You are on page 1of 75

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak prasekolah adalah anak usia 3-6 tahun yang belummenempuh

sekolah dasar (Depkes RI, 2007). Kondisi anak yang sakit memungkinkan

anak untuk di rawat dirumah sakit atau hospitalisasi. Sakit adalah salah

satu pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak.Hospitalisasi pada

anak merupakan suatu proses karena suatu alasan yang direncanakan atau

darurat mengaharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi

dan perawatan sampai anak dapat dipulangkan kembali kerumah. Selama

proses tersebut, anak dapat mengalami berbagai kejadian berupa

pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stres. Sebagian besar

stres yang terjadi pada anak prasekolah adalah kecemasan karena

perpisahan. Karena hubungan anak dengan keluarga adalah sangat dekat.

Akibatnya perpisahan dengan keluarga akan menimbulkan rasa kehilangan

pada anak akan orang terdekat bagi dirinya dan lingkungan yang dikenal

olehnya, sehingga pada dirinya akan menimbulkan perasaan tidak aman

dan rasa cemas (Supartini, 2012).

Berdasarkan survey World Health Organiation (WHO) pada tahun

2008, hampir 80% anak mengalami perawatan dirumah sakit. Anak-anak

di Amerika Serikat diperkirakan lebih dari 5 juta mengalami hospitalisasi

dan lebih dari 50% dari jumlah tersebut anak mengalami kecemasan

danstress (Apriliawati.2011).

1
2

Sedangkan di Indonesia berdasarkan survey kesehatan ibu dan anak

tahun 2010 didapatkan hasil bahwa dari 1.425 anak mengalami dampak

hospitalisasi. Hasil survei Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013

didapatkan data rat-rata anak yang menjalani rawat inap di rumah sakit di

seluruh Indonesia adalah 2,8% dari total jumlah anak 82.666 orang. Data

dari Dinas Kesehatan Jawa Timur menunjukkan peningkatan jumlah

pasien anak rawat inap yaitu 5.400 pada tahun 2010 menjadi 6.736 pada

bulan Oktober 2011.

Hasil penelitian Purwandaridi RSUD Margono Soekardjo

Purwokerto menunjukkan 25% anak usia pra sekolah yang dirawat

mengalami cemas tingkat berat, 50% tingkat sedang dan 20% tingkat

ringan. Cemas pada anak usia pra sekolah sering disebabkan oleh

perpisahan dengan orang tua, rasa takut dengan nyeri dan cedera tubuh

(Purwandari,2011).Hasil penelitian lain oleh Inggrith Kaluas (2015) di

ruangan anak RS R.W. Mongisidi Manado, didapatkan data jumlah pasien

anak yang dirawat 184 pasien anak dan anak yang berusia 3-5 tahun

sebanyak 57 pasien anak yang mengalami kecemasan sebanyak 56 pasien

(98%). Dari penelitian sebelumnya oleh Winda Fitriyani 2012 di Ruang

Anak RSUD Blambangan Banyuwangi tentang tingkat kecemasan

menunjukkan bahwa dari 11 pasien usia pra sekolah yang di rawat inap

terdapat 2 pasien (18%) mengalami kecemasan tingkat berat, 8 pasien

(73%) mengalami kecemasan tingkat sedang, dan1 pasien (9%) mengalami

kecemasan tingkat ringan.Anak mengalami kecemasan atau takut terhadap


3

tindakan medis, kecemasan fisik yang dialami oleh anak seperti menangis,

wajah tegang, gemetar.

Dari hasil studi pendahuluan di RSUD Blambangan Banyuwangi

pada tanggal 30 Desember 2016 melalui observasi pada 10 pasien anak

umur 3 – 6 tahun dan wawancara dengan orangtua di Ruang Anak Mas

Alit RSUD Blambangan didapatkan data bahwa semua anak mengalami

gelisah,rewel,selalu ingin ditemani oleh orang tua, memeluk ibu, mengajak

pulang, meronta dan berteriak, dan takut saat dilakukan tindakan medis

selama masa hospitalisasi.

Saat hospitalisasi anak akan mengalami kecemasan dan kegelisahan

karena perpisahan dengan orangtua dan keluarga, prosedur pemeriksaan

dan pengobatan, dan akibat berada di lingkungan asing (Coyne, 2006.

Journal of Child Health). Gangguan kecemasan perpisahan pada akhirnya

akan menimbulkan gangguan psikologis yang diwujudkan oleh adanya

perubahan perilaku pada saat anak keluar dari rumah sakit. Kecemasan

merupakan kejadian yang mudah terjadi, namun tidak mudah diatasi

karena faktor penyebabnya yang tidak spesifik. Untuk mengurangi

kecemasan yang dialami anak diperlukan dukangan keluarga yang terdiri

dari dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental,

serta dukungan penghargaan. Keluarga adalah sistem pendukung utama

yang memberikan perawatan langsung kepada anggota keluarga dalam

proses hospitalisasi selain memberi rasa aman dan nyaman juga proses

penyembuhan dan yang terpenting yaitu dapat mengurangi dampak

psikologis yang berupa perubahan sifat dan perilaku anak dimasa


4

mendatang (Hidayat, 2008). Dampak hospitalisasi pada masa prasekolah

yaitu sering menolak makan, sering bertanya, menangis perlahan, tidak

kooperatif terhadap petugas kesehatan, anak sering merasa cemas,

ketakutan, tidak yakin, kurang percaya diri, atau merasa tidak cukup

terlindungi dan merasa tidak aman. Tingkat rasa aman pada setiap anak

berbeda (Supartini, 2004).

Kecemasan pada anak secara psikologis dapat dikurangi melalui

dukungan keluarga karena dukungan keluarga telah dibuktikan dapat

menciptakan lingkungan yang konstruktif dan dengan adanya keluarga

disampingnya anak akan berperilaku lebih positif, merasa nyaman dan

terlindungi (Nursalam, 2005).Dukungan keluarga dalam hal memotivasi

dan meminimalkan rasa cemas akibat hospitalisasi adalah hal yang sangat

penting dalam menunjang untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional

anak pada saat dirawat inap. Dengan adanya dukungan keluarga yang baik

maka kecemasan akibat perpisahan dapat teratasi sehingga anak akan

merasa nyaman saat menjalani perawatan. Penelitian yang dilakukan oleh

Hastuti (2005),menyatakan bahwa kedekatan seseorang terhadap orang

lain seperti keluarganya sendiri juga dapat mempengaruhi motivasi anak

dan dapat memberikan sesuatu yang berarti bagi anak yang sedang

mengalami kecemasan. Dalam hal ini keluarga merupakan kekuatan yang

dapat diandalkan karena keluarga lebih mengenal anak secara mendalam

sehingga mereka lebih memahami antara satu dengan yang

lainnya.Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti

“hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan akibat


5

hospitalisasi pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di Ruang Anak RSUD

Blambangan Banyuwangi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas maka peneliti dapat

merumuskan masalah sebagai berikut : adakah hubungan dukungan

keluarga terhadap tingkat kecemasanakibat hospitalisasi pada anak usia

prasekolah (3-6 tahun) di Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi?.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat

kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah (3-6 tahun)

di Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi dukungan keluarga di Ruang Anak RSUD

Blambangan Banyuwangi

2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada

anak usia prasekolah (3-6 tahun) di Ruang Anak RSUD

Blambangan Banyuwangi

3. Menganalisa hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat

kecemasan akibathospitalisasi pada anak usia prasekolah (3-6

tahun) di Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi


6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mendapatkan informasi tentang

dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan akibathospitalisasi

pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di Ruang Anak RSUD

Blambangan Banyuwangi

1.4.2 Praktis

1.4.2.1 Bagi Responden

Meningkatkan pengetahuan dan wawasan orang tua

terhadap hal-hal yang terjadi ketika anak di rawat di rumah

sakit terkait psikologis anak.

1.4.2.2 Bagi Rumah Sakit

Menambah informasi dan kajian untuk meningkatkan

upaya pelayanan kepada anak khususnya untuk

menciptakan suasana ruang perawatan yang

menyenangkan bagi anak.

1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan

Menambah pengetahuan bagi peserta didik tentang

pentingnya dukungan keluarga saat anak mengalami

kecemasan akibat hospitalisasi.


7

1.4.2.4 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan dan juga memberikan informasi akan pentingnya

dukungan keluarga ketika anak sedang mengalami

hospitalisasi.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Anak Prasekolah

2.1.1 Pengertian Anak Prasekolah

Usia pra sekolah adalah usia perkembangan antara 3 sampai 5

tahun. Pada usia ini, terjadi perubahan yang signifikan untuk

mempersiapkan gaya hidup yaitu masuk sekolah dengan

mengkombinasikan antara perkembangan biologi, psikososial, kognitif,

spiritual, dan prestasisosial (Hockenberry & Wilson, 2009). Masa balita,

terutama pada masa prasekolah merupakan masa yang sangat peka

terhadap lingkungan dan masa ini berlangsung sangat pendek serta

tidak dapat diulangi lagi, maka masa prasekolah disebut masa keemasan

(golden period), jendela kesempatan (window of opportunity) dan masa

kritis (critical period) (Depkes RI, 2010). Masa prasekolah merupakan

masa-masa untuk bermain dan mulai memasuki taman kanak-kanak.

Waktu bermain merupakan sarana untuk tumbuh dalam lingkungan dan

kesiapannya dalam belajar formal ataupun informal (Gunarsa, 2010).

2.1.2 Ciri-ciri Anak Prasekolah

Snowman (dalamPatmonadewo 2008: 32), mengemukakan ciri-

ciri anak prasekolah (3-6 tahun) yang biasanya ada di TK meliputi

aspek fisik, emosi, sosial, dan kognitif anak, yaitu :

1. Ciri fisik anak prasekolah dalam penampilan maupun gerak

gerik prasekolah mudah dibedakan dengan anak yang berada

8
9

dalam tahapan sebelumnya yaitu umumnya anak sangat aktif,

mereka telah memiliki penguasaan (kontrol) terhadap tubuhnya

dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri,seperti

memberikan kesempatan kepada anak untuk lari, memanjat dan

melompat.

2. Ciri sosial anak prasekolah biasanya bersosialisasi dengan

orang disekitarnya. Umumnya anak pada tahapan ini

memiliki satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat

berganti, mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang

dipilih biasanya sama jenis kelaminnya. Tetapi kemudian

berkembang sahabat yang terdiri dari jenis kelamin yang

berbeda.

3. Ciri emosional anak prasekolah yaitu cenderung

mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap

marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut, dan

iri hati sering terjadi. Mereka sering kali meributkan

perhatian guru.

4. Ciri kognitif anak prasekolah umunya telah terampil dalam

bahasa. Sebagai besar dari mereka senang bicara, khusunya

dalam kelompoknya. Sebaiknya anak diberi kesempatan

untuk bicara. Sebagian mereka perlu dilatih untuk menjadi

pendengar yang baik.


10

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak

Prasekolah

Setiap orang tua akan mengharapkan anaknya tumbuh dan

berkembang secara sempurna tanpa mengalami hambatan apapun

(Sujono Riyadi Sukarmin, 2009). Namun ada banyak faktor yang dapat

berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan anak

tersebut dimana ada sebagian anak yang tidak selamanya tahapan

tumbangnya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang tuanya. Ada

dua faktor yang mempengaruhi proses perkembangan optimal seorang

anak, yaitu :

a. Faktor dalam (internal)

Yaitu faktor yang ada dalam diri anak itu sendiri baik faktor

bawaan (genetic) maupun faktor yang diperoleh, termasuk disini

antara lain:

1. Unsur berfikir dan kemampuan intelektual

Misal : kecepatan berfikir.

2. Keadaan kelenjar zat-zat dalam tubuh

Misal : kekurangan hormon yang dapat menghambat

pertumbuhan dan perkembangan anak.

3. Emosi dan sifat-sifat (tempramen) tertentu

Misal : pemalu, pemarah, tertutup, dan lain-lain.


11

b. Faktor luar (eksternal)

Termasuk disini antara lain:

1. Keluarga

Sikap dan kebiasaan keluarga dalam mengasuh dan

mendidik hubungan antara saudara, dan alin-lain.

2. Gizi

Kekurangan gizi dalam makanan menyebabkan

pertumbuhan anak terganggu yang akan mempengaruhi

perkembangan seluruh dirinya.

3. Budaya setempat

Asuhan dan kebiasaan dari suatu masyarakat akan

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

4. Teman bermain dan sekolah

Ada tidaknya teman bermain, tempat dan alat bermain,

kesempatan pendidikan di sekolah, akan mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan anak.

c. Faktor Orang Tua

1. Lamanya orang tua bekerja di luar rumah

Apabila orang tua bekerja di luar rumah, maka kesempatan

untuk kehidupan sosial dan rekreasi dengan keluarga

biasanya terbatas, dan tiap anak harus mengerjakan lebih

banyak tugas rumah tangga dari yang lazim.


12

2. Pendidikan orang tua

Dengan pendidikan yang semakin matang, orang tua dapat

mengarahkan anak sedini mungkin dan akan mempengaruhi

daya pikir anak untuk dapat berimajinasi. (Direktorat Bina

Kesehatan Keluarga, 1998).

2.2 Konsep Keluarga

2.2.1 Pengertian Keluarga

Menurut Departemen Kesehatan RI (1988) dalam Ali (2010),

keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu

tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung. Keluarga

adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena

hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka

hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan

didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan

kebudayaan (Friedman, 2010).Sedangkan menurut Ali (2010),

keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena

hubungan darah, perkawinan dan adopsi dalam satu rumah tangga,

yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan

serta mempertahankan suatu budaya.

2.2.2 Fungsi Keluarga

Menurut Friedman (1998 dikutip dari Setiadi, 2008) fungsi

keluarga dibagi menjadi lima yaitu :


13

1. Fungsi Afektif, adalah fungsi keluarga yang utama untuk

mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan

anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.

2. Fungsi Sosialisasi, adalah fungsi mengembangkan dan

tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum

meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang

lain di luar rumah.

3. Fungsi Reproduksi, adalah fungsi untuk mempertahan

generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

4. Fungsi Ekonomi, adalah keluarga berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat

untuk mengembangkan kemampuan individu dalam

meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga.

5. Fungsi Perawatan/pemeliharaan kesehatan, yaitu fungsi

untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota

keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.

2.2.3 Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan

Friedman (1998 dikutip dari Setiadi, 2008) membagi 5 tugas

keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan yaitu:

a. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya.

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak

boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu

tidak akan berarti dan karena kesehatan kadang seluruh


14

kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua

perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-

perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan

sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak

langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga,

maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera

dicabut kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan

seberapa besar perubahannya.

b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan

kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan

upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan

yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan

pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai

kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan

keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh

keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat

dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai

keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di

lingkungan sekitar keluarga.

c. Memberikan keperawatan anggota keluarga yang sakit

atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena

cacat atau usianya yang terlalu muda. Perawatan ini dapat

dilakukan di rumah apabila keluarga memiliki

kemampuan melakukan tindakan untuk memperoleh


15

tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak

terjadi.

d. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan

kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota

keluarga. Keluarga memainkan peran yang bersifat

mendukung anggota keluarga yang sakit. Dengan kata lain

perlu adanya sesuatu kecocokan yang baik antara

kebutuhan keluarga dan asupan sumber lingkungan bagi

pemeliharaan kesehatan anggota keluarga.

e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga

dan lembaga kesehtan (pemanfaatan fasilitas kesehatan

yang ada). Hubungan yang sifatnya positif akan memberi

pengaruh yang baik pada keluarga mengenai fasilitas

kesehatan. Diharapkan dengan hubungan yang positif

terhadap pelayanan kesehatan akan merubah setiap

perilaku anggota keluarga mengenai sehat sakit.

2.3 Konsep Dukungan Keluarga

2.3.1 PengertianDukungan Keluarga

Dukungan keluarga menurut friedman (2010) adalah sikap,

tindakan penerimaan keluarga terhadap anngota keluarganya, berupa

dukungan informasional, dukungan penilain, dukungan instrumental

dan dukungan emosional. Jadi dukungan keluarga adalah suatu bentuk

hubungan interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan


16

terhadap anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada

yang memperhatikan.

Dukungan keluarga adalah adanya kenyamanan, perhatian,

penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima kondisinya,

dukungan keluarga tersebut diperoleh dari individu maupun kelompok

(Suparyanto, 2012).

2.3.2 Jenis Dukungan Keluarga

Menurut House dan Kahn (1985) dalam Friedman (2010), terdapat

empat tipe dukungan keluarga yaitu:

1. Dukungan Emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk

beristirahat dan juga menenangkan pikiran. Setiap orang

pasti membutuhkan bantuan dari keluarga. Invidu yang

menghadapi persoalan atau masalah akan merasa terbantu

kalau ada keluarga yang mau mendengarkan dan

memperhatikan masalah yang sedang dihadapi.

2. Dukungan Penilaian

Keluarga bertindak sebagai pengarah dalam pemecahan

masalah dan juga sebagai fasilitator dalam pemecahan

masalah yang dihadapi. Dukungan dan perhatian dari

keluarga merupakan bentuk penghargaan positif yang

diberikan kepada individu.


17

3. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan dalam hal

pengawasan, kebutuhan individu. Keluarga mencarikan solusi

yang dapat membantu individu dalam melakukan kegiatan.

4. Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai penyebar dan pemberi

informasi. Disini diharapkan bantuan informasi yang

disediakan keluarga dapat digunakan oleh individu dalam

mengatasi persoalan-persoalan yang sedang dihadapi.

2.3.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut Purnawan (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi

dukungan keluarga adalah :

a. Faktor Internal

1) Tahap Perkembangan

Artinya dukungan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam

hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan

demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki

pemahaman dan respon terhadap kesehatan yang berbeda-

beda.

2) Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan

Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk

oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar

belakang pendidikan, dan pengalaman masa lalu.

Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir


18

seseorang termasuk kemampuan untuk memahami faktor-

faktor yang berhubungan dengan penyakit dan

menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk

menjaga kesehatan dirinya.

3) Faktor Emosi

Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap

adanya dukungan dan cara melaksanakannya. Seseorang

yang mengalami respon stres dalam setiap perubahan

hidupnya cenderung berespon terhadap berbagi tanda sakit,

mungkin dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa

penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya.

Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang

mungkin mempunyai respon emosional yang kecil selama

ia sakit. Seseorang individu yang tidak mampu melakukan

koping secara emosional terhadap ancaman penyakit

mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada

dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan.

4) Spiritual

Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang

menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan

yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman,

dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.


19

b. Faktor Eksternal

1) Praktik di Keluarga

Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya

mempengaruhi penderita dalam melaksanakan

kesehatannya. Misalnya: klien juga kemungkinan besar

akan melakukan tindakan pencegahan jika keluarganya

melakukan hal yang sama. Misal: anak yang selalu diajak

orang tuanya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin,

maka ketika punya anak dia akan melakukan hal yang sama.

2) Faktor Sosial Ekonomi

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko

terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang

mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.

Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya

hidup, dan lingkungan kerja.

Seseorang biasanya akan mencari dukungan dan

persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan

mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara

pelaksanannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang

biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala

penyakit yang dirasakan. Sehingga ia akan segera mencari

pertolongan ketika merasa ada gangguan pada

kesehatannya.
20

3) Latar Belakang Budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan

kebiasaan individu, dalam memberikan dukungan termasuk

cara pelaksanaan kesehatan pribadi.

2.3.4 Manfaat Dukungan Keluarga

Willis dalam Friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik efek-

efek penyangga (dukungan sosial melindungi individu terhadap efek

negatif dari stress) dan efek-efek utama (dukungan sosial secara

langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan.

Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial

terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi secara

bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang

adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih

mudah sembuh dari sakit dan di kalangan kaum tua, fungsi kognitif,

fisik, dan kesehatan emosi.

Serason (1993) dalam Kuncoro (2002) berpendapat bahwa

dukungan keluarga mencakup 2 hal yaitu :

1. Jumlah sumber dukungan yang tersedia, merupakan

persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat

diandalkan saat individu membutuhkan bantuan.

2. Tingkat kepuasan akan dukungan yang diterima berkaitan

dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan

terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas).


21

2.3.5Pengukuran Dukungan Keluarga

Menurut nursalam (2008), untuk mengtahui besarnya dukungan

keluarga dapat diukur dengan menggunakan kuisoner dukungan

keluarga yang terdiri dari 12 buah pertanyaan yang mencakup empat

jenis dukungan keluarga yaitu dukungan infomasional, dukungan

emosional, dukungan penilaian dan dukungan instrumental. Dari 12

buah pertanyaan, pertanyaan no 1-3 mengenai dukungan penilaian,

pertanyaan no 4-6 mengenai dukungan instrumental, pertanyaan no 7-

9 mengenai dukungan informasi, no 10-12 mengenai dukungan

emosional.

Masing-masing dari pertanyaan tersebut terdapat 4 alternatif

jawaban yaitu “selalu” ,”sering”, “kadang-kadang”, dan “tidak

pernah”. Jika menjawab “selalu” akan mendapat skor 4, menjawab

“sering” mendapat skor 3, menjawab “kadang-kadang” mendapat skor

2, dan menjawab “tidak pernah” mendapat skor 1. Total skor pada

kuisoner ini adalah 1-48. Jawaban dari responden dilakukan scoring.

2.4 Konsep Kecemasan

2.4.1 Pengertian Kecemasan

Menurut Townsend (2009), kecemasan merupakan perasaan

gelisah yang tidak jelas, akan ketidaknyamanan atau ketakutan yang

disertai respon otonom, sumbernya seringkali tidak spesifik atau tidak

diketahui oleh individu, perasaan takut terhadap sesuatu karena

mengantisipati bahaya. Kecemasan (ansietas) adalah perasaan aneh


22

dan kacau, sumbernya sering tidak spesifik atau tidak diketahui oleh

individu (Martin Tucker, 2007).Pendapat lain menyatakan bahwa

takut sebenarnya tidak bisa dibedakan dengan cemas karena individu

merasa takut atau cemas mengalami pola respon perilaku, fisiologis,

dan emosional dalam rentang yang sama (Videbeck, 2008)

Pada anak yang sedang mengalami kecemasan, anak akan

menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman

hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung

pada tahapan usia anak perkembangan anak, pengalaman sebelumnya

terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan

koping yang dimilikinya. Pada umunya, reaksi anak terhadp sakit

adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan perlakuan tubuh dan

rasa nyeri (Supartini, 2004).

2.4.2 Penyebab Kecemasan

Penyebab kecemasan pada anak akibat hospitalisasi menurut Wong

(2008) adalah perpisahan dengan keluarga, stres akibat perubahan dari

keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan, cedera tubuh dan nyeri.

Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi oleh usia

perkembangan mereka, pengalaman mereka sebelumnya dengan

penyakit, keterampilan koping yang mereka miliki dan dapatkan,

keparahan diagnosis, dan sistem pendukung yang ada.

2.4.3 Manifestasi Kecemasan

Manifestasi kecemasan pada anak terdiri dari beberapa fase

(Nursalam , 2008):
23

1. Fase Protes (Phase os Protest)

Tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat,

menjerit, dan memanggil ibunya atau menggunakan

tingkah laku agresif, seperti menendang, menggigit,

memukul, mencubit, mencoba untuk membuat orang

tuanya tetap tinggal, dan menolak perhatian orang alin.

Secara verbal, anak menyerang dengan rasa marah,

seperti mengatakan “pergi”. Perilaku tersebut dapat

berlangsung dari beberapa jam sampai beberapa hari.

Perilaku protes tersebut, seperti menangis, akan terus

berlanjut dan hanya akan behrnti bila anak merasa

kelelahan. Pendekatan dengan orang asing yang tergesa-

tergesa akan meninggalkan protes.

2. Fase Putus Asa (Phase Of Despair)

Pada tahap ini, anak tampak tegang, tangisnya

berkurang, tidak aktif, kurang berminat untuk bermain,

tidak ada nafsu makan, menarik diri, tidak mau

komunikasi, sedih, apatis, dan regresi (misalnya:

mengompol atau mengisap jari). Pada tahap ini, kondisi

anak mengkhawatirkan karena menolak untuk makan,

atau bergerak.

3. Fase Menolak (Phase Of Denial)

Pada tahap ini secara samar-samar anak menerima

perpisahan, mulai teriak padaa yang ada di sekitarnya,


24

dan membina hubungan dangkal dengan orang lain.

Anak mulai kelihatan gembira. Fase ini biasanya terjadi

setelah perpisahan dengan orang tua.

2.4.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pada Anak

Menurut Moersintowarti (2008), factor yang mempengaruhi

kecemasan pada anak yang dirawat di rumah sakit anatara lain:

a. Lingkungan rumah sakit

b. Bangunan rumah sakit

c. Bau khas rumah sakit

d. Obat-obatan

e. Alat-alat medis

f. Tindakan medis yang dilakukan pada anak

g. Petugas kesehatan

h. Dukungan keluarga

2.4.5 Klasifikasi Tingkat Kecemasan

Menurut Martin Tucker (2007) Klasifikasi tingkat kecemasan

di bagi menjadi 4 tingkatan yaitu :

1. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan adalah kecemasan normal yang

memotivasi individu setiap hari untuk melakukan aktivitas dan

menangani masalah. Batasan karateristik kecemasan ringan

pada nafsu makan, iritabilitas, mengulang pertanyaan, perilaku

mencari perhatian, peningkatan keseiagaan, peningkatan


25

persepsi dan pemecahan masalah, mudah marah, berfokus pada

masalah masa depan, gerakan tidak tenang.

2. Kecemasan sedang

Kecemasan sedang dalah kecemasan yang mengganggu

pembelajaran vbaru dengan menyempitkan lapang persepsi

sehingga individu menangkap lebih sedikit, tetapi mampu

mengikuti pembelajaran dengan arahan dari orang alin.

Batasan karateristik kecemasan sdang ini meliputi

perkembangan ansietas ringan, perhatian selektif pada

lingkungan, konsentrasi pada hanya tugas individual,

ketidaknyamanan subjektif sedang, peningkatan jumlah waktu

yang digunakan pada situasi masalah, suara gemetar, perubahan

puncak suara, takipnea, takikardi, tremor, peningkatan

teganggan otot, menggigit kuku, mengetukan jari, mengetukan

ibu jari kaki, atau mengayunkan kaki, peningkatan pikiran

obsesif dan merenung, ketidakmapuan berkonsentrasi, panic,

rasa bersalah, malu, menangis, iritabilitas.

3. Kecemasan berat

Selama episode kecemasan berat, lapang persepsi

individu menyempit sampai titik ketika ia tidak dapat

memecahkan masalah atau belajar, fokusnya adalah pada

detail yang kecil atau menyebar, dan pada komunikasi

tertanggu, pasien dapat menunjukkan banayk upaya yang


26

gagal untuk mengurangi ansietas dan biasanya

mengungkapkan distress subjektif berat.

Batasan karateristik kecemasan berat meliputi rasa

akan mengalami malapetaka, ketegangan otot luas (sakit

kepala, spasme otot), diaphoresis, perubahan pernafasan:

mengeluarkan napas panjang dan dalam, hiperventilasi,

dyspnea, pusing, perubahan GI: mual, muntah, heartburn,

bersendawa, anoreksia, dan diare atau konstipasi,

perubahan kardiovaskuler: takikardi, palpitasi,

ketidaknyamanan prekordium, penurunan rentang persepsi

hebat, ketidakmampuan belajar, ketidakmampuan

berkonsentrasi, rasa terisolasi, kesulitan atau ketidaktepatan

verbalisasi, aktivitas tanpa tujuan, rasa bermusuhan.

4. Tingkat panik

Kecemasan telah meningkat sampai tingkat individu

tersebut sekarang mambahayakan diri dan atau

orang lain dan dapat menjadi imobilisasi atau

menyerang secara acak. Batasan karateristik

kecemasan tingkat panik meliputi hiperaktivitas

atau imobilisasi berat, rasa terisolasi yang ekstrem,

kehilangan identitas: disintegarsi kepribadian,

gemetaran dan keteganggan otot yang hebat,

ketidakmampuan berkomunikasi dalam kalimat

yang lengkap, distori persepsi dan penilaian yang


27

tidak realitas pada lingkungan dan atau ancaman,

perilaku kacau dalam upaya melarikan diri, perilaku

menyerang, perilaku menghindar, fobia, agorafobia.

2.4.6 Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Kecemasan Pada Anak

Menurut Wong (2008), upaya untuk mengatasi kecemasan pada

anak antara lain dengan:

1. Melibatkan orang tua anak

Melibatkan orang tua setiap tindakan yang akan di

lakukan kepada anak merupakan upaya dalam mengurangi

kecemasan pada anak karena akan merasa terlindungi

dengan adanya orang tua di samping mereka, terurama pada

anak usia 1-3 tahun.

2. Modifikasi lingkungan rumah sakit

Upaya ini diharapkan agar anak tetap merasa nyaman

dan tidak asing dengan lingkungan rmah sakit.

3. Peran dari petugas kesehatan rumah sakit (dokter, perawat,

dan sebagainya)

Peran dari petugas kesehatan rumah sakit (dokter,

perawat, dan sebagainya) khususnya perawat merupakan

orang yang paling dekat dengan anak selama perawatan di

rumah sakit. Seakalipun anak menolak perawat namun

perawat harus tetap memberikan dukungan meluangkan

waktu secara fisik dekat dengan anak menggunakan suara

bernada tenang dan sentuhan secara empati.


28

2.4.7 Rentang Respon

Menurut Depkes RI (2005) rentang respon ansietas berfluktuasi

anatara respon adaptif dan maladaptif seperti gambar berikut ini:

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 2.1

Rentang Respon Kecemasan

2.4.8Proses Kecemasan

Ancaman Cemas Koping  Adaptif


 Palratif
(Stressor) (behavior)
 Mal adaptif
 Disfungsional

Gambar 2.2. Proses kecemasan

(Sumber: Stuart, 2002. Pocket guide to phsyciatric nursing)

Dengan adanya berbagai macam stressor yang ada pada

individu akan menimbulkan respon cemas. Respon cemas dapat

dikaji oleh perawat dengan menanyakan kepada klien bagaimana

dia bereaksi terhadap kecemasan itu. Cara lain respon seseorang

terhadap situasi cemas dapat dikaji dengan mengobservasi perilaku

secara objektif (Stuart, 2002. Pocket guide to phsyciatric nursing).

2.4.9Pengukuran Tingkat Kecemasan

Instrumen penelitian untuk mengukur tingkat kecemasan

anak hospitalisasi adalah menggunakan lembar observasi yang


29

dimodifikasi dari Hockenberry dan Wilson (2009). Kecemasan

diobservasi menggunakan 15 item respon anak yang dinilai dengan

skala likert, pernyataan terdiri dari pernyataan favorable (positif)

dan unfavourable (negatif), untuk pernyataan positif mempunyai

nilai yaitu “selalu” (SL) = 1, “sering” (SR) = 2, “Kadang –

kadang” (KD) = 3, dan “tidak pernah” (TP) = 4. Pernyataan positif

terdapat pada pernyataan item no. 1,2,6,11,12, dan 15. Sedangkan

sisanya adalah pernyataan negatif dengan nilai sebaliknya yaitu

“selalu” (SL) = 4, “sering” (SR) = 3, “Kadang – kadang” (KD) = 2,

dan “tidak pernah” (TP) = 1.

Untuk menetukan tingkat kecemasan yang dialami oleh

anak yaitu dengan menjumlah nilai-nilai dari tiap item dengan nilai

skoring sebagai berikut :

1-14 : Tidak ada kecemasan

15-21 : Kecemasan ringan

22-28 : Kecemasan sedang

29-42 :Kecemasan berat

43-60 :Kecemasan berat sekali/ tingkat panik

2.5 Konsep Hospitalisasi

2.5.1 Pengertian Hospitalisasi

Hospitalisasi adalah proses yang mengharuskan anak untuk tinggal

di rumah sakit dalam menjalani terapi pengobatan sehingga anak harus

beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit (Wong, dkk 2008).


30

Penyakit dan hospitalisasi seringkali menjadi krisis pertama yang

harus dihadapi anak. Anak – anak, terutama terutama usia satu tahun,

sangat rentan terhadap krisis penyakit dan hospitalisasi karena stress akibat

perubahan dari keadaan sehat dan rutinitas lingkungan serta karena anak

memiliki jumlah mekanisme koping yang terbatas untuk menyelesaikan

stressor (Hockenberry & Wilson, 2009).

2.5.2 Stressor pada anak yang dirawat di rumah sakit

Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang

tampak pada anak. Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak

tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stress

akibat perubahan yang dialaminya. Perubahan tersebut dapat berupa

perubahan status kesehatan anak, perubahan lingkungan, maupun

perubahan kebiasaan sehari – hari. Selain itu, anak juga memiliki

keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun

kejadian – kejadian yang bersifat menekan (Nursalam, Susilaningrum, dan

Utami, 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Untuk Perawat dan

Bidan).

Stressor atau pemicu timbulnya stress pada anak yang dirawat di

rumah sakit dapat berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial,

maupun spiritual. Perubahan lingkungan fisik ruangan seperti fasilitas

tempat tidur yang sempit dan kurang nyaman, tingkat kebersihan kurang,

dan pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu redup. Selain itu suara

yang gaduh dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan menjadi
31

ketakutan. Keadaan dan warna dinding maupun tirai dapat membuat anak

merasa kurang nyaman.

Stressor utama dari hospitalisasi antara lain adalah cemas akibat

perpisahan, kehilangan kendali, cidera tubuh dan adanya nyeri. Reaksi

anak terhadap krisis – krisis tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan;

pengalaman sebelumnya tentang penyakit; perpisahan atau hospitalisasi;

ketrampilan koping yang dimiliki anak; keparahan diagnosis; dan sistem

pendukung yang ada (Hockenberry & Wilson, 2009. Wong’s esensial

pediatric nursing)

a. Cemas akibat perpisahan

Kecemasan akibat perpisahan ini disebut dengan depresi analitik.

Kecemasan akibat perpisahan ini terbagi dalam 3 fase yaitu:

1) Fase protes

Perilaku yang dapat diobservasi pada masa bayi adalah: menangis,

berteriak, mencari orangtua, menghindari dan menolak kontak dengan

orang asing. Perilaku yang dapat diobservasi pada anak toddler adalah:

menyerang orang asing secara verbal, misalnya dengan kata “pergi”,

menyerang orang asing dengan fisik, misalnya dengan menendang,

menggigit, memukul, atau mencubit, mencoba kabur, mencoba menahan

orangtua secara fisik agar tetap menemaninya. Perilaku tersebut dapat

berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa hari. Protes dengan

menangis dapat terus berlangsung dan hanya berhenti jika lelah.

Pendekatan orang asing dapat mencetuskan peningkatan stress.


32

2) Fase putus asa

Perilaku yang dapat diobservasi adalah tidak aktif, menarik diri dari

orang lain, depresi, sedih, tidak tertarik terhadap lingkungan, tidak

komunikatif, mundur ke perilaku awal seperti mengisap ibu jari atau

mengompol. Lama perilaku tersebut berlangsung bervariasi. Kondisi fisik

anak dapat memburuk karena menolak untuk makan, minum, atau

bergerak.

3) Fase pelepasan

Perilaku yang dapat diobservasi adalah menunjukkan peningkatan

minat terhadap lingkungan sektar, berinteraksi dengan orang asing atau

pemberi asuhan yang dikenalnya, membentuk hubungan baru namun

dangkal, tampak bahagia. Biasanya terjadi setelah perpisahan yang terlalu

lama dengan orang tua. Perilaku tersebut mewakili penyesuaian superfisial

terhadap kehilangan.

b. Kehilangan kendali

Salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah stress akibat

hospitalisasi jumlah kendali yang dirasakan anak. Kurangnya kendali akan

meningkatkan persepsi ancaman dan dapat mempengaruhi ketrampilan

koping anak – anak. Beberapa hal yang dapat menyebabkan anak

mengalami kehilangan kendali adalah perubahan peran keluarga;

ketidakmampuan fisik; takut terhadap kematian, penelantaran atau cidera

permanen, kehilangan penerimaan kelompok sebaya, kurangnya

produktivitas, dan ketidakmampuan untuk menghadapi stress sesuai

harapan budaya yang ada. Aktivitas rutinitas rumah sakit seperti tirah
33

baring yang lama dan dipaksakan, penggunaan pispot, ketidakmampuan

memilih menu, kurangnya privasi bantuan mandi di tempat tidur dapat

menyebabkan ancaman keamanan bagi anak. Selain itu lingkungan rumah

sakit dan kondisi penyakit juga dapat menyebabkan perasaan kehilangan

kendali. Salah satu masalah yang paling signifikan adalah berpusat pada

perasaan bosan (Hockenbery & Wilson, 2009. Wong’s esensial pediatric

nursing).

Selain kecemasan akibat perpisahan, anak juga mengalami cemas

akibat kehilangan kendali atas dirinya. Akibat sakit dan dirawat di rumah

sakit, anak akan kehilangan kebebasan dalam mengembangkan

otonominya. Anak akan bereaksi negatif terhadap ketergantungan yang

dialaminya, terutama anak akan menjadi cepat marah dan agresif

(Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005. Asuhan Keperawatan Bayi

dan Anak Untuk Perawat dan Bidan).

c. Ketakutan cidera tubuh dan nyeri

Respon emosi terhadap penyakit sangat bervariasi tergantung pada

pencapaian tugas perkembangan anak, beberapa proses ini dapat dilihat

anak, mulai dari anak sampai remaja, seperti pada masa bayi yang

mempunyai respon emosi yang berada dalam menghadapi masalah seperti

perpisahan dengan orangtua, maka proses anak akan menangis, berteriak,

menari diri, dan menyerah, pada situasi yaitu diam, apabila tubuh terasa

nyeri reaksi yang dialami pada anak adalah menangis dan reaksi tubuh

untuk immobilitas (tidak mau bergerak sama sekali). Masa balita

mempunyai respon emosi terhadap stimulasi yang tidak menyenangkan


34

akan terjadi menangis mencari ibunya, kehilangan berbicara dan

kehilangan ketrampilan barunya.

Pada anak masa pra sekolah respon nyerinya adalah perpisahan,

tidak mengenal lingkungan yang asing, karena anak sebagai anggota unit

keluarga dalam suatu kultur dan masyarakat maka perawatan anak tidak

tidak boleh memperhatikan anak itu sendiri, akan tetapi kultur masyarakat

dan keluarga harus diperhatikan, seperti masalah pengetahuan keluarga,

budaya, lingkungan, dll. (Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1:2008).

Reaksi anak usia pra sekolah terhadap rasa nyeri sama seperti

sewaktu masih bayi. Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan

menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir,

membuka mata dengan lebar, atau melakukan tindakan agresif seperti

menendang dan memukul. Namun, pada akhir periode balita anak biasanya

sudah mampu mengkomunikasikan rasa nyeri yang mereka alami dan

menunjukkan lokasi nyeri (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005.

Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Untuk Perawat dan Bidan).

Anak perempuan cenderung mengekspresikan ketakutan lebih

banyak dibandingkan anak laki – laki, dan hospitalisasi sebelumnya tidak

berdampak pada frekuensi atau intensitas ketakutan tersebut. Karena

kemampuan kognitif anak sedang berkembang. Anak akan waspada

terhadap berbagai penyakit yang berbeda, pentingnya anggota tubuh

tertentu, kemungkinan bahaya pengobatan, konsekuensi semua hidup

akibat cedera permanen atau kehilangan fungsi tubuh dan makna kematian

(Hockenbery & Wilson, 2009. Wong’s esensial pediatric nursing).


35

2.5.3 Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah

Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia antara 3 sampai 6

tahun (Supartini, 2004). Menurut Sacharin, anak usia prasekolah sebagian

besar sudah dapat mengerti dan mampu mengerti bahasa yang sedemikian

kompleks. Selain itu, kelompok umur ini juga mempunyai kebutuhan

khusus, misalnya, menyempurnakan banyak keterampilan yang telah

diperolehnya.

Pada usia ini, anak membutuhkan lingkungan yg nyaman untuk

proses tumbuh kembangnya. Biasanya anak mempunyai lingkungan

bermain dan teman sepermainan yang menyenangkan. Anak belum

mampu membangun suatu gambaran mental terhadap pengalaman

kehidupan sebelumnya sehingga dengan demikian harus menciptakan

pengalamannya sendiri (Sacharin, 1996). Bagi anak usia prasekolah, sakit

adalah sesuatu yang menakutkan. Selain itu, perawatan di rumah sakit

dapat menimbulkan cemas karena anak merasa kehilangan lingkungan

yang dirasakanya aman, penuh kasih saying, dan menyenangkan. Anak

juga harus meninggalkan lingkungan rumah yang dikenalnya, permainan,

dan teman sepermainannya (Supartini, 2004). Beberapa hal tersebut

membuat anak menjadi stress atau tertekan. Sebagai akibatnya, anak

merasa gugup dan tidak tenang, bahkan pada saat menjelang tidur. Anak

usia prasekolah sering merasa terkekang selama dirawat dirumah sakit. Hal

ini disebabkan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa

kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali


36

dipersepsikan sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah,

dan cemas atau takut.

2.5.4 Respon Anak Usia Prasekolah Terhadap Hospitalisasi

a. Respon Adaptif

Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk

berpisah dari lingkungan yang dirasa aman, penuh kasih sayang dan

menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan dan teman

sepermainannya. Tingkat respon anatar individu sangat unik dan

berfariasi tergantung pada pengalaman yang di dapatkan sebelumnya,

status kesehatan individu dan stresor yang di berikan. Juga di

pengaruhi oleh perkembangan individu dan penggunaan mekanisme

koping yang maksimal. Sehingga ketika stresor itu muncul individu

akan lebih kooperatif, seperti mengikuti instruksi dan perintah petugas

kesehatan, tidak rewel (marah dan berontak) dan tidak ketergantungan

dengan orang tua (Nursalam, 2005 : 4-5).

b. Respon Mal Adaptif

Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan oleh anak

usia prasekolah adalah menolak makan, sering bertanya, menangis

walau secara perlahan dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.

Perawatan di rumah sakit juga membuat anak kehilangan kontrol

terhadap dirinya. Perawatan anak di rumah sakit mengharuskan

adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan

kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit juga sering di persepsikan

sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah atau


37

takut. Ketakutan anak terhadap perlakuan muncul karena anak

menganggap tindakan dan prosedurnya mengancam integritas

tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan

marah dan berontak, ekspresi verbal dengan perawat dan

ketergantungan pada orang tua (Yupi Supatini, 2004 : 190-191).

2.5.5 Reaksi Anak Prasekolah Terhadap Hopitalisasi

Menurut Supartini (2004 : 196), reaksi anak prasekolah terhadap

hospitalisasi meliputi :

1. Cemas

2. Menolak makan

3. Sering bertanya

4. Menangis secara perlahan

5. Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.

2.5.6 Keuntungan Hopitalisasi

Wong (2008) mengatakan bahwa meskipun hospitalisasi dapat

dan biasanya menimbulkan stres bagi anak-anak, tetapi hospitalisasi

juga dapat bermanfaat. Manfaat yang paling nyata adalah pulih dari

sakit, tetapi hospitalisasi juga dapat memberi kesempatan pada anak-

anak untuk mengatasi stres dan merasa kompeten dalam kemampuan

koping mereka. Lingkungan rumah sakit dapat memberikan

pengalaman sosialisasi yang baru bagi anak yang dapat memperluas

hubungan iterpersonal mereka. Manfaat psikologis perlu

dipertimbngkan dan dimaksimalkan selama hospitalisasi.


38

2.6Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Tingkat Kecemasan Akibat

Hospitalisasi

Dukungan keluarga merupakan salah satu factor yang dapat

membantu anak adalam menkoping stressor. Menurut Wills Cit Friedman

(1998) yang menyatakan bahwa dukungan keluarga dapat menimbulkan

efek penyangga yaitu dukungan keluarga menahan efek-efek negatif dari

stress terhadap kesehatan dan efek utama yaitu dukungan keluarga secara

langsung mempengaruhi peningkatan kesehatan. Dukungan orang tua yang

tinggi juga akan meningkatkan harga diri, kemampuan kontrol diri dan

kemampuan instrumental anak. Sehingga dengan peningkatan kemampuan

tersebut diharapkan akan meningkatkan kemampuan koping anak dalam

menghadapi berbagai stressor yang dihadapinya saat hospitalisasi. Dengan

kemampuan koping tersebut maka tingkat kecemasan anak yang dialaminya

ketika hospitalisasi dapat diminimalisir.

Beberapa penelitian tentang hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat

kecemasan akibat hospitalisasi sebagai berikut :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Emi Muniarsih dan Andhika

Rahmawati 2007 mengenai hubungan dukungan keluarga dengan

tingkat kecemasan skibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah di

bangsal L RSUP Dr. Soeradji Tirtinegoro Klaten tahun 2007

diperoleh hasil sebagai berikut : berdasarkan dukungan keluarga ada

(86,66%) yang memberikan dukungan keluarga yang baik, (13,33%)

yang memberikan dukungan keluarga cukup dan tidak ada

responden keluarga yang yang kurang. Berdasarkan tingkat


39

kecemasan, (55,66%) dikategorikan dalam tingkat dalam tingkat

kecemasan sedang, (22,66%) dikategorikan dalam tingkat

kecemasan ringan, (13,33%) dikategorikan dalam tingkat kecemasan

berat, (3,33%) tidak cemas.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Liandi (2011) hasil penelitian dari 30

responden diperoleh bahwa sebagian besar dukungan keluarga yang

diberikan pada anak berkategori sedang yaitu sebesar 60%. Uji

koefesiensi nilai signifikan (p) yaitu 0,283 sehingga p>0,05.

3. Penelitian yang dilakukan Asmayanty (2010) menyatakan bahwa 17

orang anak (77,27%) mengalami kecemasan pada tingkatan sedang.

Hasil uji statistik Kendall Tau nilai correlation coefficient adalah

0,027.
BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan suatu teori yang menjelaskan

keterkaitan antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun

tidak)(Nursalam, 2013).

Jenis dukungan keluarga:

1. Dukungan
emosional
2. Dukungan
penilaian
3. Dukungan
Reaksi anak prasekolah instrumental
terhadap hospitalisasi : 4. Dukungan
informasional
1. Menolak makan Tingkat
2. Sering bertanya kecemasan :
3. Menangis secara Cemas 1) Ringan
perlahan
2) Sedang
4. Tidak kooperatif
3) Berat
terhadap petugas Faktor-faktor yang
4) Tingkat
kesehatan mempengaruhi kecemasan
panik
pada anak:

1. Lingkungan rumah
sakit
2. Alat-alat medis
3. Tindakan medis
yang dilakukan
pada anak
Keterangan :
: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak di teliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap


Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia
Prasekolah (3-6 Tahun) Di Ruang Anak RSUD Blambangan
Banyuwangi.

40
41

3.2 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan peneliti (Nursalam, 2013).

Hipotesis peneliti dalam penelitian ini adalah ada hubungan

dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada

anak usia prasekolah (3-6 tahun) di Ruang Anak RSUD Blambangan

Banyuwangi tahun 2017.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian yang Digunakan

Jenis penelitian adalah strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang

telah berperan sebagai pedoman atau penentuan peneliti atau penuntun

peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2016).

Jenis penelitian yang digunakan peneliti ini adalah “ study korelasi

(Correlation study)” yaitu jenis penelitian atau penelaahan hubungan antara

dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subyek. Hal ini bertujuan

mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel ( Nursalam, 2016).

Desain penelitian adalah suatu wahana untuk mencapai tujuan penelitian

yang juga berperan sebagai rambu-rambu yang akan menuntun peneliti atau

kerangka acuan bagi pengkajian hubungan antara variabel peneliti

(Sastroasmoro,2008).Dalam penelitian ini penulis menggunakan rancangan

peneliti cross-sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu

pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu

kali pada saat itu (Nursalam, 2016).

42
43

4.2 Kerangka Kerja

Kerangka kerja merupakan bagan kerja terhadap rancangan kegiatan

penelitian yang akan dilakukan ( Aziz Alimul, 2007).

Populasi : Orang Tua dan Pasienanakusia 3-6 tahun yang rawat inap di
Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi

Teknik Sampling : consecutive sampling

Sampel :Orang Tua dan Pasien anak usia 3-6 tahun yang rawat inap di Ruang Anak
RSUD Blambangan sesuai dengan kriteria inklusi.

Desain penelitian :
Cross sectional

Informed consent

Pengumpulan data : kuisoner dan lembar observasi

Pengolahan data dan Analisis data


Coding, Scoring, Tabulating, dan uji Rank Spearmen

Laporan Penelitian

Gambar 4.1 Kerangka kerja : hubungandukungan keluarga terhadap tingkat


kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah (3-6
tahun) di Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi.
44

4.3 Populasi, Sampel, dan Teknik sampling

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah subyek (misalnya manusia,

klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2016).

Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua dan pasien anak usia 3-6

tahun yang dirawat inap di Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi

dengan jumlah 28 orang.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam,

2016). Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat inap.

a) Kriteria sampel meliputi :

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karateristik maupun subjek

penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang

akan diteliti (Nursalam, 2013).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu :

a. Pasien usia 3-6 tahun yang dirawat minimal 2 hari

di ruang Anak

b. Keluarga terdekat yang mengetahui kondisi anak

dan menemani anak saat hospitalisasi


45

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/ mengeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena

beberapa sebab (Nursalam, 2013).

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu :

a. Pasien anak usia 3-6 tahun yang menderita penyakit

kronis

b. Orangtua yang tidak bersedia menjadi responden

4.3.3 Tehnik Sampling

Teknik sampling adalah cara-cara yang ditempuh dalam

pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar

sesuai dengan keseluruhan objek penelitian (Nursalam, 2013:173).

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan

adalah dengan cara teknik Consecutive sampling. Consecutive

sampling adalah pemilihan sampel dengan menetapkan subjek

yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian

sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah klien yang

diperlukan terpenuhi. (Nursalam, 2016).


46

4.4 Identifikasi Variabel

Jenis variabel diklasifikasikan menjadi bermacam-macam tipe untuk

menjelaskan penggunaanya dalam penelitian. Macam-macam tipe

variabelmeliputi variabel independen, dependen, moderator, perancu dan

kontrol (Nursalam, 2013). Variabel dalam penelitian ini adalah :

4.4.1 Variabel bebas (Independen)

Variabel yang mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel

lain (Nursalam, 2013), variabel independen dalam penelitian ini adalah

dukungan keluarga.

4.4.2 Variabel terikat (dependen)

Merupakan variabel yang dipengarui nilainya oleh variabel lain

(Nursalam, 2013), variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat

kecemasan pasien yang dirawat inap di Ruang Anak RSUD

Blambangan.

4.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau secara cermat terhadap suatuobyek atau fenomena

(Aziz Alimul H, 2008).


47

Tabel 4.1 Definisi operasional variabel independen dan dependen


Variabel Definisi Indikator Alat Skala Skor

Operasional Ukur

Variabel Kehadiran 1. Dukungan Kuisoner Ordinal 1. Kurang : 12-22


independen: keluarga yang emosional 2. Cukup : 23-35
Dukungan selalu 2. Dukungan 3. Baik : 36-48
Keluarga mendampingi dan instrumental
siap memberikan 3. Dukungan
bantuan bila informasional
diperlukan 4. Dukungan
penilaian
Variabel Perasaan was-was 1.Respon cemas observasi Ordinal 15-21 :Kecemasan
dependen: dan kondisi yang akibat perpisahan ringan
Tingkat tidak nyaman,
2.Kehilangan 22-28 :Kecemasan
Kecemasan ketakutan dan
kekhawatiran kontrol atau sedang
yang tidak jelas kendali 29-42 :Kecemasan
3.Ketakutan cidera berat
fisik dan nyeri 43-60 :Kecemasan
berat sekali/
tingkat panik
:kece

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur

fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiono, 2009).

Instrument penelitian yang digunakan untuk mengukur dukungan

keluarga dengan menggunakan kuisoner dengan pertanyaan-pertanyaan yang

informatif yang meliputi keempat komponen dukungan keluarga yaitu


48

dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan emosional,

dukungan penilaian.

Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur tingkat

kecemasan menggunakan lembar observasi yang dimodifikasi dari

Hockenberry dan Wilson (2009). Nursing care of infants and children.

Kecemasan diobservasi menggunakan 15 item respon anak yang dinilai

dengan skala likert, pernyataan terdiri dari pernyataan favorable (positif)

dan unfavourable (negatif), untuk pernyataan positif mempunyai nilai

yaitu “selalu” (SL) = 1, “sering” (SR) = 2, “Kadang – kadang” (KD) = 3,

dan “tidak pernah” (TP) = 4. Pernyataan positif terdapat pada pernyataan

item no. 1,2,6,11,12, dan 15. Sedangkan sisanya adalah pernyataan negatif

dengan nilai sebaliknya yaitu “selalu” (SL) = 4, “sering” (SR) = 3,

“Kadang – kadang” (KD) = 2, dan “tidak pernah” (TP) = 1. (pada lampiran

9 lembar obervasi kecemasan anak).

Waktu dan Tempat

1. Lokasi atau tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Anak RSUD Blambangan

Banyuwangi.

2. Pelaksanaan

Penyusunan proposal : Desember 2016 – Febuari 2017

Ujian Proposal : 4 April 2017

Penelitian : 27 Juli – 25 Agustus 2017

Ujian Skripsi : 27 September 2017


49

Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data

4.8.1 Proses Pengumpulan Data

Data dikumpulkan oleh peniliti dengan cara pengumpulan kuisoner.

Data dari masing-masing responden dikumpulkan dan dikelompokkan

untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat

kecemasan hospitalisasi pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang

tercantum dalam lembar observasi.

4.9 Analisa Data dan Pengolahan Data

4.9.1 Langkah-langkah analisa data

Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk

mencapai tujuan pokok penelitian, yaitu menjawab pertanyaan-

pertanyaan penelitian yang menungkap fenomena (Nursalam, 2013)

Sebelum melakukan analisa data, secara berurutan data yang berhasil

dikumpulkan akan mengalami proses editing yaitu dilakukan coding,

scoring dan tabulating.

1. Editing

Sebelum data diolah bagian yang sangat penting dalam metode

ilmiah, karena dengan analisiah, data tersebut dapat diberi arti dan

makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.

2. Coding

Coding adalah pemberian kode pada data dimasukkan untuk

menterjemahkan data ke dalam kode-kode yang biasanya dalam

bentuk angka (Jonathan Sarwono, 2006).


50

a. Dukungan keluarga

Dengan menggunakan kuisoner

- Baik :3

- Cukup : 2

- Kurang : 1

b. Tingkat kecemasan

Dengan menggunakan kuisoner kecemasan

- Ringan : 1

- Sedang : 2

- Berat :3

- Panik :4

3. Scoring

a. Dukungan keluarga

Dari hasil kuisoner dapat diperoleh hasil data sebagai

berikut :

- Tidak pernah :1

- Kadang-Kadang :2

- Sering :3

- Selalu :4

b. Tingkat kecemasan

Dari hasil observasi dapat diperoleh hasil data sebagai

berikut :
51

1-14 : Tidak ada kecemasan

15-21 : Kecemasan ringan

22-28 : Kecemasan sedang

29-42 : Kecemasan berat

43-60 : Kecemasan berat sekali/ tingkat panik

4. Tabulating (Pengolahan data)

Tabulating merupakan penyajian data dalam bentuk table yang

terdiri dari beberapa baris & beberapa kolom. Tabel dapat

digunakan untuk memaparkan sekaligus beberapa variable hasil

observasi, survey, atau penelitian hingga data mudah di baca

dan di mengerti. (Budiman Chandra, 2008:24).

5. Interprestasi Data

Dalam penelitian ini tabel frekuensi menginformasikan hasil

penelitian yang didapat sedangkan interpretasi tabel menurut

Arikunto (2009) adalah sebagai berikut : 0% : Tidak satupun,

1% - 25% : Sebagian kecil, 26% - 49% : Hampir setengahnya,

50% : Setengahnya, 51 – 75 : Sebagian besar, 76% - 99% :

Hampir seluruhnya, 100% : Seluruhnya.

4.9.2 Pengolahan Data

Dari yang telah terkumpul, dilakukan analisis atas hubungan

dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan hospitalisasi pada

anak usia prasekolah (3-6 tahun) dengan menggunakan uji Rank


52

Spearman. peneliti menggunakan uji Rank Spearmankarena data yang

digunakan pada variabel bebas dan terikat adalah data

ordinal.Bertujuan untuk mengetahui hubungan dua variabel

tergantung pada hasil uji normalitas data. Apabila data berdistribusi

tidak normal maka menggunakan Rank Spearman.

Tehnik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah menggunakan uji Rank Spearman dengan rumus :

Hasil penghitungan rumus rs dibandingkan dengan tabel rs

dengan α=0,05.

Selanjutnya dilakukan uji untuk mengetahui signifikansi

hubungan dengan menggunakan uji t :

Keterangan :

t= nilai t hitung

r= koefesien korelasi rank spearman


53

n= jumlah sampel

Untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih

dilakukan dengan menghitung korelasi antar variabel yang akan dicari

hubungannya. Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan

kuatnya hubungan antar dua variabel atau lebih. Arah dinyatakan

dalam hubungan positif atau negatif. Sedangkan hubungan dinyatakan

dalam besarnya koefesien korelasi (Sugiono,2004:107).

Kuatnya hubungan antar variabel dinyatakan dalam koefesien

korelasi. Koefesien korelasi positif sebesar +1 dan koefesien korelasi

negatif terbesar adalah -1, sedangkan yang terkecil adalah 0. Bila

hubungan antara dua variabel/lebih itu mempunyai koefesien

korelasi= +1 atau -1 maka hubungan tersebut sempurna.

4.2 Tabel Rank Spearmen

No. Dukungan Tingkat Rank Rank b (x-y) b²

Resp. Kelurga Kecemasan I (X) II (Y)

(X) Akibat

Hospitalisasi(

Y)

-
54

31

Jumlah

Kaidah pengujian :

Ho ditolak : bila nilai r hitung > r tabel artinya ada hubungan

Ho diterima : bila nilai r hitung < r tabel artinya tidak ada hubungan atau

ada hubungan tetapi sangat lemah dan hampir tidak (Sugiono, 2009)

Apabila uji statistik korelasi Rank spearman menggunakan SPSS

dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Buat data variabel sesuai jenisnya (nominal/ordinal)

b. Klik menu Analyze Correlate Bivariate

c. Masukan kedua data variabel kedalam kotak variables

d. Pilih uji Spearman pada kotak correlation Coefficients

e. Pilit Two Tailed pada test Significance

f. Proses telah selesai. KLIK OK.

Penghitungan Korelasi

Sesuai dengan peneliti yaitu menjelaskan Hubungan

Dukungan Keluarga Terhadap Tingkat Kecemasan Akibat

Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun), maka untuk

mendapatkan hubungan variabel X (independen) dan Y (dependen)

tersebut digunakan uji statistik Range Spearman dengan bantuan

software SPSS for windows seri 17 (Hidayat, A. A ziz Amimun,

2010).
55

4.10 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini perlu mengajukan izin kepada

direktur RSUD Blambangan Banyuwangi untuk mendapatkan persetujuan

mulai dari izin studi pendahuluan, observasi kegiatan dan observasi

lapangan. Setelah izin disetujui dengan menyertakan surat keterangan

pemberian izin untuk melakukan studi pendahuluan, dan setelah disetujui

peneliti melakukan observasi kepada subjek yang diteliti dengan

menekankan pada permasalahan etika.

4.10.1 Lembar Persetujuan

Informed Concent adalah informasi yang harus diberikan

pada subyek secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan

dilaksanakan dan mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau

menolak menjadi responden (Nursalam,20013. Metodelogi

Penelitian Ilmu Keperawatan).

1. Sebelum melakukan penelitian telah mendapat izin dari

responden

2. Bila bersedia menjadi responden penelitian harus ada bukti

persetujuan yaitu dengan tanda tangan.

3. Bila responden tidak bersedia menjadi subyek penelitian,

peneliti tidak boleh memaksa.


56

4.10.2 Tanpa Nama

Subyek tidak perlu mencantumkan namanya pada lembar

pengumpulan data cukup menulis nomor atau kode saja untuk

menjamin kerahasiaan identitasnya. Apabila sifat peneliti memang

menuntut untuk mengetahui identitas subjek, ia harus memperoleh

persetujuan terlebih dahulu seta mengambil langkah-langkah dalam

menjaga kerahasiaan dan melindungi jawaban tersebut (Wasis,

2008. Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat).

4.10.3 Kerahasiaan ( Confidentialy)

Adalah masalah etika dalam suatu penelitian dimana

dilakukan dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian,

baik informasi maupun masalah – masalah lainnya. Semua informasi

yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Alimul

Hidayat, 2007. Metode Penelitian Kebidanan Dan Tehnik Analisis

Data).

4.11 Keterbatasan Peneliti

Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam

penelitian (Nursalam, 2008). Adapun keterbatasan yang dihadapi

peneliti adalah responden ada yang kurang kooperatif, jumlah

sampel yang hanya 28, dan responden menjawab kuisoner tidak

akurat.
BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan membahas hasil penelitian hubungan dukungan

keluarga terhadap tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia

prasekolah (3-6 tahun). Penelitian ini dilaksanakan di Ruang anak RSUD

Blambangan Banyuwangi pada Bulan Juli - Agustus 2017. Adapun data yang

akan dibahas meliputi umum yang berisi karakteristik tempat penelitian,

kepegawaian dan SDM pada penelitian, dan sarana kesehatan. Sedangkan data

khusus meliputi dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan.

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Data Umum

1. Karakteristik Tempat Penelitian

1) Gambaran Umum Tempat penelitian

RSUD Blambangan Banyuwangi adalah rumah sakit milik

pemerintah Banyuwangi. Letaknya sangat strategis, berada di

usat kota tepatnya di Jalan Letkol Istiqlah Nomor 49 dan

berdekatan dengan istansi – instansi terkait. Secara formal

RSUD Blambangan ini diresmikan pada tahun 1930, saat ini

termasuk dalam kategori tipe Bdan telah lulus dengan

akreditasi Dasar penuh (5 pelayanan). RSUD Blambangan

memberikan pelayanan rawat jalan dan juga pelayanan rawat

inap. Pelayanan rawat jalan dilakukan di 15 klinik yang ada,

57
58

lengkap dengan dokter spesialisnya, kecuali poli umum dan

medikal check up. Selain ditunjang dengan unit penunjang

antara lain laboratorium, radiologi, rehabilitasi medis dan

farmasi serta instalasi gawat darurat yang melayani 24 jam.

RSUD Blambangan sendiri mempunyai visi menjadi rumah

sakit andalan dan pusat rujukan spesialistik di Kabupaten

Banyuwangi. Karena setiap warga yang berada di wilayah

Kabupaten Banyuwangi berkeinginan untuk untuk

mempunyai rumah sakit yang menjadi andalan dan

kebanggaannya, dimana rumah sakit tersebut dapat

memberikan pelayanan kesehatan yang baik, bermutu dan

memuaskan.

2) Data Umum

a. Luas Wilayah : 25.6402

b. Batas – Batas Wilayah

1. Sebelah Utara : Kelurahan Pengantigan

2. Sebelah Timur : Kelurahan Temenggungan

3. Sebelah Selatan : Kelurahan Penataban

4. Sebelah Barat : Kelurahan Panderejo

c. Kepegawaian dan SDM

1. Tenaga medis (Dokter) ada 42 orang yang terdiri dari :

1. Dokter Umum : 11 orang

2. Dokter Spesialis : 29 orang

a. Spesialis Kulit dan Kelamin : 1 orang


59

b. Spesialis Penyakit Dalam : 3 orang

c. Spesialis Obgyn : 2 orang

d. Spesialis Anak : 2 orang

e. Spesialis Paru : 1 orang

f. Spesialis mata : 1 orang

g. Spesialis Syaraf : 1 orang

h. Spesialis THT : 1 orang

i. Spesialis psikiatrik : 1 orang

j. Spesialis rehabilitasi medik : 1 orang

k. Spesialis bedah : 3 orang

l. Spesialis bedah syaraf : 1 orang

m. Spesialis jantung : 1 orang

n. Spesialis patologi klinik : 1 orang

o. Spesialis patologi anatomi : 1 orang

p. Spesialis patologi anatomi : 1 orang

q. Spesialis bedah tulang : 1 orang

r. Spesialis anastesi : 2 orang

s. Spesialis radiologi : 2 orang

3. Dokter Gigi : 2 orang

2. Tenaga medis lainnya

1. Bidan terdiri dari 30 orang, diantaranya yaitu :

1) D3 Kebidanan : 12 orang

1) D4 Kebidanan : 18 orang
60

2. Perawat : 148 orang

a. Ners : 50 orang

b. Ahli Madya : 62 orang

c. Perawat gigi : 12 orang

3. Tenaga kefarmasian terdiri dari 24 orang,

diantaranya yaitu :

1) Apoteker : 20 orang

2) Asisten apoteker: 4 orang

4. Tenaga kesehatan masyarakat terdiri dari 6 orang

diantaranya yaitu :

1) Sanitasi : 2 orang

2) Entomolongi : 1 orang

3) Kesehatan lingkungan : 2 orang

4) Admin kesehatan : 1 orang

5. Tenaga gizi : 3 orang

6. Tenaga ketarapian fisik : 2 orang

7. Tenaga keteknisan medis : 23 orang

3. Sarana Kesehatan

1. Sarana ruang rawat inap

Jumlah tempat tidur yang tersedia di RSUD

Blambangan adalah 216 tempat tidur yang terbagi

dalam kelas perawatan, yaitu :

a. Ruang Agung Wilis : 24 TT

b. Ruang Perawatan Paviliun : 11 TT


61

c. Ruang Kelas 1 : 14 TT

d. Ruang Anak Mas Alit : 24 TT

e. Ruang Bedah Kecelakaan : 37 TT

f. Ruang Intensif Care Unit : 7 TT

g. Ruang Perinatologi : 22 TT

h. Ruang Penyakit Kandungan : 22 TT

i. Ruang Penyakit Dalam I : 26 TT

j. Ruang Penyakit Dalam II : 32 TT

2. Karakteristik responden

1) Karakteristik responden berdasarkan usia

berdasarkan usia
7 responden
11
25% 3 thn
responden
39%
4 responden 4 thn
14%
6 responden 5 thn
22%
6 thn

Diagram 5.1 Distribusi responden berdasarkan usia di Ruang


Anak RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2017
Berdasarkan diagram 5.1 di atas, dapat diketahui bahwa

hampir setengahnya responden di Ruang Anak RSUD Blambangan

Banyuwangi berumur 6 tahun yaitu 11 responden (39%).


62

2) Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

berdasarkan Jenis Kelamin

12
responden 16
responden Laki-laki
43%
57% Perempuan

Diagram 5.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di

Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi tahun 2017.

Berdasarkan diagram 5.2 di atas, dapat diketahui

bahwa sebagian besar responden di Ruang Anak RSUD

Blambangan adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 16

anak (57%).

3) Karakteristik responden berdasarkan pengalaman rawat inap

sebelumnya

pengalaman rawat inap

11
responden 17
39% responden ya
61% tidak

Diagram 5.3 Distribusi responden berdasarkan pengalaman


rawat inap di Ruang Anak RSUD Blambangan
tahun 2017.
63

Berdasarkan diagram 5.3 di atas, dapat diketahui

bahwa sebagian besar responden di Ruang Anak RSUD

Blambangan pernah memiliki pengalaman rawat inap

sebelumnya yaitu sebanyak 17 responden (61%).

4) Karakteristik responden berdasarkan pendidikan keluarga

berdasarkan pendidikan
2 responden
8%

7 responden SD
28%
13 SMP
responden 6 responden SMA
40% 21%
SARJANA

Diagram 5.4 Distribusi responden berdasarkan pendidikan


keluarga di Ruang Anak RSUD Blambangan
tahun 2017.
Berdasarkan diagram 5.4 di atas, dapat diketahui

bahwa hampir setengahnya responden di Ruang Anak RSUD

Blambangan berpendidikan SMA yaitu sebanyak 13 responden

(40%).

5) Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan keluarga

3
Responden
Pekerjaan
11%

10 15 Tidak bekerja
Responden Responden
53% Wiraswasta
36%
Negeri
64

Diagram 5.5 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan


keluarga di Ruang Anak RSUD Blambangan.
Berdasarkan diagram 5.5 di atas, dapat diketahui

bahwa sebagian besar responden di Ruang Anak RSUD

Blambangan bekerja sebagai IRT yaitu sebanyak 15 responden

(53%).

5.1.2 Data Khusus

1. Karaktersistik responden berdasarkan Dukungan Keluarga.

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi Dukungan Keluarga di RSUD


Blambangan 2017

No. Dukungan Keluarga Frekuensi Prosentase


1. Kurang 4 14%
2. Cukup 11 39%
3. Baik 13 47%
Jumlah 28 100%
Berdasarkan tabel 5.6 di atas, dapat diketahui bahwa dari 28

orang responden, hampir setengahnya responden menyatakan

dukungan keluarga baik sebanyak 13 orang (47%).

2. Karaktersistik responden berdasarkan tingkat kecemasan di Ruang

Anak RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2017

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi tingkat kecemasan di Ruang Anak


RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2017

No. Tingkat kecemasan Frekuensi Prosentase


1. Ringan 10 36%
2. Sedang 12 43%
3. Berat 6 21%
4. Panik 0 0%
Jumlah 28 100%
Berdasarkan tabel 5.7 di atas, dapat diketahui bahwa dari 28

orang responden, hampir setengahnya responden memiliki tingkat

kecemasan sedang sebanyak 12 responden (43%).


65

3. Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Tingkat Kecemasan

Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) di

Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2017.

Tabel 5.8 Distribusi frekuensi dukungan kerluarga terhadap tingkat


kecemasan pada anak usia prasekolah (3–6 Tahun) di
Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun
2017.

Tingkat Kecemasan
Dukungan Jumlah
No Ringan Sedang Berat
Keluarga
F % f F F % f %
1 Kurang 0 0 2 7% 2 7% 4 14%
2 Cukup 2 7% 5 18% 4 14% 11 39%
3 Baik 8 29% 5 18% 0 0 13 47%
Jumlah 10 36% 12 43% 6 21% 28 100%

Berdasarkan tabel 5.8 diatas menunjukkan dari 13 orang

(47%) dengan dukungan baik memiliki kecemasan sedang 5 orang

(18%) dan kecemasan ringan sebanyak 8 orang (29%).

Berdasarkan data diatas selanjutnya dilakukan uji analisis

hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan akibat

hospitalisasi pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di Ruang Anak

RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2017 dengan

menggunakan uji Rank Spearman dengan tingkat signifikan 0,05

(5%).

Tabel 5.9 Tabel Rank Spearman hubungan dukungan keluarga


terhadap tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada
anak usia prasekolah (3-6 tahun) di Ruang Anak RSUD
Blambangan Banyuwangi Tahun 2017
66

Correlations

dukungankelurga tingkatkecemasan

Spearman's rho dukungankelurga Correlation Coefficient 1,000 -,603**

Sig. (2-tailed) . ,001

N 28 28

tingkatkecemasan Correlation Coefficient -,603** 1,000

Sig. (2-tailed) ,001 .

N 28 28

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Jika didapatkan nilai µ < α maka Ho ditolak dan Ha

diterima. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan spss 22, µ

spearman yaitu 0.001 lebih kecil dari nilai signifikasi α yaitu 0.05

maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Dari penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada

hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan akibat

hospitalisasi pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di Ruang Anak

RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2017.


67

5.2 Pembahasan

5.2.1 Dukungan keluarga

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.6 di atas, dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar responden di Ruang Anak RSUD

Blambangan Banyuwangi menunjukkan bahwa dari 28 responden, hampir

setengahnya responden menyatakan dukungan keluarga dalam kategori baik

sebanyak 13 orang (47%).

Dukungan keluarga friedman (2010) adalah sikap, tindakan

penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya, berupa dukungan

informasional, dukungan penilain, dukungan instrumental dan dukungan

emosional. Jadi dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan

interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan terhadap

anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada yang

memperhatikan (Friedman, 2010)

Dari hasil tabulasi silang antara dukungan keluarga dengan

pendidikan terakhir responden menunjukkan bahwa dukungan keluarga

kategori baik adalah yang berpendidikan SMA yaitu sebanyak 9 responden

(69%) dari jumlah keseluruhan 13 responden yang memberikan dukungan

keluarga.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori faktor-faktor yang

mempengaruhi dukungan keluarga yaitu pendidikan atau tingkat

pengetahuan bahwa keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan

terbentuk dari pengetahuan, latar belakang pendidikan, dan pengalaman

masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang


68

termasuk kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan

dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk

menjaga kesehatan dirinya dan keluarga (Purnawan, 2008).

Dari hasil tabulasi silang antara dukungan keluarga dengan usia

responden menunjukkan bahwa dukungan keluarga kategori baik adalah

yang berusia 21-35 yaitu sebanyak 13 responden (59%) dari jumlah

keseluruhan 22 responden yang memberikan dukungan keluarga.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori dukungan keluarga dapat

ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan dan

perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia memiliki pemahaman

dan respon terhadap kesehatan yang berbeda-beda (Purnawan, 2008).

Dari hasil tabulasi silang antara dukungan keluarga dengan

pekerjaan responden menunjukkan bahwa dukungan keluarga kategori baik

adalah yang tidak bekerja yaitu sebanyak 9 responden (60%) dari jumlah

keseluruhan 15 responden yang memberikan dukungan keluarga.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori dukungan keluarga dapat

ditentukan oleh faktor pekerjaan dalam hal ini keluarga yang tidak bekerja

lebih banyak memeberikan dukungan baik karena keluarga yang tidak

bekerja lebih dekat dengan anak sehingga ketika anak mengalami

hospitalisasi memberikan perhatian penuh (Purnawan, 2008)

Dari rekapitulasi data kuisoner dukungan keluarga tertingggi yaitu

dukungan peniliaian sebanyak 99% dengan pertanyaan keluarga

mendengarkan keluhan yang dirasakan pasien, dan nilai terendah dari


69

dukungan emosional dengan pertanyaan keluarga mengajak berbicara dan

bermain dengan pasien lain sebanyak 32%.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori jenis-jenis dukungan

keluarga yaitu Dukungan Emosional, keluarga sebagai tempat yang aman dan

damai untuk beristirahat dan juga menenangkan pikiran. Dukungan Penilaian,

keluarga bertindak sebagai pengarah dalam pemecahan masalah dan juga sebagai

fasilitator dalam pemecahan masalah yang dihadapi. Dukungan Instrumenal,

keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan dalam hal pengawasan, kebutuhan

individu. Dukungan Informasional, keluarga berfungsi sebagai penyebar dan

pemberi informasi (Friedman, 2010).

Dengan demikian berdasarkan data-data diatas semakin baik

dukungan keluarga yang diberikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu

Faktor usia, semakin muda usia keluarga maka semakin mudah menerima

informasi yang diberikan. Faktor pendidikan, semakin tinggi pendidikan

keluarga semakin mudah memahami pengetahuan. Faktor pekerjaan

,semakin keluarga tidak bekerja maka semkain penuh perhatian yang

diberikan.

5.2.2 Tingkat kecemasan anak usia prasekolah (3-6 tahun)

Berdasarkan tabel 5.7 di atas, dapat diketahui bahwa hampir

setengahnya responden di Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi

memiliki tingkat kecemasan sedang sebanyak 12 orang (43%).

Kecemasan merupakan perasaan gelisah yang tidak jelas, akan

ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai respon otonom, sumbernya


70

seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu, perasaan takut

terhadap sesuatu karena mengantisipati bahaya. Pada anak yang sedang

mengalami kecemasan, anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai

reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi (Townsend ,2009).

Dari hasil tabulasi silang antara tingkat kecemasan dengan usia

responden menunjukkan bahwa yang mengalami tingkat kecemasan

kategori berat adalah yang berusia 3 tahun yaitu sebanyak 6 responden

(86%) dari jumlah keseluruhan 7 responden yang mengalami tingkat

kecemasan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan bahwa

usia anak dapat mempengaruhi tingkat kecemasan anak dalam menjalani

perawatan. Hal ini dikarenakan setiap anak memiliki ciri-ciri umum yang

berbeda sesuai dengan tahap perkembangannya (Tsai, 2007).

Dari hasil tabulasi silang antara tingkat kecemasan dengan

pengalaman rawat inap menunjukkan bahwa yang belum memiliki

pengalaman rawat inap mengalami tingkat kecemasan berat sebanyak 6

responden (55%) dari jumlah keseluruhan 11 responden yang mengalami

kecemasan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori bahwa anak yang belum

memiliki pengalaman rawat inap sebelumnya memiliki kecemasan lebih

tinggi dibanding anak yang pernah memiliki pengalaman rawat inap.

Pengalaman rawat inap berpengaruh terhadap kecemasan anak yang

menjalani hospitalisasi karena anak merasa bahwa lingkungan rumah sakit


71

adalah tempat baru baginya, anak merasa tidak nyaman dan asing dengan

prosedur tindakan yang dilakukan oleh dokter dan perawat (Tsai, 2007).

Dari hasil tabulasi silang antara tingkat kecemasan dengan jenis

kelamin menunjukkan bahwa anak yang berjenis kelamin laki-laki

mengalami tingkat kecemasan kategori ringan sebanyak 8 responden (50%)

dari jumlah keseluruhan 16 responden yang mengalami kecemasan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori bahwa jenis kelamin dapat

mempengaruhi tingkat kecemasan hospitalisasi anak, dimana anak

perempuan yang menjalani hospitalisasi memiliki tingkat kecemasan lebih

tinggi dibanding anak laki – laki (Tsai, 2007).

Dari rekapitulasi data lembar observasi kecemasan nilai tertingggi

dengan pertanyaan anak mengajak orangtua untuk pulang atau

meninggalkan ruangan sebanyak 79%, dan nilai terendah dengan pertanyaan

anak menghisap ibu jari atau meremas-remas tangannya sebanyak 25%.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori bahwa respon kecemasan

anak meliputi cemas akibat perpisahan , kehilangan kendali, dan cemas

akibat ketakutan cidera tubuh atau nyeri . (Hockenberry & Wilson, 2009).

Dengan demikian berdasarkan data-data diatas kecemasan anak

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ,faktor usia semakin muda usia anak

maka semakin berat kecemasan yang dialami. Faktor pengalaman rawat inap

,anak yang belum memiliki pengalaman rawat inap banyak mengalami

kecemasan berat. Faktor jenis kelamin ,anak yang berjenis kelamin laki-laki
72

lebih banyak mengalami kecemasan ringan karena anak laki-laki lebih rileks

dibanding anak perempuan.

5.2.3 hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan akibat

hospitalisasi pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di Ruang Anak

RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2017

Berdasarkan uji statistik menggunakan metode Spearman Rho (α =

0,05) diperoleh hasil P Value = -0,613. Menurut Sugiono (2010) dari hasil

tersebut mempunyai arti bahwa ada hubungan yang bermakna antara

dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah

di ruang Anak RSUD Blambangan. Koefesien korelasi (r) memberikan hasil

negatif¸hal ini berarti bahwa adanya hubungan terbalik antara dukungan

keluarga terhadap tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia

prasekolah yang menunjukkan semakin tinggi dukungan keluarga yang

diberikan semakin rendah tingkat kecemasan yang dialami oleh anak

prasekolah akibat hospitalisasi. Sehingga hipotesis penelitian ini diterima

yaitu ada hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan akibat

hospitalisasi pada anak usia prasekolah. Nilai korelasi (r) sebanyak 0,613

menunjukkan bahwa korelasi antara dukungan keluarga terhadap tingkat

kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usi prasekolah mempunyai nilai

kuat.

Dukungan keluarga dalam hal memotivasi dan meminimalkan rasa

cemas akibat hospitalisasi adalah hal yang sangat penting dalam menunjang

untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional anak pada saat dirawat
73

inap. Dengan adanya dukungan keluarga yang baik maka cemas akibat dari

perpisahan dapat teratasi sehingga anak akan merasa nyaman saat menjalani

perawatan. Banyaknya efek negatif yang ditimbulkan dari adanya cemas

yang diantaranya dalah dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh yang

berpengaruh terhadap proses penyembuhan seseorang saat sakit atau sedang

menjalani perawatan, maka sangat penting untuk segera ditangani

memberikan dukungan keluarga yang baik (Wong, 2009).

Kecemasan pada anak khususnya anak usia prasekolah yang sakit

dan harus dirawat inap, merupakan salah satu bentuk gangguan yaitu tidak

terpenuhinya kebutuhan emosianl anak yang adekuat. Hal ini perlu

penanganan sedini mungkin, karena dampak dari keterlambatan dalam

penanganan kecemasan bisa mengakibatkan anak akan menolak perawatan

dan pengobatan, kondisi seperti ini berpengaruh besar pada lama atau proses

perawatan dan pengobatan serta penyembuhan dari anak sakit. Dukungan

emosianal yang diberikan oleh keluarga kepada anak akan memberikan

perlindungan kepada anak. Anak akan merasa diperhatikan dan aman berada

didekat keluarga. Kondisi ini akan mampu mempengaruhi kecemasan anak

menjadi lebih tenang dalam menghadapi permasalahan kesehatan yang

dihadapi. Ketenangan inilah yang pada akhirnya mampu menekan tingkat

kecemasan menjadi cemas ringan atau bahakan menjadi tidak mengalami

kecemasan.
BAB 6

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan penelitian hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat

kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di

Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2017 bahwa :

1. Hampir setengahnya responden di Ruang Anak RSUD Blambangan

Banyuwangi menyatakan dukungan keluarga dalam kategori baik

sebanyak 13 orang (47%).

2. Hampir setengahnya responden di Ruang Anak RSUD Blambangan

Banyuwangi memiliki tingkat kecemasan sedang sebanyak 12 orang

(43%).

3. Ada hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan akibat

hospitalisasi pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di Ruang Anak

RSUD Blambangan Banyuwangi tahun 2017.

6.2 Saran

1. Bagi Peneliti yang akan datang

Bagi peneliti selanjutnya agar memperbanyak jumlah sampel

sehingga akan didapatkan hasil yang maksimal dan meneliti faktor lain

yang dapat mempengaruhi kecemasan anak usia prasekolah akibat

hsopitalasisasi.

74
75

2. Bagi Profesi Keperawatan

Petugas kesehatan khususnya bagi perawat anak selalu menjalin

komunikasi yang baik dengan keluarga tentang hospitalisasi pada anak

usia prasekolah, sehingga pihak keluarga pasien dapat memberikan

dukungan yang maksimal pada anaknya yang dirawat.

3. Bagi orang tua

Bagi orang tua hendaknya selalu memperhatikan perkembangan

pada jiwa anak dan memberikan dukungan kepada anak selama masa

perawatan.

You might also like