You are on page 1of 11

KONSEP MEDIS

A. DEFENISI
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana
trakea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu,
dan dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan
dispnea, batuk dan mengi. (Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal. 611).
Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang
mana peradangan ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan
napas dan menyebabkan kekambuhan. (Lewis, 2000, hal. 660).

B. KLASIFIKASI
Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa
peradangan dan bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2
golongan besar, seperti yang dianut banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit
paru-paru) dari Inggris, yakni:
1. Ekstrinsik (alergik) : Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum,
dan disebabkan karena reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu
(alergen), yang tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap mereka yang
sehat. Kecenderungan alergi ini adalah “kelemahan keturunan”. Setiap orang
dari lahir memiliki sistem imunitas alami yang melindungi tubuhnya terhadap
serangan dari luar. Sistem ini bekerja dengan memproduksi antibodi.
Pada saat datang serangan, misalnya dari virus yang memasuki tubuh,
sistem ini akan menghimpun antibodi untuk menghadapi dan berusaha
menumpas sang penyerang. Dalam proses mempertahankan diri ini, gejala-
gejala permukaan yang mudah tampak adalah naiknya temperatur tubuh,
demam, perubahan warna kulit hingga timbul bercak-bercak, jaringan-
jaringan tertentu memproduksi lendir, dan sebagainya (Hadibroto & Alam,
2006).
2. Intrinsik (non alergik) : Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang
berasal dari alergen. Asma jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan
kondisi lingkungan seperti cuaca, kelembapan dan suhu tubuh. Asma intrinsik
biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi ketahanan tubuh,
terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-paru yang
kurang baik, misalnya karena bronkitis dan radang paru-paru (pneumonia).
Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga mudah terkena asma
intrinsik. Penderita asma jenis ini kebanyakan berusia di atas 30 tahun
(Hadibroto & Alam, 2006).

C. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial. (Hadibroto & Alam, 2006)
a) Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b) Faktor presipitasi
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan,
logam dan jam tangan
2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga.
Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu
lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

D. PATOFISIOLOGI
Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan
bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar yakni
asma ekstriksi dan asma intrinsik (Hadibroto & Alam, 2006). Berdasarkan
klasifikasi tersebut akan dijabarkan masing-masing dari patofisiologinya.
a) Asma Ekstrinsik
Pada asma ekstrinsik alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada
mukosa bronkus yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia serta
sekresi lendir putih yang tebal. Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui
dengan baik, tetapi sangat rumit. Penderita yang telah disensitisasi terhadap
satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen
yang dihirup itu. Antibodi ini merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini
melekat pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut
tidak lain daripada basofil yang kita kenal pada hitung jenis leukosit. Bila satu
molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu
molekul alergen, sel mast tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan
sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu contoh
yaitu histamin, contoh lain ialah prostaglandin. Pada permukaan sel mast
juga terdapat reseptor beta-2 adrenergik. Bila reseptor beta-2 dirangsang
dengan obat anti asma Salbutamol (beta-2 mimetik), maka pelepasan
histamin akan terhalang.
Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat sangat banyak eosinofil.
Adanya eosinofil dalam sputum dapat dengan mudah diperlihatkan. Dulu
fungsi eosinofil di dalam sputum tidak diketahui, tetapi baru-baru ini diketahui
bahwa dalam butir-butir granula eosinofil terdapat enzim yang
menghancurkan histamin dan prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan
perlindungan terhadap serangan asma. Dengan demikian jelas bahwa kadar
IgE akan meninggi dalam darah tepi (Herdinsibuae dkk, 2005).
b) Asma Intrinsik
Terjadinya asma intrinsik sangat berbeda dengan asma ekstrinsik.
Mungkin mula-mula akibat kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari
serabut-serabut nervus vagus yang akan merangsang bahan-bahan iritan di
dalam bronkus dan menimbulkan batuk dan sekresi lendir melalui satu
refleks. Serabut-serabut vagus, demikian hipersensitifnya sehingga langsung
menimbulkan refleks konstriksi bronkus. Atropin bahan yang menghambat
vagus, sering dapat menolong kasus-kasus seperti ini. Selain itu lendir yang
sangat lengket akan disekresikan sehingga pada kasus-kasus berat dapat
menimbulkan sumbatan saluran napas yang hampir total, sehingga berakibat
timbulnya status asmatikus, kegagalan pernapasan dan akhirnya kematian.
Rangsangan yang paling penting untuk refleks ini ialah infeksi saluran
pernapasan oleh flu (common cold), adenovirus dan juga oleh bakteri seperti
hemophilus influenzae. Polusi udara oleh gas iritatif asal industri, asap, serta
udara dingin juga berperan, dengan demikian merokok juga sangat
merugikan (Herdinsibuae dkk, 2005).

E. MANIFESTASI KLINIK
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan
gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan
dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah
sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang
merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.
Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin
banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi
dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali
terjadi pada malam hari.
F. Gejala Asma
Perubahan saluran napas yang terjadi pada asma menyebabkan
dibutuhkannya usaha yang jauh lebih keras untuk memasukkan dan
mengeluarkan udara dari paru-paru. Hal tersebut dapat memunculkan gejala
berupa sesak napas/sulit bernapas, sesak dada, mengi/napas berbunyi
(wheezing) dan batuk (lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa).
Tidak semua orang akan mengalami gejala-gelaja tersebut. Beberapa
orang dapat mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa orang lainya
selalu mengalaminya sepanjang hidupnya. Gelaja asma seringkali memburuk
pada malam hari atau setelah mengalami kontak dengan pemicu asma (Bull &
Price, 2007). Selain itu, angka performa penggunaan Preak Flow Meter
menunjukkan rating yang termasuk “hati-hati” atau “bahaya” (biasanya antara
50% sampai 80% dari penunjuk performa terbaik individu). (Hadibroto & Alam,
2006).

G. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah (Hadibroto & Alam, 2006). :
1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2) Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma
3) Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
Penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan
penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan
dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1) Pengobatan Nonfarmakologi
a) Penyuluhan, penyuluhan ini ditunjukan untuk peningkatan
pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara
sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara
benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi
pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan
cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, temasuk intake
cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi dan
fibrasi dada.
2) Pengobatan farmakologi
a) Agonis beta : metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol,
bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 kali semprot, dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
b) Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 kali sehari.
Golongan metilxantin adalah aminofilin dan teofilin obat ini diberikan
bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
c) Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan
respon yang baik harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam
bentuk aerosol dengan dosis 4 kali semprot tiap hari. Pemberian
steroid dalam jangka yang lama mempunyai efek samping, maka
klien yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan
ketat.
d) Kromalin dan iprutropioum bromide (atroven). Kromalin merupakan
obat pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis
iprutropioum bromide diberikan 1-2 kapsul 4 kali sehari.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
b) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
c) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus
plug.
2) Pemeriksaan darah
a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
c) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E
pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari
serangan.
b. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
b) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
c) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada
paru
d) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru.
2) Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan
berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada
asma.
3) Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama
serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan
gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
a) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis
deviasi dan clock wise rotation.
b) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya
RBB ( Right bundle branch block).
c) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,
SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4) Scanning paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari
bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada
paru-paru.
5) Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible,
cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat
respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer
dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau
FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak
penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan
obstruksi.

G. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
PENGKAJIAN PRIMER ASMA
1. Airway
a. Bersihan jalan nafas
b. Adanya / tidaknya sumbatan jalan nafas
c. Distress pernafasan
d. Tanda-tanda perdarahan dijalan nafas, muntahan, edema laring
2. Breathing
a. Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
b. Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
c. Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
3. Circulation
a. Denyut nadi karotis
b. Tekanan darah
c. Warna kulit, kelembapan kulit
d. Tanda tanda perdarahan eksternal dan internal
4. Dissability
a. Tingkat kesadaran
b. Gerakan ekstremitas
c. GCS, atau pada anak tentukan: Alert (A), Respon verbal (V), Respon
nyeri / pain (P), Tidak berespon / unresponsive (U)
d. Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya
5. Exposure
b. Tekanan darah
c. Irama dan kekuatan nadi
d. Irama, kekuatan dan penggunaan otot bantu
e. Saturasi oksigen

PENGKAJIAN SEKUNDER ASMA


1. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi
pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada
diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali
sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada
serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan
dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas
berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera
dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung
terus untuk waktu yang lama.

2. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna
untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi
pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan
suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis
batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor
kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus,
ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada
rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis,
sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi
lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi
pernafasan dan Wheezing.
3. Sistem pernafasan
a. Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan
seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi
kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau
kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
b. Frekuensi pernapasan meningkat
c. Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
d. Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang
disertai ronchi kering dan wheezing.
e. Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi
bahkan mungkin lebih.
f. Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
1) Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
2) Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-
otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak
retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
3) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan
dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent
chest), sianosis.

4. Sistem kardiovaskuler
a. Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
b. Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
1) takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah
sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih
daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau
lebih.
2) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan
irama jantung.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
2. Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
3. Perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DX 1 :
1. Amankan pasien ke tempat yang aman
R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk
pasien
2. Observasi tingkat kesadaran pasien
R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk
mengetahui tingkat kesadaran pasien
3. Segera minta pertolongan
R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih
intensif
4. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasie
R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya
penumpukan secret
5. Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien
setengah telungkup dan membuka mulutnya
R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas
DX 2 :
1. Observasi usaha dan frekuensi napas pasien
R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien
2. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien
serta pipi ke mulut pasien
R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien
3. Pantau ekspansi dada pasien
R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien

DX 3 :
1. Pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi
jugularis
2. Observasi adanya tanda-tanda sianosis
DAFTAR PUSTAKA

Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001

Tucker S. Martin, Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998

Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

Reeves. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika; 2001

Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates ,
2000

Smeltzer, C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1.


Jakarta ,

EGC, 2002

Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta,
Trans

Info Media, 2009.

You might also like