You are on page 1of 42

Laporan Kasus

Hernia Scrotalis Dextra Ireponibilis dan Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra


Reponibilis

Disusun oleh :

Jovian Adinata

112015150

Pembimbing :

dr. Diah Asih L, Sp.B

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah

RSUD Tarakan Jakarta

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jakarta
2017

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Hari/Tanggal Ujian / Presentasi Kasus: Kamis, 16 Desember 2017

RUMAH SAKIT : RSUD Tarakan Jakarta

Nama : Jovian Adinata Tanda Tangan

Nim : 112015150

Dr. Pembimbing/Penguji: dr. Diah Asih L, Sp.B

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. MA

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/tanggal lahir (umur) : Jakarta, 31 Desember 1948 (68 Tahun)

Pekerjaan : Tidak Bekerja (dulu tukang becak dan satpam)

Alamat : Jl. KH. Zainul Arifin BLK No. 01 RT 01 RW 43 Jakarta Pusat

Bangsa : Indonesia

2
Agama : Islam

Pendidikan : SD

Status perkawinan : Menikah

No.RM : 01002535

ANAMNESIS

Diambil dari: Autoanamnesis dan Alloanamnesis

Tanggal: 30 November 2017 Jam: 15.00 WIB

Keluhan Utama

Pasien dikonsulkan ke spesialis bedah dengan keluhan benjolan pada kedua lipat paha.

Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang pasien laki-laki berusia 68 tahun dibawa ke IGD RSUD Tarakan dengan keluhan
sesak sejak 2 minggu yang lalu, batuk sejak 5 hari dan demam sejak 3 hari SMRS. Nafsu makan
pasien berkurang, pasien merasa mual setiap kali makan dan terkadang makanan yang masuk
dimuntahkan kembali. Pasien juga merasa kesulitan saat berkemih, kencing sedikit-sedikit dan
tidak lampias yang dirasakan kurang lebih 5 hari yang lalu, pasien sering BAB keras. Pasien
kemudian dikonsulkan ke spesialis bedah karena pasien mengatakan terdapat benjolan pada
kantong buah zakar sebelah kanan yang terasa nyeri, benjolan menetap dan tidak mengecil
walaupun setelah berbaring lama, selain itu juga terdapat benjolan pada lipat paha sisi kiri
pasien, benjolan ini dirasakan membesar terutama setelah beraktivitas di siang hari dan mengecil
atau hilang ketika pasien bangun tidur. Pasien juga bisa memasukan benjolan yang ada ke dalam
rongga perut. Pasien pernah berobat TB kurang lebih 3 sampai 4 tahun yang lalu di puskesmas
Gambir. Pasien mengaku telah selesai pengobatan TBnya. Pasien juga mengaku pernah dioperasi
hernia sebelah kiri kurang lebih 11 tahun yang lalu.

3
Riwayat Penyakit Dahulu

(-) Wasir/hemorroid (-) Appendicitis (-) Penyakit Jantung


(-) Batu ginjal/saluran kemih (-) Tumor (-) Perdarahan Otak
(+) Burut (Hernia) (-) Penyakit prostat (-) Gastritis
(-) Batuk Rejan (-) Diare Kronis (-) Hipertensi
(-) Tifoid (+) Diabetes Mellitus (-) Penyakit Pembuluh
(-) Batu Empedu (-) Penyakit Kongenital (-) ISK
(-) Tifus Abdominalis (-) Colitis (-) Volvulus
(-) Ulkus Ventrikuli (-) Tetanus (-)Batu Empedu
(+) Tuberkulosis (-) Hepatitis (-) Fraktur
(-) Invaginasi (-) Fistel (-)Penyakit degeneratif
(-) Struma, tiroid (-) Luka Bakar

Hubungan Umur Jenis Kelamin Keadaan Penyebab


(Tahun) Kesehatan Meninggal

Ayah - Laki-laki - -

Ibu - Perempuan - -

Anak 35 Perempuan Sehat -

Anak 33 Laki-laki Sehat -

Anak 30 Laki laki Sehat -

Anak 28 Perempuan Sehat -

Anak 26 Perempuan Sehat -

Riwayat Keluarga

4
ANAMNESIS SISTEM

Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat Malam

(-) Kuku (-) Kuning/Ikterus (-) Sianosis

(-) Lain-lain

Kepala

(-) Trauma (-) Sakit Kepala

(-) Sinkop (-) Nyeri pada Sinus

Mata

(-) Nyeri (-) Radang

(-) Sekret (-) Gangguan Penglihatan

(-) Kuning/Ikterus (-) Ketajaman Penglihatan menurun

Telinga

(-) Nyeri (+) Gangguan Pendengaran

(-) Sekret (-) Kehilangan Pendengaran

(-) Tinitus

Hidung

(-) Trauma (-) Gejala Penyumbatan

(-) Nyeri (-) Gangguan Penciuman

(-) Sekret (-) Pilek

(-) Epistaksis

5
Mulut

(-) Bibir kering (-) Lidah kotor

(-) Gangguan pengecapan (-) Gusi berdarah

(-) Selaput (-) Stomatitis

Tenggorokan

(-) Nyeri Tenggorokan (-) Perubahan Suara

Leher

(-) Benjolan (-) Nyeri Leher

Dada ( Jantung / Paru – paru )

(-) Nyeri dada (+) Sesak Napas

(-) Berdebar (-) Batuk Darah

(-) Ortopnoe (+) Batuk

Abdomen ( Lambung Usus )

(-) Rasa Kembung (-) Wasir

(+) Mual (-) Mencret

(+) Muntah (-) Tinja Darah

(-) Muntah Darah (-) Tinja Berwarna Dempul

(-) Sukar Menelan (-) Tinja Berwarna Ter

(-) Nyeri Perut (-) Benjolan

(-) Perut Membesar

6
Saluran Kemih / Alat Kelamin

(-) Disuria (-) Kencing Nanah (+) Benjolan

(-) Stranguri (-) Kolik

(-) Poliuria (-) Oliguria

(-) Polakisuria (-) Anuria

(-) Hematuria (+) Retensi Urin

(-) Kencing Batu (-) Kencing Menetes

(-) Ngompol (-) Penyakit Prostat

Saraf dan Otot

(-) Anestesi (-) Sukar Mengingat

(-) Parestesi (-) Ataksia

(-) Otot Lemah (-) Hipo / Hiper-esthesi

(-) Kejang (-) Pingsan

(-) Afasia (-) Pusing (Vertigo)

Ekstremitas

(-) Bengkak (-) Deformitas

(-) Nyeri (-) Sianosis

Berat Badan :

Berat badan rata – rata (kg) : 50 kg

Berat tertinggi kapan (kg) : 58 kg

Berat badan sekarang : 49 kg

7
RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : (-) Di rumah (-) Rumah Bersalin (+) R.S Bersalin

Ditolong oleh : (-) Dokter (+) Bidan (-) Dukun (-) Lain - lain

Riwayat Imunisasi

Tidak ingat.

Riwayat Makanan

Frekuensi / Hari : 3 kali/hari.

Jumlah / kali : Cukup.

Variasi / hari : Bervariasi

Pendidikan

(+) SD (-) SLTP (-) SLTA (-) Sekolah Kejuruan

(-) Akademi (-) Universitas (-) Kursus (-) Tidak sekolah

Kesulitan

Keuangan : tidak ada

Pekerjaan : tidak ada

Keluarga : tidak ada

PEMERIKSAAN JASMANI

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

8
Tinggi Badan : 165 cm

Berat Badan : 49 kg

IMT : 18,15 kg/m2

Tekanan Darah : 121/77 mmHg

Nadi : 132 kali/menit, reguler, kuat angkat

Suhu : 36.7 0C

Pernafasaan : 28 kali/menit, reguler, abdominotorakal

Keadaan gizi : Baik

Sianosis : Tidak ada

Udema umum : Tidak ada

Habitus : Atletikus

Cara berjalan : Normal, simetris

Mobilitas ( aktif / pasif ) : Aktif, dapat berjalan tanpa bantuan

Umur menurut taksiran pemeriksa : Sesuai umur

Aspek Kejiwaan

Tingkah Laku : Gelisah

Alam Perasaan : Biasa

Proses Pikir : Wajar

Kulit

Warna : Sawo matang

Effloresensi : Tidak ada

9
Jaringan Parut : Bekas sayatan operasi di inguinal kiri

Pigmentasi : Tidak ada

Pertumbuhan rambut : Normal, merata

Lembab/Kering : Lembab

Suhu Raba : Sama dengan pemeriksa

Pembuluh darah : Tidak tampak pelebaran

Keringat : Umum (+)

Turgor : Baik

Ikterus : Tidak ada

Lapisan Lemak : Distribusi merata

Edema : Tidak ada

Lain-lain : (-)

Kepala

Ekspresi wajah : Gelisah

Simetri muka : Simetris, tidak ada edema

Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah rontok

Pembuluh darah temporal : Tidak terlihat

Mata

Exophthalamus : Tidak ada

Enopthalamus : Tidak ada

Kelopak : Tidak ptosis, tidak edema, tidak hiperemis

10
Lensa : Jernih

Konjungtiva : Tidak anemis (CA -/-)

Visus : Normal

Sklera : Tidak ikterik (SI -/-)

Gerakan Mata : Normal (ke segala arah), tidak ada jerky, tidak ada nistagmus

Lapangan penglihatan : Normal

Tekanan bola mata : Normal per palpasi

Deviatio Konjugate : Tidak ada

Nistagmus : Tidak ada

Telinga

Tuli : Pendengaran berkurang

Selaput pendengaran : Tidak ada tanda radang/hiperemis, tidak ada bulging, refleks
cahaya positif

Lubang : Lapang di kedua liang telinga

Penyumbatan : Tidak ada

Serumen : ada

Perdarahan : Tidak ada

Cairan : Tidak ada

Mulut

Bibir : Tidak sianosis, tidak kering, simetris

Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis

11
Langit-langit : Tidak ada kelainan

Bau pernapasan : Tidak ada

Gigi geligi : Utuh, tidak ada karies dentis

Trismus : Tidak ada

Faring : Tidak hiperemis

Selaput lendir : Normal

Lidah : Normal

Leher

Tekanan Vena Jugularis (JVP) : Normal (5-2 cmH2O )

Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar

Kelenjar Limfe : Tidak teraba membesar

Deviasi trachea : Tidak ada

Dada

Bentuk : Simetris kanan dan kiri, sela iga tidak mencekung atau mencembung

Pembuluh darah : Teraba pulsasi

Buah dada : Normal, simetris

Paru – Paru

Depan Belakang

Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan dinamis,


Kiri
Inspeksi dinamis, tidak ada lesi tidak ada lesi

Kanan Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan dinamis,

12
dinamis, tidak ada lesi tidak ada lesi

Benjolan (-), nyeri tekan (-), Benjolan (-), nyeri tekan(-),


Kiri
Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris
Palpasi
Benjolan (-), nyeri tekan (-), Benjolan (-), nyeri tekan (-),
Kanan
Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris

Kiri Redup Redup


Perkusi
Kanan Redup Redup

Kiri Vesikuler, Rh (+), Wh (-) Vesikuler, Rh (+), Wh (-)


Auskultasi
Kanan Vesikuler, Rh (+), Wh (-) Vesikuler, Rh (+), Wh (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga 4 garis mid-clavicularis kiri

Perkusi :

Batas atas : Sela iga 2 garis parasternalis kiri

Batas kanan : Sela iga 4 garis sternalis kanan

Batas kiri : Sela iga 5, dua jari lateral dari garis mid-clavicularis kiri

Auskultasi : BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Pembuluh Darah

Arteri Karotis : Teraba pulsasi

Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi

Arteri Radialis : Teraba pulsasi

13
Arteri Tibialis Posterior : Teraba pulsasi

Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi

Abdomen

Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak terlihat lesi kulit ataupun luka bekas operasi

Palpasi :

Dinding perut : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), benjolan (-), defense
muscular (-)

Hati : Tidak teraba pembesaran hati

Limpa : Tidak teraba pembesaran limpa

Ginjal : Ballotement (-), nyeri ketok CVA (-)

Lain-lain : -

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi: Bising usus (+), normoperistaltik

Alat Kelamin : Skrotum sebelah kanan tampak membesar, terdapat benjolan di lipat paha kiri.

Anggota Gerak

Lengan Kanan Kiri

Otot

Tonus : Normotonus Normotonus

Massa : Eutrofi Eutrofi

Sendi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

14
Gerakan : Aktif Aktif

Kekuatan : 5 5

Lain-lain : CRT < 2s CRT < 2s

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri

Luka : Tidak ada Tidak ada

Varises : Tidak ada Tidak ada

Otot

Tonus : Normotonus Normotonus

Massa : Eutrofi Eutrofi

Sendi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Gerakan : Aktif Aktif

Kekuatan : 5 5

Edema : Tidak ada Tidak ada

Lain-lain : Akral hangat Akral hangat

STATUS LOKALIS REGIO INGUINAL DEXTRA

Inspeksi : Skrotum tampak membesar di sebelah kanan dan tampak hiperemis, tidak mengecil
dengan perubahan posisi.

Palpasi : Teraba massa lunak di skrotum kanan, batas atas tidak jelas, testis teraba di bagian
inferior, nyeri tekan positif, massa tidak dapat di reduksi secara manual.

STATUS LOKALIS REGIO INGUINAL SINISTRA

15
Inspeksi : Tampak benjolan di regio inguinalis sinistra, tidak hiperemis, dapat masuk kembali
dengan perubahan posisi.

Palpasi : Teraba benjolan di inguinal sinistra, lunak, mobile, berbatas tegas, tidak ada nyeri
tekan. Massa dapat direduksi secara manual. Tes taktil: benjolan dirasakan di
ujung jari.

LABORATORIUM & PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA

Laboratorium 17-29 November 2017

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Haemoglobin 14,0 g/Dl 13,0-18,0 g/dL

Leukosit 13,310/mm3 4000-10000/mm3

Hematokrit 42,4 % 40-50 %

Trombosit 411500/mm3 150000-450000/mm3

Eritrosit 4,82 juta/uL 4,5-5,5 juta/uL

HEMOSTASIS

PT 20,3 12-19

INR 1,22

PT Control 16,0 12,3-18,9

APTT 34,6 27-43

APTT Control 36,9 27-43

Gula Darah

16
Glukosa darah sewaktu 156 <140

Glukosa darah puasa 130 mg/dl 70-105

FUNGSI GINJAL

Ureum 39 mg/dL 15-50 mg/dL

Kreatinin 1,09 mg/Dl 0.6-1.3 mg/dL

FUNGSI LIVER

AST (SGOT) 27 <40 U/L

ALT (SGPT) 17 <41 U/L

ELEKTROLIT

Natrium 125 135-150 mEq/L

Kalium 3,8 3,6-5,5 mEq/L

Clorida 85 94-111 mEq/L

LED Jam I 87mm 0-15

Jam II 110mm

BTA NEGATIF NEGATIF

Rontgen Thorax tanggal 18 November 2017 menunjukan gambaran TB paru duplex dengan efusi
pleura bilateral

Ringkasan ( Resume )

Anamnesis

Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak sejak 2 minggu yang lalu, batuk 5 hari dan
demam 3 hari, keluhan lain berupa mual dan muntah serta BAB sering keras dan BAK kurang
lancar. Terdapat benjolan pada lipat paha sebelah kiri yang dirasakan terutama pada saat siang

17
hari setelah beraktivitas, benjolan mengecil setelah baringan dan benjolan tidak terasa nyeri serta
dapat didorong masuk kedalam perut. Kantung buah zakar sebelah kiri membesar dan terasa
nyeri. Pasien mengaku sebelumnya pernah melakukan operasi hernia pada sisi kiri. Pasien juga
pernah berobat TB sekitar 3-4 tahun yang lalu.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemerikssaan fisik didapatkan tekanan darah 121/77 mmHg, frekuensi nadi 132 x
menit, frekuensi napas 28 x/menit, suhu 36,7 C. Pada pemeriksaan didapatkan tampak benjolan
di regio inguinal dextra yang dapat masuk kembali dengan perubahan posisi dan tampak skrotum
kiri membesar dan hiperemis. Pada palpasi teraba massa lunak di skrotum kanan, batas atas tidak
jelas, testis teraba di bagian inferior, nyeri tekan positif, massa tidak dapat di reduksi secara
manual dan teraba benjolan di inguinal sinistra, lunak, mobile, berbatas tegas, tidak ada nyeri
tekan. Massa dapat direduksi secara manual, pada Tes taktil benjolan dirasakan di ujung jari.

Diagnosis Kerja pre Operasi

Hernia Scrotalis Dextra Ireponibilis dan Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Reponibilis

Tindakan
Pro Herniorapphy ( herniotomi + tension free hernioplasty ) tanggal 6 Desember 2017.
Operasi dibatalkan karena SGOT dan SGPT pasien di atas 1000. Pasien meninggal pada tanggal
9 Desember 2017 akibat gagal nafas.

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

18
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek
atau bagian lemah dari lapisan muskolo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin,
kantong, dan isi hernia.1
Hernia adalah penonjolan jaringan atau organ suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah (lokus minoris) yang normalnya tidak dapat dilewati, keluar ke bawah kulit atau masuk
rongga lainnya yang terjadi secara kongenital atau akuisita.

ANATOMI

Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia. Sebagian besar hernia, berisi usus yang
berasal dari rongga abdomen. Abdomen sendiri memiliki struktur yang membentuknya. Dinding
perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian belakang, struktur
ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah melekat pada
tulang panggul. Dinding perut terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapisan kulit
yang terdiri dari :1,2

1. Kutis
2. Subkutis
- Fascia superfisial (fascia Camper)
- Fascia profunda (fascia Scarpa)
3. Otot dinding perut
a. Kelompok ventrolateral

19
- Tiga otot pipih : musculus Obliquus Abdominis Eksternus, musculus Obliquus
Abdominis Internus, musculus Transversus Abdominis
- Satu otot vertikal : musculus Rectus Abdominis
b. Kelompok posterior : musculus Psoas Major, musculus Psoas Minor, musculus Iliacus,
musculus Quadratus Lumborum
4. Fascia tranversalis
5. Peritonium

Gambar 1. Lapisan Dinding Abdomen

Region inguinal harus dipahami, pengetahuan tentang region ini penting untuk terapi
operatif dari hernia. Sebagai tambahan, pengetahuan tentang posisi relative dari saraf, pembuluh
darah dan struktur vas deferen, aponeurosis dan fascia.
* Kanalis Inguinalis1,2
Kanalis inguinalis pada orang dewasa panjangnya kira-kira 4 cm dan terletak 2-4 cm
kearah caudal ligamentum inguinal. Kanalis inguinalis mengandung salah satu vas deferens
pada pria atau ligamentum rotundum pada wanita. Funikulus spermatikus terdiri dari serat-
serat otot Cremaster, pleksus Pampiniformis, arteri Testicularis, ramus genital nervus
Genitofemoralis, Ductus Deferens, arteri Cremaster, limfatik, dan prosesus vaginalis. Kanalis
inguinalis harus dipahami dalam konteks anatomi tiga dimensi. Kanalis inginalis berjalan dari

20
lateral ke medial, dalam ke luar dan cepal ke caudal. Kanalis inguinalis dibangun oleh
aponeurosis Obliquus Ekternus dibagian superficial, dinding inferior dibangun oleh
ligamentum inguinal dan ligamentum lacunar.
Dinding posterior (dasar) kanalis inguinalis dibentuk oleh fascia transfersalis dan
aponeurosis transversus abdominis. Dasar kanalis inguinalis adalah bagian paling penting dari
sudut pandang anatomi maupun bedah. Pembuluh darah epigastric inferior menjadi batas
superolateral dari trigonum Hesselbach. Tepi medial dari trigonum dibentuk oleh membrane
rectus, dan ligamentum inguinal menjadi batas inferior. Hernia yang melewati trigonum
Hesselbach disebut sebagai direct hernia, sedangkan hernia yang muncul lateral dari trigonum
adalah hernia indirect.
Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena keluar dari
rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh
Epigastrika Inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup
panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut,
tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada didalam
muskulus kremaster terletak anteromedial terhadap vas diferens dan struktur lain dalam tali
sperma.
Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol langsung ke
depan melalui segitiga Hesselbach, daerah yang dibatasi oleh ligamentum inguinale dibagian
inferior, pembuluh Epigastrika Inferior dibagian lateral dan tepi otot rektus dibagian medial.
Dasar segitiga Hasselbach dibentuk oleh fasia Transversal yang diperkuat oleh serat
aponeurosis muskulus Transversus Abdominis yang kadang-kadang tidak sempurna sehingga
daerah ini potensial untuk menjadi lemah. Hernia medialis, karena tidak keluar melalui
kanalis inguinalis dan tidak ke skrotum, umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin
hernia longgar. Nervus Ilioinguinalis dan nervus Iliofemoralis mempersarafi otot di regio
inguinalis, sekitar kanalis inguinalis dan tali sperma, serta sensibilitas kulit regio inguinalis,
skrotum dan sebagian kecil kulit tungkai atas bagian proksimomedial.

21
Gambar 2. Segitiga Hesselbach's

* Aponeurosis Obliqus External1,2


Aponeurosis otot obliquus eksternus dibentuk oleh dua lapisan: superficial dan profunda.
Bersama dengan aponeorosis otot obliqus internus dan transversus abdominis, mereka
membentuk sarung rectus dan akhirnya linea alba. External oblique aponeurosis menjadi batas
superficial dari kanalis inguinalis. Ligamentum inguinal terletak dari spina iliaca anterior
superior ke tuberculum pubicum.

* Otot Oblique Internus1,2


Otot oblique abdominis internus menjadi tepi atas dari kanalis inguinalis. Bagian medial
dari internal oblique aponeurosis menyatu dengan serat dari aponeurosis transversus abdominis
dekat tuberculum pubicum untuk membentuk conjoined tendon. Adanya conjoined tendon
yang sebenarnya telah banyak diperdebatkan, diduga oleh banyak ahli bedah muncul pada 10%
pasien.

* Ligamentum Cooper1,2
Ligamentum Cooper terletak pada bagian belakang ramus pubis dan dibentuk oleh ramus
pubis dan fascia. Ligamentum Cooper adalah titik fixasi yang penting dalam metode
perbaikan laparoscopic sebagaimana pada teknik McVay.

Komponen Hernia1,2,4

22
● Cincin hernia
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.
● Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia memiliki
kantong, misalnya hernia incisional, hernia adiposa, hernia intertitialis.
● Isi hernia
Isi hernia bervariasi, tetapi yang paling sering adalah organ dalam. Pada abdomen isi
terbanyak adalah usus halus dan omentum majus. Kemungkinan lainnya termasuk usus
besar dan apendiks, divertikulum Meckel, vesica urinaria, ovarium dengan atau tanpa tuba
falopi, dan cairan asites.

Gambar 3. Bagian-bagian Hernia

Klasifikasi Hernia1,2,4

1. Menurut kejadian
● Hernia congenital
Bila terjadi sejak lahir dan prosesnya terjadi intrauterine, misalnya hernia umbilikalis.
Pada hernia congenital, sebelumnya telah terbentuk kantong yang terjadi sebagai akibat dari
perintah atau gangguan proses perkembangan intrauterine – paten prosesus vaginalis adalah
salah satu contohnya.
● Hernia akuisita
Dibagi dua yaitu hernia primer dan hernia sekunder. Hernia primer terjadi pada titik
lemah yang terjadi secara alamiah. Hernia sekunder terjadi pada tempat pembedahan atau
trauma pada dinding, seperti pada laparatomi dan trauma tembus. Hernia akuisita dapat

23
terjadi pertama karena tingginya tekanan intraabdomen yang tinggi, umumnya didapat pada
umur >15 tahun, dan dipicu oleh faktor pencetus seperti batuk kronis, prostat hipertrofi, dan
sering partus. Kedua karena banyak properitoneal fat yang dibawah fascia transversa
sehingga mendesak fascia transversa. Akibatnya, fascia transversa menjadi lemah sehingga
lemak akan keluar dan terjadi hernia adiposa. Bila hal ini terjadi terus – menerus,
peritoneum akan tertarik keluar juga, misalnya pada hernia epigastrika.
Ketiga, karena distensi dinding perut karena macam – macam penyebab, misalnya asites
dan partus. Keempat, karena adanya sikatriks yang menyebabkan kelemahan otot dan fascia
sehingga organ keluar di bawah kulit. Terakhir, karena adanya penyakit yang melemahkan
otot – otot dinding perut, seperti poliomyelitis anterior acuta yang memudahkan terjadinya
locus minoris resistensia.
2. Menurut gambaran klinis atau sifatnya
● Hernia reponibel
Dinamakan hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar masuk tetapi kantungnya
menetap. Isinya tidak serta merta muncul secara spontan, namun terjadi bila disokong gaya
gravitasi atau tekanan intraabdominal yang meningkat. Isi keluar jika berdiri atau mengedan
dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada keluhan nyeri atau
gejala nyeri usus.
● Hernia irreponibel
Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali kedalam rongga perut. Ini biasanya
disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut
hernia akreta. Dapat juga terjadi karena leher yang sempit dengan tepi yang kaku, misalnya
pada femoral dan umbilical. Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun sumbatan usus. Hernia
ireponibel mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadi obstruksi dan strangulasi
daripada hernia reponibel.
● Hernia inkarserata
Bila isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali kedalam rongga perut disertai akibat
yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis hernia inkarserata lebih
dimaksudkan untuk hernia irrenponibel. Hernia inkarserata disebut juga hernia obstruksi
yang berisi usus, dimana lumennya tertutup. Biasanya obstruksi terjadi pada leher kantong
hernia. Jika obstruksi terjadi pada kedua tepi usus, cairan berakumulasi di dalamnya dan

24
terjadi distensi (closed loop obstruction). Biasanya suplai darah masih baik, tetapi lama
kelamaan dapat terjadi strangulasi.
● Hernia strangulate
Jika bagian usus yang mengalami hernia terpuntir atau terjepit oleh cincin hernia
sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Dapat
mengganggu aliran darah normal dan pergerakan otot serta mungkin dapat menimbulkan
penyumbatan usus dan kerusakan jaringan. Pada keadaan sebenarnya ganguan vaskularisasi
telah terjadi pada saat jepitan dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari
bendungan sampai nekrosis. Bila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding usus, maka
hernianya disebut hernia Richter.

3. Menurut arah penonjolan


● Hernia interna
Tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang dalam rongga perut seperti
foramen Winslow, resesus retrosekalis atau defek dapatan pada mesenterium umpamanya
setelah anastomosis usus.
● Hernia eksterna
Hernia yang menonjol keluar melalui dinding perut, pinggang, atau perineum.

4. Menurut lokasinya
Terdapat berbagai macam hernia yang timbul dan diberi nama sesuai lokasi dimana
hernia itu timbul, seperti :
● Hernia inguinalis
● Hernia femoralis
● Hernia diafragmatika
● Hernia umbilicalis
● Hernia paraumbilikalis
● Hernia epigastika
ETIOLOGI
Terdapat dua faktor predisposisi utama hernia yaitu peningkatan tekanan intrakavitas dan
melemahnya dinding abdomen3.

25
Tekanan yang meningkat pada abdomen terjadi karena3 :

1. Mengangkat beban berat

2. Batuk, yang lebih sering disebabkan oleh PPOK

3. Tahanan saat miksi, biasa diakibatkan oleh BPH atau karsinoma

4. Tahanan saat defekasi, biasa akibat konstipasi atau obstruksi usus besar

5. Distensi abdomen, yang mungkin mengindikasikan adanya gangguan intraabdomen

6. Perubahan isi abdomen, misalnya : adanya asites, tumor jinak atau ganas, kehamilan, lemak
tubuh.

Kelemahan dinding abdomen terjadi karena3 :

1. Umur yang semakin bertambah

2. Malnutrisi, baik makronutrien (protein, kalori) atau mikronutrien (misalnya: Vit. C)

3. Kerusakan atau paralisis dari saraf motorik

4. Abnormal metabolisme kolagen.

Seringkali, berbagai faktor terlibat. Sebagai contoh, adanya kantung kongenital yang
telah terbentuk sebelumnya mungkin tidak menyebabkan hernia sampai kelemahan dinding
abdomen akuisita atau kenaikan tekanan intraabdomen mengizinkan isi abdomen memasuki
kantong tersebut3.

PATOFISIOLOGI
Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami peningkatan tekanan seperti
tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, mengedan pada saat buang air besar atau
batuk yang kuat tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan
menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak
cukup kuatnya pada daerah tersebut. Hernia inguinalis dapat terjadi karena kongenital atau

26
karena sebab yang didapat. Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur karena
meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang
berkurang kekuatannya. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi
annulus internus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis
inguinalis berjalan lebih vertikal. Bila otot dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan
lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke
dalam kanalis inguinalis.

27
28
EPIDEMIOLOGI

Tujuh puluh lima persen dari semua kasus hernia di dinding abdomen muncul didaerah
sekitar lipat paha. Hernia indirect lebih banyak daripada hernia direct yaitu 2:1, dimana hernia
femoralis lebih mengambil porsi yang lebih sedikit.2,3
Hernia sisi kanan lebih sering terjadi daripada di sisi kiri. Perbandingan pria:wanita pada
hernia indirect adalah 7:1. Ada kira-kira 750000 herniorrhaphy dilakukan tiap tahunnya di
Amerika Serikat, dibandingkan dengan 25000 untuk hernia femoralis, 166000 hernia
umbilicalis, 97000 hernia post insisi dan 76000 untuk hernia abdomen lainya.3
Hernia femoralis kejadiannya kurang dari 10 % dari semua hernia tetapi 40% dari itu
muncul sebagai kasus emergensi dengan inkarserasi atau strangulasi. Hernia femoralis lebih
sering terjadi pada lansia dan laki-laki yang pernah menjalani operasi hernia inguinal, insiden
hernia femoralis dikalangan wanita 4 kali lebih sering dibandingkan dikalangan pria, karena
secara keseluruhan sedikit insiden hernia inguinalis pada wanita. 2,3

DIAGNOSIS

Gejala dan Tanda

Gejala lokal termasuk :5,6

● Benjolan yang bervariasi ukurannya, dapat hilang saat berbaring, dan timbul saat adanya
tahanan.
● Nyeri tumpul lokal namun terkadang tajam, rasa tidak enak yang selalu memburuk di
senja hari dan membaik pada malam hari, saat pasien berbaring bersandar dan hernia
berkurang. Secara khas, kantung hernia dengan isinya membesar dan mengirimkan
impuls yang dapat teraba jika pasien mengedan atau batuk.
Gejala dari adanya komplikasi adalah : 5
● Obstruksi usus : colic, muntah, distensi, konstipasi
● Strangulasi : tambahan dari gejala obstruksi, rasa nyeri yang menetap pada hernia,
demam, takikardi

29
Pertama kali pasien diperiksa dalam keadaan berbaring, kemudian berdiri untuk semua
hernia abdominal eksterna, tidak mungkin meraba suatu hernia lipat paha yang bereduksi pada
saat pasien berbaring. Area pembengkakan di palpasi untuk menentukan posisi yang tepat dan
karakteristiknya. Benjolan dapat dikembalikan atau dapat semakin membesar saat batuk –
merupakan suatu yang khas. Semakin nyata saat pasien berdiri. Kontrol terhadap hernia untuk
mencegahnya keluar adalah dengan menekannya dengan jari di titik dimana reduksi dapat
dilakukan. Pasien diminta untuk batuk, jika hernia tidak muncul, berarti ia sudah dikendalikan
dan menunjukkan letak leher dari sakus sudah tepat.5,6

Tanda yang berkaitan dengan adanya komplikasi : 5,6

● Ireponibel : benjolan yang iredusibel, tanpa rasa nyeri


● Obstruksi : hernia tegang, lunak, dan iredusibel. Mungkin ada distensi abdomen, dan
gejala lain dari obstruksi usus
● Strangulasi : tanda-tanda dari hernia obstruksi, tetapi ketegangan semakin nyata. Kulit
diatasnya dapat hangat, inflamasi, dan berindurasi. Strangulasi menimbulkan nyeri hebat
dalam hernia yang diikuti dengan cepat oleh nyeri tekan, obstruksi, dan tanda atau gejala
sepsis. Reduksi dari hernia strangulasi adalah kontraindikasi jika ada sepsis atau isi dari
sakus yang diperkirakan mengalami gangrenosa.

PEMERIKSAAN FISIK
* Inspeksi 4,5,6
● Hernia reponibel terdapat benjolan dilipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk,
bersin atau mengedan dan mneghilang setelah berbaring.
● Hernia inguinal
o Lateralis : muncul benjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral ke
medial, tonjolan berbentuk lonjong.
o Medialis : tonjolan biasanya terjadi bilateral, berbentuk bulat.
● Hernia skrotalis : benjolan yang terlihat sampai skrotum yang merupakan tojolan lanjutan
dari hernia inguinalis lateralis.
● Hernia femoralis : benjolan di bawah ligamentum inguinal.
● Hernia epigastrika : benjolan di linea alba.

30
● Hernia umbilikal : benjolan di umbilikal.
● Hernia perineum : benjolan di perineum.
* Palpasi 1,2,4,5,6

● Titik tengah antar SIAS dengan tuberkulum pubicum (AIL) ditekan lalu pasien disuruh
mengejan. Jika terjadi penonjolan di sebelah medial maka dapat diasumsikan bahwa itu
hernia inguinalis medialis.
● Titik yang terletak di sebelah lateral tuberkulum pubikum (AIM) ditekan lalu pasien disuruh
mengejan jika terlihat benjolan di lateral titik yang kita tekan maka dapat diasumsikan
sebagai hernia inguinalis lateralis.
● Titik tengah antara kedua titik tersebut di atas (pertengahan canalis inguinalis) ditekan lalu
pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateralnya berarti hernia inguinalis lateralis
jika di medialnya hernia inguinalis medialis.
● Hernia inguinalis: kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus
spermatikus sebagai gesekan dua permukaan sutera, tanda ini disebut sarung tanda sarung
tangan sutera. Kantong hernia yang berisi mungkin teraba usus, omentum (seperti karet), atau
ovarium. Dalam hal hernia dapat direposisi pada waktu jari masih berada dalam annulus
eksternus, pasien mulai mengedan kalau hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis
lateralis dan kalau samping jari yang menyentuh menandakan hernia inguinalis medialis.
lipat paha dibawah ligamentum inguinal dan lateral tuberkulum pubikum.
● Hernia femoralis: benjolan lunak di benjolan dibawah ligamentum inguinal
● Hernia inkarserata: nyeri tekan.

* Perkusi 1,2
Bila didapatkan perkusi perut kembung maka harus dipikirkan kemungkinan hernia
strangulata. Hipertimpani pada saat perkusi.

* Auskultasi 1,2,4
Hiperperistaltis didapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia yang mengalami
obstruksi usus (hernia inkarserata).

Tiga teknik pemeriksaan sederhana yaitu finger test, Ziemen test dan Tumb test.

31
Cara pemeriksaannya sebagai berikut 6,7:
- Colok dubur
Tonjolan hernia yang nyeri yang merupakan tanda Howship – romberg (hernia obtutaratoria). 5,6
- Tanda – tanda vital : temperatur meningkat, pernapasan meningkat, nadi meningkat, tekanan
darah meningkat. 1,2,3

Pemeriksaan Finger Test :


1. Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.

2. Dimasukkan lewat skrotum melalui anulus eksternus ke kanal inguinal.

3. Penderita disuruh batuk:

● Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis.


● Bila impuls disamping jari Hernia Inguinnalis Medialis.

Gambar 4. Finger Test

Pemeriksaan Ziemen Test :

32
1. Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu (biasanya oleh penderita).

2. Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan.

3. Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada :

▪ Jari ke 2 : Hernia Inguinalis Lateralis.

▪ Jari ke 3 : Hernia Ingunalis Medialis.

▪ Jari ke 4 : Hernia Femoralis.

Gambar 5. Ziement Test

Pemeriksaan Thumb Test :


▪ Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan

▪ Bila keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis medialis.

▪ Bila tidak keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis Lateralis.

33
Gambar 6. Thumb Test
DIAGNOSA BANDING

1. Hernia Inguinal Medialis


Disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol langsung ke depan
melalui segitiga Hasselbach, daerah yang dibatasi oleh ligamentum inguinale di bagian
inferior, pembuluh epigastrika inferior di bagian lateral dan tepi otot rektus di bagian
medial. Dasar segitiga hasselbach dibentuk oleh fasia transversal yang diperkuat oleh
serat aponeurosis m.transversus abdominis yang kadang-kadang tidak sempurna sehingga
daerah ini potensial untuk menjadi lemah. Hernia medialis, karena tidak keluar melalui
kanalis inguinalis dan tidak ke skrotum, umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin
hernia longgar.
Hernia inguinalis direk ini hampir selalu disebabkan peninggian tekanan
intraabdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigoum Hasselbach. Oleh karena itu,
hernia ini umumnya terjadi bilateral, khususnya pada lelaki tua. Hernia ini jarang, bahkan
hampir tidak pernah, mengalami inkarserasi dan strangulasi.

34
Indirek Direk

Usia berapapun, terutama


Usia pasien muda Lebih tua

Penyebab Dapat kongenital Didapat

Bilateral 20 % 50 %

Penonjolan saat batuk Oblik Lurus

Tidak segera mencapai Mencapai ukuran terbesar


Muncul saat berdiri ukuran terbesarnya dengan segera

Dapat tidak tereduksi


Reduksi saat berbaring segera Tereduksi segera

Penurunan ke skrotum Sering Jarang

Oklusi cincin internus Terkontrol Tidak terkontrol

Leher kantong Sempit Lebar

Strangulasi Tidak jarang Tidak biasa

Hubungan dengan
Pembuluh darah epigastric
inferior Lateral Medial

2. Hidrokel testis
Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan parietalis
dan viseralis tunika vaginalis. Pada hidrokel testis , kantong hidrokel seolah olah
mengelilingi testis sehingga testis tak dapat diraba. Pada anamnesis besarnya kantong
hidrokel tidak berubah sepanjang hari. Pasien mengeluh adanya benjolan dikantong
skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong
skrotum dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan

35
adanya transluminasi. Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah aspirasi dan
operasi.4

3. Hernia Insisional
Hernia insisional adalah masalah bedah yang serius. Kebanyakan hernia insisional
ditemukan dalam 1 tahun setelah operasi, dan suatu hal yang jarang terjadi hernia setelah
3 tahun operasi jika sebelumnya penutupan baik3. Obesitas dan infeksi merupakan dua
penyebab utama dari keadaan ini. Hernia insisonal terjadi melalui luka pada operasi
sebelumnya. Hernia ini mempunyai penampilan yang sama dengan hernia yang tidak
disebabkan oleh trauma pembedahan pada dinding abdomen3. Hernia incisional terjadi
postoperative karena perlu memotong suatu saraf segmental yang mempersarafi otot
dinding abdomen atau juga sebagai akibat infeksi dan necrosis (mati jaringan).1 Dehisensi
parsial dari sebagian atau seluruh lapisan fasia yang lebih dalam, tetapi kulit masih utuh
atau pada akhirnya dapat menyembuh. Hernia insisional adalah komplikasi postoperative,
penyebabnya dapat dipertimbangkan dari 3 faktor : preoperative, operative,
postopeartive3. Factor preoperative bisa berupa usia lanjut, malnutrisi (vitamin C dan
Zinc), sepsis, uremia, ikterik, obesitas, riwayat DM, steroid dan peritonitis. Factor
operatif berupa tipe insisi, Teknik dan bahan yang digunakan, tipe operasi dan
penggunaan drain. Sedangkan factor postoperative berupa infeksi luka, distensi abdomen,
dan batuk.

PENATALAKSANAAN

NON OPERATIF

Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian


penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi . Metode
reposisi bimanual adalah tangan kiri memegang isi hernia sambil membentuk corong sedangkan
tangan kanan mendorongnya kearah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap
hingga terjadi reposisi.

36
OPERATIF

Herniorafi adalah operasi hernia yang terdiri dari operasi herniotomi dan hernioplasti.
Herniotomi adalah tindakan membuka kantong hernia, memasukkan kembali isi kantong hernia
ke rongga abdomen, serta mengikat dan memotong kantong hernia. Sedangkan hernioplasti
adalah tindakan memperkuat daerah defek, misalnya pada hernia inguinalis, tindakannya
memperkuat cincin inguinalis internal dan memperkuat dinding posterior kanalis inguinalis.
Operasi herniorafi pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah Italia bernama Eduardo
Bassini pada tahun 1884. Prinsip hernioplasti yang dilakukan Bassini adalah penjahitan konjoin
tendon dengan ligamentum
inguinalis. Kemudian
metoda Bassini tersebut
dikembangkan dengan berbagai
variasinya.8

Gambar 7. Hernioraphy Metode Bassini

Shouldice pada tahun 1953 memperkenalkan multilayered repair dan metoda ini dianggap
sebagai operasi pure tissue yang paling sukses dengan angka rekurensi < 1%, berdasarkan
laporan dari Shouldice Hospital di Toronto. Tindakan pure tissue repair terutama pada metoda
Bassini menghasilkan ketegangan jaringan sehingga cenderung menyebabkan kegagalan. Hal ini

37
disebabkan terjadinya iskemik nekrosis pada jaringan yang tegang. Untuk mengatasi masalah
tersebut, para ahli bedah mencari cara hernioplasti yang tidak tegang. Hernioplasti berupa
anyaman (darn) yang menghubungkan konjoin tendon dengan ligamentum inguinalis pertama
kali diperkenalkan oleh McArthur pada tahun 1901.8 Bahan yang digunakan McArthur untuk
menganyam berasal dari aponeurosis obliqus eksternus, kemudian Kirschner pada tahun 1910
menggunakan fascia femoralis sebagai bahan anyaman. Karena jaringan hidup sulit diambil dan
cenderung diserap, maka dicari bahan pengganti yang cocok. Pada tahun 1937, Ogilvic
menggunakan benang silk untuk bahan anyaman. Setelah nilon ditemukan, Melick (1942)
pertama kali menggunakan benang nilon.

Ahli bedah lainnya menggunakan tambalan (patch) untuk memperkuat dinding posterior
kanalis inguinalis dengan menggunakan lembaran dari jaringan alami. Mair (1945)
menggunakan flap fascia femoralis untuk menutup defek, tetapi metode ini terbukti
mengecewakan. Usher (1958) mempopulerkan penggunaan plastik polimer sintetik dalam bentuk
lembaran anyaman atau meshpolyamid dan yang terbaru polypropylene. Material ini murah,
tersedia universal, mudah dipotong sesuai dengan bentuk yang diinginkan, fleksibel, dan mudah
di-handle, menimbulkan sedikit reaksi jaringan serta tidak direjeksi walaupun ada infeksi.

Gambar 8. Hernioraphy Metode Shouldice

38
Herniorafi dengan cara Shouldice. Setelah fascia transversalis terlihat insisi dengan arah
oblique dimulai dari cincin inguinal interna ke tuberkulum pubikum. Perluasan insisi tergantung
pada area kelemahan fascia tetapi biasanya diperluas sampai ke tuberkulum pubikum. Pemisahan
parsial dapat diterima hanya pada hernia inguinalis indirek yang kecil dimana fascia transversalis
stabil. Ketika insisi fascia transversalis, pembuluh darah epigastrikus yang berada di bawah
fascia transversalis harus dipreservasi. Setelah fascia transversalis diinsisi, dilakukan diseksi dari
lemak preperitoneal secara tumpul, sehingga menghasilkan dua bagian fascia, yaitu bagian
kraniomedial dan kaudolateral.8

Penjahitan Fascia transversalis yang dipisahkan akan ditumpuk menjadi dua lapis dengan
bagian kraniomedial di sebelah atas dan kaudolateral di bawah, dengan lebar fascia yang
ditumpuk 1,5 – 2 cm. Penjahitan dimulai dari kaudal pada periosteum os pubis dan selanjutnya
dilakukan penjahitan kontinyu antara tepi insisi fascia sebelah kaudolateral kebagian bawah
fascia sebelah kraniomedial. Jahitan (dengan benang monofilament polypropylene atau PDS 2.0
sampai 0) harus dalam keadaan tegang yang konsisten namun tidak terlalu kencang, sehingga
jaringan dapat mengadaptasi kondisi tersebut. 8

Jahitan seterusnya dilakukan dari medial ke cincin inguinal internal. Pada cincin inguinal
internal bagian kranial dari M. kremaster dapat diikut sertakan dalam penjahitan. Hal ini
menambah kekuatan pada orifisium hernia interna. Jahitan lapis kedua (antara tepi insisi fascia
sebelah kraniomedial dan bagian atas dari fascia sebelah kaudolateral) dilanjutkan ke arah
sebaliknya dan setelah sampai ke tuberkulum pubikum dan diikat. Muskulus transversus
dijahitkan ke ligamentum inguinal dari internal ring ke tuberkulum pubikum. Kemudian
dilakukan jahitan ke arah sebaliknya sehingga oblikus internus dijahitkan ke ligamentum
inguinalis. Jahitan terakhir menutup aponeurosis oblikus eksternus.8

39
Gambar 9. Lichenstein Hernia Repair

Herniorafi tension-free dengan pemasangan mesh (metoda Lichtenstein). Setelah


funikulus spermatikus diangkat dari dinding posterior kanalis inguinalis dan kantong hernia telah
diikat serta dipotong, lembaran polypropylene mesh dengan ukuran lebih-kurang 8 x 6 cm
dipasang dan dipaskan pada daerah yang terbuka. Mesh dijahit dengan benang polypropylene
monofilamen 3.0 secara kontinyu. Sepanjang tepi bawah mesh dijahit mulai dari tuberkulum
pubikum, ligamentum lakunare, ligamentum inguinalis. Tepi medial mesh dijahit ke sarung
rektus. Tepi superior dijahit ke aponeurosis atau muskulus obliqus internus dengan jahitan satu-
satu. Bagian lateral mesh dibelah menjadi dua bagian sehingga mengelilingi funikulus
spermatikus pada cincin internus, dan kedua bagian mesh yang terbelah tadi disilangkan dan
difiksasi ke ligamentum inguinalis dengan jahitan kemudian dijahit aponeurosis obliqus
eksternus.9

Macam Mesh dengan risiko infeksinya: prostesis yang dipergunakan untuk memperkuat
dinding posterior kanalis inguinalis pada hernioplasti tension-free hernia inguinalis berbentuk
lembaran jaring (mesh). Mesh mikropori mempunyai pori berukuran kurang dari 10 mikron,
menyebabkan bakteri yang berukuran lebih-kurang 1 mikron dapat masuk ke dalam mesh, tetapi
makrofag dan leukosit PMN yang berukuran lebih dari 10mikron tidak dapat masuk, sehingga
meningkatkan resiko infeksi. Mesh multifilament mempunyai permukaan yang lebih luas dari
pada mesh monofilament dan pada penelitian invivo dengan pemberian kuman stafilokokus
aureus terjadi peningkatan infeksi pada mesh multifilamen bila dibandingkan dengan mesh
monofilamen.

Komplikasi operasi hernia dapat berupa cedera V. femoralis, N. ilioinguinalis, N.


iliofemoralis, duktus deferens, atau buli-buli bila masuk pada hernia geser. Komplikasi dini
beberapa hari setelah herniorafi dapat pula terjadi berupa hematoma, infeksi luka, bendungan V.
Femoralis, terutama pada operasi hernia femoralis, fistel urin atau feses, dan hernia residif.2
Komplikasi lanjut berupa atrofi testis karena lesi A.spermatika atau bendungan pleksus
pampiniformis.

40
Prognosis

Prognosa tergantung pada keadaan umum penderita serta ketepatan penanganan. Tapi
pada umumnya baik karena kekambuhan setelah operasi jarang terjadi. Insidens dari residif
bergantung pada umur pasien, letak hernia, teknik hernioplastik yang dipilih dan cara
melakukannya. Hernia inguinalis indirek pada bayi sangat jarang residif. Angka residif hernia
inguinalis indirek pada segala umur lebih rendah dibandingkan dengan hernia inguinalis direk
atau hernia femoralis. Reparasi pertama memberikan tingkat keberhasilan yang paling tinggi,
sedangkan operasi pada kambuhan memberikan angka residif sangat tinggi. 2 Pada penyakit
hernia ini yang penting adalah mencegah faktor predisposisinya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran ECG;2010.hal.519-40.
2. A. Mansjoer, Suprohaita, W.K. Wardhani, W. Setiowulan. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi III, Jilid II. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2000.hal.313-7.
3. Dr. P. Bhatia & Dr. S. J. John. Laparoscopic Hernia Repair (a step by step approach).
Edisi I. Penerbit Global Digital Services, Bhatia Global Hospital & Endosurgery Institute.
New Delhi. 2003. (Ebook, di akses 10 Juli 2010)
4. Burhitt HG, Quick ORG. Essential Surgery . Edisi III. 2003.hal.348-56.
5. Henry MM, Thompson JN. Principles of Surgery. 2nd edition. Elsevier Saunders;2005.pg
431-45.
6. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi ke-6. Jakarta :
EGC;2003.hal.509-17.
7. Widjaja, H, Anatomi abdomen, Jakarta, EGC, 2007, Hal : 21-25.
8. Doherty GM. Current surgical diagnosis and treatment. Hernias & Other Lesions of the
Abdominal Wall.Edisi 13. New York:Mc Graw-Hill; 2006. Chapter 32.

41
42

You might also like