You are on page 1of 19

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK 1

(Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Hipospadia Pada Anak)

Pengampu :

DISUSUN OLEH :

1. Sugiarto Arif Budiman (108116038)


2. Dewi Nur Oktaviani (108116039)
3. Riniyanti (108116044)
4. Mirna (108116052)
5. Sahrul Hardiyanto (108116053)
6. Anggin Fitriani (108116060)
7. Desi Nur Annisa (108116059)
8. Icha Cahya Puspita (108116065)

STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP

TAHUN AJARAN 2017/2018


KATA PENGANTAR

Pertama–tama penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang


Maha Esa yang telah memberkahi penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu penulis dalam pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah
penulis gunakan sebagai data dan fakta pada makalah ini.
Makalah ini memuat tentang “Laporan Pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan Hipospadia Pada Anak” untuk memenuhi tugas Mata kuliah
Keperawatan Anak 1. Penulis mengakui bahwa penulis adalah manusia yang
mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang
dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang
telah kami selesaikan. Tidak semua hal dapat kami analisa dengan sempurna dalam
makalah ini. Penulis melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang
penulis miliki. Di mana penulis juga memiliki keterbatasan kemampuan.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi
kita semua. Terimakasih.

Cilacap, 28 Mei 2018

Penulis

HIPOSPADIA i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
2.1 Pengertian Hipospadia .............................................................................................. 3
2.2 Etiologi Hipospadia .................................................................................................. 3
2.3 Patofisiologi .............................................................................................................. 4
2.4 Manifestasi Klinik..................................................................................................... 5
2.5 Klasifikasi ................................................................................................................. 5
2.6 Komplikasi ................................................................................................................ 6
2.7 Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang ......................................................................... 7
2.8 Penatalaksanaan Medis ............................................................................................. 7
2.9 ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIPOSPADIA .............................................. 8
BAB III ............................................................................................................................. 14
PENUTUP ........................................................................................................................ 14
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 14
3.2 Saran ....................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 15

HIPOSPADIA ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan
merupakan anormali penis yang paling sering. Perkembangan uretra in uretro
di mulai usia 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu. Uretra terbentuk dari
penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral penis. Glandula uretra
terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands
untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila
penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra
terbuka pada sisi ventral penis. Ada berbagai derajat kelainan letak ini seperti
pada glandular (letak meatus yang salah pada glands), korona (pada sulkus
korona), penis (di sepanjang batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventra
penis dan skrotum), dan perineal (pada perineum). Prepusium tidak ada pada
sisi ventral dan menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan
fibrosa yang di kenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan
kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
Penanganan hipospadia dengan chordee adalah dengan
pelepasan chordee dan resrtukturisasi lubang meatus melalui pembedahan.
Pembedahan harus di lakukan sebelum usia saat belajar untuk menahan
berkemih, yaitu biasanya sekitar usia 2 tahun. Prepusium dipakai untuk proses
rekonstruksi. Oleh karena itu bayi dengan hipospadia tidak boleh di
sirkumsisi. Chordee dapat juga terjadi tanpa hipospadia, dan diatasi dengan
melepaskan jaringan fibrosa untuk memperbaiki fungsi dan penampilan penis.

HIPOSPADIA 1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Hipospadia ?
2. Apa saja Etiologi Hipospadia ?
3. Bagaimana Patofisiologi Hipospadia ?
4. Apa saja Manifestasi Klinik Hipospadia ?
5. Apa saja Klasifikasi Hipospadia ?
6. Apa Komplikasi dari Hipospadia ?
7. Apa saja Pemeriksaan Diagnotik/Penunjang dari Hipospadia ?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis Hippospadia ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan Hipospadia ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Hipospadia
2. Untuk mengetahui etiologi Hpospadia
3. Untuk mengetahui patofisiologi Hipospadia
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik Hipospadia
5. Untuk mengetahui klasifikasi Hipospadia
6. Untuk mengetahui komplikasi Hipospadia
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik/penunjang Hipospadia
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis Hipospadia
9. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Hipospadia

HIPOSPADIA 2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hipospadia


Hipospadia berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan
“spadon“ yang berarti keratan yang panjang. Hipospadia adalah suatu kelainan
bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di permukaan ventral
penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis).
(Arif Mansjoer, 2000 : 374).

Menurut referensi lain, hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa


lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah,
2005 : 288). Hipospadia adalah kelainan congenital berupa muara uretra yang
terletak di sebelah ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Letak
meatus uretra bisa terletak pada glandular hingga perineal. (Purnomo, B,
Basuki,2003).

Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis


bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan kelamin
bawaan sejak lahir. Hipospadia sering disertai kelainan bawaan yang lain,
misalnya pada skrotum dapat berupa undescensus testis, monorchidism,
disgenesis testis dan hidrokele. Pada penis berupa propenil skrotum,
mikrophallus dan torsi penile, sedang kelainan ginjal dan ureter berupa fused
kidney, malrotasi renal, duplex dan refluk ureter.

2.2 Etiologi Hipospadia


Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang
oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :

1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone Hormone yang dimaksud di


sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin
(pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di
dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone
androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya

HIPOSPADIA 3
tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya.
Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya
terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut
sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Mekanisme genetik yang
tepat mungkin rumit dan variabel. Penelitian lain adalah turunan
autosomal resesif dengan manifestasi tidak lengkap. Kelainan kromosom
ditemukan secara sporadis pada pasien dengan hipospadia.
3. Prematuritas Peningkatan insiden hipospadia ditemukan di antara bayi
yang lahir dari ibu dengan terapi estrogen selama kehamilan. Prematuritas
juga lebih sering dikaitkan dengan hipospadia.
4. Lingkungan Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah
polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan
mutasi.

2.3 Patofisiologi
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga
meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat
kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans,
kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium
tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari
glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral
menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis. Hipospadia terjadi
dari pengembangan tidak lengkap uretra dalam rahim. Penyebab pasti cacat
diperkirakan terkait dengan pengaruh lingkungan dan hormonal genetik
(Sugar,1995). Perpindahan dari meatus uretra biasanya tidak mengganggu
kontinensia kemih. Namun, stenosis pembukaan dapat terjadi, yang akan
menimbulkan obstruksi parsial outflowing urin. Hal ini dapat mengakibatkan
ISK atau hidronefrosis (Kumor, 1992). Selanjutnya, penempatan ventral
pembukaan urethral bisa mengganggu kesuburan pada pria dewasa, jika
dibiarkan tidak terkoreksi (Jean Weiler Ashwill, 1997)

HIPOSPADIA 4
2.4 Manifestasi Klinik
1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
10. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah,
menyebar, mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok
pada saat BAK.
11. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri
dengan mengangkat penis keatas.
12. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok.
Penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi.

2.5 Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior (60-70%)
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe
ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini
bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus
agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle (10-15%)
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya
disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium
bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands

HIPOSPADIA 5
penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan
bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak
ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit
yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
3. Tipe Posterior (20%)
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya
pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum
bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.
Semakin ke proksimal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita
dan semakin rendah frekuensinya. Pada kasus ini, 90% terletak di distal,
dimana meatus terletak di ujung batang penis atau pada glans penis.
Sisanya yang 10% terletak lebih proksimal yaitu ditengah batang penis,
skrotum, atau perineum. Kebanyakan komplikasinya kecil, fistula,
skin tag, divertikulum, stenosis meatal atau aliran kencing yang menyebar.
Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan mudah melalui prosedur minor.

2.6 Komplikasi
1. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin
dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu)
2. Infertility
3. Resiko hernia inguinalis
4. Gangguan psikologis dan psikososial
5. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat
dewasa.
Komplikasi paska operasi yang terjadi :
a. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya
dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah
dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2
sampai 3 hari paska operasi.
b. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan
oleh angulasi dari anastomosis.
c. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran
kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas.

HIPOSPADIA 6
d. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan
sebagai parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur
satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %.
e. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau
pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat
jarang.
f. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar,
atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang


Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan
pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat
dilakukan pemeriksaan berikut untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan
pada ginjal sebagai komplikasi maupun kelainan bawaan yang menyertai
hipospadia:
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin.
3. BNO-IVP

2.8 Penatalaksanaan Medis


Untuk penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak biasanya dilakukan
dengan prosedur pembedahan. Tujuaan utama pembedahan ini adalah untuk
merekontruksi penis menjadi lurus dengan meatus uretra di tempat yang
normal atau dekat normal sehingga pancaran kencing arahnya kedepan.
Keberhasilan pembedahan atau operasi dipengaruhi oleh tipe hipospadia dan
besar penis. Semakin kecil penis dan semakin ke proksimal tipe hipospadia
semakin sukar tehnik dan keberhasilan operasinya.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula,
Teknik Horton dan Devine.
1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½
-2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang

HIPOSPADIA 7
abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian
dorsal dan kulit penis
b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut
sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih)
sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah
uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium dibagian
sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah.
Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka
operasi pertama telah matang.
2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih
besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi
jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap
mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki)
kemudian dipindah ke bawah. Mengingat pentingnya preputium untuk
bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan
ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadi.

2.9 ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIPOSPADIA


A. Pengkajian
1. Identitas
Usia : ditemukan saat lahir
Jenis kelamin : hipospadia merupakan anomaly uretra yang paling
sering terjadi pada laki-laki dengan angka kemunculan 1:250 dari
kelahiran hidup. (Brough, 2007: 130)
2. Keluhan Utama
3. Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau
didasar penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti
berkerudung karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika
berkemih anak harus duduk.(Muslihatum, 2010:163)
4. Riwayat Kesehatan Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang
kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui

HIPOSPADIA 8
dengan pasti penyebabnya. Riwayat Penyakit Dahulu Biasanya pasien
dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung kebawah
adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sejak lahir
Riwayat Kongenital
a. Penyebab yang jelas belum diketahui.
b. Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik.
c. Lingkungan polutan teratogenik. (Muscari, 2005:357)
5. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran: Hipospadia terjadi karena adanya
hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke-10 sampai
minggu ke-14. (Markum, 1991: 257
6. Activity Daily Life
a. Nutrisi : Tidak ada gangguan
b. Eliminasi : anak laki-laki dengan hipospadia akan mengalami
kesukaran dalam mengarahkan aliran urinnya, bergantung pada
keparahan anomali, penderita mungkin perlu mengeluarkan urin
dalam posisi duduk. Konstriksi lubang abnormal menyebabkan
obstruksi urin parsial dan disertai oleh peningkatan insiden ISK.
(Brough, 2007: 130)
c. Hygiene Personal : Dibantu oleh perawat dan keluarga
d. Istirahat dan Tidur: Tidak ada gangguan
7. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler: Tidak ditemukan kelainan
b. Sistem neurologi: Tidak ditemukan kelainan
c. Sistem pernapasan: Tidak ditemukan kelainan
d. Sistem integument: Tidak ditemukan kelainan
e. Sistem muskuloskletaL: Tidak ditemukan kelainan
f. Sistem Perkemihan:
 Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau
pembesaran pada ginjal.
 Kaji fungsi perkemihan
 Dysuria setelah operasi
g. Sistem Reproduksi

HIPOSPADIA 9
 Adanya lekukan pada ujung penis
 Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
 Terbukanya uretra pada ventral
 Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis,
perdarahan, drinage. (Nursalam, 2008: 164)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre-op
a. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pancaran
urin yang merembes
b. Kecemasan orang tua berhubungan dengan prosedur pembedahan
2. Post – op
a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan pascabedah
b. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak
adekuat (integritas kulit tidak utuh/insisi bedah)
C. Intervensi Keperawatan
1. Pre – op

1
HIPOSPADIA
0
2. Resiko kerusakan Tujuan : Setelah dilakukan a. Kaji kulit anak untuk
integritas kulit tindakan keperawatan melihat bukti iritasi
berhubungan selama 3 x 24 jam pasien dan kerusakan seperti
dengan pancaran tidak memperlihatkan kemerahan, edema,
urin yang tanda atau gejala kerusakan dan abrasi setiap 4 – 8
merembes kulit jam.
Kriteria Hasil : b. Lakukan perawatan
a. Pasien tidak kulit yang tepat,
menunjukkan adanya termasuk mandi harian
kemerahan, iritasi dan dengan menggunakan
kelemahan otot. sabun pelembab,
b. Pasien menunjukkan masase, pengubahan
integritas kulit yang posisi dan penggantian
baik, yang dibuktikan linen serta pakaian
dengan tidak adanya kotor.
lecet, warna kulit c. Anjurkan untuk segera
normal. mengganti celana bila
c. Pasien dapat basah
mendemonstrasikan d. Jelaskan mengenai
aktivitas perawatan pentingnya menjaga
kulit rutin yang efektif kebersihan area
perineal dan ajarkan
cara membersihkannya
e. Anjurkan anak untuk
membersihkan area
perineal dengan air
hangat setelah BAB
dan dikeringkan
dengan handuk
f. Ajarkan pada klien dan
keluarga mengeni
tanda-tanda klinis

1
HIPOSPADIA
1
kerusakan integritas
kulit
3.Kecemasan orang Tujuan : Setelah dilakukan 1. Kaji lebar luka, letak
tua berhubungan tindakan keperawatan luka
dengan prosedur selama 3 x 24 2. Kaji faktor yang dapat
pembedahan jam kecemasan orang tua menyebabkan infeksi
menjadi berkurang. 3. Bersihkan
Kriteria Hasil : 4. lingkungan dengan
a. Orang tua mengalami benar
penurunan rasa cemas 5. Ganti balut setiap hari
yang ditandai oleh 6. Kolaborasi untuk
ungkapan pemahaman pemberian antibiotik
tentang prosedur bedah dan anti pendarahan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Resiko infeksi Tujuan : Setelah dilakukan
berhubungan tindakan keperawatan
dengan selama 3 x 24
pertahanan tubuh jam diharapkan tidak
primer tidak terjadi infeksi
adekuat Kriteria Hasil :
(integritas kulit
- 1. Tidak ada tanda-tanda
tidak utuh/insisi infeksi seperti (rubor,
bedah) tumor, kalor, dolor,
fungiolesa)
4.Nyeri berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan a. Kaji nyeri dengan
dengan kerusakan tindakan keperawatan pendekatan PQRST
jaringan pascabedah selama 3 x 24 jam terdapat b. Monitoring tanda –
penurunan respon nyeri tanda vital pasien
Kriteria Hasil :

1
HIPOSPADIA
2
a. Pasien menyatakan c. Lakukan manajemen
penurunan rasa nyeri, nyeri keperawatan :
skala nyeri 0 -1 ( 0 – 4 ) d. Atur posisi fisiologis
b. Didapatkan TTV dalam e. Istirahatkan pasien
batas normal f. Manajemen
c. Memperihatkan lingkungan : berikan
peningkatan rasa lingkungan tenang dan
nyaman ditandai batasi pengunjung
dengan ekpresi wajah g. Ajarkan teknik
rileks / tenang / tidak relaksasi pernapasan
menangis pada anak – dalam
anak h. Ajarkan teknik
distraksi pada saat
nyeri
i. Lakukan manajemen
sentuhan
j. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian analgesic

D. Evaluasi
1. Pre-op
a. Tidak terdapat gejala kerusakan kulit
b. Rasa cemas menurun yang ditandai dengan pengungkapan
perasaan mereka tentang adanya kecacatan pada genetalia anak
2. Post-op
a. Nyeri berkurang
b. Pasien tidak mengalami infeksi

1
HIPOSPADIA
3
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hipospadia merupakan suatu kelainan kongenital yang dapat di deteksi
ketika atau segera setelah bayi lahir, atau instilah lainya yaitu adanya kelainan
pada muara uretra pria. Dan biasanya tampak disisi ventral batang penis.
Kelainan tersebut sering diasosiasikan sebagai suatu chordee yaitu penis yang
menekuk kebawah.
Terapi untuk hipospadia adalah dengan pembedahan untuk mengembalikan
penampilan dan fungsi normal penis. Pembedahan biasanya tidak di jadwalkan
sampai bayi berusia 1-2th ketika ukuran penis dinyatakan sebagai ukuran yang
layak di operasi. Komplikasi potensial mliputi infeksi dan obstruksi uretra.

3.2 Saran
Pemahaman dan keahlian dalam aplikasi Asuhan Keperawatan Anak
Dengan Hipospadia/Epispadia merupakan salah satu cabang ilmu keperawatan
yang harus dimiliki oleh tenaga kesehatan khususnya perawat agar dapat

1
HIPOSPADIA
4
mengaplikasikannya serta berinovasi dalam pemberian asuhan keperawatan
pada pasien. Ini akan mendukung profesionalisme dalam wewenang dan
tanggung jawab perawat sebagai bagian dari tenaga medis yang memberikan
pelayanan Asuhan Keperawatan secara komprehensif

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Hipospadia. 2011. Http://www.bedahugm.net/hipospadia

De Jong Wim, Samsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Penerbit Buku
Kedokteran ECG. Jakarta.

Horton C E, Sadove R, Devine C J et al. Hypospadias, epispadias and Extrophy of


the Bladder. Chapter 54. p 1337 – 1348.

Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media


Aesculapius.

Porter M P, Faizan M K, Grady R W et al. Hypospadias in Washington State:


Maternal Risk Factors and Prevalence trend. 2011.
http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/115/4/e495

Purnomo, B Basuki. (2000). Dasar – dasar urologi. Jakarta : Infomedika

1
HIPOSPADIA
5
Schnack T H, Zdravkovic S, Myrup C et al. Familial Aggregation of Hypospadias:
A Cohort Study. 2007. www.americanjournalofepidemiology.com

Toms A P, Bullock K N, Berman LH. Descending urethral ultrasound of the native


and reconstructed urethra in patients with hypospadias. 2003.
www.thebritishjournalofradiology.com

1
HIPOSPADIA
6

You might also like