You are on page 1of 15

MATERIALITAS DAN RISIKO DALAM PROSES AUDIT

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Auditing 1

Dosen Pengampu

Indah Anisykurlillah, Se., M.si., Akt., Ca

Disusun Oleh :

Diah Kumala Devi ( 7211415068 )

Abidatur Rofiah ( 7211415069 )

Miladia Fadilasari ( 7211415138 )

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kertas kerja merupakan suatu dasar dalam penerapan standar
auditing terutama dalam hal pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
Pentingnya konsep materialitas yakni sebagai pertimbangan seorang
auditor dalam menjalankan tugasnya. Konsep materialitas mengharuskan
seorang auditor dalam mempertimbangkan keadaan, baik yang berkaitan
dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak yang akan meletakan
kepercayaannya selain itu materialitas juga dapat digunakan dalam
mengevaluasi temuan audit.Oleh karena itu pentingnya Materialitas dalam
audit dan mengidentifikasi risiko audit untuk memeperlancar tugas
seorang auditor serta sebagai bahan pertimbangannya .

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep materialitas pada proses audit?
2. Bagaimana menggunakan materialitas untuk mengevaluasi temuan
audit?
3. Bagaimana prosedur penilaian risiko audit?
4. Bagaimana hubungan antara materialitas, risiko, dan bukti audit?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui konsep materialitas pada proses audit
2. Dapat mengetahui cara menggunakan materialitas untuk mengevaluasi
temuan audit
3. Dapat mengetahui prosedur penilaian risiko audit
4. Dapat mengetahui hubungan antara materialitas, risiko , dan bukti
audit
D. Manfaat

Manfaat dari makalah ini adalah menambah pengetahuan atau


referensi dibidang akuntansi khususnya mata kuliah Auditing 1 mengenai
“ Materialitas dan Risiko dalam Proses Audit”.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Landasan Teori
Jusup, Al Haryono ( 2001) menyimpulkan “ Materialitas adalah besarnya
suatu penghilangan atau salah saji informasi akuntansi yang dipandang dari
keadaan-keadaan yang melingkupinya, memungkinkan pertimbangan yang
dilakukan oleh orang yang mengandalkan pada informasi menjadi berubah
atau dipengaruhi oleh penghilangan atau salah saji tersebut”. PSA 25 (SA 312)
mengharuskan auditor untuk memutuskan jumlah gabungan salah saji dalam
laporan keuangan yang akan mereka anggap material diawal pengauditan
bersamaan dengan ketika mereka mengembangkan strategi audit secara
keseluruhan. Mengacu pada hal tersebut sebagai pertimbangan materialitas
awal.Dinamakan pertimbangan materialitas awal, karena meskipun merupakan
opini profesional, penilaian tersebut dapat berubah selama kontrak kerja.
Yudha (2012) mendefinisikan risiko audit adalah “kesalahan auditor dalam
memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan yang
salah saji secara material.” Ketika para auditor melakukan prosedur audit
untuk setiap bagianpengauditan, mereka menyimpan kertas kerja dari semua
salah saji yang ditemukan. Salah saji dalam suatu akun dapat berbentuk satu
dari dua jenis, yaitu salahsajiyang diketahui, dan salah saji yang mungkin.
Salah saji yang diketahui adalahsalah saji dimana auditor dapat menentukan
jumlah salah saji dalam akun tersebut.Terdapat dua jenis salah saji yang
mungkin. Pertama, salah saji yang munculkarena adanya perbedaan antara
penilaian manajemen dan penilaian auditormengenai estimasi saldo akun.
Kedua adalah proyeksi salah saji berdasarkanpengujian auditor atas sampel
yang diambil dari populasi.
B. Pembahasan dari Rumusan Masalah
1. Konsep Materialitas Pada Proses Audit
Konsep materialitas sangat penting dalam pelaksanaan audit atas
laporan keuangan. Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor
tidak dapat memberikan jaminan (guarantee) bagi klien atau pemakai
laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan audit adalah akurat.
Hal ini karena akan memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi
manfaat yang dihasilkan. Karena itu, dalam audit atas laporan keuangan,
auditor memberikan keyakinan berikut ini :
a. Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta
pengungkapannya telah dicatat, diingkas, digolongkan, dan
dikompilasi.
b. Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup
sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan
keuangan auditan.
c. Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal
terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan
disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena
kekeliruan dan kecurangan.

Ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor:
a. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yangdapat
diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak
terpengaruh oleh salah saji tersebut.
b. Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk
mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi
salah saji material.

Konsep materialitas yang dijelaskan dalam buku “ Audit


Kontemporer” Tuanakotta ( 2015) ada 4 konsep dintaranya sebagai
berikut:
a. Overall materiality, merupakan materialitas untuk laporan keuangan
secara menyeluruh didasarkan atas persepsi auditor mengenai
kebutuhan informasi keuangan dari pemakai laporan keuangan.
Auditor menetapkan materialitas sebesar angka salah saji tertinggi
yang tidak akan berdampak pada keputusan ekonomis yang dibuat
pemakai laporan keuangan. Konsep ini digunakan auditor untuk
merumuskan opini auditor.
b. Overall performance materiality, memungkinkan auditor menangani
risiko salah saji dalam jenis transaksi, saldo akun, atau disclousure
tanpa harus mengubah overall materiality. Menetapkan angka
performance materiality yang tepat memastikan besar atau luasanya
pekerjaan audit untuk meningkatkan kemungkinan terungkapnya salah
saji.
c. Specific materiality, yaitu ada situasi dimana salah saji yang lebih kecil
dari overall materiality yang dapat mempengaruhi penggunaan laporan
keuangan. Salah sajin kecil yang berdampak erhadap pengguna
laporan keuangan menunjukan bahwa materialitas bukan saja diukur
secara kuantitatif, tetapi juga secara kualitatif.
d. Spesific performance materiality, yaitu berhubungan dengan penetapan
angka materialitas yang spesifik. Spesific performancemateriality
ditetapkan lebih rendah dari angka specific materiality untuk
memastikan pekerjaaan audit yang cukup untuk mengurangi ke tingkat
rendah secara tepat, probabilitas salah saji yang tidak dikoreksi dan
yang tidak terdeteksi melebihi specific materiality.

2. Menggunakan Materialitas Untuk Mengevaluasi Temuan Audit


Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
dalam perencanaan auditnya. Pertimbangan materialitas mencakup
pertimbangan kuantitatif yang berkaitan dengan hubungan salah saji
dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan dan kualitatif yang
berkaitan dengan penyebab salah saji.
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan
materialitas pada dua tingkat berikut ini :
a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran
mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.
b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam
mencapai kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.

Faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan


pertimbangan awal tentang materialitas pada setiap tingkat dijelaskan
berikut ini :
a. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas.
Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit
dan kedua, pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanan audit.
Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi
materialitas karena terdapat hubungan terbalik antara jumlah dalam
laporan keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah
pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan
keuangan.
Laporan keuangan mengandung salah saji material jika laporan
tersebut berisi kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya, secara
individual atau secara gabungan, sedemikian signifikan sehingga
mencegah penyajian secara wajar laporan keuangan tersebut sesuai
dengan prinsip akuntansi berterima umum. Dalam keadaan ini, salah
saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan secara keliru prinsip
akuntansi berterima umum di Indonesia, penyimpangan dari fakta, atau
penghilangan informasi yang diperlukan.
Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat
lebih dari satu tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan
keuangan. Kenyataannya, setiap laporan keuangan dapat memiliki dari
satu tingkat materialitas. Untuk laporan laba-rugi, materialitasnya
dapat dihubungkan dengan total pendapatan, laba bersih usaha, laba
bersih sebelum pajak, atau laba bersih setelah pajak. Untuk neraca,
materialitas dapat didasarkan pada total aktiva, aktiva lancar, modal
kerja, atau modal saham.
Pertimbangan awal auditor tentang materialitas seringkali dibuat
enam sampai dengan sembilan bulan sebelum tanggal neraca. Oleh
karena itu, pertimbangan tersebut dapat didasarkan atas data laporan
keuangan yang dibuat tahunan. Sebagai alternatif, pertimbangan
tersebut dapat didasarkan atas hasil keuangan satu tahun atau lebih
yang telah lalu, yang disesuaikan dengan perubahan terkini, seperti
keadaan ekonomi umum dan trend industri.
Sampai dengan saat ini, tidak terdapat panduan resmi yang
diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tentang ukuran kuantitatif
materialitas. Berikut ini diberikan contoh beberapa panduan
kuantitatif yang digunakan dalam praktik :
1) Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika
terdapat salah saji 5 % sampai 10 % dari laba sebelum pajak.
2) Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika
terdapat salah saji ½ % sampai 1 % dari total aktiva.
3) Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika
terdapat salah saji 1 % dari total pasiva.
4) Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika
terdapat salah saji ½ % sampai 1 % dari pendapatan bruto.

b. Materialitas pada Tingkat Saldo Akun


Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum
yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai
salah saji material. Konsep materialitas pada timgkat saldo akun tidak
boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material. Saldo akun
material adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep
materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat
mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan.
Saldo suatu akun yang tercatat umumnya mencerminkan batas atas
lebih saji ( overstatement ) dalam akun tersebut. Oleh krena itu, akun
dengan saldo yang jauh lebih kecil dibandingkan materialitas
seringkali disebut sebagai tidak material mengenai risiko lebih saji.
Namun, tidak ada batas jumlah kurang saji dalam suatu akun dengan
saldo tercatat yang sangat kecil. Oleh karena itu, harus disadari oleh
auditor, bahwa akun yang kelihatannya bersaldo tidak material, dapat
berisi kurang saji ( understatement ) yang melampaui materialitasnya.

c. Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun


Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan
keuangan dikuantifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas
untuk setiap akun dapat diperoleh dengan mengalokasikan materialitas
laporan keuangan kea kun secara individual. Dalam melakukan
alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya
salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan
untuk memverifikasi akun tersebut.
Materialitas di dalam pelaksaan audit dapat diartikan bahwa
seorang Auditor harus menggunakan materialitas ketika menentukan
sifat, waktu, pelaksanaan, dan luasnya prosedur audit. Auditor
menggunakan materialitas diantaranya adalah untuk :
1) mengidentifikasi prosedur audit selanjutnya;
2) menentukan item mana yang harus dipilih untuk sampling atau
testing , dan apakah harus menggunakan teknik sampling;
3) membantu menentukan banyaknya sampel;
4) mengevaluasi representative sampling errors ( RSE ) untuk
menentukan salah saji yang mungkin ada. RSE adalah sampling
yang mewakili seluruh populasi ( population ). “ Salah saji yang
mungkin ada” ini ditentukan dengan mengekstrapolasikan RSE ke
seluruh populasi;
5) mengevaluasi gabungan seluruh kesalahan ( aggregate of total
errors ) pada tingkat akun sampai ke tingkat laporan keuangan;
6) mengevaluasi gabungan seluruh kesalahan, termasuk dampak neto
dari salah saji yang tidak dikoreksi ( uncorrected misstatements )
yang ada dalam saldo awal retained earnings;
7) menilai hasil prosedur audit

Penilaian dan evaluasi temuan dilakukan auditor dengan dua


tujuan untuk menetapkan jenis pendapat yang akan diberikan dan
menentukan apakah standar auditing telah dipenuhi dalam audit. Untuk
memenuhi tujuan-tujuan tersebut, auditor melakukan langkah-langkah
berikut:
1) membuat penetapan akhir tentang materialitas dan risiko audit;
2) mengevaluasi apakah terdapat keraguan substansial tentang
kemampuan perusahaan untuk melangsungkan usahanya (going
concern);
3) melakukan review teknis atas laporan keuangan;
4) merumuskan pendapat dan membuat konsep laporan auditor;
5) melakukan review akhir terhadap kertas kerja

3. Prosedur Penilaian Risiko Audit


Risiko Audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor tanpa
disadari tidak memodifikasikan pendapatnya sebagaimana mestinya, atas
suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Ada 4 jenis
risiko audit diantaranya sebagai berikut :
a) Risiko pengendalian
Merupakan risiko bahwa salah saji material yang dapat terjadi
dalam suatu asersi dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh
pengendalian intern klien. Ini merupakan fungsi efektivitas desain dan
operasi pengendalin intern untuk mencapai tujuan klien yang relevan
dengan penyusunan laporan keuangan klien , sebab beberapa risiko
pengendalian akan selalu ada karena keterbatasan bawaan dalam setiap
pengendalian intern.
b) Risiko deteksi
Merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
material dalam suatu asersi. Risiko ini merupakan fungsi efektivitas
prosedur audit dan penerapannya oleh auditor, timbul karena
ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa 100%
saldo akun atau golongan transaksi, dan karena ketidakpastian lain
yang ada, walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut
diperiksa 100% . Risiko ini berhubungan dengan prosedur audit dan
dapat diubah oleh keputusan auditor, mempunyai hubungan yang terbalik
dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian, semakin kecil risiko
bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini auditor, semakin besar
risiko deteksi yang dapat diterima.
c) Risiko bawaan
Merupakan kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi
terhadap suatu salah saji material. Berikut faktor yang mempengaruhi risiko
bawaan :
1) Besarnya saldo akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan
dengan yang lain.
2) Faktor Ekstern (perkembangan teknologi)
3) Faktor yang berhubungan dengan beberapa atau seluruh saldo akun
atau golongan transaksi yang mempengaruhi risiko bawaan

Ukuran yang dipergunakan oleh auditor dalam menilai adanya


kemungkinan sejumlah salah saji yang material (kekeliruan dan
kecurangan) dalam suatu segment sebelum ia mempertimbangkan
keefektifan pengendalian intern yang ada.

d) Risiko audit yang dapat diterima


Merupakan ukuran atas tingkat kesediaan auditor untuk menerima
kenyataan bahwa laporan keuangan mungkin masih mengandung salah
saji yang material setelah audit selesai dilaksanakan serta suatu laporan
audit telah diterbitkan. Risiko deteksi yang dapat diterima (DR)
tergantung pada tingkat yang diinginkan untuk membatasi risiko audit
suatu saldo atau golongan transaksi, penetapan auditor terhadap risiko
bawaan dan risiko pengendalian, serta penetapan auditor terhadap
risiko bawaan dan risiko pengendalian menurun, risiko deteksi yang
dapat diterima akan meningkat. Suatu keputusan resiko audit yang
dapat diterima jika nilai tingkat risiko audit yang dapat diterima rendah
dan klien berisiko membutuhkan lebih banyak bukti audit yang
ekstensif, penugasan personil yang lebih berpengalaman dan/atau suatu
review yang lebih ekstensif pada kertas kerja audit.

Tujuan prosedur penialaian risikoadalahmengidentifikasi dan


menilai risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan.
Tujuan ini dapat dicapai melalui pemahaman mengenai entitas dan
lingkungannya, termasuk pemahaman mengenai pengendalian internal
entitas tersebut.Auditor wajib melakukan prosedur penilaian risiko
untuk mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji yang material
pada tingkat laporan keuangan dan pada tingkat asersi. Prosedur
penilaian risiko itu sendiri tidak memberikan bukti audit yang cukup
dan tepat sebagai dasar pemberian opini audit (ISA 315.5 alinea A1 –
A5).
Berikut ini beberapa prosedur penilaian risiko audit yang
meliputi (ISA 315.6, alinea A6 – A11), ketiga prosedur penilaian
risiko ini dilakukan selama berlangsungnya audit :
1) Bertanya kepada manajemen dan pihak lain dalam entitas yang
menurut auditor mungkin mempunyai informasi yang dapat
membantu mengidentifikasi risiko salah saji yang material yang
disebebkan oleh kecurangan atau kekeliruan;
2) Prosedur analitikal;
3) Pengamatan dan inspeksi.

4. Hubungan Antara Materialitas, Risiko, dan Bukti audit


Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, bukti audit
dan risiko audit sebagai berikut:
a. Jika auditor mempertahankanrisiko audit konstan dan tingkat
materialitas dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit
yang dikumpulkan
b. Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan
mengurangi jumlah bukti audit yang dikumpulkan,risiko audit menjadi
meningkat
c. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor
dapat menempuh salah satu dari 3 cara berikut:
1) Menambah tingkat materialitas, sementara itu mempertahakan
jumlah bukti audit yang dikumpulkan;
2) Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu
tingkat materialitas tetap dipertahankan, dan;
3) Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan
tingkat materialitas secara bersama-sama.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Materialitas dibagi menjadi dua golongan yaitu materialitas pada tingkat
laporan keuangan dan materialitas pada tingkat saldo akun. Sedangkan Risiko
audit juga digolongkan menjadi tiga unsur (1) risiko bawaan, yakni kerentanan
suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material,
dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur struktur
pengendalian intern yang terkait, (2) risiko pengendalian, yakni risiko
terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau
dideteksi secara tepat waktu oleh struktur pengendalian intern entitas dan (3)
risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mandeteksi salah
saji material yang terdapat dalam suatu asersi.
Adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit dan bukti audit,
auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit atas asersi
individual atau kelompok asersi.

B. Saran
Dalam makalah ini penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua dan semoga bisa menambah wawasan pembaca. Di sini
penulis juga minta maaf kepada pembaca jika ada kesalahan dan kekurangan
dalam penulisan makalah ini atau ada persepsi yang berbeda dari pembaca,
kami harap untuk dapat dimaklumi. Selain itu kami juga mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca agar kami sebagai penulis bisa
memperbaikinya untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Jusup, Al. Haryono.2001..Pengertian Materialitas. Pengauditan


Buku1.Yogyakarta: BagianPenerbitanSTIE YKPN

Syachbrani.2014.Hubungan Antara Materialitas,Risiko Audit, dan Bukti Audit.


https://www.academia.edu/7726369/Hubungan_antara_Materialitas_Bukti
_Audit_dan_Resiko_Audit. ( Diakses tanggal 1 Februari 2014 )

Tuanakotta.2015. Audit Kontemporer. Jakarta: Salemba Empat

Yudha.2012..Risiko
Audit.https://hanggaryudha.wordpress.com/2012/11/06/risiko-audit/.
(Diakses tanggal 2 November 2012 )

You might also like