You are on page 1of 7

Pemeriksaan Diagnostik

1) Pemeriksaan penunjang

(1) Sinar X

Melihat gambaran terakhir atau mendekati struktur fraktur

(2) Venogram

Menggambarkan arus vaskularisasi

(3) Konduksi saraf dan elektromiogram

Mendeteksi cidera saraf

(4) Angiografi

Berhubungan dengan pembuluh darah

(5) Antrotropi

Mendeteksi keterlibatan sendi

(6) Radiografi

Menentukan integritas tulang

(7) CT-Scan

Memperlihatkan fraktur atau mendeteksi struktur fraktur

2) Pemeriksaan laboratorium

LED meningkat bila kerusakan jaringan lemak luas, leukosit sebagai respon stress normal

setelah trauma, Hb dan HCT rendah akibat perdarahan.

H. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan fraktur prinsipnya adalah dengan 4-R :

(1) Recognisi : riwayat dari terjadinya fraktur sampai didiagnosa fraktur

(2) Reduksi : upaya memanipulasi fragmen tulang

(3) Retensi : memelihara reduksi sampai penyembuhan


(4) Rehabilitasi : upaya untuk pencapai kembali fungsi tulang secara normal

2) Beberapa intervensi yang diperlukan

(1) Intervensi Terapeutik atau konservatif

a. Proteksi dengan mitela atau pembebatan fraktur diatas dan dibawah sisi cidera sebelum

memindahkan pasien. Pembebatan atau pemdidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh

dan mengurangi adanya komplikasi.

b. Immobilitas

Dilakukan dalam jangka waktu berbeda-beda untuk kesembuhan fragmen yang dipersatukan

dengan pemasangan gips.

c. Memberikan kompres dingin untuk menentukan perdarahan, edema dan nyeri

d. Meninggikan tungkai untuk menurunkan edema nyeri

e. Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk mencegah syock.

f. Traksi untuk fraktur tulang panjang

Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan immobilisasi fragmen

tulang.

g. Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gips

Pada fraktur supra kondilus, reposisi dapat dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal.

(2) Pemberian Diet

Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya anemia.

(3) Intervensi farmakologis

a. Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot atau sedative diberikan untuk membantu

klien selama prosedur reduksi tertutup.

b. Anestesi dapat diberikan

c. Analgesic diberikan sesuai petunjuk untuk mengontrol nyeri pada pasca operasi

d. ATS diberikan pada pasien tulang complicated


(4) Intervensi operatif

a. Reduksi untuk memperbaiki kontinuitas tulang

 Reduksi Tertutup

Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi manual untuk memperbaiki

kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk mengimmobilisasi ekstremitas dan

mempertahankan reduksi. Diperlukan suatu kontrol radiology yang diikuti fiksasi interna.

 Reduksi terbuka dan fiksasi internal / ORIF

Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi fraktur. Memasukkan

paku, sekrup atau pen atau plat ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian tulang yang

fraktur secara bersamaan. Fragmen tulang secara langsung terlihat dan alat fiksasinya

digunakan untuk memegang fragmen tulang dalam posisi. Terjadi penyembuhan tulang dan

dapat diangkat bila tulang sembuh. Setelah penutupan luka, beban atau gips untuk stabilisasi

dan sokong tambahan.

b. Penggantian endoprostetik

Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi dan digunakan bila terakhir

mengganggu nutrisi tulang atau pengobatan pilihan adalah penggantian tulang.

Penatalaksanaan Medis
Terapi tergantung dari kondisi klien, keadaan luka, lokasi fraktur, jenis fraktur. Tujuan terapi fraktur adalah
sebagai berikut:
1. Mengurangi atau mencegah fraktur lebih parah ( Reduction )
Reduction adalah mengembalikan posisi tulang ke posisi anatomi. Metode dengan manipulasi
tertutup atau terbuka. Manipulasi tertutup dengan memberikan tekanan secara manual pada daerah fraktur dari
permukaan kulit dan dilakukan traksi. Manipulasi terbuka atau operasi dilakukan dengan pemasangan peralatan
didalam kaki pasien misalnya pen, setelah itu dilakukan rekontruksi.
2. Imobilisasi
Imobilisasi adalah upaya untuk mencegah mobilisasi dari bagian yang mengalami injuri, hal ini
dimaksudkan untuk memberi kesempatan bagi fragmen tulang untuk menyatu kembali. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan pemasangan alat interna atau eksterna.
3. Penyembuhan bagian yang mengalami injuri ( Restorasi )

 Terapi obat

Nyeri muskuloskeletal berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak, disrupsi tulang, dan spasme
otot merupa kan tipe nyeri yang paling parah yang biasanya diperlihatkan oleh individu. Klien sering merasa
nyeri dalam waktu lama dan memakai manajemen nyeri yang buruk. Analgesik narkotik dosis besar, anti
inflammatory, dan relaxan otot adalah obat-obat yang umum diberikan. Transquilizer seperti diazepam (valium)
digunakan untuk ketenangan, meminimalkan spasme otot, dan menurunkan ansietas. Untuk klien nyeri kronik,
narkotik dan non-narkotik diberikan bersama untuk mencegah ketergantungan obat. Perawat harus
mengobservasi efektivitas pengobatan dan efek sampingnya.

 Terapi non-farmakologi

Untuk nyeri parah yang kronik, klien tidak bisa tergantung terus pada obat. Biasanya perawat
menggunakan kompres hangat atau dingin tergantung penyebab nyeri. Jika pembengkakan menyebabkan
tekanan pada area luka, kompres es mungkin digunakan. Spasme otot bisa dikendorkan dengan kompres hangat
dan massage. Selain itu digunakan juga sentuhan terapeutik, jika terapi tersebut tidak efektif untuk mengurangi
nyeri, perawat bisa menggunakan teknik distraksi atau terapi musik. Perawat mengajarkan pada klien teknik
relaksasi seperti nafas dalam selama periode nyeri yang parah.

Prinsip-prinsip Perawatan luka


 Luka-luka insisional
Luka-luka insisional yang terjadi kurang dari 8 jam yang lalu diobati secara penjahitan primer. Luka
dibersihkan dan jaringan yang jelas mati dipastikan, lalu luka ditutup lapis-demi lapis. Bila luka besar dan dalam
bisa dipasang drain yang kecil. Akhirnya dipasang suatu pembalut bertekanan dan pada luka besar di anggota
gerak akan menguntungkan pemakaian sementara lempengan bidai yang terbuat dari gips. Jika penjahitan
primer tak mungkin baik karena keadaan umum tak memungkinkan pembedahan dalam 8 jam setelah cedera
atau ia tak mencapai rumah sakit dalam waktu itu, maka setelah dibersihkan luka dikemasi terbuka. Semua
jaringan yang telah mati, terutama otot, dieksisi dan hemostasis dipastikan. 4 sampai 7 hari kemudian jika
sekarang luka telah bersih, tepi kulit disegarkan dan luka ditutup.
Juga perlu diberikan banyak perhatian pada perawatan untuk hemostasis dan penutupan jaringan yang
telah mati. Hal ini dikenal sebagai penjahitan primer tertunda. Harus dihindarkan tegangan pada luka baik
dengan membuat insisi sejajar garis luka yang melemaskan atau dengan menggunakan “split skin graft” di
daerah yang tertutup, di tempat mana tepi kulit hanya bisa didekatkan dengan tegangan.
Jika terjadi sepsis maka penutupan luka harus ditunda sampai ini diatasi. Jaringan mati dibuang dan
tepi luka dieksisi, bila perlu dipotong lebih bawah. Luka dijahit sedapat mungkin tanpa tegangan. Ini adalah
penjahitan sekunder. Suatu defek kulit yang menetap harus ditutupi dengan “split skin graft” atau “four
thickness flap” atau pedikel.
Sebelum bedah terbuka dengan fiksasi internal, klien ditraksi beberapa hari untuk menstabilkan
fraktur. Prosedur ini merupakan manajemen untuk fraktur pinggang (Buck’s traction). Perawat mengajari klien,
keluarga, dan/atau pihak lain selama dan setelah pembedaha. Perawatan preoperative untuk klien dengan bedah
muskuloskeletal sama de ngan perawatan pada klien bedah umum atau anestesi spinal.
2.8.2 Penanganan Intra Operatif
 Traksi
Traksi adalah pengaplikasian kekuatan tarikan pada bagian tubuh untuk memberikan reduksi, posisi
yang lurus dan istirahat, juga dapat menurunkan spasme otot, mengurangi nyeri, dan mencegah atau
memperbaiki bentuk tulang. Klien yang ditraksi biasanya dirawat di RS lebih lama daripada klien dengan gips,
tapi biasanya mobilisasi lebih cepat. Traksi mekanikal dapat dilanjutkan sebagai perawatan fraktur.
Traksi diklasifikasikan menjadi “running traction” atau “balanced suspention”. Pada running traction
kekuatan tarikan langsung pada daerah yang fraktur dan daerah yang tidak ditraksi boleh aktifitas. Pada
“balanced suspention” bagian yang countertraction diberi juga tarikan. Traksi dikelompokkan menjadi 4 tipe
yaitu: kulit, skeletal, plester/gips, dan penguat.

Traksi kulit Traksi skeletal pada tungkai bawah


Skin traction berhubungan dengan penggunaan pita traksi (jarang digunakan karena merusak kulit),
Velcro (hook and loop), boot (buck’s traction), sabuk traksi ini digunakan untuk kulit dan jaringan lunak.
Tujuan dari tipe traksi ini untuk mengurangi nyeri otot yang menyertai fraktur. Beban yang diberikan terbatas
yaitu antara 5-10 lb. Untuk mencegah injury kulit.
Traksi skeletal, pin, kawat, penjepit atu sekrup dimasukkan langsung ke tulang dan traksi ini
membutuhkan waktu yang lamadan beban biasanya antara 15-30 lb. Traksi skeletal bertujuan untuk meluruskan
tulang. Traksi plester merupakan kombinasi dari traksi skeletal dan gip plester. Traksi jepitan digunakan untuk
memperbaiki kesalahan bentuk tulang. Circumferential traksi menggunakan sabuk yang mengelilingi tubuh,
missal fraktur pelvis untuk masalah punggung bawah.
Ketika traksi digunakan pasien, perawat bertanggung jawab atas keseimbangan antara tarikan traksi
dan tekanan countertraksi. Beban tidak boleh diganti tanpa izin dokter, bebab harus bebas tergantung. Inspeksi
kulit dilakukan tiap 8 jam untuk tanda iritasi dan inflamasi jika memungkinkan, sabuk atu boot diberikan pada
skin traksi dilepas untuk inspeksi daerah di bawah alat. Pada klien lansia yang sering menderita penyakit
vaskuler, penyakit jaringan konektif, dan/atau DM, mereka mempunyai resiko tinggi bila ditraksi karena
ketidakadekuatan sirkulasi. Ada tipe traksi yang tidak cocok untuk klien lansia karena memerlukan immobilisasi
pada waktu yang lama, sehingga menyebabkan komplikasi yang serius, misalnya pneumoni dan emboli
pulmoner.
Perawat harus memberikan perhatian khusus untuk pins, kawat atu skrup pada kulit untuk tanda
inflamasi/infeksi ketika traksi skeletal digunakan.
 Gips
Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai kontur tubuh dimana gips ini
dipasang. Tujuan dari pemasangan gips ini adalah untuk mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan
memberikan tekanan yang merata pada jaringan lunak yang terletak di dalamnya. Dapat digunakan untuk
mengimobilisasi fraktur yang telah direduksi, mengkoreksi deformitas, memberikan tekanan merata pada
jaringan lunak di bawahnya, atau memberikan dukungan dan stabilitas bagi sendi yang mengalami kelemahan.
Secara umum, gips memungkinkan mobilisasi pasien sementara membatasi gerakan pada bagian tubuh tertentu.

 Tipe gips untuk trauma muskuloskeletal

Tipe dan karakteristik gips Kegunaan


Gips untuk ekstremitas atas:
1. Gips pendek untuk lengan (panjangnya dari 1. Fraktur stabil pada pergelangan tangan
bawah siku sampai ke bagian tangan). (metacarpal, carpal, dan tulang radius
2. Gips panjang untuk lengan (meliputi lengan bagian distal).
atas sampai ke bagian tangan). 2. Fraktur yang tidak stabil pada
3. Gips untuk lengan dan digantung (sama pergelangan tangan, humerus bagian
dengan no.2 , tapi lebih berat dengan distal, radius dan/atau ulna.
ditambahlengkung pada lengan bawah). 3. Fraktur humerus yang tidak dapat
diluruskan dengan gips panjang, traksi
yang ringan bisa dipasang sementara
klien tetap di tempat tidur.
Gips untuk ekstremitas bawah:
1. Short leg cast (SLC), dari bawah lutu sampai 1. Fraktur pergelangan kaki dan
ke dasar kaki. metatarsal.
2. Long leg cast (LLC), dari pertengahan paha 2. Fraktur tibia yang tidak stabil dan fibula.
ke dasar kaki. 3. Sama dengan SLC/LLC.
3. Gips yang bisa untuk dibuat jalan (alat untuk 4. Fraktur tibia yang stabil, fibula dan lutut.
berjalan pada pantat pada SLC/LCC). 5. Fraktur femur distal yang stabil,
4. Leg cylinder (mirip dengan SLC, tapi proksimal tibia dan fraktur pada lutut.
pergelangan kaki tidak digips).
5. Long-leg cylinder (mirip dengan LLC tetapi
pergelangan kaki tidak digips)

Gips penahan:
Patella weight-bearing cast (mirip dengan Fraktur femur bagian tengah atau distal.
SLC atau leg cylinder)
Gips badan:
1. Hip spica (dari bawah mammae ke kaki, kaki 1. Dislokasi pada pinggul, pelvis, dan
bawah dan setengah dari kaki yang tak injury pada pinggul.
terpengaruh atau kedua kaki). 2. Scoliosis, fraktur spina thoracis.
2. Riser’s cast (jaket dari bahu ke iliaca dan 3. Fraktur pada spina cervical.
panggul dan terbuka di depan dada).
3. Halo cast(jaket yang berisi beban).
Untuk gips plester, penting digunakan untuk memperingatkan klien tentang panas yang akan dirasakn
segera setelah gips dipasang. Gips yang baru, biasa disebut ‘a green cast’ yang tidak ditutup agar uudara bisa
menguap. Ketika gips klien basah harus dipindah dan diganti. Plester ini diganti setiap 1 atau 2 jam agar
sirkulasi udara lancar dan semua bagian gips tetap kering. Petugas kesehatan harus selalu ingat bahwa gips yang
basah perlu penanganan yang khusus.
Untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh urin/feses, gips seluruh tungkai seharusnya digunakan
untuk melindunginya dan menutupi daerah perineum. Bedpan khusus untuk fraktur lebih baik daripada bedpan
tradisional karena lebih kecil dan lebih nyaman untuk klien. Perawat mengecek untuk memastikan bahwa gips
tidak terlalu ketat dan memonitor secara teratur status neurovaskuler klien, biasanya dilakukan selama 24 jam
pertama setelah aplikasi. Perawat seharusnya dapat memasukkan jarinya diantara kulit dan gips. Jika gips
kering, perawat harus menginspeksi gips minimal 1 kali sehari untuk melihat ada/tidaknya drainase, retak,
remuk, penjajaran, dan ketepatan penyembuhan. Area drainase pada gips dibuat melingkar dan dimonitor terus
setiap ada perubahan. Jika ada darah pada gips de ngan fraktur tebuka harus segera dilaporakan pada dokter
jumlah drainase atau perubahan integritan kulit dari gips. Komplikasi lain dari gips perlu perawatan, misalnya
infeksi, gangguan sirkulasi dan kerusakan saraf perifer.
Gangguan sirkulasi, kerusakan nervus perifer, dan nekrosis dapat terjadi karena gips yang terlalu
ketat, dalam hal ini perawat harus mengkaji status neurovaskuler klien. Atropi dapat terjadi karena kurang
latihan selama immobilisasi ang lama pada daerah yang terpengaruh fraktur, biasanya pada ekstermitas. Perawat
mengkaji adanya komplikasi adanya immobilisasi kerusakan kulit, tromboemboli dan konstipasi. Sebelum gips
dilepas perawat perlu memberitahu klien bahwa tidak akan melukai kulit hanya merasa panas selama prosedur.
 Pembedahan
Untuk beberapa tipe fraktur, traksi sudah cukup sebagai terapi modalitas. Reduksi terbuka dengan
fiksasi internal merupakan metode umum untuk mengurangi dan immobilisasi fraktur. Jika metode ini tidak
berhasil, fiksasi eksternal dengan reduksi tertutup digunakan. Meskipun perawat bukan pembuat keputusan
terhadap teknik bedah, tapi penting untuk mengerti prosedur untuk memberikan pendidikan pada klien dan
perawatannya.

 Reduksi tebuka, fiksasi internal

Reduksi terbuka merupakan pembedahan langsung pada lokasi fraktur, lebih sering digunakan pada klien lansia
yang menderita komplikasi immobilisasi. Alat fiksasi interna yang biasa digunakan adalah pin, kawat, sekrup,
plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Setelah tulang sudah kembali ke posisinya, alat-alat tersebut
mungkin dipindahkan tergantung pada lokasi dan tipe fraktur.

 Fiksasio eksternal

Salah satu alternatif lain adalah fiksasi eksternal, setelah dilakukan reduksi fraktur, insisi kecil
percutaneus dibuat lalu pin diimplantasikan ke tulang. Lubang kecil didrill ke dalam tulang dan pin (seri metal)
dimasukkan ke dalam tulang untuk mencegah pergerakan tulang.
Fiksasi eksternal mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan teknik immobilisasi yang lain,
yaitu tidak banyak kehilangan darah dibandingkan dengan fiksasi internal. Kerugian dari fiksasi eksternal adalah
resiko infeksi(osteomyolitis) yang merupakan infeksi serius dan sulit untuk ditreatment.
Untuk mencegah infeksi beberapa agen punya prosedur perawatan pin yang dikerjakan sekali atau 2
kali tiap hari. Prosedur ini sama untuk traksi skeletal pada traksi kepala. Pin perlu dibersihkan secara khusus.
Perawat menginspeksi lokasi pin tiap ahri untuk melihat kemerahan, pembengkakan, dan drainage.
Pada beberapa treatmen fraktur, perawat mengkaji status neurovaskuler pada ekstremitas bagian
distal dari fraktur. Fiksator eksternal mungkin digunakan untuk ekstremitas atau fraktur pada pelvis. Setelah
fiksator dipindah, klien diberi penyangga sampai penyembuhan selesai. Klien dengan fiksator eksterna mungkin
mengalami gangguan body image, framenya besar dan kotor/berbau dan area sekelilingnya terjadi kerusakan
jaringan massive. Perawat harus sensitive terhadap rencana perawatan.
 Amputasi
Amputasi merujuk pada pengangkatan semua atau sebagian ekstremitas. Bila melakukan amputasi,
dokter bedah berupaya untuk menyelamatkan sebanyak mungkin tungkai. Sisa tungkai secara umum disebut “
puntung “.
Amputasi dapat terbuka (guillotine) atau tertutup. Amputasi terbuka dilakukan untuk infeksi berat. Ini
meliputi pemotongan tulang dan jaringan otot pada tingkat yang sama. Pembuluh darah dikateterisasi, dan luka
dibiarkan terbuka untuk mengalir. Balutan besar diberikan. Untuk mencegah retraksi kulit, sering 5 pon traksi
kulit diberikan. Luka dapat tertutup atau dibiarkan sembuh dengan granulasi bila infeksi bersih.
Untuk amputasi tertutup, dokter bedah menutup luka dengan flap kulit yang dibuat dengan
memotong tulang kira-kira 2 inchi lebih pendek daripada kulit dan otot. Amputasi ini dapat menyebabkan
perubahan body image ataupun harga diri pasien. Dalam hal ini pasien dapat melewati proses berduka.

You might also like