You are on page 1of 11

BAB V

PEMBAHASAN

A. Analisis Perkembangan Antropometri


Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Antropometri
Jenis Assesment Tanggal Pengukuran
Pengukuran 06-12-2018 09-12-2018 10-12-2018 11-12-2018
LLA 24,7 cm 24,7 cm 24,7 cm 24,7 cm
Ulna 27 cm 27 cm 27 cm 27 cm
Status Gizi Baik Baik Baik Baik

Berdasarkan tabel 5.1 diatas diketahui bahwa selama 3 hari


intervensi pasien tidak mengalami perubahan pada LLA dan Ulna, karena
perubahan LLA tidak dapat terjadi dalam waktu 3 hari. Hal ini sesuai
menurut Supariasa, (2009) yang menyatakan pengukuran LLA tidak dapat
digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek,
karena LLA digunakan untuk mendapatkan perkiraan tebal lemak bawah
kulit, dengan cara ini dapat diperkirakan jumlah lemak tubuh total, sehingga
pertambahan atau penyusutan otot tidak dapat berlangsung cepat.
Sedangkan untuk perubahan tinggi badan dan berat badan tidak dapat
dilakukan observasi karena keadaan pasien yang lemah dan tidak bisa
ditimbang. Oleh karena itu, dilakukan pengukuran LLA untuk menentukan
status gizi pasien dan Ulna untuk menentukan tinggi badan, dari pengukuran
LLA tersebut dapat diketahui bahwa status gizi pasien masuk pada kategori
normal sehingga pasien perlu meningkatkan status gizinya. Pengukuran
status gizi pasien diukur dengan LLA (Lingkar lengan Atas). Pengukuran
LLA/U merupakan alternatif pengukuran status gizi selain menggunakan
IMT, bagi pasien yang tidak dapat diukur berat badannya karena kondisi
pasien yang masih lemah (Sirajuddin, 2011).
B. Analisis Perkembangan Biokimia
Tabel 5.2 Hasil Pemeriksaan Biokimia
Jenis Assesment Tanggal Pemeriksaan
Pemeriksaan 06-12-2018 09-12-2018 10-12-2018 11-12-2018
Hb 8,0 g/dl (↓) 6,6 g/dl (↓) - 10,3 g/dl (↓)
44,36 103/µL 32,16 22,45
Leukosit -
(↑) 103/µL (↑) 103/µL (↑)
GDS 300 mg/dl (↑) - - 180 mg/dl
(↑)
Berdasarkan tabel diatas, nilai Hb pada awal pengamatan hingga
akhir pengamatan yaitu 8,0 g/dl, 6,6 g/dl, dan 10,3 g/dl dan dalam kategori
baik. Pemeriksaan nilai Hb pada pasien tidak dilakukan setiap hari.
Pemberian PRC tanggal 9 Desember 2018 sebanyak 1 kolf, dan tanggal 10-
12 Desember 2018 diberikan PRC sebanyak 2 kolf. Pemberian PRC serta
asupan makan tinggi Fe mampu meningkatkan Hb pasien. Rendahnya kadar
hemoglobin berkaitan dengan kurangnya asupan makan terhadap protein
hewani.

Nilai leukosit pada assesment adalah 44,36 103/µl. Selama pengamatan


nilai leukosit menurun, meningkatnya leukosit dalam tubuh biasanya
terjadinya peningkatan akan produksi sel-sel dalam tubuh ketika melawan
infeksi. Hal ini dibuktikan bahwa pasien mengalami abses yaitu infeksi
bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan
nekrotik dan SDP). Oleh karena itu maka diberikan diet DM 2100 B1 untuk
mempercepat penyembuhan infeksi.
Selain pemeriksaan kadar leukosit, dilakukan pemeriksaan Gula darah
puasa. Pada awal MRS, pemeriksaan kadar gula darah sewaktu termasuk
kategori tinggi yaitu 300 mg/dl kemudian mengalami penurunan menjadi
278 mg/dl.
Tingginya kadar glukosa darah disebabkan karena pasien tidak
menganut pola makan yang benar dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
pasien, rasa lapar yang datang maka adalah waktu dimana mengkonsumsi
makanan dengan jumlah porsi yang sesuai dengan yang diinginkan, namun
jika tidak ada merasa lapar, maka pasien tidak perlu mengkonsumsi
makanan. Kadar gula darah yang tinggi dapat disebabkan oleh stress ringan
yang dihadapi pasien, stress fisiologis dan emosional seperti keadaan sakit,
infeksi dan komplikasi dapat menimbulkan hiperglikemi pada penderita
Diabetes Melitus. Kondisi stress pada individu akan memicu peningkatan
hormon stress dalam tubuh yang akan meningkatkan kadar glukosa darah,
sebagai respon stress akan terjadi peningkatan hormon glukagon, epineprin,
nonepineprin, dan kortisol. Hormon-hormon inilah yang akan
meningkatkan kadar glukosa darah oleh hati dan penggunaan glukosa dalam
jaringan otot-otot lemak dengan cara melawan kerja insulin (Smeltzer &
Bare, 2002). Hal ini sependapat dengan penelitian Surwit (2002) dalam
Muflihatin (2015) yang menyatakan bahwa stress merupakan kontributor
potensial untuk kondisi hiperglikemia pada penderita diabetes.

C. Analisis Perkembangan Klinis dan Fisik


1. Perkembangan Klinis

Tabel 5.3 Hasil Klinis


Pengukuran 06 -12-2018 09 -10-2018 10-12-2018 11 – 12-2018
TD 100/60 130/90 110/80 120/80
mmHg mmHg mmHg mmHg
Suhu 36,5ºC 36ºC 36,6 ºC 36 ºC
Nadi 120x/menit 88x/menit 80x/menit 8x/menit
Respirasi 20x/menit 20xmenit 20/menit 18x/menit

Selama 3 hari monitoring didapat bahwa hasil tekanan darah pasien


pada awal Assesment hingga hari terakhir pengamatan mengalami naik dan
turun. Pada pasien diabetes mellitus, keadaan hiperglikemi dihubungkan
dengan hipertensi. Keadaan diabetes mellitus ini menyebabkan
hiperinsulinemia, apabila hiperinsulinemia tidak cukup kuat untuk
mengoreksi hiperglikemia, keadaan ini dapat dinyatakan sebagai diabetes
mellitus tipe 2. Kadar insulin yang berlebih menimbulkan peningkatan
retensi natrium oleh tubulus ginjal yang akan menyebabkan hipertensi
(Masharani dan german, 2003). Hipertensi yang terlalu lama akan
mengakibatkan perubahan struktur pada teriol di seluruh tubuh ditandai
dengan fibrois dan hialinisasi dinding pembuluh darah. Pada struktur ginjal,
Arteriosklerosis menyebabkan nefrosklerosis yang merupakan gangguan
akibat langsung iskemia karena penyempitan lumen pembuluh darah
intrarenal. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan
glomerolus dan atrofi tubulus sehingga seluruh nefron rusak. (Tagor, 2003).
Sedangkan untuk nadi, suhu tubuh dan respirasi pasien dari awal
assessment hingga 3 hari monitoring dalam keadaan normal.
2. Perkembangan Fisik
Tabel 5.4 Hasil Fisik
Pengukuran 06-12-2018 09-12-2018 10-12-2018 11-13-2018
Mual (+) (-) (-) (-)
Sesak nafas (+) (+) (-) (-)
Lemas (+) (+) (-) (-)
Nyeri Luka (+) (+) (-) (-)

Pada tabel 5.4 tercantum bahwa pada saat anamnesa awal pasien
mengalami keluhan mual, sesak nafas, lemas dan nyeri luka pada kaki kiri.
Pada hari pertama monitoring sesak nafas dan lemas berkurang dan
selanjutnya pada hari ke dua dan ketiga monitoring tanda fisik seperti yang
telah disebutkan diatas telah mengalami penurunan.
Selama 3 hari monitoring keadaan pasien terus membaik. Perasaan
sesak yang dialami pasien yang dimana urine tidak dapat dikonsentrasikan
atau diencerkan secara normal akibat ketidakseimbangan cairan elektrolit
(Smeltzer, 2001).
Keadaan lemas yang dialami pasien disebabkan oleh anemia normositik
yang diderita pasien. Hal ini diakibatkan oleh defisiensi produksi
aritropoietin pada nefron yang mengalami kerusakan, sedangkan kejadian
mual dapat disebabkan oleh terbentuknya zat toksik didalam gastrointestinal
(amoniak, metal guadian) akibat metabolisme protein yang terganggu oleh
bakteri usus sehingga tertimbun oleh darah (Bruner,2001).

D. Analisis Perkembangan Konsumsi Energi dan Zat Gizi


Studi kasus ini berlangsung mulai tanggal 09 sampai 11 Desember
2018. Selama pengamatan, diet yang diberikan kepada pasien dengan
diagnosa Diabetes Melitus + Sepsis + Ulkus Pedis adalah Diet DM B1 2100
kkal. Tujuan pemberian Diet DM B1 2100 kkal adalah kebutuhan zat gizi
untuk mempertahankan status gizi menjadi optimal, memberikan edukasi
tentang makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan, membantu
mengendalikan kadar gula darah, memberikan makanan sumber Fe sesuai
kebutuhan untuk menormalkan nilai hemoglobin, memberikan makanan
sumber protein sesuai kebutuhan untuk mempercepat proses penyembuhan
luka.
Dari hasil perhitungan kebutuhan energi pasien yaitu 2100 kkal/hari
dengan cara pemberian oral, karena tidak terdapat masalah pada sistem
pencernaan. Pasien diberikan bentuk makanan lunak berupa bubur pada hari
pertama hingga hari ketiga agar pasien lebih mudah untuk menelan,.
Pemberian protein tinggi yaitu 105 gr/hari, lemak cukup 20% yaitu 46,6
gram dari total energi dan karbohidrat cukup, yaitu sisa dari energi, protein
dan lemak atau sebesar 315 gram.
Konsumsi energi dan zat gizi pasien selama dirawat di rumah sakit rawat
inap sesuai kebutuhan pasien yang telah dihitung, dengan menggunakan
rumus :

𝐴𝑠𝑢𝑝𝑎𝑛/𝑖𝑛𝑡𝑎𝑘𝑒
Tingkat Konsumsi = x 100%
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛

Tabel 5.4 Kriteria Tingkat Konsumsi (WNPG, 2004)


No. Kategori Range
1. Diatas Kebutuhan > 120%
2. Normal 90 – 119%
3. Defisit Ringan 80 – 89%
4 Defisit Sedang 70 – 79%
5 Defisit Berat < 70%

Tabel 5.5 Monitoring Perkembangan Asupan Energi dan Zat Gizi selama
3 hari Intervensi
Hari Hari Ke Hari ke Rata-rata Rata-rata
Zat Gizi Kebutuhan
ke I II III Asupan (%)
Energi (kkal) 2100 1432,8 1652,8 2052,2 1712,6 81,5
Protein (g) 105 84,9 90,2 97 90,7 86,3
Lemak (g) 46,6 48,1 51,3 49 49,5 106,2
KH (g) 315 194,1 216,7 325,1 245,3 77,8
Asupan energi dan zat gizi dilakukan dengan melihat langsung sisa makanan
pasien dan dengan melakukan recall kemudian hasil tersebut dihitung dan
dianalisa, lalu dibandingkan dengan kebutuhan energi dan zat gizi pasien.
1. Tingkat Konsumsi Energi

Grafik Asupan Energi Selama 3 Hari


4500
4000
3500
3000
energi (kkal)

2500
2000
1500 97,7%
1000 68,2% 78,7%
500
0
hari 1 hari 2 hari 3
kebutuhan 2100 2100 2100
asupan 1432.8 1652.8 2052.2

Gambar 5.1 Grafik Asupan Energi

Berdasarkan gambar 5.1 diatas diketahui bahwa terjadi


peningkatan konsumsi setiap harinya, hal ini dikarenakan pasien
diberikan motivasi. Selama pengamatan tingkat konsumsi energi
mengalami peningkatan, namun masih belum sesuai kebutuhan pasien.
Monitoring hari pertama hasil tingkat konsumsi energi sebesar
68,2% masuk dalam kategori defisit berat, karena pasien yang masih
lemah, mual, dan sesak napas. Sehingga makanan yang disajikan tidak
dikonsumsi habis. Pada hari kedua menjadi 78,7% dari kebutuhan dan
masih dalam kategori defisit sedang. Peningkatan tersebut terjadi
karena sesak yang dialami pasien berkurang, namun masih merasakan
mual. Mual disebabkan oleh kelainan saluran cerna yang diduga
mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga
menyebabkan amonia. Amonia menyebabkan iritasi atau rangsangan
mukosa lambung dan usus halus (Sukandar,2006).
Pada hari ketiga monitoring tingkat konsumsi energi pasien
mengalami peningkatan yaitu menjadi 97,7% dari kebutuhan dan
termasuk dalam kategori normal. Hal ini disebabkan karena nafsu
makan pasien mulai meningkat dan rasa sesak serta mual pada pasien
sudah tidak ada.
Nafsu makan merupakan merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi asupan makan pasien, jika asupan makan tidak
memenuhi kebutuhan gizi dan tidak termakan habis oleh pasien, maka
akan memperlambat proses pemulihan/kesembuhan pasien (Somali
dalam Konas Persagi, 1995).
Energi bagi tubuh sangat bermanfaat untuk menggerakkan tubuh
juga untuk proses metabolisme didalam tubuh, jika energi didalam
tubuh kita tidak ada atau telah habis, maka tubuh akan lemas dan tidak
dapat melakukan aktifitas (Almatsier, 2008).

2. Tingkat Konsumsi Protein

Grafik Asupan Protein Selama 3 Hari


250

200
protein (gram)

150

100

92,3%
50 80,8% 86%

0
hari 1 hari 2 hari 3
kebutuhan 105 105 105
asupan 84.9 90.2 97

Gambar 5.2 Grafik Asupan Protein

Kebutuhan protein untuk pasien dengan diet Diabetes Melitus adalah


20% dari kebutuhan energi total. Hasil monitoring selama 3 hari pada
tanggal 09-11 Desember 2018 asupan protein pasien disajikan pada
gambar 5.2.
Berdasarkan grafik 5.2 diatas dapat diketahui bahwa asupan protein
pasien selama 3 hari pengamatan normal, monitoring hari pertama
asupan protein sebesar 80,8%, hari kedua hasil asupan protein sebesar
86%, dan monitoring hari ketiga hasil asupan protein sebesar 92,3%.
Pada dasarnya, pemberian protein yang mencukupi kebutuhan
terutama protein hewani yang bernilai biologik tinggi berfungsi untuk
mengganti protein yang digunakan untuk penyembuhan luka (Penuntun
diet anak, 2012).

Protein merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein


mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain,
yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan-jaringan tubuh.
Selain itu, protein mempunyai fungsi yang penting bagi tubuh kita antara
lain pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan
essensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas
tubuh, pembentukan antibodi, dan mengangkut zat-zat gizi sumber energi
(Almatsier, 2008).

E. Konsumsi Lemak

Grafik Asupan Lemak Selama 3 Hari


100%
90%
80%
70%
Lemak (gram)

60%
50%
40% 103,2% 110,08% 105,15%
30%
20%
10%
0%
hari 1 hari 2 hari 3
kebutuhan 46.6 46.6 46.6
asupan 48.1 51.3 49

Gambar 5.3 Grafik Asupan Lemak

Kebutuhan lemak untuk pasien dengan diet Diabetes Melitus


diberikan 20% dari kebutuhan energi total yaitu 46,6 gram. Hasil
monitoring selama 3 hari pada tanggal 09-11 Desember 2018 asupan
lemak pasien disajikan pada gambar 5.3.
Berdasarkan grafik 5.3 diatas dapat diketahui bahwa asupan lemak
pasien semakin meningkat dari 103,2% menjadi 110,08%, namun ada
penurunan pada hari ketiga yaitu 105,15% tetapi penurunannya tidak
terlalu signifikan. Rata-rata tingkat asupan lemak selama 3 hari yaitu 49,5
gr dengan persentase sebesar 49,5% dari kebutuhan energi total, asupan
lemak tersebut sudah mencapai kebutuhan pasien. Hal ini disebabkan
karena peningkatan konsumsi makanan yang mengandung lemak seperti
lauk hewani, namun pada hari ketiga terjadi penurunan yang tidak
signifikan karena masih masuk dalam rentang ±10%.
Lemak berfungsi sebagai sumber energi dan juga sebagai molekul
sinyal serta penting untuk komposisi membran yang mempengaruhi sel
untuk mengontrol penyerapan enzim seperti protein kinase. Asam lemak
tak jenuh ganda digunakan untuk produksi membran sel, sedangkan asam
lemak jenuh sering digunakan pada keadaan stresoksidatif pada luka
yang meradang atau disebut proses peroksidasi lipid (Douglas Mackay,
ND 1997).
F. Konsumsi Karbohidrat

Karbohidrat diberikan kepada pasien sebesar 60% atau 315 gram.


Hasil monitoring selama 3 hari pada tanggal 09-11 Desember 2018
asupan lemak pasien disajikan pada gambar 5.4.
v

Grafik Asupan Karbohidrat Selama 3 Hari


100%
90%
80%
70%
karbohidrat (gram)

60%
50%
40% 103,2%
30%
103,2% 103,2%
20%
10%
0%
hari 1 hari 2 hari 3
kebutuhan 315 315 315
asupan 194.4 216.7 325.1

Gambar 5.4 Grafik Asupan Karbohidrat

Berdasarkan grafik 5.4 diatas dapat diketahui bahwa asupan


karbohidrat pasien meningkat dari 61,7% menjadi 68,8% kemudian
menjadi. Rata-rata asupan karbohidrat selama 3 hari yaitu dengan
persentase sebesar 103,2% dari kebutuhan energi total, asupan
karbohidrat tersebut belum mencapai kebutuhan pasien.
Pemberian karbohidrat yang cukup sebagai sumber energi dilakukan
untuk mempertahankan status gizi normal, menyediakan energi untuk sel
darah dan membantu kinerja organ (Almatsier,2008).
Pemberian karbohidrat yang lebih dapat menyebabkan
hiperglikemia yang dapat mempengaruhi fungsi kekebalan humoral dan
dapat menyebabkan overgrowth Candida Albicans. Kelebihan glukosa
akan menyebabkan meningkatnya gula darah serta akan memperburuk
keadaan pasien yang mengalami diabetes.
G. Analisis Pelaksanaan dan Hasil Konseling Gizi
1. Pelaksanaan
Pada proses pelaksanaan konsultasi pasien dan keluarga pasien
diberikan penjelasan tentang diet Diabetes Melitus menggunakan media
Leaflet. Selain itu, diberikan penjelasan mengenai tujuan, prinsip dan
syarat diet sesuai dengan penyakit pasien yaitu diabetes melitus serta
memberikan informasi tentang bahan makanan yang boleh dan tidak
boleh dikonsumsi.

2. Hasil

Hasil yang diperoleh setelah dilakukan konsultasi gizi yaitu pasien


sudah memahami penjelasan tentang diet yang diberikan. Pasien juga
telah mengetahui bahan makanan yang boleh dan tidak boleh
dikonsumsi. Hal ini dibuktikan dengan pasien mampu menyebutkan
kembali bahan makanan apa saja yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi
dan juga pasien bersedia menerapkan pola makan sesuai dengan standar
diet DM B1 2100 kkal.

You might also like