You are on page 1of 21

Toksikologi

Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun, gejala-
gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban yang
meninggal.

Sedangkan racun sendiri adalah zat yang bekerja pada tuuh secara kimiawi dan
fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau
mengakibatkan kematian.

Berdasarkan tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi racun yang terdapat di
alam bebas, misalnya gas racun di alam, racun yang terdapat di rumah tangga; misalnya
deterjen,desinfektan,insektisida,pembersih (cleaners). Racun yang digunakan dalam
pertanian,misalnya insektisida,herbisida,pestisida. Racun yang digunakan dalam industri dan
laboratorium,misalnya asam dan basa kuat,logam berat. Racun yang terdapat dalam makanan
misalnya CN dalam singkong,toksin botulinus, bahan pengawet, zat aditif serta racun dalam
bentuk obat,misalnya hipnotik ,sedatif, dll. Ada racun yang bekerja lokal dan menimbulkan
beberapa reaksi misalnya perangsangan,peradangan atau korosif. Keadaan ini dapat
menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan dapat menyebabkan kematian akibat syok
neurogenik. Contoh racun korosif adalah asam dan basa kuat : H2SO4, HNO3, NaOH, KOH;
golongan halogen seperti fenol, lisol dan senyawa logam. Racun yang bekerja sistemik dan
mempunyai afinitas terhadap salah satu sistem misalnya barbiturat, alkohol, morfin terhadap
susunan saraf pusat, digitalis, oksalat terhadap jantung, CO terhadap hemoglobi darah.
Terdapat pula racun yang mempunyai efek lokal dan sistemik sekaligus misalnya asam karbol
yang menyebabkan erosi lambung dan sebagian yang diasbsorpsi akan menimbulkan depresi
susunan saraf pusat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keracunan adalah sebagai
berikut:

a. Cara masuk : keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi.
Cara masuk lain,berturut-turut ialah intravena ,intramuskular,
intaperitoneal,subkutan peroral dan paling lambat ialah bila melalui kulit yang sehat.

b. Umur : kecuali untuk beberapa jenis racun tertentu ,orang tua dan anak-anak lebih
sensitif misalnya pada barbiturat.
c. Kondisi tubuh : penderita penyakit ginjal umum nya lebih mudah mengalami
keracunan. Pada penderita demam dan penyakit lambung, absorpsi dapat terjadi
dengan lambat. Bentuk fisik dan kondisi fisik, misalnya lambung berisi atau kosong.

d. Kebiasaan : sangat berpengaruh pada racun golongan alkohol dan morfin,sebab


dapat terjadi toleransi ,tetapi toleransi tidak dapat menetap,jika pada suatu ketika
dihentikan, maka toleransi akan menurun lagi.

e. Idiosinkrasi dan alergi : pada vitamin E, penisilin ,streptomisisn dan prokain.


Pengaruh langsung racun tergantung pada takaran. Makin tinggi takaran akan makin
cepat (kuat) keracunan.

f. Waktu pemberian : untuk racun yang ditelan, jika ditelan sebelum makan,absorpsi
terjadi lebih baik sehingga efek akan timbul lebih cepat. Jangka pemberian untuk
waktu lama (kronik) atau waktu singkat/sesaat.

Kriteria diagnostik

Diagnosa keracunan didasarkan atas adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan
racun penyebab. Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan adanya racun pada sisa barang
bukti. Yang terpenting pada penegakan diagnosis keracunan adalah dapat ditemukan
racun/sisa racun dalam tubuh/cairan tubuh korban, jika racun menjalar secara sistemik serta
terdapat nya kelainan pada tubuh korban baik makroskopik maupun mikroskopik yang sesuai
dengan racun penyebab. Disamping itu perlu pula dipastikan bahwa korban tersebut benar-
benar kontak dengan racun.

Yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan korban keracunan ialah keterangan


tentang racun apa kira-kira yang merupakan penyebabnya, dengan demikian pemeriksaan
dapat dilakukan dengan lebih terarah dan dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya.

Pemeriksaan kedokteran forensik

Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan yang sejak
semula sudah dicurigai kematian diakibatkan oleh keracunan dan ada kasus yang sampai saat
sebelum autopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan. Harus
dipikirkan kemungkinan kematian akibat keracunan bila pada pemeriksaan setempat
terdapatkecurigaan akan keracunan,bila pada autopsi ditemukan kelainan yang lazim
ditemukan pada keracunan dengan zat tertentu,misalnya lebam mayat yang tidak biasa
(cheery pink colour pada keracunan CO, merah terang pada keracunan CN; kecoklatan pada
keracunan nitrit, nitrat, anilin, fanasetin dan kina) luka bekas suntikan sepanjang vena dan
keluarnya buih dari mulut dan hidung (keracunan morfin); bau amandel (keracunan CN) atau
bau kutu busuk (keracunan malation) serta bila pada autopsi tak ditemukan penyebab
kematian. Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan penting yaitu : pemeriksaan di tempat kejadian,autopsi dan analisis toksikologik.

Pemeriksaan di tempat kejadian

Pemeriksaan di tempat kejadian penting untuk membantu penentuan penyebab


kematian dan menentukan cara kematian. Pemeriksaan harus ditujukan untuk menjelaskan
apakah mungkin orang itu mati akibat keracunan misalnya dengan memeriksa tempat obat,
apakah ada sisa obat atau pembungkusnya. Jika diduga korban adalah seorang morfinis, cari
bubuk heroin, pembungkusnya atau alat penyuntik. Bila terdapat muntahan, apakah berbau
fosfor (bau bawang putih) bagaimana sifat muntahan misalnya seperti bubuk kopi (zat
kaustik), berwarna hitam (H2SO4 pekat), kuning (HNO3), biru kehijauan (CuSO4). Apakah
terdapat gelas atau alat minum lain, atau ada surat perpisahan/peninggalan jika merupakan
kasus bunuh diri. Mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang saat kematian,
kapan terakhir kali ditemukan dalam keadaan sehat, sebelum kejadian ini apakah si
pengusahan dan istri nya sehat-sehat saja. Berapa lama gejala timbul setelah makan/minum
terakhir, dan apa gejala-gejalanya. Bila sebelumnya sudah sakit, apa penyakitnya dan obat-
obat apa yang diberikan serta siapa yang memberi. Harus ditanyakan pada dokter yang
memberi obat, apa penyakitnya,obat-obat apa yang diberikan dan berapa banyak,juga
ditanyakan apakah apotik memberikan obat yang sesuai. Obat yang tersisa dihitung
jumlahnya. Dapat pula ditanyakan pada keluarga atau anak korban bagaimana keadaan
emosi kedua korban tersebut sebelumnya dan pekerjaan korban,sebab mungkin saja racun
diambil dari tempat ia bekerja atau mengalami industrial poisoning.

Mengumpulkan barang bukti, kumpulkan obat-obatan dan pembungkus nya bila ada,
muntahan harus diambil dengan kertas saring dan disimpan dalam toples periksa adanya
etiket dari apotik dan jangan lupa untuk memeriksa temopat sampah.

Pemeriksaan luar

1. Bau
Dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa kiranya yang ditelan oleh
korban. Pemeriksa dapat mencium bau amandel pada penelanan sianida, bau minyak
tanah pada penelanan larutan insektisida, bau kutu busuk pada malation, bau ammonia,
fenol (asam karbolat), lisol, alkohol, eter, kloroform dan lain-lain. Maka pada tiap kasus
keracunan pemeriksa selalu harus memperhatikan bau yang tercium dari pakaian, lubang
hidung dan mulut serta rongga badan. Segera setelah pemeriksa berada di samping
mayat ia harus menekan dada mayat dan menentukan apakah ada suatu bau yang tidak
biasa keluar dari lubang-lubang hidung dan mulut.

2. Pakaian

Pada pakaian dapat ditemukan bercak-bercak yang disebabkan oleh tercecernya racun
yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak berwarna berwarna coklat karena
asam sulfat atau kuning karena asam nitrat. Penyebaran bercak perlu diperhatikan karena
dari penyebaran itu kadang-kadang dapat diperoleh petunjuk tentang intensi/kemauan
korban yaitu apakah racun itu ditelan atas kemauannya sendiri (bunuh diri) atau dipaksa
(pembunuhan). Dalam hal korban dipegangi dan dicocoki secara paksa, maka bercak-
bercak akan tersebar pada derah yang luas. Selain itu pada pakaian mungkin melekat bau
racun.

3. Lebam mayat

Warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna, karena warna lebam
mayat pada dasarnya adalah manifestasi warna darah yang tampak pada kulit. Perhatikan
adanya kelainan di tempat masuknya racun. Kulit diperiksa untuk mencari luka bekas
suntikan yang baru.

4. Perubahan kulit

Misalnya hiperpigmentasi atau melanosis dan keratosis telapak tangan dan kaki pada
keracunan arsen kronik. Kulit berwarna kelabu kebiru-biruan pada keracunan perak (Ag)
kronik (deposisi perak dalam jaringan ikat dan korium kulit). Kulit akan berwarna
kuning pada keracunan tembaga (Cu) dan fosfor akibat hemolisis. Vesikel atau bula pada
tumit, bokong, dan punggung pada keracunan karbon monoksida dan barbiturat akut.
Diperhatikan juga pada kuku korban dimana pada keracunan arsen kronik dapat
ditemukan kuku yang menebal secara tidak teratur. Juga pada keracunan talium kronik
ditemukan kelainan trofik pada kuku. Kebotakan dapat ditemukan pada keracunan
talium,arsen, air raksa dan boraks.ikterik pada keracunan dengan zat hepatotoksik seperti
fosfor, karbon tetra klorida. Perdarahan pada pemakaian dicoumarol atau akibat bisa ular.

Pada pemeriksaan in situ perhatikan warna otot-otot dan alat-alat dimana pada
pemeriksaan kedua korban suami istri itu ditemukan warna merah muda cerah. Pada
sianida berwarna merah cerah. Warna coklat pada pada racun dengan ekskresi melalui
mukosa usus. Lambung mungkin tampak hiperemik atau kehitam-hitaman dan terdapat
perforasi akibat zat korosif.

5. Kuku
Pada keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku yang menebal secara tidak teratur.
Juga pada keracunan talium kronik ditemukan kelainan trofik pada kuku.

6. Rambut
Kebotakan (alopesia) dapat ditemukan pada keracunan talium, arsen, air raksa dan
boraks.

7. Sklera
Tampak ikterik pada keracunan dengan zar hepatotoksik seperti fosfor, karbon tetra
klorida. Perdarahan pada pemakaian dicoumarol atau akibat bisa ular.

Pembedahan Jenazah

Segera setelah rongga perut dan dada dibuka, tentukan apakah terdapat bau yang tidak
biasa (bau racun). Bila pada pemeriksaan luar tidak tercium ‘bau racun’ maka sebaiknya
rongga tengkorak dibuka terlebih dahulu agar bau visera tidak menyelubungi bau tersebut,
terutama bila yang dicurigai adalah sianida. Bau sianida, alkohol, kloroform dan eter akan
tercium paling kuat dalam tengkorak.

- Inspeksi in situ
Perhatikan warna otot-otot dan alat-alat; pada keracunan karobon monoksida tampak
merah muda cerah dan pada sianida merah cerah. Warna coklat pada racun dengan
eksresi melalui mukosa usus. Peradangan dalam usus karakteristik untuk keracunan air
raksa; biasanya pada kolon asenden dan transbversum ditemukan kolitis.

Lambung mungkin tampak hiepremik atau kehitam-hitaman dan terdapat perforasi


sebagai akibat zat korosif. Hati mungkin berwarna kuning karena degenerasi lemak
atau nekrosis pada keracunan zat-zat hepatotoksik seperti fosfor, karbon tetraklorida,
kloroform, alkohol, arsen, dan lain-lain.

Sebelum melakukan pemeriksaan, darah diambil dengan smeprit dan jarum yang
bersih. Diambil 2 contoh darah masing-masing sebanyak 50ml dari jantung sebelah
kanan dan sebelah kiri 2 contoh darah tepi diambil masing-masing sebanyak 30 ml dari
tempat yang berlainan. Umumnya dari vena leher atau subaksila dan arteri femoralis.

Perhatikan warna darah pada intoksikasi dengan racin yang menimbulkan hemolisis
(bisa ular, pirogalol, hidroquinon, dinitrofenol, dan arsen), darah dan organ-organ
dalam berwarna coklat kemerahan gelap. Pada racun yang menimbulkan gangguan
trombosit akan terdapat banyak bercak perdarahan pada organ. Bila terjadi keracunan
yang cepat menimbulkan kematian, misalnya sianida, alkohol, kloroform, maka darah
dalam jantung dan pembuluh darah besar tetap cair, dan tidak terdapat pembekuan
darah.

- Lidah
Perhatikan apakah ternoda oleh warna tablet atau kapsul obat atau menunjukan kelainan
disebabkan oleh zat korosif.

- Esofagus
Bagian atas dibuka sampai pada ikatan diatas diafragma. Adakah terdapat regurgitasi
dan selaput lendir diterhatikan akan adanya hiperemi dan korosi.

- Epiglotis dan glotis


Perhatikan apakah terdapat hiperemi atau edema, disebabkan oleh inhalasi atau aspirasi
gas atau uap yang merangsang atau akibat regurgitasi dan aspirasi zat yang
merangsang. Edemea glotis juga dapat ditemukan pada kematian akibat syok
anafilaktik, misalnya akibat penisilin.

- Paru-paru
Biasanya ditemukan yang tidak spesifik, berupa perbendungan akut. Pada inhalasi gas
uang merangsang seperti klorin dan nitrogen oksida ditemukan perbendungan dan
edema hebat, serta emfisema akut tterjadi karena batuk-batuk, dispne dan spasme
bronki.
Pada keracunan akut morfin, barbiturat, kloroform terdapat perbendungan dan edema;
bila korban tidak segera meninggal (delayed death) akan dapat ditemukan tanda-tanda
pneumonia.

- Lambunng dan Usus dua belas jari


Dipisahkan dari alat-alat lainnya dan diletakan dalam wadah yang bersih. Lambung
dibuka seoanjang kurvatura major dan diperhatikan aoakah mengeluarkan bau yang
tidak biasa. Perhatikan isi lambung, warnanya dan terdiri atas bahan-bahan apa. Bila
terdapat tablet atau kapsul, diambil dengan sendok dan disimpan secara terpisah untuk
mencegah disintegrasi tablet/kapsul.

Pada keracunan timah hitam akut, isi lambung berwarna putih karena terbentuk PbCl2;
pada penelanan 5-10 tablet ferro-sulfat sekaligus akan berwarna kebiru-biruan karena
terbentuk fesulfat. Pada penelanan asam nitrat, berwarna kuning karena reaksi
Xanthoproteik. Volume isi lambung diukur dan dimasukan dalam botol bersih. Selaput
lendir lambung diperhatikan warnanya, apakah terdapat hiperemi dan nekrosis;
diambikl potongan untuk pemeriksaan histopatologik kemudian diamasukan ke dalam
botol yang sudah berisi lambung.

Bila dicurigai korban telah menelan fosfor maka isi lambung harus dibuka di kamar
nitrogen sesaat sebelum dilakukan analisa toksikologik untuk mencegah terjadi oksidasi
fosfor. Bila bahan-bahan perlu dikirim ke kota lain maka lambungnya dan usus dua
belas jari tidak perlu dibuka.

Catatan:

Pada kasus-kasus ‘non-toksikologik’ hendaknya pembukaan lambung ditunda sampai


saat akhir autopsi atau sampai pemeriksa telah menemukan penyebab kematian. Hal ini
penting karenan umumnya pemeriksa baru teringat pada keracunan setelah oada akhir
autopsi ia tidak dapat menemukan penyabab kematian.

- Usus-usus
Secara rutin usus-usus sebaiknya dikirim seluruhnya dengan ujung-ujung terikat.
Pemeriksaan isi usus siperlukan pada kematian yang terjadi beberpa jam setelah korban
menerima zat beracun dan ingin diketahui berapa lama waktu tersebut. Isi usus
dikeluarkan dengan membuka salah satu ikatan dan mengurut usus. Isi usus ditampung
dalam gelas yang telah ditera dan ditentukan beratnya. Cara lain adalah dengan
membuka usus-usus dan dengan sendok, isi usus dimasukan dalam gelas yang sudah
berisi usus-usus.

Dalam isi usus kadang-kadang dapat ditemuka enteric coated tablets atau tablet-tablet
lain yang belum tercerna. Perulu diambil potongan-potongan untuk pemeriksaan
histologik. Bila usus dikirim tanpa dibukam ahli toksologi yang akan melakukan hal
tersebut.

Fosfor kunging (yellow phosphrous) tanpa mengalami perubahan dikeluarkan dalam


feses. Hal ini dapat diperiksa dengan uji Mitscherlich (feses dibuat asam dengan
menambahkan asam sulfat. Lakukan destilasi dalam kamar yang digelapkan. Pada
kondensor tempat uap berkondensasi akan terlihat fosforesensi). Fosfor dalam racun
tikus dicampur dengan dedak. Pada orang yang menelan racun tikus tersebut butir-butir
dedak dapat dipisahkan dari feses dan ditentukan ukurannya sehingga dapat diketahui
macam racun tikus yang ditelan. Bila sudah terjadi ganguan fungsi hati; hati berwarna
kelarbu atau kuning jeruk lemon.

Pada penelanan pil kina dapat dilakukan uji yang sederhana atas feses. Feses dilarutkan
dengan sedikit akuades dan ditambahkan asam sulfat encer. Bila diperiksa dengan sinar
ultra-violet akan menunjukan fluoresensi kebiru-biruan. Pada keracunan Pb akut, feses
berwarna hitam karena terbentuk Pb-Sulfida. Dengan foto X ditemukan bercak-bercak
radio-opak. Pada keracunan zat besi, pada anak kecil yang menelan 5-10 tablet ferro-
sulfat, feses berarna kebiru-biruan kaena terbentuk besi-fosfat.

Pada orang yang menderita keracunan jamur (mushroom), fungus atau tummbuh-
tumbuhan, pemeriskaan feses dapat membantu. Pada keracunan jamur Amanita
phalloides dapat ditemukan sopra berbentuk subgloboid, berwarna putih dengan ukuran
8-11u x 7-9u.

Dari isi usus dapat diekstraksi toksinnya yang merupakan suatu peptida, dan dapat
dilakukan pemeriksaan kimiawi dan biologik dengan hewan percobaan.

- Hati
Apakah terdapat degenerasi lemak atau nekrosis. Degenerasi lemak sering ditemukan
pada peminum alkohol. Nekrosis dapat ditemukan pada keracunan fosfor, karbon
tetraklorida, kloroform dan trinitro toluena. Setelah diambil potongan untuk
pemeriksaan histologik, seluruh hati atau paling sedikit 500 gram berikut kandung
empedu diambil. Hati diambil cukup banyak karena takaran toksik kebanyakan racun
sering kurang dari beberapa miiigram per kilogram berat badan, lagi pula pada mayat
konsentrasi yang tertinggal dalam tubuh mungkin jauh di bawah jumlah tersebut. Hati
merupakan aiat detoksifikasi utama dan memiliki kemanv puan untuk
mengkonsentrasikan zat-zat beracun. Jadi kadar racun daiam hati dapat 100 kali lebih
tinggi daripada dalam darah. Dengan demikian hati merupakan bahan yang penting
untuk analisis toksikologik, misalnya arsen, barbiturat dan imipramine.

- Ginjal
Perubahan degeneratif pada korteks ginjal dapat di-sebabkan oleh racun yang
merangsang. Ginjal agak membesar, korteks membengkak, gambaran tidak jelas dan
berwarna suram kelabu kuning. Perubahan in! dapat dijumpai pada keracunan dengan
per-senyawaan bismuth, air raksa (HgCI2), sulfonamid, fenol, lisol, kar-bon
tetraklorida. Setelah diambil potongan untuk pemeriksaan histologik, kedua ginjal
diambil dan disimpan masing-masing daiam botol tersendiri. Umumnya analisis
toksikologik ginjal terbatas pada kasus-kasus keracunan logam berat atau pada
pencarian racun secara umum (general unknown) atau biia pada pemeriksaan histologik
ditemukan kristal-kristal Ca-oksalat atau sulfonamid.

- Urin
Dengan semprit dan jarum yang bersih, seluruh urin diambil dari kandung kemih. Bila
bahan akan dikirim ke kota lain maka urin dibiarkan berada dalam kandung kencing
dan dikirim in toto; prostat dan kedua ureter diikat dengan tali. Walaupun kandung
kemih tampak kosong, kandung kemih harus diambil untuk pemeriksaan toksikologik.
Banyak racun dan/atau metabolitnya dikeluarkan dalam urin. Pada kebanyakan kasus
malah dalam konsentrasi yang tinggi.

Selain Itu urin merupakan cairan yang baik sekali untuk spot tests yang mudah
dikerjakan sehingga dapat diperoleh petunjuk per-tama dalam suatu analisis
toksikologik secara sistematis. Satu atau dua ml urin yang oleh dokter serlng dianggap
tidak ada gunanya, sangat berharga di tangan seorang ahli tokslkologi.

- Otak.
Pada keracunan akut dengan kematian yang cepat biasanya tidak ditemukan edema otak
misalnya pada kematian cepat akibat barbiturat atau eter dan juga pada keracunan
kronik arsen atau timah hitam. Perdarahan kecil dalam otak dapat ditemukan pada
keracunan karbon monoksida, barbiturat, nitrogen oksida dan logam berat seperti air
raksa, arsen dan timah hitam. Ensefalomalasi globus palidus terkadang ditemukan pada
keracunan akut karobon monoksida atau barbiturat dengan korban yang sempat hidup
selama beberapa hari. Setelah pengambilan potongan-potongan jaringan untuk
pemeriksaan histologik, otak diambil sebanyak 500 gram (kedua bagian frontal) atau
seluruhnya. Jaringan lipoid otak dapat mengan-dung banyak racun. Woroform terdapat
dalam jaringan otak mes-kipun sudah terjadi pembusukan yang lanjut. Selain itu,
senyawa volatil dapat dicari dalam jaringan otak, seperti anestetika eter dan fluothane,
karbon tetraklorida dan perkloretilena, serta bahan pelarut lain seperti benzena.

Pada keracunan insektisida golongan organofosfat dapat dilakukan penentuan aktivitas


enzim asetilkolinesterase dalam jaring-an otak. Perlu diketahui bahwa obat-obat yang
bekerja pada otak tidak selalu terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam jarlngan otak,
malah mungkin konsentrasi dalam hati lebih tinggi. Walaupun demikian otak selalu
harus dikirimkan dalam kasus general unknown, bahkan seluruhnya, karena jaringan
otak dapat mengandung banyak macam racun dan karena jaringan otak berikut
ekstraknya secara teknis mudah ditangani oleh ahli toksikologi.

- Jantung
Racun-racun yang menyebabkan degenerasi parenkim, iemak atau hidropik pada
epiteiium ginjal dapat menyebabkan degenerasi sel-sel otot jantung sehingga jantung
menjadi lunak, berwama merah pucat atau coklat kekuning-kuningan dan ventrikel
mungkin melebar.

Pada keracunan karbon monoksida, bila korban hidup selama 48 jam atau lebih, dapat
ditemukan perdarahan berbercak dalam otot septum interventrikel bagian ventrikel kiri
atau perdarahan bargaris pada muskulus papillaris ventrikel kiri dengan garis-garis
menyebar radier dari ujung otot tersebut sehingga tampak gambaran seperti kipas.

Pada keracunan arsen hampir selalu ditemukan perdarahan kecil-kecil seperti nyala api
{flame Ike) di bawah endokardium septum interventrikel ventrikel kiri. Juga pada
keracunan fosfor dapat ditemukan perubahan-perubahan seperti itu.

- Limpa
Selain perbendungan akut, limpa tidak menunjukkan kelainan patologik. Limpa jarang
dipergunakan dalam analisis tok-sikologik, sehingga umumnya limpa tidak diambil,
kecuali bila tidak dapat diperoleh darah lagi dari jantung dan pembuluh-pembuluh
darah besar. Juga pada persangkaan keracunan sianida, limpa diambil karena ternyata
kadar sianida dalam limpa adalah beberapa kali lebih besar daripada kadar dalam darah.
Selain itu diketahui bahwa sianida postmortal dapat menghilang dari darah dan
jaringan, serta ternyata bahwa jaringan otak bagian sentral dan limpa dapat lebih
bertahan terhadap proses menghilangnya sianida postmortem. Pb dalam limpa juga
terdapat dalam kadar yang tinggi.

- Empedu
Empedu merupakan bahan yang baik untuk penen-tuan glutetimida (doriden), quabaina
(Strophantin, Strophantus gratus), morfin dan heroin.

Darah, lambung, usus-usus, hati berikut kandung empedu, gin-jal dan urin, serta otak
harus diambil secara rutin. Selain itu mungkin masih perlu dikirimkan bahan-bahan
lain, tergantung dari racun apa yang harus dicari.

- Paru-paru
Pada keracunan karena inhalasi gas atau uap beracun, paru-paru diambil, dikirim dalam
botol kedap udara (air-tight).

- Jaringan lemak
Lemak diambil sebanyak 200gram dari jaringan lemak bawah kulit daerah perut.
Beberapa racun cepat diabsorpsi dalam jaringan lemak dan kemudian dengan lambat
dilepaskan ke dalam darah.

Sebagai contoh, pada anestesi dengan pentotal intravena, setelah sadar kembali,
pentotal masih dapat ditemukan dalam jaring-an temak sedangkan dalam darah
kadarnya praktis nol.

Selain itu racun-racun yang laart dalam lemak seperti hidrokarbon berhalogen
(kloroform, karbon tetraklorida, dsb), DDT (chlorophenothane) dan anestetika
ditemukan dalam jaringan lemak. Pada DDT malah kon-sentrasi tertinggi terdapat
dalam jaringan lemak.

- Jaringan sekitar tempat suntikan


Kulit, jaringan lemak dan otot pada tempat suntik dalam radius 5-10 cm diambil bila
terdapat persangkaan bahwa korban meninggal akibat penyuntikan.
- Rambut dan kuku
Pada persangkaan keracunan arsen, rambut kepala dan kuku harus diambil. Rambut-
rambut diikat terlebih dahulu sebelum dicabut, harus berikut akarnya, dan kemudian
diberi label agar ahli toksikologi dapat mengenali mana yang bagian proksimal atau
distal. Tambut diambil kira-kira sebanyak 10gram tanpa menggunakan bahan
pengawet. Sebelum melakukan pemeriksaan, ahli toksikologi akan menyusun rambut
dengan teliti, akar setiap rambut harus sesuai dengan akar rambut lainnya. Kemudian
ikatan rambut digunting menjadi beberapa bagian, mulai dari bagian proksimal dan
setiap bagian panjangnya 1/2 inci atau 1 cm. Terhadap setiap bagian itu ditentukan
kadar arsen.

Penentuan harus dilakukan dengan cara demikian karena beberapa menit setelah arsen
diabsorpsi, mulai terjadi deposisi arsen dalam sei-sel germinativum dalam matriks
rambut, oleh karena itu dalam bagian proksi mal yang mengandung akar rambut akan
menunjukkan kadar arsen yang tinggi. Dengan tumbuhnya rambut penumpukan arsen
itu akan turut ber pindah ke arah distal. Bila beberapa minggu atau bulan kemudian
korban menelan lagi sejum-lah arsen (dosis ke-2) maka terjadi lagi penimbunan arsen
dalam akar rambut. Dengan demikian akan ditemukan penumpukan arsen di dua
tempat, yang terpisah oleh bagian yang relatif mengandung sedikit arsen. Dengan
menentukan kadar arsen pada setiap baqian mulai dari proksimal ke distal, dapat
diketahui bahwa dalam contoh di atas telah terjadi 2 kali penelanan arsen.

Selanjutnya diketahui bahwa rambut tumbuh dengan kecepatan 13mm (1/2 inci) per
bulan yaitu 0,4-0,5mm/hari (kecepatan tumbuh ini bervariasi). Angka-angka yang
dikemukakan oleh beberapa ahli adalah 1cm tiap 20 hari. 0,31-0,36mm/hari. 9,3-
10,2mm/bulan. Dengan diketahuinya kecepatan pertumbuhan rambut, dapat
diperhitungkan waktu atau saat terjadinya penelanan arsen.

Bila penentuan tidak difakukan berdasarkan fraksi (bagian per bagian) tetapi sekaiigus
atas seluruh rambut maka kadar yang rendah akan diperoleh yang mungkin akan
menunjukkan kadar normal (0,1 ug/100 mg dengan batas tetinggi 0,3 ug/100 mg).
Sedangkan pada keracunan arsen dapat ditemukan kadar yang tinggi dalam akar
rambut, misalnya 25 ug/100 mg, kadang-kadang malah sampai beberapa mg per 100
mg. Kadar di atas 0,5 ug/100 mg dianggap sebagai abnormal.
Kuku diambil sebanyak 10gram, di dalamnya selalu harus terdapat kuku-kuku ke dua
ibu jari tangan dan kaki. Kuku dicabut dan dikirim tanpa diawetkan. Toksikolog akan
membagi masing-masing kuku dalam 3 bagian mulai dari bagian proksimal. Penentuan
juga dilakukan atas masing-masing bagian. Kadar tertinggi ditemukan dalam 1/3 bagian
proksimal, karena beberapa menit setelah penelanan, sudah terjadi deposisi arsen pada
akar kuku. Kuku-kuku tumbuh dengan kecepatan kira-kira 3,2mm/bulan atau
0,12mm/hari. Bila ditemukan kadar yang tinggi dalam lambung maka akan ditemukan
kadar yang tinggi pada bagian akar rambut dan bagian akar kuku.

Pengambilan Bahan Pemeriksaan Toksikologik

Para dokter hendaknya mengetahui dengan baik bahan apa yang harus diambil, cara
mengawetkan dan cara pengiriman.

Tidak jarang seorang dokter mengirimkan bahan yang salah atau dalam jumlah
terlampau sedikit. Dengan demikian jelas bahwa ahli toksikologi tidak dapat memenuhi
permintaan dokter tersebut.

Pada semua kasus, bahan tersebut di bawah ini perlu diambil. Sekalipun dokter yang
melakukan autopsi sudah memperoleh petun-juk yang cukup kuat bahwa ia sedang
menhadapi suatu jenis racun, hendaknya ia tetap mengambil bahan-bahan secara lengkap.
Misainya, sudah jelas bahwa karbon monoksida adalah racun penyebab kematian sehingga
pada hakekatnya pengiriman darah saja sudah cukup untuk pemeriksaan toksikologi. Tetapi
selalu ter-dapat kemungkinan bahwa setelah beberapa hari timbul kecurigaan akan adanya
racun lain terlibat dalam peristiwa kematian tersebut. Misainya, korban diberi obat tidur
terlebih dahulu sebelum ia diracuni dengan gas yang mengandung karbon monoksida. Untuk
penentuan racun lain itu dibutuhkan bahan-bahan lain, selain darah.

Adalah lebih baik mengambil bahan dalam keadaan segar dan lengkap pada waktu
autopsi daripada kemudian harus mengadakan penggalian kubur untuk mengambil bahan-
bahan yang diperlukan dan melakukan analisis toksikologik atas jaringan yang sudah busuk
atau yang sudah diawetkan (dengan formalin).

Darah jantung diambil secara terpisah dari sebelah kanan dan sebelah kiri masing-
masing sebanyak 50 ml. Darah tepi sebanyak 30-50 ml, diambil dari vena iliaka komunis,
bukan darah dari vena porta.

Diketahui setelah orang menelan glukosa, dapat terjadi difusi ke bilik jantung sebelah
kanan, sehingga kadar glukosa dalam darah sebelah kanan lebih tinggi daripada dalam darah
sebelah kiri. Dikuatirkan bahwa difusi seperti itu dapat juga terjadi pada obat/ racun,
sehingga penentuan konsentrasi atas darah jantung sebelah kanan saja akan memberikan
kesan yang salah tentang konsentrasi obat/racun dalam darah.
Akhir-akhir ini diketahui bahwa setelah seseorang meninggal, tubuhnya tetap
merupakan 'pabrik kimia' yang efisien. Sianida, aceton dan alkohol ternyata dapat terbentuk
dalam jaringan yang membusuk. Dengan demikian pengambilan dari beberapa tempat yang
berlainan, meskipun dalam jumlah lebih kecil, dianggap lebih baik daripada pengambilan
darah dalam jumlah besar dari satu tempat. Bila misalnya dalam beberapa contoh darah yang
diambil dari berbagal tempat diketemukan konsentrasi yang sama, maka dengan aman dapat
dinyatakan bahwa racun bersangkutan berasal dari luar tubuh (terpapar dari luar), sebab
proses bakteriologik kimiawi yang terjadi dalam tubuh yang telah membusuk tidak
berlangsung serentak dengan kocopatan yang tepat sama di seiuruh tubuh.

Pada korban yang masih hidup, darah adalah bahan yang ter-penting Ambil 2 contoh
darah masing-masing minimal 5 ml; yang pertama diberi pengawet NaF 1 % dan yang lain
tanpa pengawet.

Urin diambil semua yang ada dalam kandung kemih. Bilasan lambung juga diambil
semuanya. Pada mayat diambil lambung beserta isinya. Lambung diikat pada perbatasan
dengan usus dua belas jari agar pil/tablet tidak hancur. Atau dengan cara lain, dokter
membuka sendiri lambung ter-sebut, kemudian mencatat kelainan-kelainan yang didapat,
bam dikirim ke laboratorium sehingga dapat diperkirakan jenis racunnya.

Usus beserta isinya. Bahan ini sangat berguna terutama bila kematian terjadi dalam
waktu beberapa jam setelah menelan racun sehingga dapat diperkirakan saat kematian dan
dapat puia dite-mukan pit yang tak dapat hancur oleh lambung {enteric-coated).

Usus diikat tiap 60 cm atau diikat pada batas usus halus dan usus besar dan antara
usus besar dan poros usus. Ikatan tersebut berguna untuk mencegah isi usus oral tidak
tercampur dengan isi usus anal.

- Hati

Semua hati harus diambil setelah disisihkan untuk pemeriksaan patologi anatomi dengan
alasan: (1) Takaran toksik kebanyakan racun sangat kecil, hanya beberapa mg/kg
sehingga kadar racun dalam tubuh sangat rendah dan untuk menemukan racun, bahan
pemeriksaan harus banyak, dan (2) Hati merupakan tempat detoksikasi tubuh terpenting.
Organ ini mempunyai kemam-puan untuk mengkonsentrasikan racunracun sehingga
kadar racun daiam hati sangat tinggi.

- Ginjal

Keduanya harus diambil. Ginjal penting pada keadaan jntoksikasi logam, pemeriksaan
racun secara umum dan pada kasus di mana secara histologik ditemukan Ca-oksalat dan
sulfo-namide.
- Otak

Jaringan lipoid dalam otak mempunyai kemampuan untuk menahan racun, misainya
CHCI3 tetap ada walaupun jaringan otak telah membusuk. Otak bagian tengah penting
pada intoksikasi CN karena tahan terhadap pembusukan (CN dapat terbentuk pada
pembusukan).

- Urin

Penting karena merupakan tempat ekskresi sebagian besar racun sehingga dapat untuk
tes pendahuluan (spot test), Juga penting untuk pemeriksaan penyaring racun dari
golongan narkotika atau stimulan.

- Empedu

Sebaiknya kandung empedu jangan dibuka agar cairan empedu tidak mengalir ke hati
dan mengacaukan pemeriksaan.

Bahan tersebut di atas umumnya sudah cukup untuk mem-berikan informasi pada
keracunan akut yang masuk melaiui mulut. Tetapi pada beberapa keadaan dapat diambil
limpa, jantung, likuor otak, jaringan lemak (insektisida, obat anestesi), otot (CO, Pb),
ram-but (Arsen).

Cara lain adalah dengan mengambil dari tiga tempat; (a) tern pat masuk racun (lambung,
tempat suntlkan); (b) darah, yang menandakan racun beredar secara sistemik; dan (c)
tempat keluar (win, empedu).

Menurut Curry, contoh bahan pemeriksaan yang rutin harus diambil adalah lambung
beserta isinya, darah, seluruh hati dan urin.

Wadah Bahan Pemeriksaan Toksikologik

Untuk wadah bahan pemeriksaan toksikologik, ideealnya diper-lukan minimal 9


wadah karena masing-masing bahan pemeriksaan ditempatkan secara tersendiri, tidak boleh
dicampur, yaitu : 2 buah Peles a 2 liter untuk hati dan usus; 3 peles a 1 liter untuk lambung
beserta isinya, otak dan ginjal; 4 botol a 25 ml untuk darah (2 buah), urin dan empedu.
Wadah harus dibersihkan terlebih dahulu dengan mencucinya dengan asam kromat hangat
lalu dibilas akuades dan dikeringkan.

Bahan Pengawet

Sebenarnya yang paling baik adalah tanpa pengawet, tetapi bahan pemeriksaan harus
disimpan dalam lemari es.

Bila terpaksa misalnya karena pemeriksaan toksikologik tidak dapat ditakukan dengan
segera tetapi beberapa hart kemudian, maka dapat digunakan bahan pengawet yaftu; (a)
Alkohol absolut; (b) Larutan garam dapur jenuh; (c) Larutan NaF 1 %; (d) NaffSt; Na sitrat
(5 ml NaF + 50 ml Na sitrat untuk tiap 10 ml bahan); dan (e) Na benzoat + fenil merkuri nit
rat (hanya untuk urin). Volume pengawet sebaiknya minimal dua kali volume bahan
pemeriksaan. Penggunaan pengawet alkohol tidak dapat dibenarkan pada keracunan alkohol
dan sebaiknya juga tidak digunakan untuk racun yang mudah menguap.

Cara Pengiriman

Apabila pemeriksaan toksikologi dilakukan di institusi lain, maka pengiriman bahan


pemeriksaan toksikologik harus memenuhi kriteria: Satu tempat hanya berisi satu contoh
bahan pemeriksaan, contoh bahan pengawet harus disertakan untuk kontrol, tiap tempat yang
telah terisi disegel dan diberi label yang memuat keterangan mengenai tempat pengambilan
bahan, nama korban, bahan pengawet dan isinya. Hasil autopsi harus disertakan secara
singkat, jika mungkin sertakan pula anamnesis dan gejala-gejala klinik. Surat permintaan
pemeriksaan dari penyidik harus disertakan dan memuat identitas korban dengan lengkap dan
dugaan racun apa yang menyebabkan intoksikasi.

Semua yang tersebut diatas dikemas dalam suatu kotak dan harus dijaga agar botol
tertutup rapat sehingga tidak ada kemungkinan tumpah atau pecan dalam pengiriman. Kotak
harus diikat dengan tali yang setiap persilangannya diikat mati serta diberi lak pengaman.

Pensegelan dilakukan oleh polisi yang juga harus membuat berita acara penyegelan
dan berita ini harus disertakan dalam pengiriman bahan pemeriksaan, demikian pula berita
acara pensegelan barang bukti lain seperti sisa racun/obat. Dalam berita acara tersebut harus
terdapat contoh kertas pembungkus segel/materai yang digunakan. Jika jenazah akan
diawetkan, maka pengambilan contoh bahan harus diiakukan sebelum pengawetan jenazah
Tidak dibenarkan mengambil setelah pengawetan karena formalin yang biasanya digunakan
untuk pengawetan jenazah dapat menyulitkan pemeriksaan dan kadang kala malah merusak
racun. Pada pengambilan contoh bahan dari korban hidup, alkohol tidak dapat dipakai
sebagai desinfektan likal saat pengambilan darah, hal ini untuk menghilangkan kesulitan
dalam penarikan kesimpulan bila kasus menyangkut alkohol. Sebagai gantinya dapat
digunakan sublimat 1% atau mercuri klorida 1%.

Keracunan karbon monoksida :

Karbon monoksida (CO) adalah tracun yang tertua dalam sejarah manusia. Gas CO
adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak merangsang selaput lendir. Sumber
gas CO dapat ditemukan pada hasil pembakaran, motor yang menggunakan bensin, gas arang
batu, alat pemanas berbahan bakar gas, lemari es gas, cerobong asap yang tidak bekerja
dengan baik.

Farmakokinetik: CO hanya diserap ,melalui paru dan sebagian besar diikat oleh
hemoglobin secara reversibel, membentuk karboksi-hemoglobin. Selebihnya mengikat diri
dengan mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskuler lain. CO bukan merupakan
racun yang kumulatif. Absorpsi atau ekskresi CO ditentukan oleh kadar CO dalam udara
lingkungan, kadar COHb sebelum pemaparan , lamanya pemaparan dan ventilasi paru.

Farmakodinamik: CO bereaksi dengan Fe dari porfirin dan karena itu CO bersaing


dengan O2 dalam mengikat protein heme yaitu hemoglobin, mioglobin, sitokrom oksidase
dan sitokrom P-450, Hb dan sitokrom A3. Dengan diikatnya Hb, menjadi COHb
mengakibatkan Hb menjadi inaktif sehingga darah berkurang kemampuannya untuk
mengangkut O2. Konsentrasi CO dalam udara lingkungandan lama nya inhalasi menentukan
kecepatan timbulnya gejala-gejala ataru kematian.

Tanda dan gejala keracunan: Gejala keracunan CO berkaitan dengan kadar COHb
dalam darah. Pada gejala saturasi sampai dengan 10% tidak terdapat gejala-gejala. Pada
kondisi ekstrim dimana kadar presentasi saturasi COHb mencapai 70-80 % gejala-gejala nya
nadi lemah, pernafasan lambat, gagal pernafasan dan mati.

Pemeriksaan kedokteran forensik: diagnosis keracunan CO pada korban hidup


biasanya berdasarkan anamnesis adanya kontak dan ditemukannnya gejala keracunan CO.
Pada korban yang mati tidak lama setelah keracunan CO, ditemukan lebam mayat berwarna
merah muda terang, yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30% atau lebih. Pada
analisa toksikologik darah akan ditemukan adanya COHb. Kelainan yang dapat ditemukan
adalah kelainan akibat hipoksemia dan komplikasi yang timbul selama penderita dirawat.

Pemeriksaan laboratorium: untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan


uji dilusi alkali. Perlu diperhatikan bahwa darah yang dapat digunakan sebagai kontrol dalam
uji dilusi alkali ini. Haruslah darah dengan Hb yang normal. Jangan gunakan darah Foetus
karena dikatakan bahwa darah Foetus juga bersifat resisten terhadap alkali. Pemeriksaan
adanya COHb dalam darah juga dapat melalui penentuan secara spektroskopis. Cara
spektrofotometrik adalah cara yang terbaik untuk melakukan analisis CO atas darah segar
korban keracunan CO yang masih hidup, karena hanya dengan cara ini, dapat ditentukan
rasio COHb : OxiHb. Darah mayat adalah darah yang tidak segar sehingga memberikan hasil
yang tidak dapat dipercaya. Cara kromatografi gas banyak dipakai untuk mengukur kadar CO
dari sampel darah mayat dan cukup dapat dipercaya.

Keracunan Sianida

Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik karena garam sianida dalam
takaran kecil sudah cukup untuk menimbulkan kematian pada seseorang dengan cepat seperti
bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa tokoh nazi. Sumber sianida : hidrogen sianida
merupakan cairan jernih yang bersifat asam, larut dalam air, alkohol, dan eter. Garam sianida
yang dipakai dalam pengerasan besi dan baja, dalam proses penyepuhan emas dan perak serta
dalam fotografi. Sianida juga didapat ari biji tumbuh-tumbuhan genus prunus , singkong liar,
umbi-umbian liar,temu lawak, cherry liar,plum,aprikot,amigdalin liar,jetberry bush,dll.

Farmakokinetik: garam sianida cepat diabsorpsi melalui saluran pencernaan


cyanogen dan uap HCN diabsorpsi melalui pernafasan. HCN cair akan cepat diabsorpsi
melalui kulit tetapi gas HCN lambat. Sianida dapat masuk ke dalam tubuh melalui
mulut,inhalasi dan kulit. Setelah diabsorbsi, masuk ke dalam sirkulasi darah sebagai CN
bebas dan tidak berikatan dengan hemoglobin,kecuali dalam bentuk methemoglobin akan
terbentuk methemoglobin.

Tanda dan gejala keracunan: cepat menyebabkan kegagalan pernafasan dan


kematian dapat timbul dalam beberapa menit. Korban mengeluh terasa terbakar pada
kerongkongan dan lidah, sesak nafas,hipersalivasi, mual,muntah , sakit kepala, vertigo,
fotofobi, tinitus, pusing dan kelelahan. Dapat pula ditemukan sianosis pada muka, busa keluar
dari mulut, nadi cepat dan lemah, pernafasan cepat dan kadang-kadang tidak teratur,pupil
dilatasi dan refleks melambat. Kemudian mayat berwarna merah terang dan bau amandel .

Pemeriksaan kedokteran forensik: pada pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau
amandel yang patognomonik untuk keracunan CN, dapat tercium dengan cara menekan dada
mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung. Sianosis pada wajah dan bibir,busa
keluar dari mulut, dan lebam mayat berwarna merah terang.

Pemeriksaan laboratorium : uji kertas saring dicelupkan ke dalam larutan asam


pikrat jenuh, yang diteteskan satu tetes isi lambung atau darah korban. Reaksi Schonbein-
Pagenstecher dimana isi lambung 50 mg/jaringan ke dalam botol erlenmeyer.kertas saring
kemudian dicelupkan ke dalam larutan guajacol dalam alkohol,keringkan

Keracunan Arsen

Arsen dahulu sering digunakan sebagai racun untuk membunuh orang lain, dan
tidaklah mustahil dapat ditemukan kasus peracunan dengan arsen di masa sekarang ini.
Disamping itu keracunan arsen kadang-kadang dapat terjadi karena kecelakaan dalam industri
dan pertanian akibat memakan/meminum makanan/minuman yang terkontaminasi dengan
arsen. Sumber : industri dan pertanian terdapat dalam bahan yang digunakan untuk
penyemprotan buah-buahan,insektisida,fungisida,rodentisida,pembasmi tanaman liar dan
pembunuhan lalat.juga kadang-kadang didapatkan dalam cat dan kosmetika. Arsen juga
terdapat dalam tanah, air minum yang terkontaminasi, bir, kerang,tembakau dan obat-obatan.

Farmakokinetik : arsen dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut,inhalasi dan


melalui kulit. Setelah diabsorpsi melalui mukosa usus, arsen kemudian ditimbun dalam
hati,ginjal , kulit dan tulang.

Farmakodinamik : arsen menghambat sistim enzim sulfhidiril dalam sel sehingga


metabolisme sel dihambat.pada orang dewasa kadar normal dalam urin 100 ug/L.

Tanda dan gejala keracunan : Timbul gejala gastro-intestinal hebat. Mula-mula rasa
terbakar di daerah tenggorok dengan rasa logam pada mulut.

Pemeriksaan kedokteran forensik : pada pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda


dehidrasi. Pada pembedahan jenazah ditemukan tanda-tandairitasi lambung, mukosa
berwarna merah,kadang-kadang dengan perdarahan. Pada jantung ditemukan perdarahan sub-
endokard pada septum. Bila korban cepat meninggal setelah menghirup arsen, akan terlihat
tanda-tanda kegagalan kardio-respirasi akut. Bila meninggal nya lambat dapat ditemukan
ikterus dengan anemi hemolitik,tanda-tanda kerusakan ginjal berupa degenerasi lemak
dengan nekrosis lokal serta nekrosis tubuli. Pada korban mati akibat keracunan kronik
tampak keadaan gizi buruk, pada kulit terdapat pigmentasi coklat,keratosis telapak tangan
dan kaki. Kuku memperlihatkan garis-garis putih pada bagian kuku yang tumbuh dan dasar
kuku.

Pemeriksaan laboratorium : curiga keracunan akut= 0,5 mg/kg, keracunan akut = 30


mg/kg (pada rambut kepala normal) dan curiga keracunan = 1 mg/kg dan keracunan akut : 80
ug/kg (kuku normal). Dapat dilakukan uji reinsch

Keracunan Timbel

Sumber : terdapat dimana-mana,dalam jumlah besar dalam badan accu/baterrai, pipa


air, bahan dasar cat, benda-benda keramik dan gelas.

Farmakokinetik : Timah hitam dapat diasorbsi melalui berbagai cara. Saluran cerna
terutama usus halus mengasorbsi Pb sebanyak 5-10%. Dapat juga melalui kulit yang utuh
dan diikat oleh sel darah merah.
Farmakodinamik : keracunan akan mengakibatkan spasme arteriol, spasme otot
polos usus, ureter, uterus, hambatan pembentukan heme, gangguan fungsi tubuli ginjal .

Tanda dan gejala keracunan : pada keracunan akut korban akan merasa sepat (rasa
logam), muntah-muntah berwarna putih karena adanya Pb klorida. Diare dengan feses yang
hitam, nyeri perut, syok, hemolisis akut, globinuri,oligouri,parestesi. Keracunan kronik
korban tampak pucat yang tak sesuai dengan derajat anemi,rasa logam pada
mulut,anoreksia,obstipasi,kadang-kadang diare.

Pemeriksaan kedokteran forensik : pada keracunan akut yang meninggal ditemukan


tanda-tanda dehidrasi,lambung mengerut ,hiperemi,isi lambung berwarna putih.usus spastis
dan feses berwarna hitam. Jika keracunan kronik maka didapatkan tubuh sangat kurus,
pucat,terdapat garis Pb,ikterik,gastritis kronik, dan pada usus ditemukan bercak-bercak hitam.

Pemeriksaan laboratorium : normal kadar Pb dalam darah kurang dari 60 ug/100 ml.
Bila lebih dari 70 ug/100 ml berarti ada pemaparan abnormal. Bila lebih dari 100 ug/100 ml
berarti telah terjadi keracunan.

Keracunan alkohol

Sumber : terdapat dala berbagai minuman seperti whisky,brandy,rum,vodka,gin


(mengandung 45% alkohol) , wines (10-20%), beer dan ale (48%). Alkohol sintetik seperti air
tape, tuak, dan brem.

Farmakokinetik : alkohol diabsorpsi dalam jumlah sedikit melalui mukosa mulut dan
lambung. Sebagian besar diabsorpsi di usus halus dan sisanya di kolon.

Farmakodinamik : alkohol menyebabkan presipitasi dan dehidrasi sitoplasma sel


sehingga bersifat sebagai astringent. Pada kulit alkohol menyebabkan penurunan temperatur
akibat penguapan, sedangkan pada mukosa akan menimbulkan iritasi dan lebih hebat lagi
mengakibatkan inflamasi.

Tanda dan gejala keracunan : pada kadar yang rendah sudah menimbulkan
gangguan berupa penurunan keapikan ketrampilan tangan dan perubahan tulisan tangan. Pada
kadar 30-40 mg% telah timbul penciutan lapang pandangan,penurunan ketajaman penglihatan
dan pemanjangan waktu reaksi. Alkohol dengan kadar dalam darah 200 mg menimbulkan
gejala banyak bicara, ramai,refleks menurun.
Pemeriksaan kedokteran forensik : kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak
khas. Mungkin ditemukan gejala-gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ
menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer, berwarna merah gelap. Organ-organ
termasuk otak dan darah berbau alkohol.

Laboratorium : untuk pemeriksaan toksikologik diambil darah dari pembuluh darah


vena perifer (kubiti atau femoralis).3

Daftar Pustaka :

1. Budiyanto Arif, Widiatmaka Wibisana, Sudiono Siswandi, Winardi T, Mun’im,


Sidhi,dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 1997.

2. Budiyanto A, Widiatmika W, Sudiono S, Winardi AM, et all. Ilmu kedokteran forensik.

Ed.1. Jakarta: Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia; 1997.h. 197-202.

3. Buku hijau halaman 71-86

You might also like