You are on page 1of 4

Dampak Perubahan Iklim di Provisi Jawa Tengah:

1. Kekeringan
Tak kurang dari 104.744 hektare sawah di Demak, Kudus, Pati, Grobogan, dan Jepara
mengalami kekeringan. Kekeringan ini diperburuk oleh penutupan Waduk Kedungombo
untuk pertanian karena ketinggian air tinggal 78 meter, dari batas toleransi 80,53 meter. Air
yang ada diprioritaskan untuk fasilitas dua pembangkit listrik di Kedungombo dan Sidorejo
serta air minum. Akibatnya, perkembangan pertumbuhan padi pun terganggu karena
varietas yang ditanam adalah jenis yang perlu cukup air. Petani asal Mijen, Kabupaten
Demak, yang menderita kekeringan terparah, meminta kebijakan itu ditinjau ulang.
Derita ribuan petani di Jawa Tengah memang sudah diprediksi para peneliti cuaca.
Peneliti di Stanford University, University of Washington dan University of Wisconsin,
Amerika Serikat, menyatakan pertanian padi di Indonesia akan sangat terpengaruh oleh
perubahan iklim karena pemanasan global. Dalam jangka pendek, pertanian akan terkena
dampak variabilitas iklim dan kondisinya semakin buruk dalam jangka panjang.
Untuk menghindari dampak kekeringan yang akan semakin memburuk itu, perlu
pemahaman tentang dampak perubahan iklim saat ini dan yang akan datang terhadap
pertanian padi di Indonesia. Sekarang ini Indonesia digolongkan sebagai negara
berpenduduk terbanyak nomor empat dunia dan peringkat pertama negara produsen
sekaligus konsumen beras.
2. Gagal Panen Tembakau
Musim kemarau basah, atau kemarau dengan curah hujan tinggi telah membuat petani
tembakau di Temanggung, Jawa Tengah pesimis dengan hasil panennya. Daerah penghasil
tembakau terbaik di Indonesia ini sedang menghadapi spekulasi besar terhadap masa depan
sektor pertaniannya, dengan pertanyaan apakah di bulan musim kemarau hujan masih akan
turun atau tidak. Gagal panennya itu karena penanamannya sulit, dan pertumbuhannya juga
sulit karena hujan terus. Tahun 2011 hasil panennya bagus, 2012 juga bagus tetapi harganya
anjlok. Tahun 2013 cuaca sama sekali tidak mendukung.
Pakar iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta,
Tony Agus Wijaya memaparkan, hujan yang terus turun di musim kemarau ini disebabkan
oleh anomali cuaca di laut selatan Jawa. Anomali semacam ini tidak dapat diprediksi dalam
jangka panjang dan tidak terjadi setiap tahun, ujarnya. Sektor pertanian memang akan
menerima dampak yang sangat besar, karena tanaman untuk musim kemarau rata-rata tidak
tahan terhadap hujan. Solusinya, menurut Tony adalah perubahan pola pikir dan pola kerja
petani yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim.
3. Gagal Panen Sayuran
Para petani sayur di wilayah lereng timur Gunung Slamet, Jawa Tengah, mulai
mengeluhkan peningkatan penyakit tanaman yang disebabkan oleh hama tanaman yang
menyerang tanaman mereka. Terkait fenomena ini, Kepala Balai Penelitian Lingkungan
Pertanian Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto menjelaskan bahwa pemanasan global
telah terjadi di Indonesia. Pemanasan global memicu perubahan iklim yang berdampak
pada serangan hama dan penyakit tanaman. Hal ini dikarenakan siklus perkembangan hama
tanaman tidak terputus.
4. Kenaikan Tinggi Muka Laut
Dampak perubahan iklim yang terjadi di Jateng antara lain kenaikan muka air laut.
Lahan sawah seluas 163 hektar yang ada di Kabupaten Batang, misalnya, telah tergenang
air laut. BLH (Badan Lingkungan Hidup) Jateng tengah meneliti sejauh apa air laut
berpengaruh terhadap tanaman padi. Jika tidak lagi memungkinkan, lahan itu akan
dijadikan areal tambak.
5. Sulit Memprediksi Masa Tanam
Kepala Badan Lingkungan Hidup Jateng Djoko Sutrisno di Kota Semarang
mengatakan, perubahan iklim signifikan terjadi di Jateng selama tiga tahun terakhir. Hal
yang paling menonjol adalah pergeseran musim di berbagai daerah yang dampaknya sangat
terasa pada sektor pertanian. Petani saat ini menjadi sulit memprediksi masa tanam. Cuaca
yang berubah-ubah juga mengakibatkan hama wereng merajalela.
6. Banjir
Naikknya intensitas air hujan juga memicu terjadinya bencana banjir di daerah rawan
banjir. Banjir mengancam dan menghancurkan harapan ribuan petani di wilayah Demak,
Kudus, Solo, Kendal, Tegal, Pemalang, Rembang, Jepara, dan sepanjang wilayah Jawa
Utara. Setidaknya ada ribuan petani 16 kota/kabupaten terancam tidak panen karena ribaun
hektar area sawah tergenang oleh banjir. Total tanaman padi yang kebanjiran di Jateng
sekitar 35.708 ha dengan 11.916 ha puso (BAPPENAS, 2007). Di Jawa Tengah sebanyak
25,3 ha tanaman pisang, cabe, bawang merah dan kacang panjang yang tersebar di
Kabupaten Wonogiri, Karanganyar, Demak dan Sragen terkena banjir dengan tingkat puso
mencapai 11 ha.
Berdasarkan sumber dari Badan Kesatuan dan Perlindungan Masyarakat Propinsi Jawa
Tengah, terdapat 123 kejadian banjir di Jawa Tengah sepanjang tahun 2007. Dengan curah
hujan mencapai puncak hingga 500 milimeter per bulan, air hujan yang turun berubah
menjadi ancaman bagi seluruh warga Jawa Tengah. Banjir telah mengancam pemukiman,
pertanian, dan usaha lainnya serta banjir telah menyebabkan kerugian hingga Rp 23,52
miliar. Bahkan intensitas hujan yang tinggi juga terjadi pada awal tahun 2008. Volume air
hujan yang besar mengakibatkan daya tampung air di dalam badan sungai tidak muat.
Kondisi tersebut juga diperparah dengan adanya pendangkalan di badan sungai. Akibatnya,
air meluap dan banjir tidak dapat dihindari. Hal tersebut terjadi di sungai Bengawan Solo
dan Juwana. Air yang meluap menggenangi puluhan ribu hektar lahan pertanian dan
permukiman di sekitarnya.
Banjir di wilayah Kudus dan sekitarnya melumpuhkan seluruh aktivitas kehidupan.
Sektor transportasi dan juga perikanan mengalami kerugian karena banjir. Infrastruktur
mangalami kerusakan. Beberapa ruas jalan di sepanjang pantai utara yang tergenang air
banjir mengalami kerusakan. Transportasi baik perdagangan maupun jasa di daerah
tersebut lumpuh. Ratusan juta hilang karena kagiatan perekonomian tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Banjir juga mengancam ribuan nelayan tambak di sepanjang pantai
utara pulau Jawa. Ikan tambak siap panen hilang disapu banjir.
7. Tanah Longsor
Penguapan yang besar mengakibatkan intensitas hujan semakin besar. Hujan
berlangsung singkat namun kepadatan hujan tinggi. Daerah-daerah dataran tinggi seperti
Karanganyar, Purworejo, Banyumas Banjanegara, dll bersiko terkena ancaman tanah
longsor.
Sepanjang tahun 2007, bencana tanah longsor karena hujan yang terus menerus
mengguyur terdapat 11 kejadian tanah longsor. Yang terakhir adalah yang terjadi di
penghujung tahun 2007, tepatnya pada tanggal 26 Desember di Kabupaten Karanganyar,
Jawa Tengah. Enam puluh satu orang tewas karena tertimbun longsor. Longsor tersebut
disebabkan karena hujan yang mengguyur beberapa hari tanpa henti. Puluhan nyawa
melayang dan puluhan rumah tertimbun tanah karena tanah longsor. Tanah longsor
merupakan dampak karena pola musim yang telah berubah. Intensitas hujan yang terjadi
semakin banyak setiap harinya. Hal tersebut diperparah dengan kondisi daerah tangkapan
air yang mulai berkurang di wilayah-wilayah rawan longsor.
8. Perikanan
Perubahan iklim terjadi diseluruh dunia dan memberikan dampak yang signifikan
kepada sektor perikanan di Jawa. Permintaan produk perikanan meningkat sejalan
dengan pertumbuhan populasi dan kebutuhan akan nutrisi tetapi produktifitas relatif
bersifat inelastis untuk memenuhi permintaan tersebut. Dampak perubahan iklim sudah
terdeteksi sejak tahun 1980 hingga 2008 baik secara ekologi atau oseanografi.
Temperatur permukaan laut secara positif terdeteksi mengalami anomali, perubahan
musim secaraekstrim merubah angin laut dan tinggi gelombang, dan lain sebagainya.
9. Puting Beliung
Meningkatnya suhu mengakibatkan tekanan udara semakin besar. Badai di laut lepas
akan semakin sering terjadi. Beberapa kejadian badai angin juga terjadi di wilayah Jawa
Tengah. Angin puting beliung menghantam delapan rumah dan sebuah bangunan sekolah
dasar di Banyumas, Jawa Tengah, 6 Februari 2007. Beberapa waktu yang lalu, angin
putting beliung juga mengakibatkan belasan rumah di wilayah Kemijen, Semarang porak
poranda dan satu jiwa melayang karena tertimpa pohon tumbang. Fenomena alam ini jarang
terjadi dalam kurun waktu sepuluh tahun yang lalu. Namun kenyataannya, kejadian tersebut
mengalami peningkatan dalam frekuensi.
10. Abrasi Pantai
Naiknya permukaan air laut karena perubahan iklim mendorong terjadinya abrasi di
wilayah pesisir pantai wilayah Jawa Tengah Utara. Suhu tinggi secara global akibat dari
perubahan iklim membuat es di wilayah kutub Utara mencair volume air laut bertambah
karenanya sehingga permukaan air laut akan mengalami kenaikan. Lebih lanjut, angin yang
telah berubah polanya mendorong air ke wilayah pantai secara besar-besaran. Kondisi
wilayah pesisir Jawa Tengah yang tanpa adanya penahan gelombang baik buatan maupun
alami (mangrove) sangat dengan mudah terkikis karena hasutan air laut yang terjadi secara
besar dan terus menerus. Menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang,
10.000 hektar tambak hilang karena abrasi sepanjang tahun 2000-2003.

You might also like