petugas kesehatan menentukan strategi intervensi berdasarkan analisis status
gizi.Pada bayi tidak diperkenan diberikan susu formula, kecuali bayi piatu, bayi terpisah
dari ibunya, ibu bayi dalam keadaan sakit berat.
o Pemberantasan penyakit menular dan pengendalian vektor Beberapa jenis penyakit yang
sering timbul di pengungsian dan memerlukan tindakan pencegahan karena berpotensi
menjadi KLB antara lain: campak, diare, cacar, malaria, varicella, ISPA, tetanus.
Pelaksanaan pengendalian vektor yang perlu mendapatkan perhatian di lokasi pengungsi
adalah pengelolaan lingkungan, pengendalian dengan insektisida, serta pengawasan
makanan dan minuman. Pada pelaksanaan kegiatan surveilans bila menemukan kasus
penyakit menular, semua pihak termasuk LSM kemanusiaan di pengungsian harus
melaporkan kepada Puskesmas/Pos Yankes di bawah koordinasi Dinas Kesehatan
Kabupaten sebagai penanggung jawab pemantauan dan pengendalian.
o Pelayanan kesehatan jiwa Pelayanan kesehatan jiwa di pos kesehatan diperlukan bagi
korban bencana, umumnya dimulai pada hari ke-2 setelah kejadian bencana. Bagi korban
bencana yang memerlukan pertolongan pelayanan kesehatan jiwa dapat dilayani di pos
kesehatan untuk kasus kejiwaan ringan. Sedangkan untuk kasus berat harus dirujuk ke
Rumah Sakit terdekat yang melayani kesehatan jiwa.
o Pelayanan promosi kesehatan Kegiatan promosi kesehatan bagi para pengungsi diarahkan
untuk membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat. Kegiatan ini mencakup: ▪ Kebersihan
diri ▪ Pengolahan makanan ▪ Pengolahan air minum bersih dan aman ▪ Perawatan
kesehatan ibu hamil (pemeriksaan rutin, imunisasi) Kegiatan promosi kesehatan dilakukan
melekat pada kegiatan kesehatan lainnya.
Perencanaan suatu program pemulihan harus memiliki unsur-unsur terhadap pengurangan
risiko bencana, berguna bagi keberlanjutan dan pembangunan berkelanjutan aman dari risiko
bencana.
DAFTAR PUSTAKA

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia [Internet]. 2015. Masalah
kesehatan akibat kebakaran hutan dan lahan Available from: http://www.depkes.go.id/ Acessed
April, 23 2018.

Rumajomi B. Hermanus [Internet]. 2006. Kebakaran Hutan Di Indonesia dan Dampaknya


Terhadap Kesehatan. Available from: http://www.depkes.go.id/ Acessed April, 23 2018.

Awaludin [Internet]. 2016. keluhan kesehatan masyarakat akibat kabut asap kebakaran hutan dan
lahan di kota pekanbaru Available from: http://www.ejournal.kopertis10.or.id Acessed April, 23
2018.

Rasyid F. 2014. Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan. Available at:


http://juliwi.com/published/E0104/Paper0104_47-59.pdf

Depkes RI. 2007. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana. Available
at: www.depkes.go.id/download.php?file=download/penanganan-krisis/buku...pdf

You might also like