You are on page 1of 27

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

“ASPEK PERUBAHAN FUNGSI SOSIAL PADA LANSIA“

DISUSUN OLEH:

Kelas A Program Ekstensi Tahun 2017


Focus Group 1

Fitriah Afriani 1706107283


Gilang Ariyanti 1706107296
Laila Dwiastani 1706107384
Muammar Nur A 1706107453
Syifa Fauziatun N 1706107592

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
GASAL 2018 / 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Aspek Perubahan Fungsi Sosial Pada
Lansia”. Makalah ini kami susun dengan harapan agar dapat menambah pengetahuan tentang konsep
perubahan-perubahan fungsi sosial yang dialami oleh lansia serta pengkajian dengan menggunakan
instrumen yang tepat. Dalam penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari konstribusi rekan-rekan
kelompok Focus Group dan pembimbing. Untuk itu kami menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Etty Rekawati, S.Kp., MKM, selaku koordinator mata ajar Keperawatan Gerontik, serta
selaku fasilitator kelas A.
2. Rekan-rekan kelompok yang telah menyumbangkan ide dan pemikirannya sehingga
terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Demi kesempurnaan makalah
ini kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat.

Depok, 17 Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i

DAFTAR ISI .................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2
1.4 Sistematika Penulisan ......................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Perubahan Fungsi Psikososial pada Lansia ....................................................... 3
2.2. Life Event yang Sering Dihadapi oleh Lansia ..................................................... 4
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fungsi Psikososial..................................... 10
2.4. Pengkajian Psikososial pada Lansia ................................................................. 16

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 21
3.2. Saran .............................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses transisi kehidupan
dan kehilangan. Semakin panjang usia seseorang, maka akan semakin banyak pula transisi dan
kehilangan yang harus dihadapi. Perawat harus mengkaji sifat dari perubahan psikososial lansia
yang terjadi akibat transisi kehidupan, kehilangan dan adaptasi terhadap perubahan (Potter,
2009).
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara
Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari
keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputusan
serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun, akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut
usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda.
Life events seperti pensiun, penyakit kronik, menjanda/menduda, dan kehilangan akan
mempengaruhi fungsi sosial pada lansia. Masalah psikososial yang sering dialami oleh lansia
terkait life events tersebut antara lain kecemasan, merasa kesepian, depresi, dan gangguan
kognitif. Implikasi keperawatan yang perlu mendapatkan perhatian adalah perilaku dan sikap
sebagai reaksi lansia terhadap situasi tersebut. Rasa empati, support sosial, dan penguatan positif
dapat berdampak positif bagi kesehatan lansia yang mengalami life events tersebut.
Untuk mengetahui perubahan fungsi sosial yang terjadi pada lansia, dibutuhkan pengkajian
secara komprehensif. Dalam hal ini, penulis lebih berfokus membahas pengkajian fungsi sosial
pada lansia.
Pengkajian sosial sangat penting untuk penilaian yang komprehensif karena menyediakan
informasi yang sangat penting untuk memahami realitas kontekstual dari kehidupan lansia. Hal
ini memungkinkan perawat untuk mengembangkan rencana perawatan yang efektif dan tepat
dalam membahas risiko saat ini dan masa depan untuk klien geriatrik dan pengasuhnya.
Pengkajian sosial mungkin merupakan elemen yang paling memakan waktu dari penilaian yang
komprehensif.

1
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang timbul, maka rumusan masalah yang penulis angkat adalah:
1.2.1. Apakah life events seperti pensiun, penyakit kronik, menjanda/menduda, dan kehilangan
akan mempengaruhi fungsi sosial pada lansia?
1.2.2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi sosial pada lansia?
1.2.3. Bagaimana pengkajian yang sesuai untuk mengetahui fungsi sosial pada lansia?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami perubahan-perubahan fungsi sosial yang terjadi pada
lansia
Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu memahami perubahan yang terjadi dari aspek sosial pada
lansia beraitan dengan life events seperti pensiun, penyakit kronik,
menjanda/menduda, dan kehilangan
1.3.2.2 Mahasiswa mampu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
fungsi sosial pada lansia
1.3.2.3 Mahasiswa mampu mengetahui pengkajian yang sesuai untuk mengetahui
perubahan fungsi sosial pada lansia

1.4. Sistematika Penulisan


Adapun sistematika penulisan pada makalah ini adalah :
BAB I Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Sistematika
Penulisan
BAB II Tinjauan Pustaka
BAB III Penutup

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Perubahan Fungsi Psikososial pada Lanjut Usia (Lansia)
Siklus perkembangan dalam hidup manusia memungkinkan mencapai usia tua atau lanjut
usia (lansia). Kategori usia lanjut adalah manusia dengan usia lebih dari 65 tahun, (Mauk dalam
DeLaune, 2011). Ada banyak teori yang menjelaskan tentang penuaan ini. Penuaan dinyatakan
sebagai suatu proses perubahan yang tidak hanya berhubungan dengan faktor fisik namun terjadi
perubahan struktur atau fungsi lain yang terkait seperti psikososial.
Psikososial merupakan konteks interaksi antara individu dengan individu lainnya yang
dapat mempengaruhi kualitas kehidupan sebagai konsekuensi manusia yang terlahir sebagai
makhluk sosial. Teori disengagement (Cumming & Henry dalam Miller, 2012) mengemukakan
bahwa lansia adalah suatu proses pemisahan, lansia akan menarik diri dari kehidupan sosialnya
dan lingkungan sosial memisahkan dari lansia. Teori psikososial lainnya yaitu teori adulty yang
berpendapat kepuasan hidup individu tergantung pada keterlibatan interaksi, hobbi, peran, dan
hubungan dengan lingkungan sekitarnya, (DeLaune, 2011).
Teori-teori tersebut muncul berdasarkan kajian terhadap fenomena yang memang terjadi
dalam siklus kehidupan lansia. Fungsi psikososial secara umum dikaitkan dengan kondisi
kesehatan dan fungsi fisik namun berpengaruh terhadap peran, relationship atau interaksi sosial
dan lingkungan tempat hidup. Perubahan fisik akibat penuaan berdampak pada kelemahan yang
memunculkan keterbatasan. Energi yang terbatas menyebabkan lansia mulai membatasi diri
terhadap kehidupan sosial ataupun lingkungan yang mengurangi atau menghindari keterlibatan
lansia dalam aktivitas atau kegiatan sosial tersebut.

2.2 Life Event yang Sering Dihadapi oleh Lansia


Life event yang dihadapi mungkin saja berbeda disetiap periode kehidupan mengikuti
masa perkembangan. Contoh, life event yang biasa dialami pada masa dewasa adalah tentang
meniti karir pekerjaan, menikah, berkeluarga, dan pindah tempat tinggal terpisah dengan
orangtua, Peristiwa tersebut sangat umum terjadi, dipandang sebagai perubahan yang positif dan
merupakan pilihan yang sesuai dengan harapan. Berbeda dengan life event pada lansia yang
mungkin tidak diketahui, tidak diharapkan, tidak dapat dihindari, tidak diinginkan atau
menyebabkan ketakutan. Ketakutan terbesar yang mungkin dirasakan lansia adalah tentang
kehilangan kendali terhadap kehidupannya. Lansia mengkhawatirkan akan mengalami

3
kehilangan seseorang atau sesuatu yang berharga yang telah dimilikinya selama ini. Mereka akan
berusaha untuk menjadi lebih dekat bersama sementara tidak memiliki banyak waktu untuk
dapat mewujudkannnya. Pengalaman mendapatkan perlakuan dan sikap diskriminatif karena
penuaannya merupakan life event khas bagi lansia.
Adakalanya life event berkembang menjadi stress berkepanjangan/kronis. Konsekuensi terhadap
adanya life event tersebut dapat bersifat negatif atau positif. Konsekuensi positif yang dapat
dipetik bagi lansia adalah lansia dapat fokus pada pencapaian integritas dan manfaat hidup bagi
dirinya, serta dapat mengembangkan penerimaan terhadap suatu keadaan yang tidak dapat
dikendalikan.
Berikut ini life event yang sering dialami oleh lansia dan dapat menjadi pemicu terjadinya
peubahan fungsi psikososial:
2.2.1 Pensiun
Pensiun dari pekerjaan sering dipandang sebagai peristiwa penting yang menandai
perjalanan ke masa dewasa yang lebih tua / lanjut usia. Usia masa pensiun bervariasi,
namun masa ini merupakan suatu titik balik utama dalam kehidupan. Banyak orang
menghubungkan masa pensiun dengan keadaan pasif dan penarikan diri. Kenyataannya,
masa ini merupakan tahap kehidupan yang ditandai transisi dan perubahan peran.
Sikap sosial dapat memengaruhi penyesuaian seseorang untuk pensiun, khususnya di
masyarakat dengan etos kerja yang kuat. Di masyarakat ini, orang yang bekerja memiliki
status yang lebih tinggi daripada pengangguran orang dan, di antara orang yang bekerja,
status didasarkan pada jenis pekerjaan yang dipegang dan gaji yang diperoleh. Karena
itu, ketika orang pensiun, mereka pasti menghadapi perubahan dalam status sosial, dan
tantangan psikososial, yang dapat berdampak lebih besar pada orang-orang dengan harga
diri dan konsep diri didasarkan pada status pekerjaan. Stres psikososial pada masa pensiun
biasanya berhubungan dengan perubahan peran pada pasangan atau di dalam keluarga
dan hilangnya peran kerja.
Kehilangan peran kerja sering memiliki dampak besar bagi orang yang telah pensiun.
Identitas pribadi biasanya berasal dari peran kerja, sehingga individu harus membangun
identitas baru pada saat pensiun. Mereka juga kehilangan struktur pada kehidupan harian
saat mereka tidak lagi memiliki jadwal kerja. Interaksi sosial dan interpersonal yang
terjadi pada lingkungan kerja juga telah hilang. Sebagai penyesuaian, lansia harus
menyusun jadwal yang bermakna dan jaringan sosial pendukung.

4
Untuk itu, perencanaan pra pensiun merupakan suatu tugas penting yang perlu dilakukan
bagi lansia ketika akan memasuki masa pensiun. Mereka yang melakukannya biasanya
memiliki transisi yang lebih lancar dalam menuju masa pensiun. Perencanaan ini tidak
hanya mempertimbangkan segi finansial, walaupun hal ini penting. Perencanaan dimulai
dengan pertimbangan ‘gaya’ pensiun yang diinginkan meliputi minat, keterampilan saat
ini, dan kesehatan keseluruhan. Perencanaan pensiun yang bermakna sangat penting
karena masa pensiun dapat berlangsung lama.
Sebagai perawat, kita bisa membantu lansia dan keluarga untuk mempersiapkan diri
menghadapi masa pensiun dengan mendiskusikan beberapa hal, seperti : hubungan
dengan pasangan dan anak, aktivitas penting untuk mengganti peran kerja, penyesuaian
atau penyusunan ulang jaringan sosial, masalah pendapatan, promosi dan pemeliharaan
kesehatan, dan perencanaan jangka panjang seperti surat wasiat.
2.2.2 Penyakit Kronik
Banyak perubahan kondisi kesehatan yang terjadi sejalan dengan penuaan. Masalah-
masalah yang berhubungan dengan usia lanjut adalah masalah kesehatan – baik kesehatan
fisik maupun mental, masalah sosial, masalah ekonomi, dan masalah psikologis
Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkepanjangan dan jarang sembuh sempurna.
Lansia berisiko mengalami penyakit kronis dikarenakan penurunan fungsi tubuh. Faktor
lain yang dapat meningkatkan risiko yaitu perilaku keseharian yang kurang baik, seperti
merokok, alkohol, nutrisi tidak baik, dan lainlain (WHO, 2014; Smeltzer & Bare, 2002).
Miller (2012) menyatakan bahwa kebanyakan lansia memiliki satu atau lebih kondisi
kronis.
Penyakit kronis menyebabkan kematian pada penderitanya. Walaupun tidak semua
penyakit kronis mengancam jiwa, tetapi akan menjadi beban ekonomi bagi individu,
keluarga dan komunitas secara keseluruhan dikarenakan keharusan melakukan
pengecekan kesehatan secara berkala dan mengkonsumsi obat-obatan untuk kendali atas
penyakitnya. Penyakit kronis akan menyebabkan masalah medis, sosial dan psikologis
yang akan membatasi aktifitas dari lansia sehingga akan menyebabkan penurunan quality
of life lansia.
Berdasarkan pengertian dan karakteristiknya, penyakit kronis merupakan gangguan
kesehatan dengan proses penyakit yang lama dan membutuhkan pengobatan dan
pengawasan dalam jangka waktu yang lama pula (Smeltzer & Bare, 2002). Beberapa

5
penyakit yang di derita lansia antara lain, penyakit Alzheimer, ateroskoliosis, kanker, gagal
jantung kongestif, penyakit arteri koroner, diabetes, glukoma, hipertensi, osteoarthritis dan
stroke.
Penyebab kematian utama pada lansia berusia diatas 65 tahun adalah penyakit jantung,
kanker dan serebrovaskuler. Penyebab lainnya adalah penyakit paru-paru, kecelakaan/
jatuh, diabetes, penyakit ginjal dan penyakit hati.
a. Penyakit jantung
Penyakit jantung adalah penyebab kematian utama pada lansia. Kelainan jantung yang
umum adalah hipertensi dan penyakit arteri koroner. Pada penyakit arteri koroner,
obstruksi parsial atau komplit pada satu arteria tau lebih akan mengakibatkan iskemia
atau infark miokard. Faktor resiko untuk hipertensi dan penyakit arteri koroner adalah
merokok, obesitas, tidak pernah berolahraga dan stress. Faktor lain untuk penyakit arteri
koroner adalah hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes melitus.
b. Kanker
Kanker merupakan suatu keadaan dimana struktur dan fungsi sel mengalami perubahan
bahkan sampai merusak sel-sel lainnya yang masih sehat. Sel yang berubah ini
mengalami mutasi karena suatu sebab, sehingga sel tidak bisa menjalankan fungsinya
dengan normal. Biasanya perubahan sel ini mengalami beberapa tahapan, mulai dari
yang ringan sampai sangat berubah dari keadaan awal (kanker). Kanker merupakan
penyebab kematian terbanyak ke-2 pada lansia. Kanker sulit dideteksi karena sering
dianggap sebagai gejala proses penuaan yang normal.
c. Stroke (kecelakaan serebrovaskular)
Penyakit serebrovaskuler merupakan penyebab kematian tertinggi ke-3 di Amerika dan
dapat terjadi dalam bentuk iskemia maupun pendarahan otak. Pada iskemia otak, area
tertentu tidak mendapat suplai darah yang cukup karena adanya obstruksi pembuluh
darah atau kegagalan sirkulasi sistemik. Faktor resiko untuk stroke antara lain;
hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, riwayat transient ischemic attacks dan
riwayat penyakit kardiovaskuler pada keluarga. Stroke akan mengganggu kemampuan
fungsional sehingga membatasi kemandirian hidup lansia.
d. Penyalahgunaan alkohol
Pada lansia, terdapat dua pola penyalahgunaan alkohol, yaitu pola peminum berat yang
telah berlangsung sepanjang hidup dan pola lambat dimana konsumsi alkohol dalam

6
jumlah banyak dimulai pada masa kehidupan yang lebih lanjut. Penyebab
penyalahgunaan alkohol diantaranya depresi, rasa kesepian dan ketiadaan dukungan
sosial.
e. Osteoartritis
Osteoartritis adalah peradangan sendi yang biasa disebut juga dengan rematik, terjadi
akibat peristiwa mekanik dan biologik yang mengakibatkan penipisan rawan sendi,
tidak stabilnya sendi, dan perkapuran. OA merupakan penyebab utama ketidak
mandirian pada usia lanjut, yang dipertinggi resikonya karena trauma, penggunaan
sendi berlebihan dan obesitas. Kondisi ini banyak ditemukan pada lansia terutama
wanita. Osteoartritis tidak dapat disembuhkan tetapi obat yang tersedia dapat
menurunkan rasa nyeri dan pembengkakan sehingga meningkatkan jangkauan sendi.
f. Kecelakaan jatuh
Frekuensi kecelakaan jatuh meningkat seiring peningkatan usia dan kejadiannya
bervariasi menurut situasi kehidupan lansia. Komplikasi akibat kecelakaan jatuh
merupakan penyebab utama kematian pada lansia. Faktor resiko untuk kecelakaan jatuh
adalah gabungan dari masalah kesehatan dan bahaya lingkungan, diantaranya:
 Gangguan penglihatan
 Kondisi kardiovaskular (hipotensi postural)
 Kondisi yang menganggu mobilitas (arthritis, kelemahan otot dan masalah kaki)
 Kondisi yang menganggu keseimbangan
 Perubahan fungsi kandung kemih (frekuensi atau inkontinensia)
 Gangguan kognitif
 Reaksi negatif obat

g. Diabetes melitus
Sekitar 50% dari lansia memiliki gangguan intoleransi glukosa dimana gula darah
masih tetap normal meskipun dalam kondisi puasa. Kondisi ini dapat berkembang
menjadi diabetes mellitus, dimana kadar gula darah sewaktu diatas atau sama dengan
200 mg/dL dan kadar gula darah saat puasa diatas 126 mg/dL. Obesitas, pola makan
yang buruk, kurang olah raga dan usia lanjut mempertinggi risiko DM. Sebagai ilustrasi,
sekitar 20%

7
dari lansia berusia 75 tahun menderita DM. Beberapa gejala adalah sering haus dan
lapar, banyak berkemih, mudah lelah, berat badan terus menurun, dan luka yang sulit
sembuh.
h. Demensia
Merupakan kumpulan gejala yang berkaitan dengan kehilangan fungsi intelektual dan
daya ingat secara perlahan-lahan, sehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-
hari. Alzheimer merupakan jenis demensia yang paling sering terjadi pada usia lanjut.
Adanya riwayat keluarga, usia lanjut, penyakit vaskular atau pembuluh darah
(hipertensi, diabetes mellitus, kolesterol tinggi), trauma kepala merupakan faktor risiko
terjadinya demensia. Demensia juga kerap terjadi pada wanita dan individu pendidikan
rendah.
i. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan salah satu bentuk gangguan tulang dimana masa atau
kepadatan tulang berkurang. Terdapat dua jenis osteoporosis, tipe I merujuk pada
percepatan kehilangan tulang selama dua dekade pertama setelah menopouse,
sedangkan tipe II adalah hilangnya masa tulang pada usia lanjut karena terganggunya
produksi vitamin D.
2.2.3 Menjanda/Menduda
Pada lansia, durasi perjalanan hidup yang lama memungkinkan terjadinya banyak
pengalaman menghadapi kejadian alamiah kehidupan baik yang menyenangkan atau
sebaliknya. Peristiwa kehidupan yang umum dialami dalam kehidupan lansia diantaranya
adalah kehilangan dan atau mengalami meninggalnya pasangan hidup (menjadi menjanda
atau menduda). Dampak perubahan situasi demikian dapat mengubah fungsi kehidupan
dalam berbagai bentuk seperti finansial, kesehatan, dan aspek emosional serta psikososial.
Beberapa studi menemukan adanya pengaruh tingkat kesehatan dan kesejahteraan pada
lansia wanita yang pasangannya meninggal dunia (Young & Cochrane, 2004).
Masalah psikososial yang sering dialami oleh lansia menjanda/menduda antara lain
kecemasan, merasa kesepian, depresi, dan gangguan kognitif. Situasi kehilangan pasangan
yang dialami dimanifestasikan dalam gambaran sebagai berikut:
 Kehilangan teman dan keintiman
Pasangan merupakan bagian dari kehidupan sosial individu, sosok yang menemani
suatu rentang perjalanan hidup. Kehidupan yang dilalui secara bersama menimbulkan

8
keintiman yang unik. Keberadaan sosok pasangan diartikan sebagai pelengkap
sehingga kehilangan pasangan akan dirasakan sebagai suatu kehilangan atau
kekurangan kapasitas individu yang senantiasa hadir dalam kehidupannya.
 Kehilangan partner seksual
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan seksual. Seksualitas menjadi
bagian dari kesehatan yang berimplikasi pada dimensi biologis, psikologis, sosial, dan
kultural. Kebutuhan seksualitas akan berlangsung sepanjang kehidupan manusia, tak
terkecuali pada orang lanjut usia. Kebutuhan seksualitas pada lanjut usia pada
umumnya tidak berfokus pada hubungan fisik intercourse namun lebih pada ekspresi
dengan sentuhan dan intimacy yang dapat menimbulkan rasa nyaman dan
mengekspresikan cinta serta kasih sayang. Kehilangan partner seksual ini diasumsikan
sebagai kehilangan sosok yang memberikan cinta dan kasih sayang.
 Perasaan kehilangan, kesepian, dan hampa
Perasaan kehilangan, kesepian, dan hampa merupakan gambaran kognitif, emosional,
dan perilaku yang muncul akibat situasi berduka yang mendalam. Pada lansia keadaan
demikian tidak terlepas dari personality individu yang mengalaminya. Kehilangan
sesuatu/seseorang yang dicintainya dianggap hal menyakitkan sehingga memunculkan
suatu reaksi kehilangan seperti yang biasa tejadi yaitu perasaan kehilangan, kesepian,
dan hampa. Hal tersebut dapat pula dijadikan cerminan kesiapan menghadapi kematian
dirinya berikutnya.

 Meningkatnya tanggung jawab 


Kehidupan bersama pasangan memungkinkan adanya pembagian tanggung jawab


dalam aktivitas sehari-hari. Kematian salah satu pasangan akan menjadikan tanggung
jawab bersama tersebut menjadi tanggung jawab diri sendiri.
 Meningkatnya ketergantungan pada orang lain
Keberadaan pasangan bagi seseorang dipresentasikan sebagai sosok tempat yang dapat
memberi support dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Adakalanya ketiadaan
pasangan akan menimbulkan perasaan lemah atau tidak berdaya sehingga menjadi
tergantung pada orang lain.
 Kehilangan pendapatan dan menimbulkan masalah keuangan
Kematian pasangan yang memiliki tanggung jawab sebagai penopang ekonomi

9
keluarga akan berdampak pada hilangnya pendapatan sehingga mempengaruhi keadaan
finansial keluarga.
 Perubahan hubungan dengan anak, teman yang masih memiliki pasangan, dan atau
anggota keluarga lain. Reaksi mengisolasi diri mungkin terjadi. Kehidupannya
dirasakan sudah tak lagi sama seperti ketika masih didampingi oleh pasangan.
Menjanda atau menduda merupakan fenomena yang mengubah banyak aspek pada
kehidupan lansia. Penelitian di Nigeria oleh Ogungbamila & Adenya ju (2009)
menyimpulkan kehilangan pasangan berdampak pada menurunnya sumber pendapatan,
kehilangan pendamping, dan terjadi perubahan status sosial.
Implikasi keperawatan yang perlu mendapatkan perhatian adalah perilaku dan sikap
sebagai reaksi lansia terhadap situasi menjanda/menduda ini. Rasa empati, support
sosial, dan penguatan positif dapat berdampak positif bagi kesehatan lansia yang
menjanda/menduda menurut temuan Ogungbamila tersebut.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fungsi Psikososial pada Lansia


Perubahan-perubahan akibat proses penuaan pada lansia dapat mempenagruhi fungsi
psikososial Perawat perlu memiliki pengetahuan dan sensitivitas terhadap perubahan-
perubahan yang umum terjadi pada proses penuaan yang dapat mempengaruhi fungsi
psikososial pada lansia.
Perubahan-perubahan sepanjang proses penuaan akan berdampak pada fungsi dan respon
psikososial lansia. Berikut ini adalah perubahan-perubahan yang terjadi dikaitkan dengan
perubahan fungsi psikososial pada lansia:
2.3.1 Penurunan kondisi fisik
Ketika seseorang memasuki masa lansia tentunya akan mengalami penurunan kondisi
fisik dikarenakan perubahan fisiologis. Dampak yang terjadi pada lansia dapat berupa
tenaga berkurang, penglihatan menurun, tulang makin rapuh, dan sebagainya sehingga
lansia akan membatasi aktivitas fisiknya termasuk kegiatan sosial yang membutuhkan
kekuatan/kemampuan energi fisik.
Lansia yang aktif dalam kehidupan sosial pada usia mudanya, namun kemudian
mengalami keterbatasan fisik terkait penyakit atau penurunan kondisi fisik tersebut,
akan cenderung mengalami kejenuhan dan rasa bosan. Banyak lansia yang memilih

10
untuk lebih meningkatkan aktivitas keagamaan dan spiritualitas yang tidak memforsir
fisiknya tetapi masih memungkinkan terjalinnya interaksi dengan orang lain.
2.3.2 Perubahan fungsi seksual
Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia dapat juga berdampak patologis. Penyakit-
panyakit seperti vaginitis, gangguan jantung, gangguan metabolisme, dan post
prostatektomi dihubungkan dengan penurunan fungsi seksual. Disfungsi seksual juga
dapat terjadi karena perubahan hormonal atau depresi yang disebabkan oleh dampak
kehilangan pasangan hidupnya yang telah meninggal sehingga lansia dapat merasakan
kelelahan atau kebosanan dalam menghadapai variasi kehidupannya yang demikian.
Kondisi rentan terhadap depresi yang berkepanjangan terjadi karena lansia merasa
kesepian.
2.3.3 Perubahan aspek psikososial
Pada lansia juga dapat terjadi penurunan fungsi kognitif dan psikomotor yang dimana
reaksi dan perilaku lansia akan menjadi semakin lambat dan menjadi kurang cekatan.
Penurunan fungsi kognitif maupun psikomotor pada lansia akan menyebabkan
keterbatasan dalam aktivitasnya maupun dalam hal bersosialisasi dengan orang lain
sehingga lansia memerlukan bantuan keluarga atau orang lingkungan sekitarnya untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kehilangan orang yang dapat membantu dirinya
dalam memenuhi kebutuhannya memungkinkan munculnya stres pada lansia yang
dimanifestasikan dengan perilaku menarik diri atau melakukan isolasi sosial.
2.3.4 Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan
Seorang lansia yang telah mengalami masa pensiun dapat menimbulkan berbagai
dampak tergantung dari cara pandang lansia itu sendiri. Jika lansia itu menganggap
pensiun sebagai beban mental tentunya ini dapat berdampak pada kesehatan jiwa atau
psikososial dari lansia itu sendiri. Dampak tersebut pun tergantung pada sikap mental
dari individu dalam menghadapi masa pensiun. Ada lansia yang merasa senang
menikmati hari tua (pensiun), ada juga yang merasa acuh, maupun merasakan
kehilangan. Tentunya jika itu berdampak positif pada lansia dapat menentramkan diri
lansia itu sendiri dan lansia tidak memiliki masalah psikososial yang dialami, namun
jika dampak negative yang diperoleh akan dapat mengganggu kesejahteraan hidup
lansia termasuk psikososialnya yang dimana lansia dapat menarik diri dari
lingkungannya, mudah stress, mudah marah, dan lain sebagainya

11
2.3.5 Perubahan dalam peran sosial di masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan
kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya
dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan
masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan
orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis,
mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan
menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki
keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena
anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut
membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi
mereka yang tidak memiliki keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau
punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal,
apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.

12
Respon psikososial terhadap life event atau perubahan-perubahan fisiologis pada lansia
tersebut bergantung pada mekanisme koping yang dilakukan oleh individu lansia. Sumber
koping yang dapat mempengaruhi fungsi psikososial lansia salah satunya adalah support sosial.
Support sosial kepada lansia yang dapat diberikan berupa support: (1) instrument/material
seperti makanan, transportasi, dan perawatan personal; (2) informasi, dengan menyediakan
sumber atau bentuk layanan yang dibutuhkan; dan (3) emosional dalam bentuk komunikasi yang
memberikan rasa nyaman, kedekatan, dan memfasilitasi tindakan yang menunjukkan bahwa
lansia itu dicintai, memiliki nilai dan harga diri, serta merasa diperhatikan. Sumber koping lain
menurut Miller (2012) yang dapat berdampak positif bagi fungsi psikososial lansia adalah:
a. Agama dan Spiritualitas
Agama dan spiritualitas memiliki komponen sosial yang kuat, mengacu pada sistem
keyakinan dan perilaku yang terorganisir yang tersebar dalam kelompok atau melalui
komunitasnya. Contoh praktik keagamaan seperti ritual, doa, meditasi, layanan ibadah,
kehadiran di tempat ibadah dan sebagainya.
Keyakinan pada suatu agama dan spiritualitas ini memiliki komponen mendasar yang
berdampak pada fungsi psikososial lansia. Elemen-elemen spiritual bersifat positif dengan
mendasari manifestasi respon diri berupa rasa suka cita, cinta, ketenangan, dan
kebermaknaan serta tujuan dalam hidup. Keluaran respon terhadap orang lain atau
lingkungan sebagai dampak terintegrasinya keyakinan spiritual dapat berupa rasa ingin
melayani, compassion (kasih sayang), memiliki kepuasan seksual, mampu memaafkan,
bersikap tulus, melakukan interaksi yang bermakna dengan orang lain, dan terjalinnya
hubungan saling memberi dan menerima dengan baik.
Florence Nightingale pun memandang spiritualitas sebagai sesuatu yang intrinsik bagi
sifat manusia dimana merupakan sumber daya yang paling kuat untuk membantu
penyembuhan. Definisi spiritualitas umumnya mencakup konsep-konsep berikut:
penyembuhan; keutuhan; keadilan sosial; pengembangan diri; hubungan interpersonal;
kebermaknaan dan tujuan hidup; hubungan transenden dengan dzat yang lebih tinggi;
sebuah asosiasi dengan penghormatan, misteri, dan inspirasi; keterhubungan dengan alam,
orang lain, dan alam semesta; dan sikap serta perilaku yang timbul dari rasa cinta, keyakinan,
harapan, kepercayaan, dan pengampunan.
Pada studi secara konsisten menemukan bahwa dampak menjadi semakin kuat seiring
usia dan religiusitas pada lansia.
13
Dampak postif terhadap adanya keyakinan pada agama adalah sebagai berikut, (Aldwin,
Hofer, & McCammon, 2006; Idler, McLaughlin, & Kasl, 2009 dalam Miller (2014)):
o Harapan hidup yang lebih lama.
o Menurunnya angka kejadian kanker, alkoholisme, hipertensi, penyakit jantung.
o Adaptasi yang lebih baik terhadap penyakit.
o Fungsi sistem kekebalan tubuh menjadi lebih baik.
o Frekuensi kebutuhan perawatan menurun dan masa tinggal di rumah sakit lebih pendek.
o Memiliki tingkat kesejahteraan dan kepuasan hidup yang lebih baik.
o Menurunnya tingkat kecemasan dan depresi.
o Menurunnya keinginan untuk bunuh diri.
o Proses perawatan/pengasuhan dapat dijalani dengan adaptif.
o Pemulihan depresi lebih cepat.
o Tingkat harapan dan optimisme yang lebih tinggi.
o Meningkatnya partisipasi dalam upaya promosi kesehatan (misalnya, mengikuti aktivitas
olahraga dan berhenti merokok).
Para ahli gerontologi menyimpulkan bahwa efek positif dari partisipasi dalam
komunitas-komunitas religius dapat dikaitkan sebagian dengan dukungan sosial yang
berasal dari kegiatan-kegiatan ini, sedangkan pengaruh positif spiritualitas dikaitkan dengan
tantangan perkembangan yang datang untuk berdamai dengan kematiannya sendiri
(Greenfield, Valliant & Marks, dalam Miller (2014)).
Adapun penelitian lain menemukan bahwa meditasi atau kegiatan religiusitas meiliki
efek positif pada aspek psikososial dimana dapat mengurangi kemarahan, mengurangi
kecemasan, menghindari depresi, keadaan mood positif, meningkatkan memori dan fungsi
kognitif, dan meningkatkan rasa kesejahteraan (Garland, G aylord, & Park; Posadzki &
Jaques, dalam Miller (2014)).
b. Pertimbangan Budaya
Pertimbangan budaya erat kaitannya dengan fungsi psikososial. Latar belakang budaya setiap
orang dapat mempengaruhi cara seseorang untuk merasakan dan mendefinisikan semua
aspek fungsi psikososial dimana setiap masyarakat tersebut memiliki standar yang dapat
mengenali lansia berperilaku “normal” atau “tidak normal”. Standar tersebut memberikan
pedoman untuk menentukan apakah perilaku tersebut sehat atau tidak sehat.

14
Persepsi budaya yang dimiliki dapat menentukan semua aspek fungsi psikososial berikut:
o Definisi kesehatan mental dan penyakit mental.
o Keyakinan tentang penyebab sehat mental dan penyakit.
o Ekspresi gejala atau manifestasi klinis kesehatan mental dan penyakit.
o Kriteria untuk memberi label atau mendiagnosis seseorang sebagai gangguan jiwa.
o Keputusan dalam memilih sumber daya penyembuh yang tepat.
o Pilihan pengobatan untuk penyembuhan penyakit.
o Penentuan kepulihan kondisi kesehatan mental setelah episode sakit.
o Tingkat toleransi terhadap perilaku abnormal oleh anggota masyarakat lainnya.
Persepsi terkait budaya tersebut dapat mempengaruhi fungsi psikososial lansia.
Keragaman budaya yang ada dalam suatu lingkungan sosial memungkinkan adanya
perbedaan dalam penafsiran atau pemahaman suatu kondisi atau keadaan lansia yang
mungkin berdampak pada tingkat penerimaan. Pengaruh budaya ini dapat mempengaruhi
personality seseorang yang tergambar pada perilaku psikososialnya dalam
mengungkapkan/mengekspresikan kondisi yang tengah dialaminya. Beberapa ada yang
menganggap kondisi sakit atau adanya suatu masalah tidak perlu diceritakan ke orang lain
namun ada pula yang secara terbuka mengungkapkan kondisinya kepada siapapun.
c. Faktor Risiko yang Berdampak pada Fungsi Psikososial
Teori stres dan koping individu yang terkait dengan kesehatan mental menjelaskan adanya
faktor-faktor risiko yang mempengaruhi fungsi psikososial lansia. Faktor-faktor risiko
tersebut yaitu:
 Gangguan kesehatan fisik.
 Gangguan kemampuan fungsional.
 Kurangnya support sosial.
 Sumber daya ekonomi rendah.
 Tingkat perkembangan yang immature.
 Kemampuan koping tidak adekuat.
 Munculnya masalah yang tidak diantisipasi.
 Adanya beberapa masalah pada satu waktu.
 Terjadinya beberapa life event dalam durasi waktu berdekatan.
 Tingginya status sosial dan harapan pribadi pada situasi yang tidak dapat diubah

15
Kemampuan seseorang dalam menghadapi stressor dipengaruhi oleh potensi seseorang
itu sendiri dalam berespon terhadap situasi tersebut. Individu yang tidak dapat menilai situasi
stres secara nyata akan kesulitan melakukan koping yang efektif. Kesalahan persepsi dapat
terjadi pada individu lansia atau anggapan secara umum. Kondisi perubahan kesehatan dan
fungsional yang dialami oleh lansia selalu dianggap sebagai proses penuaan yang wajar.
Penilaian tersebut menyebabkan lansia lebih memilih berperilaku pasif, menjalani
mekanisme koping berfokus emosi, dan menerima situasi secara tidak efektif.

2.4 Pengkajian Fungsi Psikososial pada Lansia


Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses transisi kehidupan dan
kehilangan. Semakin panjang usia seseorang, maka akan semakin banyak pula transisi dan kehilangan
yang harus dihadapi. Perawat harus mengkaji sifat dari perubahan psikososial lansia yang terjadi akibat
transisi kehidupan, kehilangan dan adaptasi terhadap perubahan. Selama pengkajian, tanyakan perasaan
lansia tentang dirinya, dirinya dengan orag lain, dirinya sebagai seseorang yang menua, dan metode
koping yang berhasil (Potter, 2009). Untuk itu, pada LTM kali ini saya akan lebih fokus membahas
mengenai pengkajian perubahan sosial pada lansia.
Pengkajian sosial, seperti kesehatan mental, dan penilaian fungsional, merupakan elemen penting
dari pengkajian geriatri yang komprehensif. Pengkajian sosial sangat penting untuk penilaian yang
komprehensif karena menyediakan informasi yang sangat penting untuk memahami realitas kontekstual
dari kehidupan klien. Hal ini memungkinkan perawat untuk mengembangkan rencana perawatan yang
efektif dan tepat dalam membahas risiko saat ini dan masa depan untuk klien geriatrik dan pengasuhnya.
Pengkajian sosial mungkin merupakan elemen yang paling memakan waktu dari penilaian yang
komprehensif (Gallo, Bogner, Fulmer, Paveza, 2006).
Pengkajian sosial adalah proses kompleks yang melibatkan penggunaan keterampilan komunikasi
yang baik, tepat pertanyaan wawancara, observasi yang bermakna, dan relevan dengan alat penilaian.
Adapun hambatan untuk komunikasi terdiri dari gangguan penglihatan dan pendengaran, gangguan
internal dan eksternal, gangguan patologis, efek obat yang merugikan, komunikasi yang buruk metode,
dan perbedaan budaya. Perawat harus menciptakan lingkungan kondusif untuk komunikasi yang efektif
saat berbicara tatap muka, menghormati zona kenyamanan orang, memastikan privasi, menghilangkan
gangguan, dan memfasilitasi penglihatan dan pendengaran agar berfungsi optimal (Miller, 2012).
Pengkajian keperawatan tentang jaringan sosial akan membahas dukungan sosial yang penting
untuk fungsi sehari-hari serta yang memengaruhi kualitas hidup seorang lansia. Perawat dapat memulai
penilaian dengan mengajukan pertanyaan seperti, "Siapa yang Anda andalkan untuk meminta bantuan?"
16
“Bagaimana Anda pergi ke Dokter untuk berobat?” "Apakah ada orang yang dapat Anda ajak bicara
tentang kekhawatiran Anda?" (Miller, 2012).
Setelah mengidentifikasi jejaring sosial yang ada, perawat mengidentifikasi sumber daya yang
mungkin membantu dalam menangani kebutuhan yang tidak terpenuhi. Pertanyaannya seperti “Apakah
Anda memiliki cucu atau tetangga yang dapat membantu?”atau “Berapa banyak teman yang dekat dengan
Anda dan memiliki kontak setidaknya sebulan sekali?”. Ditujukan untuk mengidentifikasi dukungan
informal yang tersedia tetapi saat ini tidak digunakan. Sebuah pertanyaan seperti, "Apakah Anda tahu
bahwa pemerintah daerah memiliki mobil van yang bisa digunakan untuk mengantar berobat ke dokter?"
Ditujukan untuk mengidentifikasi kesadaran lansia tentang dukungan formal yang mungkin tidak
digunakan (Miller, 2012).
Perawat biasanya lebih memilih untuk menghindari mendiskusikan keuangan dengan lansia atau
keluarga mereka. Tidak selalu perlu untuk menanyakan detail tentang pendapatan bulanan atau jumlah
pasti dari tabungan dan aset, tetapi pertanyaan yang harus ditanyakan tentang sumber daya keuangan
yang tersedia untuk dialokasikan ke layanan kesehatan. Contoh pertanyaan yang bisa dilontarkan seperti,
"Apakah Anda memiliki kekhawatiran tentang keuangan?" Mungkin lansia akan mengungkapkan
beberapa kecemasan, dan perawat dapat menindaklanjuti melalui konseling atau penyediaan informasi
yang akurat (Miller, 2012).
Dibawah ini adalah Instrumen pengkajian yang digunakan untuk menilai Dukungan sosial pada
perubahan sosial Lansia (Gallo, Bogner, Fulmer, Paveza, 2006):
Lubben Social Network Scale (LSNS)

FAMILY NETWORKS
1. How many relatives do you see or hear from at least once a month (note: include in-
law with relatives)?
0 = zero
1 = one
2 = two
3 = three or four
4 = five or eight
5 = nine or more ___________
2. Tell me about the relative with whom you have the most contact. How often do you
see or hear from that person?
0 = zero
1 = one

17
2 = two
3 = three or four
4 = five or eight
5 = nine or more ___________
3. How many relatives do you feel close to? That is, how many of them do you feel at
case with, can talk to about private matters, or can call for help?
0 = zero
1 = one
2 = two
3 = three or four
4 = five or eight
5 = nine or more ___________
FRIENDS NETWORKS
4. Do you have any close friends? That is, do you any friends with whom you feel at
ease, can talk to about private matters, or can call on for help? If so how many?
0 = zero
1 = one
2 = two
3 = three or four
4 = five or eight
5 = nine or more ___________
5. How many of these friends do you see or hear from at least once a month?
0 = zero
1 = one
2 = two
3 = three or four
4 = five or eight
5 = nine or more
__________
6. Tell me about the friends with whom you have the most contact. How often do you
see or hear from that person?

18
0 = < monthly
1 = monthly
2 = a few times a month
3 = weekly
4 = a few times a week
5 = daily __________

CONFIDANT RELATIONSHIPS
7. When you have an important decision to make, do you have someone you can talk
to about it?
0 = never
1 = seldom
2 = sometimes
3 = often
4 = very often
5 = always ___________
8. When other people you know have an important decision to make, do they talk to
you about it?
0 = never
1 = seldom
2 = sometimes
3 = often
4 = very often
5 = always ___________
HELPING OTHERS
9a. Does anybody rely on you to do something from them each day (e.g., shopping,
cooking dinner, doing repairs, cleaning house, providing child care, etc.)?

19
NO--- If no, go on to 9b
YES—If yes, 9 is scored 5 and skip to 10 ___________
9b. Do you help anybody with things like shopping, filling out forms, doing repairs, and
providing child care?
0 = never
1 = seldom
2 = sometimes
3 = often
4 = very often
5 = always ___________

LIVING ARRANGEMENTS
10. Do you live alone or with other people (note: include in-laws with the relatives)?
5 Live with spouse
4 Live with other relatives or friends
1 Live with other unrelated individuals (e.g., paid help)
0 Live alone ____________

TOTAL SCORE ____________

SCORING
The total LSNS score is obtained by adding up scores from each of the 10 individual
items. Thus, total LSNS scores can range from 0 to 50. Scores on each item were
anchored between 0 to 50 in order to permit equal weighting of the 10 items. It is
suggested that a score below 20 indicates risk for limited social networks.

20
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Penuaan merupakan suatu proses yang alamiah dalam rentang kehidupan manusia.
Individu dikatakan berusia lanjut apabila memiliki usia diatas 65 tahun. Sejumlah perubahan
akan mengiringi proses penuaan ini baik segi fisik maupun psikososial. Psikososial secara
umum dikaitkan dengan kondisi kesehatan dan fungsi fisik, namun pada prinsipnya fungsi
psikososial merupakan fungsi terkait peran, relationship atau interaksi sosial dan lingkungan
tempat hidup. Banyak temuan yang mendapatkan adanya hubungan perubahan fisik lansia
berdampak pada fungsi psikososial lansia.
Kehidupan lansia yang telah melalui beberapa episode tahap perkembangan pasti
memiliki banyak pengalaman terhadap life event yang berbeda-beda. Life event yang khas
sebagai individu yang menjadi tua adalah pengalaman tentang menua itu sendiri dimana
terjadi perubahan-perubahan yang baik oleh pribadi maupun masyarakat luas seringkali
dipersepsikan secara negatif karena memiliki banyak keterbatasan baik itu fisik, psikis dan
kognitif. Life event yang umum dihadapi oleh lansia seperti masa pensiun, menderita
penyakit kronik, dan situasi menjanda/menduda seringkali menjadi pemicu terjadinya
perubahan fungsi psikososial. Lansia akan menunjukkan manifestasi dalam bentuk sikap dan
perilaku sosial tertentu sebagai reaksi terhadap perubahan situasi tersebut.
Respon lansia dalam menghadapi stressor tergantung pada mekanisme koping yang
dimilikinya. Faktor agama dan spiritual serta budaya dapat mempengaruhi reaksi lansia
dalam menghadapi stressor ini. Beberapa life event yang dialami dalam durasi waktu yang
berdekatan merupakan salah satu faktor risiko yang berdampak pada fungsi psikososial.
Anggapan bahwa perubahan-perubahan pada lansia adalah wajar terjadi pada proses
penuaan menyebabkan lansia lebih memilih bersikap dan berperilaku pasif, menjalani
mekanisme koping berfokus emosi, dan menerima situasi secara tidak efektif. Hal tersebut
dapat menimbulkan suatu masalah karena sumber masalah tidak dapat tergali dengan baik.
Perawat sebagai pemberi layanan pada lansia harus memiliki kompetensi dan kepekaan
khusus tentang keperawatan geriatrik. Masalah keperawatan hanya dapat digali dengan

21
melakukan pengkajian yang tepat. Pengkajian tentang fungsi psikososial pada lansia
membutuhkan instrumrn yang tepat dan memadai agar masalah dan kebutuhan lansia dapat
ditangani dengan baik.

3.2. Saran
Saran yang dapat disampaikan terkait dengan topik kali ini adalah:
3.2.1 Pengetahuan dan keterampilan tentang perubahan fisiologis pada lansia perlu
dipahami secara tepat agar dapat membedakan dengan masalah patologis.
3.2.2 Persepsi negatif terhadap lansia perlu diubah agar dapat membantu lansia untuk
memiliki motivasi yang positif terhadap rentang kehidupan yang sedang dijalaninya.
3.2.3 Pemberi pengasuhan lansia diharapkan memahami dan secara terbuka dapat
menerima kondisi lansia.
3.2.4 Proses pengasuhan lansia diharapkan tetap melibatkan dan menghargai lansia
sebagai individu yang memiliki value dan otonomi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Arenson. C, Whitehead. J. B, Reichel. W. (2009). Reichel’s care of the elderly: Clinical aspects of
aging. 6th edn. Cambridge university press

Gallo, J. Bogner, H. Fulmer, T. Paveza, G. (2006). Handbook of geriatric assesment. 4th edn. Canada:
Jones and Bartlett Publishers.

Hadi, M. & Pranaka, K. (2010). Buku ajar boedhi dharmojo geriatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Kozier, Erb, Berman, &Snyder. (2010). Fundamental of nursing: Concepts, process, and practice.

7 th edn. New Jersey: Pearson Education Inc.

Mauk, K, L. (2006). Gerontological nursing: Competence for care. USA: Jones and Bartlet
Peublisher

Mellilo, K. D, & Houde, S, C. (2011). Geropsychiatric and mental health nursing. 2nd edn. London:
Jones & Barnett Learning

Miller, C.A. (2012). Nursing for wellness in older adulth: Theory and practice. 6th edn. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

Potter, P.A, Perry, A.G. (2009). Fundamental of nursing: Concepts, process, and practice. 7th edn.
Singapore: Elsevier.

Remote-lib.ui.ac.id:2235/ehost/pdfviewer/pdfviewer?vid=1&sid=3d8f99a8-42cb-4411-aae9-
9c5166f41f0a%40sessionmgr4010. Health and psychosocial complaints of elderly ijaw
widows in Yenagoa, Nigeria (2009). Dilihat pada 13 Oktober 2018. Pukul 03.15.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah brunner & suddarth (Edisi
8, Volume 1). (Agung Waluyo, I. Made Karyasa, Julia, H.Y. Kuncara, & Yasmin Asih,
Penerjemah). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Stanley, M. (2012). Buku ajar keperawatan gerontik. Edisi 2. Alih Bahasa Indonesia oleh Nety
Juniarti. Jakarta: EGC

You might also like