You are on page 1of 3

Tugas Esai Booster Professional Behavior

Deskripsi Kasus
Seorang wanita berusia 34 tahun datang ke poliklinik sebuah rumah sakit dengan rujukan
dari bidan dengan perdarahan trisemester ketiga. Riwayat G3P2A0 pasien hamil cukup bulan,
pasien merasakan adanya perdarahan yang sempat terjadi 2 hari yang lalu, namun sekarang sudah
berhenti.
Pasien datang dan mulai mengantri bersamaan dengan pasien-pasien lainnnya di poliklinik
hari itu sejak pukul 07.00 WIB, dimana seharusnya pelayanan di poliklinik mulai dilakukan sejak
pukul 08.00 WIB. Pasien poliklinik saat itu cukup banyak, di salah satu meja di poli pelayanan
telah dimulai karena kebetulan dokter yang bertugas telah datang. Dokter yang seharusnya
bertugas di meja satunya baru datang pada pukul 10.30 WIB. Dikarenakan jumlah pasien dibagi
rata menjadi dua, dokter yang terlambat tersebut tampak terburu buru untuk menyelesaikan
pasiennya. Wanita tadi akhirnya baru mendapatkan pelayanan pada pukul 11.00 WIB, dengan
kualitas pelayanan yang jauh dari kata baik. Dua sampai tiga pasien dipanggil sekaligus dan
duduk hampir berjejer dihadapan meja sang dokter. Sang dokter melayani pasien dengan sangat
cepat, cepat dalam artian negatif dimana dokter hanya membaca hasil anamnesis yang dilakukan
bidan, dan tanpa melakukan pemeriksaan fisik memberikan resep dengan edukasi yang sangat
minimal. Dengan kondisi 2 sampai 3 pasien yang dipanggil sekaligus juga sama sekali tidak ada
confidentiallity atas informasi antar pasien.
Tiba saat wanita tersebut bertemu sang dokter, dokter hanya mengkonfirmasi hasil
anamnesis dengan pertanyaan tertutup (ya atau tidak) kepada wanita tersebut, kemudian berkata
“Yasudah, mondok ya, nanti dioperasi melahirkannya..”. Saat mendengar hal tersebut pasien
terkejut dan terkesan agak menolak. Pasien tampaknya juga kurang mendapatkan edukasi saat
dirujuk dari bidan, dan ketika pasien bertanya lebih lanjut sang dokter sang dokter menjawab
dengan nada agak ditinggikan “ini kemungkinan ari-arinya dibawah, harus operasi, kalau tidak
nanti mati bayinya”. Ketika dibilang seperti itu pasien tampak takut, pasien tampak belum puas
dengan penjelasan dokter namun kemudian pasien diambil alih oleh bidan untuk diedukasi dan
diyakinkan untuk mondok, sementara sang dokter lanjut melayani pasien lainnya yang duduk
berjejer disebelah pasien tadi.

Identifikasi Masalah
Dari kasus di atas, dapat ditemukan masalah sebagai berikut.
1. Kurangnya informed consent dan informasi yang diberikan pada keluarga pasien.
2. Tidak berjalannya komunikasi yang efektif antara dokter-pasien.
3. Pelayanan yang kurang professional tenaga kesehatan di poliklinik tersebut.

Analisis dan Refleksi Permasalahan


Bagi dokter yang baik, perawatan pasien merupakan perhatian utama. Dokter yang baik
adalah dokter yang kompeten, menjaga pengetahuan dan keterampilannya up to date, menjaga
hubungan baik dengan pasien dan rekan sejawat, jujur, dapat dipercaya, dan berlaku dengan
integritas dan sesuai hukum. Dokter yang baik bekerja sama dengan pasien dan menghormati hak
pasien terhadap privacy dan dignity, merawat tiap pasien sebagai individu yang berbeda, dan
berusaha sebaik mungkin agar semua pasien menerima perawatan yang baik dan terapi yang akan
membantu pasien hidup sebaik mungkin, dengan atau tanpa penyakit lain dan disabilitas.1
Pada kasus ini, dokter terkesan tidak memperlakukan pasien dengan selayaknya,
anamnesis dan pemeriksaan fisik leopold hanya dilakukan oleh bidan bahkan mahasiswa akbid
tanpa dikonfirmasi lebih lanjut. Dokter juga terkesan tidak nyaman jika pasien terlalu banyak
bertanya dan terkesan sangat buru-buru. Hal ini tentunya tidak nyaman bagi pasien dan keluarga.
Karena itulah, pada aspek ini, informed consent memegang peranan yang penting sebagai bentuk
penghormatan dokter terhadap otonomi pasien. Dokter juga harus bertindak professional.
Informasi yang diperoleh setelahnya wajib disampaikan kepada pasien dengan sopan,
disampaikan ke pasien diberikan dengan cara dan bahasa yang mudah dipahami.1,2
Diagnosis pada pasien ini tidak memperhatikan evidence-based yang berlaku, dan hanya
berdasarkan experience-based. Pada standar praktik klinik yang baik, apabila seorang dokter
menilai, mendiagnosis, atau merawat pasien, harus dinilai benar benar kondisi pasien, riwayat
pasien (tanda gejala penyakit besera faktor psikologis, spiritual, sosial, dan kultural), sudut
pandang dan nilai yang dianut pasien, serta bila perlu memeriksa pasien dan merujuk pasien
sesuai dengan kebutuhannya. Dokter yang baik harus familiar dengan guideline dan berbagai
perkembangan yang ada di tempat kerja. Langkah langkah yang perlu harus diambil untuk
memonitor dan memperbaiki kualitas kerja.1
Pasien seharusnya diperlakukan lebih baik, apapun latar belakangnya. Jika dibayangkan
bagaimana pasien mengantri dari pagi hingga siang dan mendapatkan pelayanan seperti itu sangat
tidak professional.2

Usulan Solusi
1. Perlunya pengawasan mutu pelayanan yang tersistem, serta penerapan reward-punishment
kepada dokter ahli untuk pelayanan yang lebih baik.
2. Perlunya pemanfaatan sistem feedback dari pasien sehingga implementasi dan
pengawasan di lapangan menjadi lebih maksimal.

Rencana Perbaikan Diri


1. Menjaga kualitas pelayanan terhadap pasien dengan menerapkan profesionalisme dan
menghormati hak-hak pasien.
2. Memperlakukan pasien selayaknya kita ingin diperlakukan.
3. Mempelajari dan melatih komunikasi efektif dalam pelayanan pasien.

Penutup
Sebagai seorang dokter selayaknya pasien sebagai konsumen harus dilayani dengan baik.
Dokter yang baik seeharusnya treat the patient, sehingga kepuasan pasien harus dijunjung tinggi.
Sebagai dokter, adalah wajib untuk bersikap professional dalam tugasnya, dan bertanggung jawab
menangani pasien sesuai keilmuannya.

Referensi
1. General Medical Council. 2014. Good Medical Practice: Working with Doctors Working for
Patients. General Medical Council.
2. World Health Organization. 2007. The Conceptual Framework for the International
Classification for Patient Safety. Geneva: World Health Organization, World Alliance for
Patient Safety.

You might also like