Professional Documents
Culture Documents
JURUSAN GIZI
2013
DAFTAR ISI
HALAMAN
BAB I PENDAHULUAN
D. Tujuan Khusus...................................................................................................... 3
E. Hipotesa................................................................................................................. 5
1.1 Asupan.............................................................................................................. 9
i
1.2.2 Pneumonia ................................................................................. .........11
c. Manfaat ASI................................................................................ 23
ii
2.4.1 Pengertian ................................................................................. .............35
E. Kerangka Konsep
1. Batita................................................................................. ... 62
iii
B. Rancangan Penelitian................................................................................. ....... 80
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Gizi merupakan salah satu aspek yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan
dan kehidupan dari seorang individu. Kecukupan gizi seorang individu dapat dinilai
melalui status gizinya. Almatsier (2004) mengatakan status gizi adalah keadaan tubuh
sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara
status gizi kurang, baik dan lebih. Status gizi juga merupakan ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam
bentuk variabel tertentu. Sementara menurut Jahari (2004) status gizi adalah keadaan
yang diakibatkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dengan jumlah
kebutuhan zat gizi oleh tubuh untuk berbagai proses biologis.
Indonesia memiliki dua beban ganda masalah gizi yaitu gizi kurang dan gizi
lebih. Pada batita, gizi kurang dapat mengakibatkan masalah kesehatan lainnya,
seperti AGB (Anemia Gizi Besi), KVA (Kurang Vitamin A), GAKI (Gangguan
Akibat Kekurangan Iodium), KEP (Kurang Energi Protein), Stunting dan Obesitas.
Begitu pula pada WUS (Wanita Usia Subur) termasuk ibu hamil, masalah gizi yang
ada adalah KEK (Kurang Energi Kronik), AGB (Anemia Gizi Besi) atau Obesitas.
Pada WUS (Wanita Usia Subur) di Indonesia, prevalensi kejadian KEK yang
dilihat dari ukuran nilai LILA (Lingkar Lengan Atas) sebesar 13,6% dan di Provinsi
Jawa Tengah sendiri prevalensinya sebesar 17,2%. Prevalensi Anemia Gizi Besi
(AGB) pada WUS di Indonesia sebesar 19,7% dan prevalensinya di Provinsi Jawa
Tengah sebesar 22,8%. (Riskesdas 2007). Untuk Obesitas pada WUS di Indonesia
prevalensinya sebesar 11,7% dan di Provinsi Jawa Tengah prevalensinya sebesar
9,5%. (Riskesdas 2010)
1
energinya <70%. Untuk asupan protein, sebesar 143,5% batita di Indonesia dan
140,5% batita di Jawa Tengah telah mencukupi konsumsi protein. Selain itu masih
ada 18,4% batita di Indonesia dan 17,7% batita di Jawa Tengah lagi yang konsumsi
proteinnya masih <80%. (Riskesdas 2010).
Status gizi seorang individu dapat dipengaruhi oleh penyebab langsung dan
tidak langsung. Penyebab langsung yang dapat mempengaruhi status gizi adalah
asupan makanan individu tersebut apakah jumlah asupannya sudah sesuai standar atau
belum. Standar total asupan energi adalah 70% dan total asupan protein adalah 80%.
Penyebab tidak langsung yang juga dapat mempengaruhi status gizi adalah penyakit
infeksi. (Unicef, 1998)
2
Menurut Azwar (2005), faktor kemiskinan merupakan penyebab mendasar
yang mengakibatkan masalah gizi kurang akibat minimnya asupan gizi dan tingginya
penyakit infeksi. Sedangkan menurut Kurniawan et all (2001), masalah inti yang
menjadi penyebab gizi kurang antara lain karena keadaan keluarga memburuk,
pendidikan dan penyediaan bahan makanan tidak baik, serta kurangnya hasil
pertanian, sehingga menyebabkan kurangnya ketersediaan makanan pada skala rumah
tangga. Juga karena minimnya akses rumah tangga pada sarana pelayanan kesehatan.
Tujuan dari penelitian yang akan kami lakukan adalah untuk mencari tahu ke
lapangan langsung apakah data yang ada sesuai dengan kenyataan yang ada di
lapangan atau tidak. Selain itu, tidak menutup kemungkinan bahwa kami
menemukkan masalah baru yang tidak disebutkan di atas. Sehingga untuk mencegah
terjadinya masalah lebih besar lagi diperlukan penanganan lebih lanjut.
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Umum
Mengetahui masalah dan status kesehatan pada batita dan ibu hamil serta
faktor terkait dari masalah gizi dan kesehatan di Desa ..... Kecamatan Kedung
Banteng, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah.
D. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik batita berdasarkan umur, jenis kelamin, berat badan
saat lahir, dan panjang badan atau tinggi badan saat lahir
2. Mengidentifikasi karakteristik keluarga batita meliputi pekerjaan, pendidikan,
status dalam keluarga, dan jenis kelamin
3
3. Mengidentifikasi karaktetistik pola makan batita meliputi frekuensi, jenis serta
pantangan bahan makanan untuk batita.
4. Mengidentifikasi jenis penyakit, infeksi pada batita meliputi TBC, Campak, DBD,
Diare, Demam Tifoid/Tifus, Hepatitis, Pneumonia, dan Influenza
5. Mengidentifikasi pola pemberian ASI, MP-ASI, dan Gizi Seimbang pada
reaponden batita.
6. Mengidentifikasi jenis imunisasi yang diterima oleh batita meliputi imunisasi
BCG, DPT, Campak, Polio, dan Hepatitis B.
7. Mengidentifikasi pemberian kapsul vitamin A pada batita Mengidentifikasi
kebersihan diri Batita yang mencangkup mulut, tangan, kuku, badan, telinga, dan
rambut.
8. Mengidentifikasi status sosial, ekonomi pada keluarga batita.
9. Menilai keseimbangan asupan zat gizi makro meliputi energi dan protein pada
batita.
10. Menilai keseimbangan asupan zat gizi mikro pada batita meliputi Ca, Fe, I, vitamin
C, dan Vitamin A
11. Menganalisis status gizi batita dengan menghitung Z-skor berdasarkan BB/U, TB
(PB)/U, BB/TB (PB), IMT/U.
12. Mengidentifilasi karakteriatik ibu hamil berdasarkan tinggi badan, umur, usia
kehamilan, pendidikan, pekerjaan, tingkat penghasilan, ukuran LiLA (Lingkar
Lengan Atas).
13. Mengidentifikasi pola makan ibu hamil meliputi frekuensi, jenis, pantangan
makanan, suplemen.
14. Mengidentifikasi jenis penyakit, infeksi pada ibu hamil meliputi Diare, Demam
Tifoid atau Tifus, Campak, TBC, DBD, Pneumonia, Hepatitis, Kolera, dan
Influenza
15. Mengidentifikasi jenis imunisasi yang diterima oleh ibu hamil meliputi TT/Tetanus
Toksoid, Hepatitis B, dan Influenza.
16. Mengidentifikasi pemberian tablet zat besi pada ibu hamil.
17. Mengidentifikasi kebersihan diri ibu hamil yang mencakup mulut, tangan, kuku,
badan, telinga, dan rambut.
18. Mengidentifikasi status sosial ekonomi pada keluarga ibu hamil.
19. Menilai keseimbangan asupan zat gizi makro meliputi energi dan protein pada ibu
hamil.
4
20. Menilai keseimbangan asupan zat gizi mikro pada ibu hamil, meliputi asam folat,
Fe, Ca, dan B1.
21. Menganalisis status gizi ibu hamil berdasarkan LiLA.
22. Mengidentifikasi penggunaan MCK (penyediaan air bersih, jarak antara MCK
dengan sumber air dan jenis jamban) yang digunakan dalam Rumah Tangga
responden (batita dan ibu hamil).
23. Mengidentifikasi rumah sehat (lantai, ventilasi, penerangan, atap, dinding dan
kepadatan hunian) yang ditempati oleh responden (batita dan ibu hamil).
24. Mengidentifikasi kandang hewan ternak yang terdapat di sekitar rumah yang
ditempati oleh responden (batita dan ibu hamil).
25. Mengidentifikasi sistem penanganan sampah dan limbah yang dilakukan oleh
responden (batita dan ibu hamil), meliputi tempat penampungan sampah, tempat
pembuangan sampah, cara menangani sampah, dan tempat pembuangan air
kotor/limbah.
E. Hipotesis
1. Asupan zat gizi anak usia 6 - 35 bulan tergantung dengan tingkat pengetahuan ibu.
2. Asupan zat gizi anak usia 6 - 35 bulan tergantung dengan jenis pekerjaan orang tua.
3. Asupan zat gizi anak usia 6 - 35 bulan tergantung dengan tingkat pendapatan orang tua.
4. Asupan zat gizi anak usia 6 - 35 bulan tergantung dengan pola pemberian ASI.
5. Asupan zat gizi anak usia 6 - 35 bulan tergantung dengan pola pemberian MP – ASI.
6. Infeksi anak usia 6 – 35 bulan tergantung pada imunisasi.
7. Infeksi anak usia 6 – 35 bulan tergantung dengan hygiene dan sanitasi.
8. Infeksi anak usia 6 – 35 bulan tergantung dengan pola pemberian ASI.
9. Infeksi anak usia 6 – 35 bulan tergantung dengan pola pemberian MP-ASI.
10. Status gizi anak usia 6 – 35 bulan tergantung dengan asupan zat gizi.
11. Status gizi anak usia 6 – 35 bulan tergantung dengan infeksi.
12. Asupan gizi ibu hamil tergantung dengan jenis pekerjaaan.
13. Asupan gizi ibu hamil tergantung dengan tingkat pendapatan.
14. Asupan gizi ibu hamil tergantung dengan pola makan.
15. Infeksi pada ibu hamil tergantung pada imunisasi
16. Infeksi pada ibu hamil tergantung dengan hygiene dan sanitasi.
17. Status gizi ibu hamil tergantung dengan asupan zat gizi.
18. Status gizi ibu hamil tergantung dengan infeksi.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Masalah Gizi
Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih
didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB),
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), masalah Kurang Vitamin A (KVA),
dan masalah obesitas, terutama di kota-kota besar. Saat ini Indonesia mengalami
masalah gizi ganda, yang artinya masalah gizi kurang belum dapat diatasi secara
menyeluruh, sudah muncul masalah baru, yaitu gizi lebih.
1. Masalah Gizi Kurang
1.1 Kurang Energi dan Protein (KEP)
Kurang Energi Protein (KEP) merupakan masalah yang masih perludi
perhatikan di Indonesia. Prevalensi anak yang menderita gizi buruk
berdasarkan BB/U pada tahun 2010 adalah 17,9% (Riskesdas 2010). KEP
ialah keadaan patologis yang dikaitkan dengan kekurangan energi, protein,
bersamaan dengan infeksi.
Klasifikasi KEP:
1.1.1 Kwashiorkor
Tanda tanda gejala klinis:
- Edema
Derajat edema:
+ pada tangan dan kaki
++ tungkai dan lengan
+++ seluruh tubuh (wajah dan perut)
- Wajah membulat dan sembab, pandangan mata sayu
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut
tanpa sakit, rontok
- Perubahan status mental: apatis dan rewel
- Pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi)
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement
dermatosis)
- Sering disertai: penyakit infeksi (umumnya akut), anemia, dan diare.
6
1.1.2 Marasmus
1. Tampak sangat kurus hingga seperti tulang terbungkus kulit
2. Wajah seperti orang tua, cengeng, rewel
3. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak
ada (baggy pants)
4. Perut umumnya cekung, iga ngambang
5. Sering disertai: penyakit infeksi (umumnya kronis dan berulang)
dan diare
1.1.3 Marasmus-kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala
klinis kwashiorkor dan marasmus dengan BB/TB <-3 SD disertai
edema yang tidak mencolok.
7
Pencegahan dapat berupa pemberian kapsul vitamin A secara periodik, anak
balita 6–59 bulan diberikan 1 kapsul secara serentak pada bulan Februari dan
bulan Agustus dengan dosis pemberian:
- Umur 6 – 11 bulan (100.000 SI) diberikan satu kapsul vitamin A dengan
warna biru
- Umur 12 – 59 bulan (200.000 SI) diberikan satu kapsul vitamin A dengan
warna merah
- Ibu nifas diberikan sebanyak 2 x 200.000 SI dalam kurun waktu 2 (dua)
hari berturut - turut. 1 (satu) kapsul VitA 200.000 SI warna merah
diminum segera setelah melahirkandan 1 (satu) kapsul Vit A 200.000 SI
warna merah kedua diminum pada hari berikutnya minimal 24 jam
sesudah kapsul pertama.
8
Status gizi lebih merupakan keadaan tubuh seseorang yang mengalami
kelebihan berat badan, yang terjadi karena kelebihan jumlah asupan energi yang
disimpan dalam bentuk cadangan berupa lemak. Ada yang menyebutkan bahwa
masalah gizi lebih identik dengan kegemukan. Kegemukan dapat menimbulkan
dampak yang sangat berbahaya yaitu dengan munculnya penyakit degeneratif,
seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan ginjal
dan masih banyak lagi (Soerjodibroto, 1993).
Masalah gizi lebih ada dua jenis yaitu overweight dan obesitas. Batas IMT
untuk dikategorikan overweight adalah antara 25,1 – 27,0 kg/m2, sedangkan
obesitas adalah ≥ 27,0 kg/m2. Kegemukan (obesitas) dapat terjadi mulai dari masa
bayi, anakanak, sampai pada usia dewasa. Kegemukan pada masa bayi terjadi
karena adanya penimbunan lemak selama dua tahun pertama kehidupan bayi. Bayi
yang menderita kegemukan maka ketika menjadi dewasa akan mengalami
kegemukan pula. Kegemukan pada masa anak-anak terjadi sejak anak tersebut
berumur dua tahun sampai menginjak usia remaja dan secara bertahap akan terus
mengalami kegemukan sampai usia dewasa. Kegemukan pada usia dewasa terjadi
karena seseorang telah mengalami kegemukan dari masa anak-anak (Suyono,
1986).
9
untuk perencanaanpendidikan gizi khususnya untuk menyusun menu atau
intervensi untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM), mulai dari
keadaan kesehatan dan gizi serta produktivitasnya. Mengetahui
asupanmakanan suatu kelompok masyarakat atau individu merupakan salah
satu cara untuk menduga keadaan gizi kelompok masyarakat atau individu
bersangkutan. (Sumarno, dkk dalam Gizi Indonesia 1997).
10
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2004, penyakit infeksi yang sering
menjakiti masyarakat Jawa Tengah antara lain:
1.2.2 Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit infeksi penyebab kematian utama,
terutama pada balita (Soendoro, 2008).
Pneumonia adalah penyakit saluran nafas bagian bawah, berupa infeksi
akut yang mengenai jaringan paru-paru. Penyakit ini merupakan penyabab
kematian utama pada balita, khususnya dinegara-negara berkembang.
Penderita pneumonia dikenal lewat gejala batuk atau kesukaran bernafas
yang disertai adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum (Sarasvati,
2010).
11
Dari grafik di atas dapat dilihat ada kecenderungan (Trend)
peningkatan pada penemuan dan penanganan kasus pneumonia Balita
untuk setiap tahunnya, pada tahun 2004 terlihat ada peningkatan dua kali
lipat bila dibandingkan dengan tahun 2003.
12
provinsi Jawa Tengah untuk TBC sebanyak 0,687% untuk diagnosis dan
2,163 % untuk gejala.
1.2.4 Malaria
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit
bernama Plasmodium. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk
yang terinfeksi parasit tersebut. Di dalam tubuh manusia, parasit
Plasmodium akan berkembang biak di organ hati kemudian menginfeksi
sel darah merah. Pasien yang terinfeksi oleh malaria akan menunjukan
gejala awal menyerupai penyakit influenza, namun bila tidak diobati maka
dapat terjadi komplikasi yang berujung pada kematian.
Di Jawa Tengah kasus klinis malaria berjumlah 305.739, yang tersebar
di 30 kab/kota. Kasus klinis paling banyak terdapat di Banjarnegara
(76.365 kasus) dan paling sedikit di Blora (4 kasus). Kab/kota yang tidak
terdapat kasus klinis adalah Kota Magelang, Kota Tegal, Kota Surakarta,
Boyolali, dan Demak.
1.2.5 Diare
Diare merupakan penyakit yang lazim ditemu pada bayi maupun anak-
anak. Diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga
kali dalam satu hari, dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih.
Frekuensi buang air besar yang sering pada anak belum tentu dikatakan
diare apabila konsistensi tinjanya seperti pada hari hari pada umumnya.
Diare pada anak anak biasa terjadi karena berbagai macam faktor, dari
makanan yang tercemar kuman atau virus, keracunan makanan, sampai
alergi susu. Diare pada anak umumnya dapat dilihat dari jumlah cairan
yang keluar melalui buang air besar yang lebih banyak dari cairan yang
masuk. Frekuensi buang air besarnya lebih dari tiga kali sehari (Sarasvati,
2010).
13
Tahun 2004 Kasus DBD di Jawa Tengah berjumlah 9.742 yang
tersebar di semua kabupaten/kota yang ada di Jawa Tengah. Jumlah kasus
di masing-masing kabupaten/kota sangat bervariasi. Jumlah kasus paling
banyak terjadi di Kota Semarang (1.621 kasus) dan yang paling sedikit di
Banjarnegara (4 kasus). Dengan kasus seperti diatas maka Incidence Rate
(IR) DBD di Jawa Tengah sebesar 3 kasus per 10.000 penduduk.
1.2.7 Filariasis
Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah, merupakan penyakit menular
menahun yang disebabkan oleh cacing filaria. Penularan penyakit tersebut
terjadi melalui gigitan nyamuk sebagai vektor. Hampir semua genus
nyamuk, baik Mansonia, Anopheles, Culek, dan Aedes, memiliki spesies
yang dapat berperan sebagai vektor filariasis.
Walaupun prevalensi filariasis sangat rendah dan bukan merupakan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian, namun kecacatan menetap
yang terjadi pada penderita filariasis berdampak sangat besar besar pada
penderita dan keluarganya. Selain menurunkan produktivitas, filariasis
mengakibatkan stigma sosial serta beban ekonomi keluarga akibat
pengeluaran pembiayaan untuk perawatan dan pengobatan.
Peran pemerintah dalam pencegahan dan pemberantasan filariasis
adalah memutuskan rantai penularan serta memberikan pelayanan berupa
pengobatan dan perawatan penderita untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder dan menekan frekuensi serangan akut.
Dalam upaya penemuan penderita filariasis di Jawa Tengah, tahun
2004 dilakukan rapid mapping. Dari kegiatan tersebut ditemukan 103
penderita filariasis kronis yang tersebar di 10 Kabupaten/kota., yaitu Kota
Pekalongan (4 penderita), Surakarta (2), Banyumas (34), Cilacap (9),
Temanggung (3), Pekalongan (39), Brebes (1), Blora (3), Klaten (4), dan
Boyolali (4).
14
Peta penyebaran Penyakit Filaria di Jawa Tengah Tahun 2004
15
di 4 kab/kota, 2 kab/kota terbukti endemis filariasis (Mf Rate > 1%),
yaitu Kab. Pekalongan dan Kota Pekalongan.
1.2.8 HIV/AIDS
AIDS singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome
merupakan kumpulan dari gejala dan infeksi atau biasa disebut sindrom
yang diakibatkan oleh kerusakan sistem kekebalan tubuh manusia karena
virus HIV, sementara HIV singkatan dari Human Immunodeficiency Virus
merupakan virus yang dapat melemahkan kekebalan tubuh pada manusia.
Jika seseorang terkena virus semacam ini akan mudah terserang infeksi
oportunistik atau mudah terkena tumor. Untuk sampai saat ini, penyakit
HIV AIDS belum bisa disembuhkan dan ditemukan obatnya, kalau pun ada
itu hanya menghentikan atau memperlambat perkembangan virusnya saja.
Virus HIV dan virus-virus sejenisnya seperti SIV, FIV dan lain-lain
biasanya tertular melalui kontak langsung antara aliran darah dengan
cairan tubuh yang didalamnya terkandung HIV, yakni darah, air mani,
cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan virus ini
sering terjadi pada saat seseorang berhubungan intim, jarum suntik yang
terkontaminasi, transfusi darah, ibu yang sedang menyusui, dan berbagai
macam bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Jumlah pengidap HIV yang dilaporkan tahun 2004 (130 kasus)
sebagian besar didapat dari hasil serosurvei pada kelompok risiko tinggi
103 kasus (79.23%), rujukan PMI 12 kasus (9.23 %), laporan Rumah Sakit
9 kasus ( 6.92%), laporan LSM 5 kasus (3.85%) dan laboratorium swasta 1
16
kasus (0.77%). Prevalensi HIV pada kelompok risiko tinggi (Wanita
Pekerja Seks) sebesar 2.01%.
Sementara itu untuk kasus AIDS di Jawa Tengah selama tahun 2004
telah dilaporkan oleh Rumah Sakit sebanyak 19 kasus. Sehingga total
kasus HIV/AIDS tahun 2004 di Jawa Tengah sebanyak 149 kasus dengan
rincian 130 infeksi HIV dan 19 kasus AIDS.
Dari hasil skrining di PMI terhadap virus HIV selama tahun 2004 telah
diperiksa darah donor sejumlah 267.850. Dari jumlah tersebut yang reaktif
HIV sebanyak 219 (0.08%). Hasil tersebut menunjukan bahwa penyebaran
virus HIV juga sudah ada pada kelompok masyarakat umum, bukan hanya
pada kelompok risiko tinggi saja. Namun demikian darah tersebut sudah
langsung dimusnahkan, sehingga semua pasien yang akan menerima darah
donor bebas dari virus HIV.
17
sumberdaya untuk memproduksi atau membeli pangan yang mereka butuhkan
(Wibowo, 2000).
18
membutuhkan sikap orangtuanya dalam memberi makan. Semasa bayi,
anak hanya menelan apa saja yang diberikan ibunya. Sekalipun yang
ditelannya itu tidak cukup dan kurang bergizi. Demikian pula sampai
anak sudah mulai disapih. Anak tidak tahu mana makanan terbaik dan
mana makanan yang boleh dimakan. Anak masih membutuhkan
bimbingan seorang ibu dalam memilih makanan agar pertumbuhan
tidak terganggu. Bentuk perhatian/dukungan ibu terhadap anak
meliputi perhatian ketika makan, mandi dan sakit (Nadesul, 1995).
Wanita yang berstatus sebagai ibu rumah tangga memiliki peran
ganda dalam keluarga, terutama jika memiliki aktivitas di luar rumah
seperti bekerja ataupun melakukan aktivitas lain dalam kegiatan sosial.
Wanita yang bekerja di luar rumah biasanya dalam hal menyusun menu
tidak terlalu memperhatikan keadaan gizinya, tetapi cenderung
menekankan dalam jumlah atau banyaknya makanan. Sedangkan gizi
mempunyai pengaruh yang cukup atau sangat berperan bagi
pertumbuhan dan perkembangan mental maupun fisik anak. Selama
bekerja ibu cenderung mempercayakan anak mereka diawasi oleh
anggota keluarga lainnya yang biasanya adalah nenek, saudara
perempuan atau anak yang sudah besar bahkan orang lain yang diberi
tugas untuk mengasuh anaknya (Sunarti,1989).
b. Rangsangan Psikososial
Rangsangan psikososial adalah rangsangan berupa perilaku
seseorang terhadap orang lain yang ada di sekitar lingkungannya
seperti orang tua, saudara kandung dan teman bermain (Atkinson dkk,
1991).
Fahmida (2003) yang mengutip pendapat Myers mengemukakan
konsep bahwa kesehatan dan status gizi tidak saja menentukan tapi
juga ditentukan oleh kondisi psikososial. Konsep ini selaras dengan
penelitian sebelumnya oleh Zeitlin dkk (1990) yang meniliti anak-anak
yang tetap tumbuh dan berkembang dengan baik dalam keterbatasan
lingkungan dimana sebagian besar anak lainnya mengalami kekurangan
gizi. Dalam penelitian tersebut terungkap bahwa kondisi dan asuhan
psikososial seperti keterikatan antara ibu dan anak merupakan salah
19
satu faktor penting yang menjelaskan mengapa anak-anak tersebut
tumbuh dan berkembang dengan baik. Diperkirakan bahwa kondisi
psikososial yang buruk dapat berpengaruh negatif terhadap penggunaan
zat gizi didalam tubuh, sebaliknya kondisi psikososial yang baik akan
merangsang hormon pertumbuhan sekaligus merangsang anak untuk
melatih organ-organ perkembangannya. Selain itu, asuhan psikososial
yang baik berkaitan erat dengan asuhan gizi dan kesehatan yang baik
pula sehingga secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap status
gizi, pertumbuhan dan perkembangan (Engle,1997).
Merawat anak, mulai dari memandikan, menyuapi sampai
mengasuh hampir semuanya dilakukan oleh ibu. Merawat anak dan
menyediakan keperluan makan dan minum anak merupakan tugas
sehari-hari yang sudah melekat pada diri seorang ibu. Akan tetapi,
tugas itu tidak hanya itu saja bila ibu bekerja diluar rumah. Ibu juga
harus mengingatkan tugas anak-anaknya mengenai pekerjaan yang
harus dilakukan atau belum dilakukan seperti mengingatkan anak
supaya mandi, makan dan mengingatkan waktu bila anaknya bermain
(Supanto, 1990). Anak memerlukan berbagai variasi permainan untuk
kebutuhan fisik, mental dan perkembangan emosinya. Bermain bukan
berarti membuang-buang waktu, juga bukan berarti membuat anak
menjadi sibuk sementara orangtuanya mengerjakan pekerjaannya
sendiri. Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain. Untuk
bermain diperlukan alat permainan yang sesuai dengan umur dan taraf
perkembangannya (Soetjiningsih, 1995).
Menurut Soetjiningsih (1995), ada beberapa faktor psikososial
antara lain :
1) Stimulasi : anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur
akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang
kurang atau tidak mendapat stimulasi.
2) Motivasi belajar : dengan memberikan lingkungan yang kondusif
untuk belajar misalnya tersedianya buku-buku, suasana yang
tenang dan sarana lainnya.
20
3) Ganjaran ataupun hukuman yang wajar : hukuman yang diberikan
harus yang objektif bukan hukuman untuk melampiaskan
kebencian terhadap anak.
4) Kelompok sebaya : untuk proses sosialisasi dengan lingkungannya
anak memerlukan teman sebaya.
5) Stress : stress dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak
misalnya terlambat bicara, nafsu makan menurun dan sebagainya.
6) Cinta dan kasih sayang : salah satu hak anak adalah hak untuk
dicintai dan dilindungi sehingga anak memerlukan kasih sayang
dan perlakukan yang adil dari orangtuanya.
7) Kualitas interaksi anak dan orang tua : interaksi timbal balik antara
anak dan orang tua akan menimbulkan keakraban dalam keluarga.
21
teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat apapun seperti pisang,
pepaya bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim sampai usia enam bulan
(Roesli, 2000).
Mengingat pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang yang
optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasannya, maka perlu perhatian
agar dapat terlaksana dengan benar. Faktor keberhasilan dalam menyusui
adalah dengan menyusui secara dini dengan posisi yang benar ,teratur dan
eksklusif. Oleh karena itu, salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah
bagaimana ibu dapat tetap memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif
sampai 6 (enam) bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2( dua)
tahun. Organisasi Kesehatan Dunia, WHO dan Pemerintah Indonesia
mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 450/MENKES/IV/2004
tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi Indonesia
mulai tanggal 7 April 2004 ( Puslitbang Gizi dan Makanan, 2009).
b. Jenis ASI
a) Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh
kelenjar mama yang mengandung jaringan debris dan sisa -
sisamaterial yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar
mamaria sebelum dan segera sesudah melahirkan anak. Kolostrum
disekresi oleh kelenjar mamaria dari hari pertama sampai hari
ketiga atau keempat, dari masa laktasi. Komposisi kolostrum dari
hari ke hari berubah dan merupakan cairan kental yang ideal yang
berwarna kekuning-kuningan, lebih kuning dibandingkan ASI
matur. Kolostrum juga merupakan suatu laxatif yang ideal untuk
membersihkan mekoneum usus bayi yang baru lahir dan
mempersiapkan saluran pencernaan bayi untuk menerima makanan
selanjutnya.
b) ASI Transisi
ASI transisi merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai
menjadi ASI yang matur. Asi transisi disekresikan dari hari ke-4
sampai hari ke-10 dari masa laktasi, tetapi ada pendapat yang
22
mengatakan bahwa ASI matur baru terjadi pada minggu ketiga
sampai minggu kelima. Kadar protein makin merendah sedangkan
kadar karbohidrat dan lemak makin meninggi juga voiume akan
makin meningkat.
c) Susu Matur
ASI matur adalah ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan
seterusnya, yang memiliki komposisi relatif konstan, tetapi
sebagian peneliti berpendapat bahwa baru pada minggu ke-3
sampai ke-5 ASI komposisinya baru konstan. ASI matur
merupakan makanan yang dianggap aman bagi bayi, bahkan ada
yang mengatakan pada ibu yang sehat ASI merupakan makanan
satu-satunya yang diberikan selama 6 bulan pertama bagi bayi.
c. Manfaat ASI
- Efek dalam imunisasi
ASI juga mempengaruhi respon antibody dalam vaksin
konjugasi. Level antibodi dalam periode awal pemberian ASI,
tidak menimbulkan perbedaan. Namun, dalam 12 bulan, bayi
yang mendapatkan ASI, secara signifikan antibodynya lebih
tinggi dibandingkan bayi yang mendapat asupan susu formula
(Depkes, 2000).
- Keuntungan Psikologis
Rasa Percaya Diri Ibu Untuk Menyusui
Rasa percaya diri bahwa ibu mampu menyusui ataupun
memproduksi ASI yang mencukupi untuk bayi, besar
pengaruhnya bagi keberhasilan menyusui. Menyusui
dipengaruhi oleh emosi ibu. Kemauan yang besar dan kasih
sayang terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon
terutama oksitosin yang pada akhirnya meningkatkan
produksi ASI.
Interaksi Ibu dan Bayi
Proses menyusui merupan proses interaksi antar ibu dan
bayi, yang mempengaruhi kedua belah pihak. Pertumbuhan
dan perkambangan psikologik bayi tergantung pada
kesatuan ikatan bayi terjadi selama 30 menit pertama dan
mulai terjalin beberapa menit setelah bayi dilahirkan.
24
Karena itu penting sekali bayi mulai disusui sedini
mungkin, yaitu dalam waktu 30 menit sesudah lahir.
- Nilai Ekonomis
ASI juga membantu ekonomi keluarga. Hal ini telah
diperkirakan bahwa hasil praktek pemberian ASI yang tidak
sesuai, di Bangladesh, dapat menimbulkan kerugian besar
US$1 miliar per tahun, dimana sekitar 2% berasal dari
pendapatan kotor negara (GNP). Telah diperkirakan pula
bahwa pemberian susu formula yang eksklusif akan memakan
biaya kira-kira US$ 27-35 per bulan per bayi. Jika biaya untuk
kebersihan, nbotol, dot, sterilisasi dan waktu untuk melakukan
keseluruhan kegiatan ini dipertimbangkan maka hal ini dapat
meningkatkan biaya lagi (Dpekes, 2002), (Gibney, MJ et al
2009).
25
pemberian ASI dalam 30 hari setelah lahir pada bayi sangat
penting karena rangsangan putting susu akan mempercepat
lahirnya plasenta melalui pelepasan oksitosin dan mengurangi
resiko terjadinya pendarahan dan mengurangi rasa sakit yang
sering terjadi pada awal menyusui. (Hernawati, L, 2008) Data
SDKI 2002-2003 melaporkan bahwa IMD 1 jam pertama
38,7% sedangkan bayi yang diberi ASI 1 hari setelah lahir
sebanyak 62,1%.
- Keuntungan di Masyarakat
Pemberian ASI dapat menurunkan biaya kesehatan karena
dapat mengurangi tingkat kesakitan pada anak dibawah usia
lima tahun dan dapat mengurangi beban keuangan keluarga
(Depkes, 2000).
26
b. Tahapan Pemberian MP-ASI
27
- 7 bulan : 7 sendok makan
- 8 bulan : 8 sendok makan
Ketentuaan:
- Berikan ASI terlebih dahulu kemudian makanan pendamping ASI.
- Pada makanan pendamping ASI, tambahkan telur/ ayam/ ikan/
tahu/ tempe/ daging sapi/ wortel/ bayam/ kacang hijau/ santan/
minyak pada bubur nasi.
- Bila menggunakan makanan pendamping ASI dari pabrik, baca
cara menyiapkannya, batas umur, dan tanggal kadaluarsa.
- Beri makanan selingan 2 kali sehari diantar waktu makan, seperti
bubur kacang hijau, biskuit, pisang, nagasari, dan sebagainya.
- Beri buah-buahan atau sari buah, seperti air jewruk manis dan air
tomat saring.
- Bayi mulai diajarkan makan dan minum sendiri menggunakan
gelas dan sendok.
28
- Bantu anak untuk makan sendiri.
29
Pernyataan tersebut salah karena tidak semua bayi dapat
mengkonsumsi berbagai macam merk susu. Jika bayi tidak dapat
mencerna akan mengakibatkan efek samping tertentu pada saluran
pencernaan.
- Susu formula lebih mencegah bayi kurang gizi dibanding ASI.
Kekurangan gizi pada bayi bukan karena tidak minum susu formula.
Akan tetapi, tidak diberikan ASI dan makanan pendamping secara
benar. Akibat pemberian ASI dan pendamping ASI yang salah, maka
sekitar 27,3% dari seluruh balita di Indonesia menderita kurang gizi.
Sebanyak 1,5 juta diantaranya menderita gizi buruk. Dengan ASI
eksklusif selama 6 bulan dan MP-ASI yang tepat, bayi tidak saja
tumbuh sehat dan cerdas tapi juga mengalami pertumbuhan emosi dan
intelektual yang prima. Selain itu, ASI juga meningkatkan emosi
antara bayi dan ibu menjadi lebih erat. Hal itu disebabkan selama
proses pemberian ASI terjadi kontak fisik karena bayi berada
dipelukan ibu.
- Bayi yang diberikan ASI mudah lapar. Karena ASI begitu mudah
dicerna, bayi yang umumnya minum ASI lebih mudah lapar dibanding
bayi yang minum susu formula. Sehingga sebaiknya bayi baru lahir
disusui setiap 2-3 jam.
- Susu formula membuat bayi tidur lebih baik. Penelitian menunjukan
bayi yang diberikan susu formula tidak tidur lebih baik meskipun bayi
mungkin tidur lebih lama. Hal ini disebabkan susu formula tidak dapat
dicerna dengan cepat, hal ini memungkinkan jangkauan lebih panjang
diantara menyusui sehingga bayi tidur lebih lama.
30
- Perumahan
- Pembuangan kotoran manusia
- Penyediaan air bersih
- Pembuangan sampah
- Pembuangan air kotor (air limbah)
- Rumah hewan ternak (kandang dsb)
31
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen karena disitu selalu terjadi
aliran udara yang terus menerus. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga
agar ruangan rumah selalu tetap di dalam kelembaban yang optimal.
Ada dua macam ventilasi, yaitu ventilasi alamiah dimana ada aliran
udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela,
pintu, lubang, angin dan sebagainya. Yang kedua yaitu ventilasi
buatan, yaitu dengan mempergunakan alatalat khusus yang berfungsi
untuk mengalirkan udara, misalnya kipas angin dan mesin penghisap
udara.
- Cahaya rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup. Tidak
kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke
dalam ruangan rumah terutama cahaya matahari, disamping kurang
nyaman, juga merupakan sebagai media atau tempat yang baik untuk
hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu
banyak cahaya di dalam rumah akan menyebabkan efek silau dan dapat
merusak mata.
- Luas bangunan rumah, luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup
untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut
harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang
tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan
penumpukkan/keramaian (overcrowded). Hal ini tidak sehat sebab
dapat menyebabkan kurangnya suplai oksigen. Luas bangunan yang
optimal adalah apabila dapat menyediakan 2,5 – 3m2 untuk tiap orang
(tiap anggota keluarga)
33
sebagainya. Menurut perhitungan WHO di negara-negara maju tiap orang
memerlukan air antara 60-120 liter/hari. Sedangkan di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia, tiap orang memerlukan air antara 30-60
liter/hari. Kegunaan air yang paling penting adalah kebutuhan untuk
minum. Oleh karena itu, air memiliki persyaratan khusus agar air itu tidak
menimbulkan penyakit bagi manusia. Syarat-syarat air minum yang sehat
adalah:
- Syarat fisik, persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah
bening (tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau).
- Syarat bakteriologi, air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas
dari segala bakteri, terutama bakteri patogen.
- Syarat kimia, air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu
di dalam jumlah yang tertentu pula.
Data kebutuhan air keperluan rumah tangga meliputi jenis sumber
utama air yang digunakan untuk seluruh keperluan rumah tangga termasuk
minum dan memasak, jumal pemakaian air per orang per hari, jenis
sumber air minum, jarak dan waktu tempuh ke sumber air minum,
kemudahan memperoleh air minum, orang yang biasa mengambil air
minum dari sumbernya, cara pengolahan air minum dalam rumah tangga,
cara penyimpanan air munum dan serta akses terhadap sumber air minum.
Pengelompokan jumlah pemakaian air untuk keperluan rumah tangga per
orang per hari mengacu pada kriteria risiko kesehatan masyarakat yang
berhubungan dengan higiene yang digunakan World Health Organization
(WHO). Menurut Riskesdan 2010 sumber air yang digunakan sebagian
besar masyarakat Jawa Barat adalah sumur bor atau pompa (30,5%),
sedangkan untuk sumber air minumnya dari sumur gali yang terlindungi
(27,1%).
35
Akses pada pelayanan kesehatan secara nasional mengalami
peningkatan, dalam kaitan ini akses rumah tangga yang dapat menjangkau
sarana kesehatan ≤ 30 menit sebesar 90,7% dan akses rumah tangga yang
berada ≤ 5 km dari sarana kesehatan sebesar 94,1% (Riskesdas, 2007).
Peningkatan jumlah Puskesmas ditandai dengan peningkatan rasio
Puskesmas dari 3,46 per 100.000 penduduk pada tahun 2003 menjadi 3,65
per 100.000 pada tahun 2007 (Profil Kesehatan, 2007). Namun pada
daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, serta pulau-pulau kecil terdepan
dan terluar masih rendah. Jarak fasilitas pelayanan yang jauh disertai
distribusi tenaga kese-hatan yang tidak merata dan pelayanan kesehatan
yang mahal menyebabkan rendahnya aksesibilitas masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan.
Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh penduduk meningkat
dari 15,1% pada tahun 1996 menjadi 33,7% pada tahun 2006. Begitupula
kunjungan baru (contact rate) ke fasilitas pelayanan kesehatan meningkat
dari 34,4% pada tahun 2005 menjadi 41,8% pada tahun 2007. Disamping
itu, jumlah masyarakat yang mencari pengobatan sendiri sebesar 45% dan
yang tidak berobat sama sekali sebesar 13,3% (2007).
36
Pembuatan diagnosa ditunjukan untuk melaksanakan tindakan
rehabilitasi, pembuatan diagnosa dan pengobatan.
3) Kuratif (penyembuhan penyakit)
4) Rehabilitasi (pemulihan)
Usaha pemulihan seseorang untuk mencapai fungsi normal atau
mendekati normal setelah mengalami sakit fisik atau mental , cedera
atau penyalahgunaan.
37
Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:
a) Dokter Spesialis
b) Dokter Subspesialis terbatas
Pelayanan kesehatan ini sifatnya pelayanan jalan atau pelayanan
rawat (inpantient services).Diperlukan untuk kelompok masyarakat
yang memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani
oleh pelayanan kesehatan primer. Contoh : Rumah Sakit tipe C dan
Rumah Sakit tipe D.
38
Dipandang sudut lokasi untuk dapat mewujudkan pelayanan
kesehatan yang baik pengaturan distribusi sarana kesehatan
menjadi sangat penting.
d) Mudah dijangkau
Dari sudut biaya untuk mewujudkan keadaan yang harus dapat
diupayakan biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan
ekonomi masyarakat.
e) Bermutu
Menujukan data tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan yang disatu pihak dapat memuaskan para
pemakai jasa pelayanan dan dipihak lain tata cara
penyelenggaraanya sesuai dengan kode etik serta standar yang
telah ditetapkan.
40
status gizi nya karena mampu makan lebih dari 2 kali sehari. Seperti yang disebutkan
BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), dikatakan
keluarga miskin jika :
1) Tidak melakukan ibadah
2) Tidak mampu makan 2 kali sehari
3) Tidak memiliki berlantai berbeda
4) Bagian rumah berlantai tanah
5) Tidak mampu membawa anggota keluarga ke badan kesehatan.
Seperti yang telah disebutkan diatas, status gizi seseorang dapat berpengaruh
karena status sosial ekonomi individu itu sendiri atau bisa diluhat dari lingkungan
yang berada di sekitarnya.
Letak geografis suatu daerah sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian
di daerah tersebut. Desa yang berada di daerah pegunungan, sebagian besar
masyarakat hidup bergantung pada sector pertanian. Sektor pertanian mendominasi
utama dari kegiatan pertanian desa di pegunungan adalah tanaman kayu abasia,
jagung, padi dan hasil hutan lainnya. Untuk data hasil panen hamper seluruh bahan
makanan mereka ditaman sendiri dikebun mereka untuk dijual dan dikonsumsi.
Kondisi ekonomi desa sebagaian besar bersumber dari pertanian, perkebunan, dan
buruh serta sebagian kecil peternakan. Meskipun tidak sedikit yang mempunyai usaha
ekonomi produktif berbasis usaha rumah tangga yang menghasilkan aneka kerajinan
pangan, desa di pegunungan masih dikategorikan desa yang belum maju atau belum
bisa mandiri disebabkan adanya hal sebagai berikut :
1) Murahnya harga jual hasil pertanian masyarakat disebabkan harga jual di pasaran
selalu turun naik
2) Mahalnya subsidi pupuk
3) Mahalnya transportasi
4) Kenaikan angka kemiskinan dan pengguran
5) Krisis ekonomi yang berkelanjutkan
Sedangkan dalam mendukung kegiatan perekonomian desa dipegunungan terdapat
sarana perekonomian masyarakat yag menunjang peningkatan kegiatan perekonomian
warga yaitu dengan adanya sub kelompok dari tiap-tiap dusun yang tergabung dalam
suatu wadah yang membantu masyarakat desa di pegunungan dan sekitarnya dalam
41
kakitannya dapat meningkatkan taraf perekonomian warga desa dipegunugngan
khusunya dalam bidang pertanian.
Beberapa usaha yang dilakukan berupa pemberdayaan ekonomi desa yaitu :
a. Potensi Unggulan Desa
Potensi unggulan desa berupa pemberdayaan ekonomi yaitu :
1) Bidang kerajinan pangan local
2) Bidang pertanian dan pertenakan
b. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi desa di pegunungan seharusnya mengalami kemajuan
dari tahun karena adanya kelompok-kelompok tani tiap dusun mulai merubah cara
bercocok tanam dengan cara yang dianjurkan melalui penyuluh DInas Pertanian
serta Dinas Kehutanan dan Perkebunan baik dari kecamatan atau dari Kabupaten
kepada masyarakat desa dan kepada kelompok tani yang di desa tersebut.
Faktor yang mempengaruhi status ekonomi. Meurut Friedman (2004) faktor
yang memperngaruhi status ekonomi sesorang yaitu :
1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap
perkembangn orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi
tingkat pendidikan seseorang makan makin mudah dalam memperoleh
pekerjaan, sehingga semakin banyak pula penghsilan yang diperoleh.
Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenal.
2) Pekerjaan
Pekerjaan adalah symbol status seseorang dimasyarakat. Pekerjaan
jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup
dan untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan.
3) Keadaan ekonomi
Kondisi ekonomi keluarga yang rendah mendorong ibu hamil untuk tidak
teratur dalam melakukan antenatal care. Status ekonomi seseorang dapat
dilihat dari pendapatannya perbulan. Untuk pendapatan tinggi yaitu rp
1.000.000,00 – rp 3.000.000,00 , untuk pendapatan sedang yaitu Rp
42
500.000.00 - Rp 1.000.000.00 dan untuk pendapatan kurang yaitu < Rp
500.000.00 .
5) Pendapatan
Pendapatan adalah hasil yang diperoleh dari kerja atau usaha yang telah
dilakukan. Pendapatan akan memengaruhi gaya hidup seseorang. Orang atau
keluarga yang mempunyai status ekonomi atau pendapatan tinggi akan
mempratikkan gaya hidup yang mewah misalnya lebih konsumtif karena
mereka mampu untuk membeli semua yang dibutuhkan bila dibandingkan
dengan keluarga yang kelas ekonominya kebawah.
Adapun kaitan erat antara nilai gizi terendah dan garis kemiskinan menurut
Sajogyo adalah nilai gizi minimal setara 2.100 Kkal per orang dalam sehari
berlaku untuk penduduk Indonesia menurut susunan :
a) Umur
b) Jenis kelamin
c) Perkiraan tingkat kegiatan (fisik)
d) Berat badan, dan
e) Perkiraan status fisiologis
Untuk menilai status sosial ekonomi dapat di lihat dari konsep dan
indicator:
a) BAPPENAS
43
Tidak mampu memenuhi hak-hak mempertahankan kehidupan
bermartabat
c) Bank Dunia
Tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan 1,00
dolar AS/hari. Sekarang US $ 2,00 per hari.
d) Sajogyo 1979
Kota = setara 480 kg beras/kapita/tahun
Desa= setara 360 Kg beras/kapita/tahun.
D. Status Gizi
1. Pengertian Status Gizi
Status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan
antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang
dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang
digunakan. (Depkes, 2002)
Status gizi normal merupaka suatu ukuran status gizi dimana terdapat
keseimbangan antara jumlah e9nergi yangmasuk ke dalam tubuh dan energi yang
dikeluarkan keluar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk
kedalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak, dan zat gizi lainnya.
(Nix, 2005)
Status gizi kurang merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi
yang masuk lebih sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena
jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu.
(Wardlaw, 2007)
Status gizi lebih merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi
yang masuk kedalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang dikeluarkan (Nix,
2005). Hal ini terjadi karena jumlah energi yang masuk melebihi kecukupan
energi yang dianjurkan oleh seseorang, akhirnya kelebihan zat gizi disimpan
44
dalam bentuk lemak yang dapat mengakibatkan seseorang menjadi gemuk (Adji,
1986).
45
3) Tinggi Badan (TB) atau Panjang Badan (PB)
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan
yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui
dengan tepat. Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua
yang penting, karena dengan menghubungkan berat badan terhadap
tinggi badan (Quac stick), faktor umur dapat dikesampingkan.
Terdapat 34,45 % balita stunting dimana 64,5% berjenis kelamin
perempuan. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor
risiko kejadian stunting pada balita usia 24 – 36 bulan antara lain tinggi
badan ibu < 150 cm, tinggi badan ayah < 162 cm, pendidikan ayah
rendah dan pendapatan perkapita yang rendah. Sedangkan berat badan
lahir, riwayat penyakit kehamilan, riwayat diare akut , riwayat penyakit
infeksi saluran pernafasan atas akut, pendidikan ibu, pengetahuan gizi
ibu dan jumlah anggota dalam rumah tangga tidak terbukti sebagai
faktor risiko kejadian stunting pada balita.
46
Tinggi >2SD
Berat Badan Menurut Sangat Kurus ≤ -3 SD
Umur Kurus -3SD sampai dengan < -2SD
(BB/TB) Normal -2SD sampai dengan 2SD
Gemuk >2SD
Indeks Masa Tubuh Sangat Kurus ≤ -3 SD
Menurut Umur Kurus -3SD sampai dengan < -2SD
(IMT/U) Normal -2SD sampai dengan 2SD
Gemuk >2SD
47
dengan BB/U yang mungkin dapat diperbaiki dalam waktu pendek,
baik pada anak maupun dewasa. PTSU pada dewasa tidak dapat lagi
dinormalkan.
48
Kelebihan atau kekurangan zat gizi harus sebisa mungkin dihindari
bagi ibu hamil, karena hal ini akan bisa mengakibatkan kelainan – kelainan
yang tidak diharapkan. Maka pemantauan gizi ibu hamilsangat perlu
dilakukan. Dengan pengukuran antropometri dapat diketahui keadaan
status gizi ibu hamil. Antropometri ibu hamil yang sering diukur adalah
kenaikan berat badan selama ibu hamil dan lingkar lengan atas (LLA) ibu
hamil dengan menggunakan pita LILA.
Kenaikan berat badan dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan
status gizi wanita hamil. Kenaikan normal yang dianjurkan oleh Depkes RI
yaitu 7 – 12 Kg, sebaiknya sebelum hamil, berat wanita seharusnya kurang
dari 40 Kg. Dan untuk mengetahui sejak dini apakah ibu hamil beresiko
Kekurangan Energi Kalori (KEK) atau gizi kurang dapat dilakukan
pemeriksaan Lingkar Lengan Atas (LLA). Bila LLA < 23,5 cm maka ibu
hamil tersebut beresiko KEK (Depkes, 2000).
49
itu hanya kurang dari 1 Kg. Pada trimester kedua kurang lebih
kenaikan berat badan sebesar 3 Kg. Sedangkan pada trimester
ketiga kenaikan berat badan kira – kira 6 Kg.
50
anak. Untuk mencegah resiko KEK pada ibu hamil sebelum
kehamilan wanita usia subur sudah harus mempunyai gizi yang
baik, misalnya dengan LILA tidak kurang dari 23,5 cm. Apabila
LILA ibu sebelum hamil kurang dari angka tersebut, sebaiknya
kehamilan ditunda sehingga tidak beresiko melahirkan BBLR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa KEK pada batas 23,5 cm
belum merupakan resiko untuk melahirkan BBLR walaupun resiko
relatifnya cukup tinggi. Sedangkan ibu hamil dengan KEK pada
batas 23 cm mempunyai resiko 2,0087 kali untuk melahirkan
BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai LILA lebih dari
23 cm. Hasil SKRT 1995 menunjukkan bahwa 41% ibu hamil
menderita KEK dan 51% yang menderita anemia mempunyai
kecenderungan melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) (Lubis, 2003).
51
malam sampai dengan waktu tengah malam lagi) dalam URT,
termasuk cara persiapan dan pemasakan.
Langkah-langkah dalam metode food recall 24 jam
a) Petugas menanyakan dan mencatat pangan yang dikonsumsi dalam
URT (nama masakan, cara persiapan dan pemasakan, serta bahan
makanannya)
b) Petugas memperkirakan atau estimasi URT dalam berat gram
untuk bahan makanan yang dikonsumsi
c) Petugas menganalisis zat gizi dengan Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM) atau Tabel Komposisi Pangan Indonesia
(TKPI)
d) Petugas membandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG)
53
minuman) yang ada dalam rumah tangga, baik yang berasal dari
membeli, hadiah, atau diproduksi sendiri selama 7 hari berturut-turut.
Langkah-langkah metode food account
a) Petugas/subjek mencatat stock awal pada kedatangan hari pertama
ke subjek
b) Petugas/subjek mencatat penambahan pangan (baik dar mulai
membeli hadiah ataupun hasil produksi sendiri) pada hari ke 2, 3,
4, 5, dan hari ke-6
c) Petugas/subjek mencatat stock akhir pada kedatangan hari ke-7
d) Petugas menghitung jumlah ketersediaan pangan keluarga selama
satu minggu dengan rumus (H1+H2+H3+H4+H5+H6) - H7
54
e) Subjek lupa berapa harga pembelian bahan makanan yang
merupakan stok lama
f) Sulit mencatat jumlah bahan makanan bila patokan harga bahan
makanan tersebut tidak stabil dari hari ke hari
g) Kemungkinan subjek merasa bosan karena ditanya setiap hari oleh
petugas.
55
Alat yang digunakan
a) Alat timbangan makanan dengan ketelitian 1 gram. Dapat
digunakan timbangan digital atau timbangan pos, tetapi tidak
direkomendasikan timbangan per karena kurang peka terhadap
ukuran kecil.
b) Formulir untuk mencatat
56
Kelemahan metode FFQ
a) Tergantung kejujuran subjek
b) Tidak dapat dihitung secara tepat tentang asupan energy dan zat
gizinya
57
c) Dapat membantu mengatasi dan mencegah masalah
kesehatan/penyakit yang berhubungan dengan diet.
58
yaitu keadaan dimana seseorang mengalami kekurangan gizi (kalori
dan protein) yang berlangsung lama atau menahun. Dengan
ditandai berat badan kurang dari 40 kg atau tampak kurus dan
dengan LILA-nya kurang dari 23,5 cm (Depkes 1999, p.5)
b) Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan
bagian terbesar tubuh setelah air yang mempunyai fungsi untuk
pertumbuhan dan pemeliharaan, dan pembentukan ikatan-ikatan
esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas
tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut zat-zat gizi dan energi.
Kekurangan protein dapat menyebabkan Kurang Energi Protein
(KEP). Gejala klinis KEP berat secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu marasmun, kwashiorkor, atau marasmus-
kwashiorkor (Depkes RI, 1999).
c) Zat Besi
Besi merupakan mineral makro yang paling banyak di dalam
tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh
manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di
dalam tubuh yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke
jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan
sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan
tubuh. Difisiensi besi berkaitan dengan anemia gizi besi, banyak
bukti menunjukkan bahwa difisiensi besi berpengaruh luas terhadap
kualita SDM, yaitu terhadap kemampuan belajar dan produktivitas
kerja.
d) Vitamin A
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan.
Secara luas vitamin a merupakan nama generik yang menyatakan
semua retinoid dan prekursor/provitamin Akarotenoid yang
mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol. Kekurangan vitamin
A menyebabkan penyakit mata yang disebut xeropthamia.
e) Vitamin C
Vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air.
Dalam keadaan kering vitamin C dalam keadaan stabil, tetapi
59
dalam keadaan larut vitamin C cepat rusak karena bersentuhan
dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Oksidasi
dipercepat denga kehadiran tembaga dan besi. Vitamin C
mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus halus sehingga mudah
diabsosrbsi.
f) Iodium
Iodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh, karena
merupakan komponen dari hormon thyroxin. Terdapat dua ikatan
organik yang menunjukkan bioaktivitas hormon ini, yaitu
trijodotyronin (T3) dan tetrajodotyronin (T4) atau thyroxin. Iodium
dikonsentrasikan di dalam kelenjar gondok (glandula thyroxin)
untuk digunakan dalam sintesa hormon thyroxin. Hormon ini
ditimbun dalam folikel kelenjar gondok, terkonjugasi dengan
protein (globulin) disebut thyroglobulin yang merupakan bentuk
iodium yang disimpan dalam tubuh, apabila diperlukan,
thyroglobulin dipecah dan akan melepaskan hormon thyroxin yang
dikeluarkan oleh folikel kelenjar ke dalam aliran darah (Yuastika,
1995). Kekurangan iodium memberikan kondisi hypothyroidism
dan tubuh mencoba untuk mengkompensasikan dengan
penambahan jaringa kelenjar gondok yang menyebabkan
pembesaran kelenjar tiroid tersebut.
60
dimana untuk daerah perkotaan sebesar 58,5% dan untuk daerah
pedesaan sebesar 60,1%. Kontribusi protein terhadap konsumsi energi
hanya 12,5% dimana untuk daerah perkotaan sebesar 12,6% dan untuk
daerah pedesaan sebesar 12,4% dan kontribusi lemak terhadap konsumsi
energi sebesar 28,7% (lebih dari anjuran PUGS), dimana untuk daerah
perkotaan sebesar 29,2% dan untuk daerah pedesaan sebesar 28,1%.
(Riskesdas 2010).
61
Ketersediaan dan akses
bahan makanan (pasar,
BATITA
pertanian,
TB Ibu
peternakan,toko)
Pola asuh:
1. Pemberian ASI
2. Pemberian MP ASI
Asupan energi dan
3. Suplementasi
4. Makanan pantangan zat gizi (protein, vit.
5. Higiene : A, I, Fe)
Mandi
Mencuci rambut
Menggosok gigi dan Status Gizi Batita
atau gusi
Menggunting Kuku BB/U (0-35 Bln)
Kebiasaan mencuci TB/U atau PB/U (0-35 Bln)
Status
tangan sebelum makan BB/TB atau BB/PB (0-35
sosial
62
ekonomi Kebiasaan mencuci
Status Imunisasi Bln)
keluarga tangan setelah
IMT/U (0-35 Bln)
KERANGKA KONSEP
BAK/BAB
1. BCG Ada tidaknya penyakit infeksi:
2. DPT
3. Campak 1. Diare
4. Polio 2. ISPA
5. Hepatitis 3. Campak
6. Vitamin A 4. DBD
5. Demam Thypoid
6. TBC
Sanitasi lingkungan 7. Hepatitis
Keadaan Perumahan
kepadatan hunian
Penanganan Sampah
Tempat BAB dan
Pembuangan Limbah
Penyediaan Air Bersih
BUMIL
Ketersediaan dan akses
bahan makanan (pasar,
toko, pertanian, Asupan energi dan zat gizi
peternakan
Keterangan :
(protein, vit. A, I, Fe)
Pola asuh:
1. Pola makan sesuai kebutuhan
2. Antenatal care
3. Suplementasi
4. Makanan pantangan Status gizi Ibu
5. Higiene : hamil:
Status
63
Menggunting Kuku LILA/U
Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan
KERANGKA KONSEP
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Sampel Baduta, Baduta Wawancara Kuisioner 1. Baduta Nominal
Batita, Balita Anak laki-laki atau 0 – 23,9 bulan
perempuan yang berumur 0 –
23.9 bulan. 2. Batita
24 – 35,9 bulan
Batita
Anak laki-laki atau 3. Balita
perempuan yang berumur 24 36 – 59,9 bulan
– 35.9 bulan.
Balita
Anak laki-laki atau
perempuan yang berumur 36
– 59.9 bulan.
(Depkes, RI. 1999)
Sampel Ibu hamil Wanita yang mengandung janin Wawancara Kuesioner 1. Hamil Nominal
dalam rahim karena setelah dibuahi dan Observasi 2. Tidak hamil
oleh spermatozoa.(Tim Penyusun
Kamus Pusat Bahasa 2001 : 385).
Umur bumil Lama hidup sejak ibu hamil lahir Wawancara Kuesioner Tahun Rasio
sampai waktu penelitian dihitung
berdasarkan ulang tahun terakhir
dalam satuan tahun
64
Umur Baduta/Batita Lama hidup sejak baduta/batita lahir Wawancara Kuisioner Bulan Rasio
sampai waktu penelitian, dihitung
berdasarkan ulang tahun terakhir
dalam satuan bulan penuh.
Usia Pertama Kali Lama hidup sejak ibu hamil / ibu Wawancara Kuesioner Tahun Rasio
Menikah baduta/batita lahir sampai menikah
untuk pertama kalinya dihitung
berdasarkan ulang tahun terakhir
dalam satuan tahun.
Jenis Kelamin Pengelompokkan baduta / batita / Wawancara Kuisioner 1. Laki-laki Nominal
Baduta/Batita/ bumil berdasarkan penampilan fisik dan observasi 2. Perempuan
Bumil pada saat penelitian serta disesuaikan
dengan rekam medis.
Tinggi badan Bumil Ukuran posisi tubuh berdiri (vertical) Pengukuran Microtoise Centimeter (cm) Rasio
dengan kaki menempel pada lantai, Antropometri (dengan tingkat
posisi kepala dan leher tegak, dada ketelitian 0.1
dibusungkan, perut datar dan tarik cm)
nafas beberapa saat. (KBBI)
(Barry L. Johnson, 1979 : 166)
Usia kehamilan Lama hidup janin pada ibu hamil Wawancara Kuesioner 1. Trimester 1 Ordinal
selama dalam kandungan sejak awal 0 – 12 minggu
masa subur sampai waktu penelitian 2. Trimester 2
dalam satuan minggu 12 – 24 minggu
3. Trimester 3
24 – 40 minggu
BB Baduta/Batita/ Ukuran tubuh dalam sisi beratnya Pengukuran Dacin dan Kilogram (kg) Rasio
65
Bumil yang ditimbang dalam keadaan Antropometri Timbangan
berpakaian minimal tanpa Digital
perlengkapan apapun
(Cipto Surono. Mabella, 2000 : 10)
BB saat Lahir Berat badan bayi yang di timbang Wawancara Kuisioner 1. Berat Bayi Lahir Rendah Ordinal
Baduta/Batita dalam waktu 1 jam pertama setelah (< 2500 gram)
lahir. (Kosim dkk, 2009). 2. Berat Bayi Lahir Normal
(2500 – 3500 gram)
3. Berat Bayi Lahir Lebih
(>3500 gram)
PB Baduta/Batita Jarak membujur dari ujung kepala Pengukuran Alat ukur Centimeter (cm) Rasio
hingga telapak kaki baduta/batita. Antropometri panjang badan
(infantometer)
Pekerjaan Bumil / Kegiatan atau aktifitas secara rutin Wawancara Kuesioner 1. Tidak bekerja Nominal
Keluarga (Ibu dan yang utama dilakukan oleh ibu hamil 2. Bekerja
Bapak) baduta / / orang tua baduta / batita dalam 1 a. Sekolah
b. TNI / POLRI
batita minggu dan menghasilkan ekonomi
c. PNS / Pegawai Swasta
dalam 40 jam d. Wiraswasta / Layanan jasa / Dagang
e. Petani
f. Nelayan
g. Buruh / Tukang Ojek
h. Pensiunan
i. Lainnya
Pendidikan Bumil / Jenjang Pendidikan formal terakhir Wawancara Kuesioner 1. Tidak sekolah Ordinal
Keluarga (Ibu dan yang diikuti sampai tamat oleh ibu 2. Tidak tamat SD
Bapak) baduta / hamil / orang tua baduta / batita. 3. Tamat SD
4. Tamat SMP/MTS
batita
5. Tamat SMA/MA
6. Tamat D1/D2/D3
66
7. Tamat PT
Status Gizi Baduta/ Suatu keadaan gizi baduta/ batita Pengukuran Berat badan Ordinal
Batita yang ditentukan melalui pengukuran dan observasi menggunakan A. BB/U
antropometri gizi seperti Berat dacin dengan
tingkat 1. Gizi buruk : <-3S
badan, Tinggi badan, atau panjang 2. Gizi kurang : -3 SD s/d < -2 SD
ketelitian 0,1
badan dan IMT yang dihitung nilai 3. Gizi baik : -2 SD s/d +2SD
kg.
Z-score-nya dengan menggunakan 4. Gizi lebih : > +2 SD
indeks BB/U TB/U atau PB/U Tinggi badan B. PB/U atau TB/U
BB/TB atau BB/PB, dan IMT/U dan menggunakan
1. Sangat pendek : < -3 SD
hasilnaya dibandingkan dengan microtoise
2. Pendek : -3 SD s/d < -2 SD
standar antropometri WHO 2005. dengan tingkat
3. Normal : -2 SD s/d +2 SD
ketelitian
4. Tinggi : > +2 SD
0,1cm.
C. BB/PB atau BB/TB
Panjang badan 1. Sangat Kurus : < -3 SD
menggunakan 2. Kurus : -3 SD s/d < -2 SD
alat ukur 3. Normal : -2 SD s/d +2 SD
panjang bandan 4. Gemuk : > +2 SD
denga tingkat
ketelitian D. IMT/U
0,1cm. 1. Sangat Kurus : <- 3 SD
2. Kurus : -3 SD s/d < -2 SD
3. Normal : -2 SD s/d +2 SD
4. Gemuk : >+2 SD
Status Gizi Ibu Keadaan gizi ibu hamil yang diukur Pengukuran Menggunakan 1. Status gizi baik Ordinal
Hamil berdasarkan berdasarkan lingkar lengan atas dari dan Observasi pita ukur LILA LILA ≥ 23,5 cm
LILA lengan kiri atau lengan yang tidak yang terbuat dari
aktif pada Ibu hamil. fiber glass atau 2. Status gizi kurang / Kurang Energi Kronik
kertas tertentu (KEK)
67
dalam satuan cm LILA < 23,5 cm
sepanjang ±33
cm dengan
ketelitian 0,1 cm
Pola pemberian Gambaran pemberian ASI dimulai Wawancara Kuisioner Dengan kategori : Ordinal
ASI baduta / batita sejak lahir hingga 6 bulan. Dikatakan 1. ASI eksklusif 0-6 bulan
ASI Eksklusif apabila hanya 2. ASI predominan
diberikan ASI saja sejak usia 0-6 3. Asi Parsial
bulan. ASI predominan adalah
menyusui bayi tetapi pernah
memberikan sedikit atau minuman
berbasis air misalnya teh. ASI parsial
adalah menyusui bayi serta
memberikan makanan buatan selain
ASI baik formula, bubur atau
makanan lainnya.
Pola pemberian Gambaran pemberian makanan Wawancara KMS,Kuesioner Bentuk makanan halus, makanan lumat, Ordinal
MP-ASI selain ASI, yang diberikan sejak bayi makanan padat.
baduta/batita berusia 6 bulan, dengan bentuk Kategori :
makanan dan frekuensi pemberian 1. Sesuai
yang sesuai dengan umur. Bila bentuk makanan dan frekuensi
1. Umur 6 bulan pemberian sesuai dengan umur bayi.
- Bentuk makanan lumat
- Frekuensi pemberian 1-2x sehari
2. Tidak sesuai, jika :
2. Umur 6-9 bulan
- Bentuk makanan sesuai dengan umur
- Bentuk makanan lumat
bayi, tetapi frekuensi pemberian tidak
- Bubur susu
sesuai dengan umur bayi.
68
- Nasi tim lunak - Bentuk makanan tidak sesuai dengan
- Frekuensi pemberian 2x sehari umur bayi, tetapi frekuensi pemberian
3. Umur 9-12 bulan sesuai dengan umur bayi.
- Bubur nasi - Bentuk makanan dan frekuensi pemberian
- Nasi tim tidak sesuai dengan umur bayi.
- Frekuensi pemberian 3x sehari
4. 12-36 bulan
- Makanan keluarga
Pola makan bumil / Kebiasaan makan ibu hamil / baduta Wawancara Kuesioner 1. Pola makan sempurna apabila : Ordinal
baduta / batita / batita sehari yang terdiri dari Frekeunsi makan 3 kali sehari dan susunan
frekuensi makan 3 kali sehari dengan hidangan lengkap yang terdiri dari sumber
susunan hidangan lengkap yang karbohidrat, protein hewani, protein nabati,
mengandung sumber karbohidrat, sayuran dan buah-buahan
protein hewani, protein nabati, 2. Pola makan baik apabila :
sayuran dan buah-buahan yang Frekuensi makan 2 sampai 3 kali sehari dan
diperoleh berdasarkan recall 24 jam susunan hidangan 3 jenis yang terdiri dari
pada hari pertama recall. sumber karbohidrat, protein hewani/nabati,
sayuran/buah-buahan.
3. Pola makan kurang apabila:
Frekuensi makan <2-3 kali sehari dan
susunan hidangan <2-3 kali sehari.
Pantangan Segala bahan yang dimakan atau Wawancara Kuesioner 1. Ada Nominal
masuk ke dalam tubuh ibu hamil / 2. Tidak ada
baduta / batita yang terlarang
menurut adat, kepercayaan ataupun
kesehatan.(KBBI)
Asupan zat gizi Asupan energi sehari yang diperoleh Wawancara Kuisioner/recall 1. Cukup, jika konsumsi energi ≥ 70% dari Ordinal
makro energi dari food recall sehari dalam 24 jam 24 jam AKG
baduta/batita/bumil selama dua hari berturut-turut yang 2. Kurang, jika konsumsi energi < 70% dari
69
dianalisis dengan DKBM hasilnya AKG
dirata-ratakan dan dibandingkan
dengan AKG
Asupan zat gizi Asupan protein sehari yang diperoleh Wawancara Kuisioner/recall 1. Cukup, jika konsumsi protein ≥ 80% dari Ordinal
makro protein dari food recall sehari dalam 24 jam 24 jam AKG
baduta/batita/bumil selama dua hari berturut-turut yang
dianalisis dengan DKBM hasilnya 2. Kurang, jika konsumsi protein < 80% dari
AKG
dirata-ratakan dan dibandingkan
dengan AKG
Asupan zat gizi Asupan zat gizi mikro (Ca, Fe, I, Wawancara Kuisioner/recall 1. Cukup, jika konsumsi (Ca, Fe, I, Vit.C, Ordinal
mikro (Ca, Fe, I, Vit.C, Vit.A) sehari yang diperoleh 24 jam Vit.A) ≥ 100% dari AKG
Vit.C, Vit.A) dari food recall sehari dalam 24 jam
baduta/batita selama dua hari berturut-turut yang 2. Kurang, jika konsumsi (Ca, Fe, I, Vit.C,
Vit.A) < 100% dari AKG
dianalisis dengan FP2 hasilnya
dirata-ratakan dan dibandingkan
dengan AKG
Asupan zat gizi Asupan zat gizi mikro (asam folat, Wawancara Kuisioner/recall 1. Cukup, jika konsumsi (asam folat, Fe, Ca, Ordinal
mikro (asam folat, Fe, Ca, Vit. B1) sehari yang 24 jam Vit. B1) ≥ 100% dari AKG
Fe, Ca, Vit. B1) diperoleh dari food recall sehari
bumil dalam 24 jam selama dua hari 2. Kurang, jika konsumsi (asam folat, Fe,
Ca, Vit. B1) < 100% dari AKG
berturut-turut yang dianalisis dengan
FP2 hasilnya dirata-ratakan dan
dibandingkan dengan AKG
Penyakit infeksi Penyakit yang disebabkan oleh Wawancara Kuesioner 1. Pernah menderita Ordinal
baduta / batita sebuah agen biologi (seperti virus, Bila responden pernah menderita salah satu
bakteria atau parasit), bukan atau lebih dari penyakit infeksi berikut :
disebabkan faktor fisik (seperti luka Diare, ISPA, Campak, DBD, Demam
bakar) atau kimia (seperti Thypoid, TBC, Hepatitis.
70
keracunan), yang dapat berlangsung
dalam waktu pendek (seperti diare 2. Tidak pernah menderita
dan demam tifoid / tifus) yang Bila responden tidak pernah menderita salah
diderita oleh baduta/batita dalam satu atau lebih dari penyakit infeksi berikut :
kurung waktu 1 bulan terakhir atau Diare, ISPA, Campak, DBD, Demam
berlangsung dalam kurung waktu Thypoid, TBC, Hepatitis.
lama ( seperti Diare, ISPA, Campak,
DBD, Demam Thypoid, TBC,
Hepatitis) yang diderita oleh
baduta/batita dalam kurun waktu 12
bulan terakhir.
Penyakit infeksi Ibu Keadaan sakit yang disebabkan oleh Wawancara Kuesioner 1. Pernah menderita Ordinal
Hamil sebuah agen biologi (seperti virus, Bila responden pernah menderita salah satu
bakteria atau parasit), bukan atau lebih dari penyakit tersebut (Diare,
disebabkan faktor fisik (seperti luka ISPA, Campak, DBD, Demam Thypoid, dan
bakar) atau kimia (seperti TBC) dalam 12 bulan terakhir.
keracunan), yang diderita oleh Ibu
hamil. Contoh: Diare, ISPA, 2. Tidak pernah menderita
Campak, DBD, Demam Thypoid, Bila responden tidak pernah sama sekali
dan TBC menderita salah satu penyakit infeksi akut
tersebut (Diare, ISPA, Campak, DBD,
Demam Thypoid, dan TBC) dalam kurun
waktu 12 bulan.
Status Pemberian Pemberian kapsul vitamin A pada Wawancara Kuesioner 1. Diberikan apabila : Ordinal
Kapsul Vitamin A bayi umur 6-11 bulan yang diberikan dan Pencatatan Bayi 6-11 bulan diberikan 1 kali dalam
Baduta / Batita 1 kali dalam 1 tahun (Februari atau 1 tahun (Februari atau Agustus)
Agustus) serta pada anak Batita umur Batita umur 12-35 bulan yang
diberikan 2 kali dalam 1 tahun
71
12-35 bulan yang diberikan 2 kali (Februari dan Agustus)
dalam 1 tahun (Februari dan
Agustus) 2. Tidak Diberikan apabila :
Bayi 6-11 bulan tidak diberikan 1 kali
dalam 1 tahun (Februari atau Agustus)
Batita umur 12-35 bulan tidak
diberikan 2 kali dalam 1 tahun
(Februari dan Agustus)
Status Pemberian Suatu keadaan pemberian tablet Wawancara Kuesioner 1. Terpenuhi : Ordinal
Tablet Zat Besi dan tambah darah untuk menanggulangi Jika ibu hamil mengonsumsi satu tablet
Asam Folat Bumil Anemia Gizi Besi yang diberikan setiap hari berturut-turut
kepada Ibu Hamil sehari 1 tablet (60
mg besi elemental dan 0,25 mg asam 2. Belum Terpenuhi :
folat) berturut-turut Jika ibu hamil tidak mengonsumsi satu tablet
setiap hari berturut-turut
Status imunisasi Kelengkapan imunisasi yang Wawancara Kuesioner 1. Lengkap dan sesuai umur Ordinal
baduta/batita diberikan kepada baduta/batita sesuai dan Pencatatan 2. Tidak lengkap dan sesuai umur
umur, meliputi : imunisasi BCG, 3. Tidak lengkap
Hepatitis B, Polio, DPT, dan
Campak pada baduta/batita usia 0-9
bulan.
Status imunisasi Kelengkapan imunisasi yang Wawancara Kuesioner 1. Lengkap Ordinal
bumil diberikan kepada ibu hamil, selama dan Pencatatan Jika ibu hamil melakukan imunisasi TT
masa kehamilannya, meliputi : (Tetanus Toksoid), Hepatitis B, dan
TT/Tetanus Toksoid, Hepatitis B, Influenza.
dan Influenza.
2. Tidak lengkap
72
Jika ibu hamil melakukan imunisasi ≤ 2 dari
3 imunisasi yang diwajibkan (TT/Tetanus
Toksoid, Hepatitis B, dan Influenza).
Status sosial Keadaan sosial ekonomi keluarga Wawancara Kuesioner 1. Miskin sekali : Ordinal
ekonomi keluarga yang diperoleh dengan menghitung <20 kg/kapita/bln
baduta/batita/bumil jumlah pengeluaran keluarga untuk 2. Miskin :
memenuhi kebutuhan pangan dan 20 - < 26,7 kg/kapita/bln
nonpangan selama satu bulan dibagi 3. Nyaris miskin :
jumlah anggota keluarga dan 26,7 - <40 kg/kapita/bln
hasilnya di konversi ke dalam harga
beras setempat per kg dengan satuan 4. Tidak Miskin :
kg per kapita per bulan. Hasil >40 kg/kapita/bln
tersebut kemudian disesuaikan
dengan klasifikasi Sayogyo, 1978
(berdasarkan nilai tukar beras kg per
kapita per bulan).
Kebersihan diri Dari sampel (baduta/batita/bumil) Wawancara Kuesioner 1. Kebersihan diri bersih, apabila semua Ordinal
baduta/batita/bumil yang terdiri dari: dan Observasi variabel seperti menggosok gigi, mencuci
1. Menggosok gigi tangan, menggunting kuku, mandi, dan
mencuci rambut termasuk kedalam
Membersihkan gigi dari
kategori bersih.
kotoran/sisa makanan dengan
menggunakan sikat gigi, 2. Kebersihan diri kurang bersih, apabila
pasta gigi dan air mengalir semua variabel seperti menggosok gigi,
minimal 2x dalam sehari. mencuci tangan, menggunting kuku,
2. Mencuci tangan mandi, dan mencuci rambut termasuk
Membersihkan tangan kedalam kategori kurang bersih.
dengan air bersih, air
mengalir, dan menggunakan
73
sabun sebelum
makan/menyuapi
baduta/batita, setelah
BAK/menceboki
baduta/batita, dan setelah
BAB/menceboki
baduta/batita.
3. Menggunting kuku
Memotong atau
memendekkan panjang kuku
yang ada pada ujung jari
tangan dan jari kaki
menggunakan gunting kuku
minimal 1x dalam seminggu.
4. Mandi
Membersihkan diri dengan
menggunakan air bersih dan
sabun mandi minimal 2 kali
sehari.
5. Mencuci rambut
Membersihkan rambut
menggunakan air bersih dan
shampoo minimal 2 kali
seminggu.
Penanganan a) Penanganan sampah merupakan Wawancara Kuesioner 1. Penanganan sampah dan limbah baik : Ordinal
Sampah dan perlakuan responden terhadap dan observasi Apabila memenuhi persyaratan, yaitu
sampah hasil kegiatan rumah sampah diangkut petugas/ditimbun dalam
74
Limbah tangganya dan dimana sampah tanah/dibuat kompos dan pembuangan air
tersebut dibuang. kotor/limbah di saluran air kotor tersedia
baik terbuka ataupun tertutup serta
b) Tempat pembuangan air kotor / mangalir lancar.
limbah merupakan tempat dimana
responden biasa membuang air
sisa aktifitas rumah tangganya. 2. Penanganan sampah dan limbah kurang
baik :
Apabila tidak memenuhi salah satu
persyaratan, yaitu sampah diangkut
petugas/ditimbun dalam tanah/dibuat
kompos dan pembuangan air kotor/limbah
di saluran air kotor tersedia baik terbuka
ataupun tertutup serta mangalir lancar.
Tempat BAB Tempat dimana responden biasa Observasi dan Kuesioner 1. Tempat BAB sehat : Ordinal
membuang kotoran manusia (tinja) wawancara Apabila memenuhi syarat, yaitu
yang meliputi jenis jamban, terdapatnya akses dalam penggunaan
penggunaan jamban, dan tempat jamban baik sendiri maupun bersama,
pembuangan akhir tinja. jenis kloset leher angsa/latrine dan
pembuangan akhir tinja adalah tangki
septik atau SPAL (Saluran Pembuangan
Akhir Limbah).
75
septik atau SPAL (Saluran Pembuangan
Akhir Limbah).
Perumahan Sehat Kondisi dari rumah responden yang Wawancara Kuesioner 1. Keadaan rumah sehat : Ordinal
dinilai berdasarkan syarat bangunan dan observasi Apabila memenuhi persyaratan, yaitu atap
meliputi ventilasi, lantai, dinding, berplafon, dinding permanen, lantai bukan
atap, luas bangunan, dan tanah, memiliki jendela dan ventilasi yang
mendapatkan pencahayaan yang cukup, penerangan alami cukup, dan tidak
cukup, serta peletakan kandang padat huni (≤8m2 /orang), serta kandang
hewan ternak (bila ada). hewan ternak (apabila memiliki) berada
diluar rumah dan tidak menempel pada
tembok rumah.
76
Penyediaan Air Jenis sarana utama yang paling Wawancara Kuesioner 1. Penyediaan air bersih baik : Ordinal
Bersih sering dan paling banyak digunakan dan Observasi Apabila memenuhi persyaratan, yaitu
untuk seluruh rumah tangga, meliputi sumber air minum terlindungi (berasal dari
sumber air, kualitas fisik air, PAM / perpipaan / ledeng), sarana air
pengelolaan air minum, dan tempat bersih berada dalam radius 1 km dari
penampungan air minum. rumah dan >10 m dari sumber pencemaran
/ penampungan kotoran, tersedia
sepanjang waktu, kualitas fisik airnya baik
(tidak berwarna, berasa, berbau, keruh,
dan berbusa), pengelolaan air minum baik
(air dimasak sebelum diminum), serta
tempat penampungan air minum baik
(menggunakan wadah tertutup).
77
/ ledeng), sarana air bersih berada dalam
radius 1 km dari rumah dan >10 m dari
sumber pencemaran / penampungan
kotoran, tersedia sepanjang waktu, kualitas
fisik airnya baik (tidak berwarna, berasa,
berbau, keruh, dan berbusa), pengelolaan
air minum baik (air dimasak sebelum
diminum), serta tempat penampungan air
minum baik (menggunakan wadah
tertutup).
78
79
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Rancangan Penelitian
Pengumpulan data dirancang dengan menggunakan metode survey dimana kuisioner
merupakan instruman data yang pokok.
Survei merupakan suatu teknik pengumpulan informasi yang dilakukan
dengan cara menyusun daftar pertanyaan yang diajukan pada responden. Dalam
penelitian survei, peneliti meneliti karakteristik atau hubungan sebab akibat antar
variabel tanpa adanya intervensi peneliti. Pendekatan survei adalah salah satu
pendekatan penelitian yang pada umumnya digunakan untuk pemngumpulan data
yang luas dan banyak.
Van Dalen mengatakan bahwa survei merupakan bagian dari studi deskriptif
yang bertujuan untuk mencari kedudukan (status), fenomena (gejala) dan menentukan
kesamaan status dengan cara membandingkannya dengan standar yang sudah
ditentukan.
Survey dapat dilakukan secara pribadi ataupun kelompok. Persiapan survei
dilakukan secara sistematis dan berencana. Pemerintah, lembaga dan sebagainya
sebelum mengadakan survei sudah ditentukan: siapa pelaksananya, dilaksanakan
dimana, kapan, berapa lama, apa saja yang dilihat, data apa saja yang dikumpulkan,
menggunakan instrumen apa, bagaimana cara menarik kesimpulan, dan bagaimana
cara melaporkan.
80
D. Besar Sampel
Rumus untuk besar sampel bila kita ingin memperkirakan atau estimasi
terhadap prevalensi atau besaran masalah :
81
Cluster Sampling (Sampel Random Berkelompok) adalah cara pengambilan
sampel dengan membagi populasi sebagai cluster-cluster kecil, lalu pengamatan
dilakukan pada sampel cluster yang dipilih secara random.
Methode ini biasanya digunakan pada survey yang menggunaan peta area
(geografi), misalnya survey perumahan di perkotaan. Area kota dibagi kedalam
blok-blok, kemudian secara random dipilih blok-blok sebagai sampel pengamatan.
Cluster sampling ini digunakan ketika elemen dari populasi secara geografis
tersebar luas. Keuntungan penggunaan teknik ini adalah menjadikan proses
sampling lebih murah dan cepat daripada jika digunakan teknik simple random
sampling. Akan tetapi, hasil dari cluster sampling ini pada umumnya kurang
akurat dibandingkan simple random sampling
2. Lakukan pengumpulan data terhadap sampel
3. Bila ada satu rumah tangga terhadap sampel baduta dan ibu hamil pilih salah satu.
Dianjurkan memilih ibu hamil
4. Bila dalam satu rumah tangga terdapat dua baduta, maka diambil sampel yang
lebih tua (kakaknya)
82
f. Data jenis imunisasi yang diterima baduta
g. Data sanitasi lingkungan (perumahan, pembuangan sampah dan limbah,
sumber air, MCK serta pangan) anak usia 6 – 35 bulan
h. Data karakterisktik ibu hamil (nama, alamat, tanggal lahir, umur, ibu menikah,
jenis kelamin)
i. Data status gizi ibu hamil (LILA)
j. Data konsumsi suplemen zat besi pada ibu hamil
k. Data jenis infeksi pada ibu hamil
l. Data sanitasi lingkungan (perumahan, pembuangan sampah dan limbah,
sumber air bersih dan MCK, serta pangan) bumil
m. Data tingkat pengetahuan ibu hamil
n. Data pengeluaran pangan dan non-pangan
o. Data asupan pada ibu hamil, meliputi (energi, protein, zat besi, iodium,
vitamin A, asam folat, kalsium)
p. Data karakteristik keluarga baduta dan ibu hamil meliputi nama orang tua,
jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, dan jenis pekerjaan
2. Data Sekunder
Data gambaran umum Desa … Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten
Banyumas, Jawa Tengah. Mencakup (data desa, data posyandu, luas wilayah,
batas wilayah, mata pencaharian penduduk, sarana dan prasarana, jenis organisasi
dan hasil produksi).
83
e. LILA ibu hamil diukur dengan menggunakan pita LILA dengan kapasitas 33
cm dan ketelitian 0,1 cm.
Catatan :
Jika baduta berumur kurang dari 2 tahun diukur tinggi badannya (berdiri)
maka ditambahkan 0,7 cm untuk mengkonversi menjadi panjang badan.
Jika baduta berumur 2 tahun atau lebih dan diukur panjangnya (telentang)
maka dikurangi 0,7 cm untuk mengkonversi menjadi tinggi badan.
84
H. Pengolahan Data
1. Data Antropometri
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 (𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑜𝑝.𝑟𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛)
Rumus Z-Score = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 1 𝑆𝐷 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛
3. Data Pendapatan
Hasil wawancara diedit kembali lalu data dijumlahkan kemudian hasil yang
didapat diberi kode sesuai dengan kode yang telah ditetapkan. Berdasarkan
penggolongannya, Badan Pusat Statistik (BPS, 2008) membedakan pendapatan
menjadi 4 golongan adalah:
85
Data yang diperoleh diedit lalu jawaban yang sudah lengkap diberi kode-kode
tertentu agar mudah ditetapkan.
Hepatitis B 1 2 3
Polio 1 2 3 4
BCG 1
DPT 1 2 3 4
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
86
Rotavirus 1 2 3
Campak 1
MMR 1
Varisela 1 kali
I. Analisa Data
1. Univariat
Untuk memperoleh gambaran setiap variabel meliputi data continue :
a. Asupan zat gizi makro, yaitu energi (kkal) dan zat gizi protein (gr) dan asupan
zat mikro yaitu vitamin A (UI), vitamin C (mg), dn mineral Fe (mg), Iodium
(mcg), Kalsium (mg) pada anak usia 6-35 bulan.
Table ….
Frekuensi distribusi asupan energi dan zat gizi mikro pada anak usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Presentase ( %
No. Zat Gizi Kategori Jumlah (n) )
87
Cukup ( < 100 % AKG)
d. Asupan zat gizi makro, yaitu energi (kkal) dan zat gizi protein (gr) dan asupan
zat mikro yaitu vitamin A (UI), vitamin C (mg), dn mineral Fe (mg). Asam
folat (mcg), kalsium (mg) pada ibu hamil.
88
Table ….
Frekuensi distribusi asupan energi dan zat gizi mikro pada ibu hamil
( n = …. )
Presentase ( %
No. Zat Gizi Kategori Jumlah (n) )
89
Presentase ( %
Variabel Jumlah (n) )
Table ….
Frekuensi distribusi anak usia 6 – 35 bulan berdasarkan jenis pekerjaan orang tua
( n = …. )
Jumlah Presentase ( %
Variabel Kategori
(n) )
Sekolah
TNI / POLRI
PNS / Pegawai Swasta
Wiraswasta/Layanan jasa/Dagang
Jenis
Petani
Pekerjaan
Nelayan
Buruh / Tukang Ojek
Pensiunan
Lainnya
Table ….
Frekuensi distribusi anak usia 6 – 35 bulan berdasarkan jenis kelamin
( n = …. )
Variabel Kategori Jumlah (n) Presentase ( % )
Jenis Laki – laki
Kelamin Perempuan
Table ….
Frekuensi distribusi anak usia 6 – 35 bulan berdasarkan umur
( n = …. )
Presentase ( %
Variabel Kategori Jumlah (n)
)
Umur 0 – 12 bulan
90
13 – 24 bulan
25 – 35 bulan
Table ….
Frekuensi distribusi makanan yang diberikan selain ASI pada anak usia 6 – 23 bulan
( n = …. )
Presentase ( %
Variabel Kategori Jumlah (n)
)
Susu formula
Susu non formula
Air putih
Air gula
Makanan Air tajin
Yang Air kelapa
Diberikan Sari buah
Selain ASI Teh manis
Madu/ madu+air
Pisang dihaluskan
Bubur
Lainnya
Table ….
Frekuensi distribusi pola pemberian ASI pada anak usia 6 – 23 bulan
( n = …. )
Variabel Kategori Jumlah (n) Presentase ( % )
Pola ASI Ekslusif
Pemberian ASI Predominan
ASI ASI Parsial
Table ….
Frekuensi distribusi pola pemberian MP-ASI berdasarkan bahan makan anak usia 6 – 23
bulan
( n = …. )
Variabel Kategori Jumlah (n) Presentase ( % )
Jenis Makanan Lokal
Makanan Makanan Instan
91
f. Pola pemberian MP-ASI berdasarkan jenis makanan anak usia 6 – 23 bulan.
Table ….
Frekuensi distribusi pola pemberian MP-ASI berdasarkan jenis makanan anak usia 6 – 23
bulan
( n = …. )
Variabel Kategori Jumlah (n) Presentase ( % )
Pola Pemberian Sesuai
MP-ASI Tidak Sesuai
Table ….
Frekuensi distribusi pola pemberian imunisasi pada anak usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Jumlah Presentase ( %
Variabel Kategori
(n) )
Status Lengkap dan sesuai umur
Pemberian Tidak lengkap dan sesuai umur
Imunisasi Tidak lengkap
h. Status gizi anak usia 6 – 35 bulan berdasarkan index BB/U , TB/U, BB/TB atau
BB/PB, dan IMT/U.
Table ….
Frekuensi distribusi status gizi anak usia 6 – 35 bulan berdasarkan BB/U
( n = …. )
Jumlah Presentase ( %
Kategori
Variabel (n) )
Gizi buruk ( -3SD )
Gizi kurang( ≥-3 SD s/d < -2 SD )
Status Gizi
Gizi baik ( ≥ -2 SD s/d ≤ +2SD )
Gizi lebih ( > +2 SD )
Table ….
Frekuensi distribusi status gizi anak usia 6 – 35 bulan berdasarkan PB/U
( n = …. )
Jumlah Presentase ( %
Kategori
Variabel (n) )
Sangat pendek ( -3SD )
Pendek ( ≥ -3 SD s/d < -2 SD )
Status Gizi
Normal ( ≥ -2 SD s/d ≤ +2SD )
Tinggi ( > +2 SD )
92
Table ….
Frekuensi distribusi status gizi anak usia 6 – 35 bulan berdasarkan BB/PB
( n = …. )
Jumlah Presentase ( %
Kategori
Variabel (n) )
Sangat kurus ( > -3SD )
Kurus ( ≥-3 SD s/d < -2 SD )
Status Gizi
Normal ( ≥ -2 SD s/d ≤ +2SD )
Gemuk ( > +2 SD )
Table ….
Frekuensi distribusi status gizi anak usia 6 – 35 bulan berdasarkan BB/PB
( n = …. )
Jumlah Presentase ( %
Kategori
Variabel (n) )
Sangat kurus ( > -3SD )
Kurus ( ≥-3 SD s/d < -2 SD )
Status Gizi
Normal ( ≥ -2 SD s/d ≤ +2SD )
Gemuk ( > +2 SD )
Table ….
Frekuensi distribusi status gizi anak usia 6 – 35 bulan berdasarkan IMT/U
( n = …. )
Jumlah Presentase ( %
Kategori
Variabel (n) )
Sangat kurus ( > -3SD )
Kurus ( ≥-3 SD s/d < -2 SD )
Status Gizi
Normal ( ≥ -2 SD s/d ≤ +2SD )
Gemuk ( 2 SD )
Table ….
Frekuensi distribusi tingkat pendidikan ibu anak usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Presentase ( %
Variabel Kategori Jumlah (n)
)
Tidak sekolah
Tingkat Tidak tamat SD
Pendidikan Ibu Tamat SD
Tamat SMP/MTS
93
Tamat SMA/MA
Tamat D1/D2/D3
Tamat PT
Table ….
Frekuensi hygiene dan sanitasi makanan pantangan pada ibu hamil
( n = …. )
Presentase ( %
Variabel Kategori Jumlah (n)
)
Makanan Ada
Patangan
Tidak Ada
Bumil
Table ….
Frekuensi distribusi pola makan ibu hamil saat masa kehamilan
( n = …. )
Presentase ( %
Variabel Kategori Jumlah (n)
)
Pola Makan Baik
Ibu Hamil Buruk
Table ….
Frekuensi distribusi status gizi ibu hamil berdasarkan LILA
( n = …. )
Jumlah Presentase (
Variabel Kategori
(n) %)
Status Gizi Ibu 3. Status gizi baik
Hamil (LILA ≥ 23,5 cm )
Berdasarkan 4. Status gizi kurang/Kurang Energi
LILA Kronik (KEK) (LILA < 23,5 cm)
94
m. Tingkat pendidikan ibu hamil.
Table ….
Frekuensi distribusi tingkat pendidikan ibu hamil
( n = …. )
Presentase ( %
Variabel Kategori Jumlah (n)
)
Tidak sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tingkat
Tamat SMP/MTS
Pendidikan Ibu
Tamat SMA/MA
Tamat D1/D2/D3
Tamat PT
BIVARIAT
a) Asupan zat gizi anak usia 6-35 bulan berdasarkan tingkat pendidikan ibu (asupan energi,
protein, vitamin A, vit. C, iodium, kalsium, besi)
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Energi Dengan Tingkat Pendidikan Ibu Anak Usia 6 – 35
Bulan
( n = …. )
Tingkat Pendidikan Ibu
Tingkat Asupan Total
Tamat Tidak Tamat
Energi
n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Protein Dengan Tingkat Pendidikan Ibu Anak Usia 6 – 35
Bulan
( n = …. )
Tingkat Pendidikan Ibu
Tingkat Asupan Total
Tamat Tidak Tamat
Protein
n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
95
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vit.A Dengan Tingkat Pendidikan Ibu Anak Usia 6 – 35
bulan
( n = …. )
Tingkat Pendidikan Ibu
Tingkat Asupan Total
Tamat Tidak Tamat
Vit.A
n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vit.C Dengan Tingkat Pendidikan Ibu Anak Usia 6 – 35
bulan
( n = …. )
Tingkat Pendidikan Ibu
Tingkat Asupan Total
Tamat Tidak Tamat
Vit.C
n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Iodium Dengan Tingkat Pendidikan Ibu Anak Usia 6 – 35
bulan
( n = …. )
Tingkat Pendidikan Ibu
Tingkat Asupan Total
Tamat Tidak Tamat
Iodium
n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Kalsium Dengan Tingkat Pendidikan Ibu Anak Usia 6 – 35
Bulan
( n = …. )
Tingkat Pendidikan Ibu
Tingkat Asupan Total
Tamat Tidak Tamat
Kalsium
n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
96
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Besi Dengan Tingkat Pendidikan ibu Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Tingkat Pendidikan Ibu
Tingkat Asupan Total
Tamat Tidak Tamat
Besi
n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
b) Asupan zat gizi anak usia 6-35 bulan berdasarkan status pekerjaan orangtua (asupan
energi, protein, vitamin A, vit. C, iodium, kalsium, besi)
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Energi Dengan Status Pekerjaan Orang tua Anak Usia 6 – 35
bulan
( n = …. )
Status Pekerjaan Orang tua
Tingkat Asupan Total
Bekerja Tidak Bekerja
Energi
n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Protein Dengan Status Pekerjaan Orang tua Anak Usia 6 – 35
bulan
( n = …. )
Status Pekerjaan Orang tua
Tingkat Asupan Total
Bekerja Tidak Bekerja
Protein
n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vit.A Dengan Status Pekerjaan Orang tua Anak Usia 6 – 35
bulan
( n = …. )
Status Pekerjaan Orang tua
Tingkat Asupan Total
Bekerja Tidak Bekerja
Vit.A
n % n % n %
Cukup
97
Kurang
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vit.C Dengan Status Pekerjaan Orang tua Anak Usia 6 – 35
bulan
( n = …. )
Status Pekerjaan Orang tua
Tingkat Asupan Total
Bekerja Tidak Bekerja
Vit.C
n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Iodium Dengan Status Pekerjaan Orang tua Anak Usia 6 – 35
bulan
( n = …. )
Status Pekerjaan Orang tua
Tingkat Asupan Total
Bekerja Tidak Bekerja
Iodium
n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Kalsium Dengan Status Pekerjaan Orang tua Anak Usia 6 –
35 bulan
( n = …. )
Status Pekerjaan Orang tua
Tingkat Asupan Total
Bekerja Tidak Bekerja
Kalsium
n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
98
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Besi Dengan Status Pekerjaan Orang tua Anak Usia 6 – 35
bulan
( n = …. )
Status Pekerjaan Orang tua
Tingkat Asupan Total
Bekerja Tidak Bekerja
Besi
n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
c) Asupan zat gizi anak usia 6-35 bulan berdasarkan tingkat pendapatan (asupan energi,
protein, vitamin A, vit. C, iodium, kalsium, besi).
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Energi Dengan Tingkat Pendapatan Orang tua Anak Usia 6 –
35 bulan
( n = …. )
Tingkat pendapatan Keluarga
Tingkat
Asupan Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah n %
Energi
n % n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Protein Dengan Tingkat Pendapatan Orang tua Anak Usia 6 –
35 bulan
( n = …. )
Tingkat Tingkat pendapatan
Asupan Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah n %
Protein n % n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
99
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vit.A Dengan Tingkat Pendapatan Orang tua Anak Usia 6 –
35 bulan
( n = …. )
Tingkat Tingkat pendapatan
Asupan Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah n %
Vit.A n % n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vit.C Dengan Tingkat Pendapatan Orang tua Anak Usia 6 –
35 bulan
( n = …. )
Tingkat Tingkat pendapatan
Asupan Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah n %
Vit.C n % n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Iodium Dengan Tingkat Pendapatan Orang tua Anak Usia 6 –
35 bulan
( n = …. )
Tingkat Tingkat pendapatan
Asupan Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah n %
Iodium n % n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
Table ….
100
Hubungan Tingkat Asupan Kalsium Dengan Tingkat Pendapatan Orang tua Anak Usia 6
– 35 bulan
( n = …. )
Tingkat Tingkat pendapatan
Asupan Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah n %
Kalsium n % n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Besi Dengan Tingkat Pendapatan Orang tua Anak Usia 6 – 35
bulan
( n = …. )
Tingkat Tingkat pendapatan
Asupan Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah n %
Besi n % n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
d) Asupan zat gizi anak usia 6-35 bulan berdasarkan pola pemberian ASI (asupan energi,
protein, vitamin A, vit. C, iodium, kalsium, besi).
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Energi Dengan Pola Pemberian ASI Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Pola Pemberian ASI
Tingkat Asupan Total
Ekslusif Tidak Ekslusif
Energi
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Protein Dengan Pola Pemberian ASI Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Tingkat Asupan Pola Pemberian ASI Total
101
Protein Ekslusif Tidak Eksklusif
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vitamin A Dengan Penyakit Infeksi Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Pola Pemberian ASI
Tingkat Asupan Total
Eksklusif Tidak Eksklusif
Vitamin A
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vitamin C Dengan Pola Pemberian ASI Anak Usia 6 – 35
bulan
( n = …. )
Pola Pemberian ASI
Tingkat Asupan Total
Ekslusif Tidak Eksklusif
Vitamin C
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Iodium Dengan Pola Pemberian ASI Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Pola Pemberian ASI
Tingkat Asupan Total
Eksklusif Tidak Eksklusif
Iodium
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Kalsium Dengan Pola Pemberian ASI Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
102
Pola Pemberian ASI
Tingkat Asupan Total
Eksklusif Tidak Eksklusif
Kalsium
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Zat Besi Dengan Pola Pemberian ASI Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Pola Pemberian ASI
Tingkat Asupan Total
Eksklusif Tidak Eksklusif
Zat Besi
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
e) Asupan zat gizi anak usia 6-35 bulan berdasarkan frekuensi pemberian MP-ASI (asupan
energi, protein, vitamin A, vit. C, iodium, kalsium, besi).
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Energi Dengan Frekuensi Pemberian MP-ASI Anak Usia 6 –
35 bulan
( n = …. )
Frekuensi Pemberian MP-ASI
Tingkat Asupan Total
Sesuai Tidak Sesuai
Energi
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Protein Dengan Frekuensi Pemberian MP-ASI Anak Usia 6 – 35
bulan
( n = …. )
Frekuensi Pemberian MP-ASI
Tingkat Asupan Total
Sesuai Tidak Sesuai
Protein
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
103
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vitamin A Dengan Frekuensi Pemberian MP-ASI Anak Usia
6 – 35 bulan
( n = …. )
Frekuensi Pemberian MP-ASI
Tingkat Asupan Total
Sesuai Tidak Sesuai
Vitamin A
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vitamin C Dengan Frekuensi Pemberian MP-ASI Anak Usia
6 – 35 bulan
( n = …. )
Frekuensi Pemberian MP-ASI
Tingkat Asupan Total
Sesuai Tidak Sesuai
Vitamin C
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Iodium Dengan Frekuensi Pemberian MP-ASI Anak Usia 6 – 35
bulan
( n = …. )
Frekuensi Pemberian MP-ASI
Tingkat Asupan Total
Sesuai Tidak Sesuai
Iodium
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Kalsium Dengan Frekuensi Pemberian MP-ASI Anak Usia 6 – 35
bulan
( n = …. )
Frekuensi Pemberian MP-ASI
Tingkat Asupan Total
Sesuai Tidak Sesuai
Kalsium
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
104
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Zat Besi Dengan Frekuensi Pemberian MP-ASI Anak Usia 6
– 35 bulan
( n = …. )
Frekuensi Pemberian MP-ASI
Tingkat Asupan Total
Sesuai Tidak Sesuai
Zat Besi
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
f) Asupan zat gizi anak usia 6-35 bulan berdasarkan imunisasi (asupan energi, protein,
vitamin A, vit. C, iodium, kalsium, besi).
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Energi Dengan Status Imunisasi Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Status Imunisasi
Tingkat Asupan Total
Lengkap Tidak Lengkap
Energi
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Protein Dengan Status Imunisasi Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Status Imunisasi
Tingkat Asupan Total
Lengkap Tidak Lengkap
Protein
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vitamin A Dengan Status Imunisasi Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Status Imunisasi
Tingkat Asupan Total
Lengkap Tidak Lengkap
Vitamin A
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
105
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vitamin C Dengan Status Imunisasi Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Status Imunisasi
Tingkat Asupan Total
Lengkap Tidak Lengkap
Vitamin C
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Iodium Dengan Status Imunisasi Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Status Imunisasi
Tingkat Asupan Total
Lengkap Tidak Lengkap
Iodium
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Kalsium Dengan Status Imunisasi Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Status Imunisasi
Tingkat Asupan Total
Lengkap Tidak Lengkap
Kalsium
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Zat Besi Dengan Status Imunisasi Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Status Imunisasi
Tingkat Asupan Total
Lengkap Tidak Lengkap
Zat Besi
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
106
g) Asupan zat gizi anak usia 6-35 bulan berdasarkan infeksi (asupan energi, protein, vitamin
A, vit. C, iodium, kalsium, besi).
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Energi Dengan Penyakit Infeksi Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Penyakit Infeksi
Tingkat Asupan Total
Pernah Tidak Pernah
Energi
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Protein Dengan Penyakit Infeksi Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Penyakit Infeksi
Tingkat Asupan Total
Pernah Tidak Pernah
Protein
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vitamin A Dengan Penyakit Infeksi Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Penyakit Infeksi
Tingkat Asupan Total
Pernah Tidak Pernah
Vitamin A
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vitamin C Dengan Penyakit Infeksi Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Penyakit Infeksi
Tingkat Asupan Total
Pernah Tidak Pernah
Vitamin C
N % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
107
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Iodium Dengan Penyakit Infeksi Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Penyakit Infeksi
Tingkat Asupan Total
Pernah Tidak Pernah
Iodium
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Kalsium Dengan Penyakit Infeksi Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Penyakit Infeksi
Tingkat Asupan Total
Pernah Tidak Pernah
Kalsium
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Zat Besi Dengan Penyakit Infeksi Anak Usia 6 – 35 bulan
( n = …. )
Penyakit Infeksi
Tingkat Asupan Total
Pernah Tidak Pernah
Zat Besi
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Z - score anak usia 6-59 bulan berdasarkan asupan zat gizi meliputi (PB-TB/U, BB/U,
BB/TB, IMT/U)
Table ….
Hubungan Z - score (PB-TB/U) anak usia 6-59 bulan berdasarkan asupan zat gizi
( n = …. )
Asupan energi
Total
z-score PB-TB/U cukup Kurang
n % n % n %
Sangat pendek
Pendek
Normal
Tinggi
Total
108
Asupan protein
Total
z-score PB-TB/U cukup Kurang
n % n % n %
Sangat Pendek
Pendek
Normal
Tinggi
Total
Asupan vitamin A
Total
z-score PB-TB/U cukup Kurang
n % n % n %
Sangat Pendek
Pendek
Normal
Tinggi
Total
Asupan vitamin C
Total
z-score PB-TB/U cukup Kurang
n % n % n %
Sangat Pendek
Pendek
Normal
Tinggi
Total
Asupan iodium
Total
z-score PB-TB/U cukup Kurang
n % n % n %
Sangat Pendek
Pendek
Normal
Tinggi
Total
Asupan kalsium
Total
z-score PB-TB/U cukup Kurang
n % n % n %
Sangat Pendek
Pendek
Normal
Tinggi
Total
109
Asupan Fe
Total
z-score PB-TB/U cukup Kurang
n % n % n %
Sangat Pendek
Pendek
Normal
Tinggi
Total
Table ….
Hubungan Z - score (BB/U) anak usia 6-59 bulan berdasarkan asupan zat gizi
( n = …. )
Asupan energi
Total
z-score BB/U cukup Kurang
n % n % n %
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih
Total
Asupan protein
Total
z-score BB/U cukup Kurang
n % n % n %
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih
Total
Asupan vitamin A
Total
z-score BB/U cukup Kurang
n % n % n %
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih
Total
Asupan vitamin C
Total
z-score BB/U cukup Kurang
n % n % n %
Gizi buruk
Gizi kurang
110
Gizi baik
Gizi lebih
Total
Asupan iodium
Total
z-score BB/U cukup Kurang
n % n % n %
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih
Total
Asupan kalsium
Total
z-score BB/U cukup Kurang
n % n % n %
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih
Total
Asupan Fe
Total
z-score BB/U cukup Kurang
n % n % n %
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih
Total
Tabel ….
Hubungan Z - score (BB/TB) anak usia 6-59 bulan berdasarkan asupan zat gizi
( n = …. )
Asupan energi
Total
z-score BB/TB cukup Kurang
n % n % n %
Sangat kurus
kurus
Normal
Gemuk
Total
Asupan protein
Total
z-score BB/TB cukup Kurang
n % n % n %
Sangat kurus
111
kurus
Normal
Gemuk
Total
Asupan vitamin A
Total
z-score BB/TB cukup Kurang
n % n % n %
Sangat kurus
kurus
Normal
Gemuk
Total
Asupan vitamin C
Total
z-score BB/TB cukup Kurang
n % n % n %
Sangat kurus
kurus
Normal
Gemuk
Total
Asupan iodium
Total
z-score BB/TB cukup Kurang
n % n % n %
Sangat kurus
kurus
Normal
Gemuk
Total
Asupan kalsium
Total
z-score BB/TB cukup Kurang
n % n % n %
Sangat kurus
kurus
Normal
Gemuk
Total
Asupan Fe
Total
z-score BB/TB cukup Kurang
n % n % n %
Sangat kurus
kurus
112
Normal
Gemuk
Total
Table ….
Hubungan Z - score (IMT/U) anak usia 6-59 bulan berdasarkan asupan zat gizi
( n = …. )
Asupan energi
Total
z-score IMT/U cukup Kurang
n % n % n %
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Total
Asupan protein
Total
z-score IMT/U cukup Kurang
n % n % n %
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Total
Asupan vitamin A
Total
z-score IMT/U cukup Kurang
n % n % n %
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Total
Asupan vitamin C
Total
z-score IMT/U cukup Kurang
n % n % n %
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Total
Asupan iodium
Total
z-score IMT/U cukup Kurang
n % n % n %
113
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Total
Asupan kalsium
Total
z-score IMT/U cukup Kurang
n % n % n %
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Total
Asupan Fe
Total
z-score IMT/U cukup Kurang
n % n % n %
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Total
h) Asupan zat gizi ibu hamil berdasarkan tingkat pendidikan ibu hamil.
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Energi ibu hamil berdasarkan tingkat pendidikan ibu hamil.
( n = …. )
Pendidikan ibu hamil
Total
Asupan energi Tamat Tidak tamat
n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
114
n % n % n %
Cukup
Kurang
Total
Kurang
Total
115
j) Asupan zat gizi ibu hamil berdasarkan imunisasi.
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Energi Dengan Status Imunisasi Ibu Hamil
( n = …. )
Status Imunisasi
Tingkat Asupan Total
Lengkap Tidak Lengkap
Energi
n % n % n %
Cukup
Tidak cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Protein Dengan Status Imunisasi Ibu Hamil
( n = …. )
Status Imunisasi
Tingkat Asupan Total
Lengkap Tidak Lengkap
Protein
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vitamin A Dengan Status Imunisasi Ibu Hamil
( n = …. )
Status Imunisasi
Tingkat Asupan Total
Lengkap Tidak Lengkap
Vitamin A
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vitamin C Dengan Status Imunisasi Ibu Hamil
( n = …. )
Status Imunisasi
Tingkat Asupan Total
Lengkap Tidak Lengkap
Vitamin C
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
116
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Zat Besi Dengan Status Imunisasi Ibu Hamil
( n = …. )
Status Imunisasi
Tingkat Asupan Total
Lengkap Tidak Lengkap
Zat Besi
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Asam Folat Dengan Status Imunisasi Ibu Hamil
( n = …. )
Status Imunisasi
Tingkat Asupan Total
Lengkap Tidak Lengkap
Iodium
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Kalsium Dengan Status Imunisasi Ibu Hamil
( n = …. )
Status Imunisasi
Tingkat Asupan Total
Lengkap Tidak Lengkap
Kalsium
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
117
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Protein Dengan Penyakit Infeksi Ibu Hamil
( n = …. )
Penyakit Infeksi
Tingkat Asupan Total
Pernah Tidak Pernah
Protein
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vitamin A Dengan Penyakit Infeksi Ibu Hamil
( n = …. )
Penyakit Infeksi
Tingkat Asupan Total
Pernah Tidak Pernah
Vitamin A
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Vitamin C Dengan Penyakit Infeksi Ibu Hamil
( n = …. )
Penyakit Infeksi
Tingkat Asupan Total
Pernah Tidak Pernah
Vitamin C
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Zat Besi Dengan Penyakit Infeksi Ibu Hamil
( n = …. )
Penyakit Infeksi
Tingkat Asupan Total
Pernah Tidak Pernah
Zat Besi
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
118
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Asam Folat Dengan Penyakit Infeksi Ibu Hamil
( n = …. )
Penyakit Infeksi
Tingkat Asupan Total
Pernah Tidak Pernah
Asam Folat
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan Tingkat Asupan Kalsium Dengan Penyakit Infeksi Ibu Hamil
( n = …. )
Penyakit Infeksi
Tingkat Asupan Total
Pernah Tidak Pernah
Kalsium
n % n % n %
Cukup
Tidak Cukup
Total
Table ….
Hubungan LILA Ibu Hamil Dengan Asupan Protein Ibu Hamil
( n = …. )
Tingkat Asupan Protein
Total
LILA Ibu Hamil Cukup Tidak Cukup
n % n % n %
Gizi Baik
Gizi Kurang
Total
119
Table ….
Hubungan LILA Ibu Hamil Dengan Asupan Vitamin A Ibu Hamil
( n = …. )
Tingkat Asupan Vitamin A
Total
LILA Ibu Hamil Cukup Tidak Cukup
n % n % n %
Gizi Baik
Gizi Kurang
Total
Table ….
Hubungan LILA Ibu Hamil Dengan Asupan Vitamin C Ibu Hamil
( n = …. )
Tingkat Asupan Vitamin C
Total
LILA Ibu Hamil Cukup Tidak Cukup
n % n % n %
Gizi Baik
Gizi Kurang
Total
Table ….
Hubungan LILA Ibu Hamil Dengan Asupan Zat Besi
( n = …. )
Tingkat Asupan Zat Besi
Total
LILA Ibu Hamil Cukup Tidak Cukup
n % n % n %
Gizi Baik
Gizi Kurang
Total
Table ….
Hubungan LILA Ibu Hamil Dengan Asupan Asam Folat Ibu Hamil
( n = …. )
Tingkat Asupan Asam Folat
Total
LILA Ibu Hamil Cukup Tidak Cukup
n % n % n %
Gizi Baik
Gizi Kurang
Total
120
Table ….
Hubungan LILA Ibu Hamil Dengan Asupan Kalsium Ibu Hamil
( n = …. )
Tingkat Asupan Kalsium
Total
LILA Ibu Hamil Cukup Tidak Cukup
n % n % n %
Gizi Baik
Gizi Kurang
Total
121