You are on page 1of 5

DIAGNOSIS LUKA BAKAR

Anamnesis

Pengambilan suatu anamnesis yang menyeluruh merupakan suatu tugas yang paling penting
dan sering kali sulit untuk dilakukan dalam merawat pasien luka bakar. Petugas pertolongan
darurat, pemadam kebakaran, dan staf unit gawat darurat merupakan sumber informasi yang
sangat baik pada saat pasien datang ke rumah sakit. Tanggal, jam, dan lokasi geografis dari
cedera sangat penting dalam penatalaksanaan pengobatan awal. Pengobatan yang harus
dilakukan di tempat kejadian, terutama bila pasien tidak sadar atau dalam keadaan henti
jantung-paru, perlu di catat. Anak-anak yang ditemukan dalam keadaan henti jantung dan
diresusitasi pada tempat kejadian memiliki kesempatan yang lebih baik untuk harapan
hidupnya. Penyakit kronis yang sudah ada sebelumnya, termasuk penyakit pembuluh koroner,
diabetes melitus, penyakit paru kronis, penyakit serebrovaskular, dan AIDS, memperburuk
prognosis dan perlu dicatat. Kemungkinan kasus penyiksaan anak perlu pula
dipertimbangkan dalam merawat luka bakar pada anak (Schawrtz, Shires, Spencer, & Husser,
2000).

Penentuan derajat luka bakar

Luasnya daerah permukaan tubuh total yang terbakar menentukan kebutuhan cairan, dosis
obat, dan prognosis. Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan mudah dan dengan
ketepatan yang lumayan akurat mempergunakan “hukum sembilan” (Schawrtz, Shires,
Spencer, & Husser, 2000). Lund and Browder Char juga dapat digunakan dalam menilai
ukuran luka bakar (Bhat, 2013).
Diagram luka bakar dapat membantu menentukan derajat luka bakar secara lebih akurat.
Lokasi luka bakar digambarkan pada diagram tubuh; jika mungkin, daerah-daerah luka bakr
derajat dua harus dibedakan dengan daerah-daerah luka bakar derajat tiga. Luasnya cedera
lebih penting daripada dalamnya luka dalam penentuan perawatan pada hari-hari pertama
dirawat. Dalamnya luka menjadi penting belakangan, yaitu saat evaluasi pasien untuk
melakukan prosedur pembedahan dan perawatan rehabilitasi jangka panjang. (Schawrtz,
Shires, Spencer, & Husser, 2000)

Luka bakar derajat pertama terutama mengenai epidermis, dan paling sering diakibatkan oleh
paparan yang lama terhadap sinar ultraviolet atau paparan panas yang sangat singkat. Luka
bar ini biasanya secara fisiologis tidak penting, dan karenanya tidak dipertimbangkan dalam
perhitungan luas permukaan tubuh total yang terbakar. Kulit tampak berwarna merah muda
atau sedikit merah, kering, dan tanpa lepuh, dan biasanya akan sembuh dalam 2-3 hari.
Pengobatan simtomatik dengan kompres dingin guna meringankan nyeri adalah yang terbaik
(Schawrtz, Shires, Spencer, & Husser, 2000).

Luka bakar yang melibatkan epidermis dan dermis dikenal sebagai luka bakar ketebalan
parsial, atau derajat dua, yang selanjutnya dibagi lagi menjadi 3 subtipe : superfisial, dalam,
dan tak dapat ditentukan. Luka ketebalan parsial superfisial mudah dikenali dari
penampilannya yang basah dan merah, pembentukan bula yang khas, dan kepekaan nyeri
yang hebat terhadap rangsang. Luka bakar ini timbul setelah kontak dalam waktu singkt
dengan cairan panas, sengatan listrik atau jilatan api. Luka ini akan sembuh spontan dalam
waktu 2 minggu setelah cedera (Schawrtz, Shires, Spencer, & Husser, 2000).

Luka ketebalan parsial yang dalam definisinya adalah luka yang sembuh dalam waktu lebih
dari tiga minggu; penyembuhan yang lama ini sering kali menimbulkan pembentukkan
jaringabn parut. Luka bakar dermal yang dalam timbul akibat terendam dalam cairan panas,
dan jilatan api. Luka bakar ini secara khas berwarna merah cerah atau kuning keputihan,
permukaan sedikit basah, dan menunjukkan berkurangnya sensasi tusukan jarum. Jika
penyembuhan optimal tidak tercapai dengan penatalaksanaan luka konvensional, maka hasil
yang lebih baik dapat dicapai dengan cangkok kulit ketebalan parsial. Sukar untuk melakukan
penilaian luka bakar yang dalam, pada saat pertama datang ke rumah sakit, apakah luka
tersebut dapat sembuh spontan, ataukah memerlukan cangkok kulit (Schawrtz, Shires,
Spencer, & Husser, 2000).

Luka bakar ketebalan penuh, atau luka bakar derajat tiga biasanya dapat dengan mudah
dikenali. Luka bakar ini disebabkan oleh paparan terhadap zat kimia yang pekat, arus listrik
tegangan tinggi, dan kontak yang lama dengan benda yang panas atau jilatan api. Dapat
terlihat berwarna putih seperti mutiara, atau seperti kertas perkamen, dan melalui jaringan
yang mati dapat terlihat vena yang mengalami trombosis dan dikenal sebagai skar. Luka ini
tanda khasnya kering dan mati rasa. Luka bakar derajat tiga bersifat kaku, dan luka bakar
yang melingkar pada dada atau ekstremitas mungkin memerlukan nekrotomi (Schawrtz,
Shires, Spencer, & Husser, 2000).

Pemeriksaan fisik

Pasien luka bakar merupakan pasien trauma dan evaluasinya perlu dilakukan secara aman dan
tangkas menurut petunjuk Advanced Trauma Life Support dari American Colagge of
Surgeon. Penyebab ketidakstabilan yang paling dini yang timbul pada pasien luka bakar
adalah cedera inhalasi yang berat, yang menimbulkan kerusakan jalan napas atas dan
obstruksi, atau keracunan karbon monoksida yang mendekati letal. Pengamatan pertama
harus dengan cepat dapat mengenali semua kesulitan-kesulitan ini. Pada pengamatan kedua
yang menyeluruh dapat dideteksi adanya cedera-cedera lain yang menyertainya. Perubahan
status neurologik dapat menunjukkan adanya cedera kepala tertutup. Tanda-tanda vital dan
penilaian denyut perifer memungkinkan interpretasi perubahan-perubahan selanjutnya,
khususnya pada pasien-pasien dengan luka bakar melingkar pada ekstremitas. Harus
dilakukan suatu pemeriksaan pada abdomen yang cermat sebelum pasien mandapat analgesik
dan sedatif (Schawrtz, Shires, Spencer, & Husser, 2000).

Pemeriksaan laboratorium

Hitung darah lengkap, elektrolit dan profil biokimia standar perlu diperoleh segera setelah
pasien tiba di fasilitas perawatan. Konsentrasi gas darah dan karboksihemoglobin perlu
segera diukur oleh karena pemberian oksigen dapat menutupi keparahan keracunan karbon
monoksida yang dialami penderita. Pemeriksaan penyaring terhadap obat-obatan, antara lain
etanol, memungkinkan penilaian status mental pasien dan antisipasi terjadinya gejala-gejala
putus obat. Semua pasien sebaiknya dilakukan rontgen dada: tekanan yang terlalu kuat pada
dada, usaha kanulasi pada vena sentralis, serta fraktur iga dapat menimbulkan pneumotoraks
atau hemotorkas. Pasien yang juga mengalami trauma tumpul yang menyertai luka bakar
harus menjalani pemeriksaan radiografi dari seluruh vertebra, tulang panjang, dan pelvis
(Schawrtz, Shires, Spencer, & Husser, 2000).

PROGNOSIS LUKA BAKAR

Harapan hidup setelah luka bakar sangat erat kaitannya dengan usia penderita, ukuran luka
bakar, dan ada tidaknya cedera inhalasi. Larena banyaknya variabel pada luka bakar,
termasuk cedera penyerta, penyakit kronik, lamanya waktu pasca luka bakar sebelum dirawat
di rumah sakit, dan kejadian-kejadian di sekitar luka baka, maka mortalitas secara kasar
hanya sedikit bernilai dan sering kali menyesatkan dalam usaha untuk menilai prognosis
pengobatan (Schawrtz, Shires, Spencer, & Husser, 2000).

Bibliography
Bhat, S. (2013). SRB's Manual of Surgery. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.

Schawrtz, S. I., Shires, G. T., Spencer, F. C., & Husser, C. W. (2000). Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah.
Jakarta: EGC.

You might also like