You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya cedera
kepala. Cedera kepala adalah keadaan serius dimana trauma yang mengenai calvaria, atau
basis cranii yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga dapat mengakibatkan
gangguan kesadaran, gangguan emosi, gangguan fisik dan gangguan kognitif maupun
social. Cedera kepala primer merupakan cedera kepala yang paling sering ditemukan dan
dapat menyebabkan kerusakan pada kulit kepala, tulang, wajah, jaringan otak, yang
nantinya dapat menimbulkan perdarahan otak.

Oleh, karena itu sangat penting untuk mengetahui dan mempelajari tentang cedera
kepala mulai dari definisi sampai prognosis. Selain itu, yang harus dipahami dalam modul
ini yaitu dapat menilai cedera kepala dengan menggunakan GCS dan indikasi seseorang
untuk masuk rumah sakit, rontgen, CT-Scan, ruang ICU serta manifestasi klinik menurut
lokasi cedera kepala untuk dapat mendiagnosis secara dini dan dapat menangani secara
cepat.

Sebagai klasifikasi dari cedera kepala, sebagai dokter yang berada pada lini
pertama, diharapkan dapat mendiagnosa cedera kepala secara tepat dan dapat melakukan
penanganan awal pada pasien dengan cedera kepala. Oleh karena itu dianggap sangat
penting bagi mahasiswa kedokteran untuk memahami mengenai topik-topik tersebut
lebih dalam lagi.

B. Tujuan

Tujuan modul 3 blok 20 ini adalah mempelajari dan memahami tentang definisi,
etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan,
komplikasi dan prognosis dari cedera kepala .
BAB II

ISI
SKENARIO

KEJATUHAN KELAPA

Seorang laki-laki 30 tahun dibawa oleh keluarganya ke IGD RS.Sehat karena tidak
sadar sesudah kepalanya kejatuhan buah kelapa 1 jam yang lalu,sewaktu bekerja di kebun.
Dari heteroanamnesa didapatkan muntah proyektil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan,vital
sign menunjukan : tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi : 96x/menit, RR : 26x/menit, suhu :
36,8oC, GCS : E2V3M4. Saat diperiksa tampak terdapat otthorea aurikular dekstra, pupil
anhisokor (diameter pupil kanan 6mm, kiri 3mm), hematoma subkutan di frontal kanan
ukuran 4x4 cm. Untuk diagnosis lebih lanjut, selanjutnya dokter jaga akan melakukan
pemeriksaan penunjang pada pasien ini setelah ABC (Airway,Breathing,Circulation) Stabil.

STEP 1. IDENTIFIKASI ISTILAH

 Muntah proyektil : muntah yang tiba tiba tanpa didahului perasaan mual, biasanya
karena peningkatan tekanan intracranial
 Pupil anisokor : perbedaan ukuran pupil antara pupil dextra dan sinistra
 GCS (Glasgow Coma Scale) : penilaian kesadaran secara kuantitatif, terdiri dari
penilaian Eye, Motoric, Verbal
 Otorrhea auricular dextra : keluarnya cairan serebrospinal dari telinga kanan
 Hematoma subkutan : kumpulan darah yang tidak normal dan terjadi di luar pembuluh
darah

STEP 2. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Bagaimana mekanisme cedera kepala bisa membuat pasien tidak sadar?


2. Apa saja penyebab penurunan kesadaran?
3. Bagaimana mekanisme otorrhea auricular, hematoma subkutan, pupil anisokor,
muntah proyektil?
4. Apa saja tanda-tanda lain dari basis cranii selain otorrhea?
5. Apa interpretasi dari pemeriksaan di scenario?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis?
7. Bagaimana penanganan awal pada pasien?
STEP 3. ANALISA MASALAH

STEP 4. STRUKTURISASI
Cedera kepala Ringan

Sedang

Penurunan kesadaran Berat

-TD 120/80 mmHg


Muntah proyektil Heteroanamnesis
-nadi 96x/menit

Pemeriksaan Fisik -RR 26x/menit

-suhu 36.8o C
Pemeriksaan
penunjang -GCS E2V3M4

Penanganan Awal

STEP 5. LEARNING OBJECTIVE

Menjelaskan definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologis, manifestasi klinis, diagnose,


penatalaksanaan, komplikasi, prognosis dari cedera kepala

STEP 6. BELAJAR MANDIRI

Setelah diskusi kelompok kecil yang pertama, kami berusaha untuk mencari bahan
yang akan didiskusikan lagi pada diskusi kelompok kecil kedua.

STEP 7. SINTESIS

Learning Objective I

Cedera Kepala

DEFINISI
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya
(Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera
mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan
Luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan
otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.

ETIOLOGI

Cedera kepala dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain:

1. Kecelakaan lalu lintas

2 Kecelakaan kerja

3. Trauma pada olah raga

4. Kejatuhan benda

5. Luka tembak

KLASIFIKASI

Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul
setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat
cedera kepala. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek, secara praktis dikenal 3
deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan:

1. Mekanisme Cedera kepala

Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala
tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau
pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya
penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau
cedera tumpul.

2. Beratnya Cedera

Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis
dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala.

a. Cedera Kepala Ringan (CKR)

GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau
mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral
maupun hematoma.

b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)

GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Cedera Kepala Berat (CKB)

GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia
lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.

3. Morfologi Cedera

Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :

a.Fraktur kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk
garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya
merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda
klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan
lebih rinci.

Tanda-tanda tersebut antara lain :

- Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)


- Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )

- Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan

- Parese nervus facialis ( N VII )

Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih
tebal dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.

b. Lesi Intrakranial

Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi
sering terjadi bersamaan.

Termasuk lesi lesi local ;

- Perdarahan Epidural

- Perdarahan Subdural

- Kontusio (perdarahan intra cerebral)

Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun keadaan
klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan
pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut
kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).

1) Perdarahan Epidural

Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon
temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998).
Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval
lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan
neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil
anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial. Perdarahan epidural
difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan
menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi
kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung
2) Perdarahan subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30 %


dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan
yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat
terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural
biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih
berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.

3) Kontusio dan perdarahan intracerebral

Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi
juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat
saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan
intracerebral.

Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut.

4) Cedera Difus

Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan
deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala. Komosio
Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu, namun terjadi
disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering
terjadi, namun karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari
kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia
integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera
klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran. Keadaan ini
selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran
beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu lamanya dan
reversible. Dalam definisi klasik penderita ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6
jam. Banyak penderita dengan komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist,
namun pada beberapa penderita dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit
neurologist itu misalnya : kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta gejala
lainnya. Gejala-gejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat.
Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana penderita mengalami coma
pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan
iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama
beberapa waktu, penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebasi dan bila
pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering
menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan
dulu diduga akibat cedera batang otak primer.

MANIFESTASI KLINIS

1. Fraktur Kranium

Fraktur basis kranii :

a. anterior : periorvital hematoma unilateral/bilateral (brill hematoma/racoon eyes),


kerusakan saraf kranial I,II, kerusakan kiasma optikum, III, rinore+epistaksis

b. media : battle sign, rinore, otore, kerusakan saraf kranial III,IV,VI, kerusakan arteri
karotis (epistaksis, iskemia, infark serebri, fistula kortiko-kavernosus), kerusakan
saraf kranial VII,VIII, kerusakan telinga dalam, organ vestibuli, kerusakan membran
timpani, tulang pendengaran, hemotimpanum, kerusakan hipofisis

c. posterior : cedera batang otak, cedera saraf kranial IX, X,XI,XII, fraktur kondilus
oksipitalis, ekstensi fraktur ke tulang petrosus, klivus, sela tursika, kematian

2. Cedera otak difus : pada konkusi, pasien biasanya menderita kehilangan gangguan
neurologis non fokal sementara, yang seringnya termasuk kehilangan kesadaran.

3. Hematoma intraserebral : nyeri kepala, mual, muntah, penurunan kesadaran, kejang

4. Hematoma epidural : lucid interval, penurunan kesadaran, defisit neurologis


(hemiparese kontralateral, dilatas pupil ipsilateral), nyeri kepala, mual, muntah

Ciri-ciri dari peningkatan TIK

a. Tingkat kesadaran: gelisah, iritabilitas, perubahan personality, bingung,


agitasi,penurunan GCS.
b. Pupil: ptosis, lambatnya reaktifity, perubahan unilateral ukuran pupil karena tekanan
nervus okulomotor.

c. Mata : blurred vision, diplopia, penurunan ketajaman penglihatan karena penekanan


pada nervus yang mengontrol pergerakan mata ( N II, IV, VI).

d. Motor : pronatot drift, penurunan kekuatan menggenggam, kontralateral hemiparese.

e. Sensori: penurunan respon pada sentuhan.

f. Sakit kepala : sakit kepala dengan mual atau muntah,sakit kepala jika tegang.

g. Bicara : lambat.

h. Memori : gangguan memori sedikit.

1. Cedera otak ringan : GCS 14-15


Penderita-penderita tersebut sadar namun dapat mengalami amnesia berkaitan
dengan cedera yang dialaminya. Dapat disertai riwayat hilangnya kesadaran yang
singkat namun sulit untuk dibuktikan terutama bila di lawah pengaruh alkohol atau
obat-obatan.

2. Cedera otak sedang : GCS 9-13


Sepuluh persen dari penderita cedera kepala di UGD menderita cedera otak
sedang. Mereka umumnya masih mampu menuruti perintah sederhana, namun biasanya
tampak bingung atau mengantuk dan dapat disertai defisit neurologis fokal seperti
hemiparesis.

3. Cedera otak berat : GCS 3-8


Penderita dengan cedera kepala berat tidak mampu melakukan perintah
sederhana walaupun status kardiopulmonernya telah stabil.

DIAGNOSIS

Anamnesis
Informasi yang diperlukan adalah:

 Identitas pasien: Nama, Umur, Sex, Suku, Agama, Pekerjaan, Alamat


 Keluhan utama
 Mekanisma trauma
 Waktu dan perjalanan trauma
 Pernah pingsan atau sadar setelah trauma
 Amnesia retrograde atau antegrade
 Keluhan : Nyeri kepala seberapa berat, penurunan kesadaran, kejang, vertigo
 Riwayat mabuk, alkohol, narkotika, pasca operasi kepala
 Penyakit penyerta : epilepsi, jantung, asma, riwayat operasi kepala, hipertensi dan
diabetes melitus, serta gangguan faal pembekuan darah

Pemeriksaan fisik Umum

Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, serta pemeriksaan


khusus untuk menentukan kelainan patologis, dengan metode:

 Dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki atau,


 Per organ B1 – B6 (Breath, Blood, Brain, Bowel, Bladder, Bone)
Pemeriksaan fisik yang berkaitan erat dengan cedera otak adalah:

1) Pemeriksaan kepala, mencari tanda :


a. Jejas di kepala meliputi; hematoma sub kutan, sub galeal, luka terbuka,
luka tembus dan benda asing.
b. Tanda patah dasar tengkorak, meliputi; ekimosis periorbita (brill
hematoma), ekimosis post auricular (battle sign), rhinorhoe, dan otorhoe
serta perdarahan di membrane timpani atau leserasi kanalis auditorius.
c. Tanda patah tulang wajah meliputi; fraktur maxilla (Lefort), fraktur rima
orbita dan fraktur mandibula
d. Tanda trauma pada mata meliputi; perdarahan konjungtiva, perdarahan
bilik mata depan, kerusakan pupil dan jejas lain di mata.
e. Auskultasi pada arteri karotis untuk menentukan adanya bruit yang
berhubungan dengan diseksi karotis
2) Pemeriksaan pada leher dan tulang belakang, mencari tanda adanya cedera pada
tulang servikal dan tulang belakang dan cedera pada medula spinalis. Pemeriksaan
meliputi jejas, deformitas, status motorik, sensorik, dan autonomik.

Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan status neurologis terdiri dari :


a. Tingkat kesadaran : berdasarkan skala Glasgow Coma Scale (GCS).
Glasgow Coma Scale
Membuka Mata (E) Secara Spontan 4
Bila diajak bicara 3
Bila ada rangsangan nyeri 2
Tidak ada reaksi 1
Respon Verbal (V) Orientasi baik 5
Pembicaraan membingungkan 4
Kata-kata tidak tepat 3
Suara-suara yg tidak berarti 2
Tidak ada reaksi 1
Respon Motorik (M) Menuruti perintah 6
Melokalisir nyeri 5
Reaksi menghindar 4
Reaksi fleksi (dekortikasi) 3
Reaksi ekstensi (deserebrasi) 2
Tidak ada reaksi 1

Cedera kepala berdasar GCS, yang dinilai setelah stabilisasi ABC diklasifikasikan:
GCS 14 – 15 : Cedera otak ringan (COR)

GCS 9 – 13 : Cedera otak sedang (COS)

GCS 3 – 8 : Cedera otak berat (COB)

b. Saraf kranial, terutama:


 Saraf II-III, yaitu pemeriksaan pupil : besar & bentuk, reflek cahaya, reflek
konsensuil → bandingkan kanan-kiri.
 Tanda-tanda lesi saraf VII perifer.
c. Fundoskopi dicari tanda-tanda edema pupil, perdarahan pre retina, retinal detachment.
d. Motoris & sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah mencari tanda
lateralisasi.
e. Autonomis: bulbocavernous reflek, cremaster reflek, spingter reflek, reflek tendon,
reflek patologis dan tonus spingter ani.

Pemeriksaan Foto Polos Kepala


Indikasi pemeriksaan foto polos kepala :

1) Kehilangan kesadaran, amnesia


2) Nyeri kepala menetap
3) Gejala neurologis fokal
4) Jejas pada kulit kepala
5) Kecurigaan luka tembus
6) Keluar cairan cerebrospinal atau darah dari hidung atau telinga
7) Deformitas tulang kepala, yang terlihat atau teraba
8) Kesulitan dalam penilaian klinis : mabuk, intoksikasi obat, epilepsi, anak
9) Pasien dengan GCS 15, tanpa keluhan dan gejala tetapi mempunyai resiko :
benturan langsung atau jatuh pada permukaan yang keras, pasienusia > 50 tahun.

Pemeriksaan CT Scan

Indikasi pemeriksaan CT kepala pada pasien cedera kepala :

1) GCS< 13 setelah resusitasi.


2) Deteorisasi neurologis : penurunan GCS 2 poin atau lebih, hemiparesis, kejang.
3) Nyeri kepala, muntah yang menetap
4) Terdapat tanda fokal neurologis
5) Terdapat tanda Fraktur, atau kecurigaan fraktur
6) Trauma tembus, atau kecurigaan trauma tembus
7) Evaluasi pasca operasi
8) pasien multitrauma ( trauma signifikan lebih dari 1 organ )
9) Indikasi sosial

TATALAKSANA
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kegawatdaruratan bedah merupakan aspek yang sangat luas. Berbagai macam


penyakit dapat memiliki kriteria gawat dan darurat. Kasus gawat darurat yang terbanyak dan
dapat mengacam jiwa adalah salah satunya cedera kepala. Cedera kepala merupakan suatu
trauma yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar yang dapat mengakibatkan gangguan
kesadaran, emosi, kognitif, perilaku, dll. Pada cedera kepala yang terpenting adalah
penanganan dan diagnosa cepat bila terlambat dapat menimbulkan kerusakan otak sekunder
yang mengakibatkan kecacatan bahkan kematian. Transfer pasien yang memenuhi syarat
dengan segera akan mengurangi morbiditas dan mortalitas. Selain cedera kepala, perdarahan
yang berada di otak seperti hematoma epidural, hematoma subdural, hematom intraserebral,
dan hematom subarachnoid memerlukan penanganan yang cepat dan sesegera mungkin.

Setelah mempelajari topik-topik tersebut diharapkan mahasiswa mampu menerapkan


ilmu-ilmu yang sudah didapat apabila sudah memasuki lingkungan klinis dan ketika menjadi
dokter umum, mahasiswa sudah mengetahui batas-batas penanganannya dan membuat surat
rujukan.

B. Saran

Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi diskusi
kelompok, penulisan tugas tertulis , dan sebagainya, untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar dan teman-teman angkatan
DAFTAR PUSTAKA

Tim Neurologi RSU dr. Soetomo. (2014). Guidline for Management of Traumatic Brain
Injury. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

You might also like