Professional Documents
Culture Documents
Keterangan Umum
Nama : Tn. Saran
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 59 tahun
Pekerjaan : Buruh
Domisili : Tangerang
Tanggal masuk RS : Jumat, 27 April 2018
ANAMNESIS
• Keluhan Utama : Nyeri dan tegang di seluruh lapang perut
• Anamnesis Khusus :
Pasien datang dengan keluhan nyeri dan tegang di seluruh lapang
perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan terus
menerus dan semakin nyeri ketika bergerak. Keluhan disertai dengan perut
kembung, mual tanpa disertai muntah, tidak bisa BAB dan flatus sejak 1
hari terakhir, terakhir BAB cair tanpa disertai lendir dan darah 1 hari
sebelum masuk rumah sakit, keluhan disertai sesak yang terus menerus
dirasakan dan semakin bertambah berat, pasien tidur dengan 2 bantal,
sering terbangun karena sesak, tidak disertai keluhan saat beraktivitas,
pasien juga mengeluh batuk berdahak tanpa disertai darah sejak 2 minggu
SMRS disertai keringat malam, tidak disertai demam atau penurunan berat
badan. Keluhan pasien tidak disertai dengan nyeri ulu hati atau nyeri pada
perut kanan bawah sebelumnya.
2.1.1 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat pengobatan tuberkulosis paru tahun 2017 selama
6 bulan, dinyatakan sembuh. Riwayat tekanan darah tinggi tidak ada. Riwayat
diabetes melitus tidak ada, riwayat operasi tidak ada, riwayat gastritis tidak ada.
Riwayat Pengobatan
Riwayat mengonsumsi jamu tidak rutin, pasien jarang membeli obat-obatan bebas
di warung.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : compos mentis, GCS 15 (E4 M6 V5)
Tekanan Darah : 80/50 mmHg
Nadi : 102 x/menit
Laju respirasi : 26 x/ menit
Suhu : 36,8°C
Status Lokalis
a/r abdomen :
Inspeksi : cembung, tegang,
Auskultasi : bising usus menurun, lemah
Palpasi : defans muskular +, nyeri tekan seluruh abdomen,
pembesaran hepar/lien suilt dinilai
Perkusi : dumb board phenomen, nyeri ketuk di seluruh lapang
abdomen, nyeri tekan lepas.
Rovsing sign, Psoas sign, Obturator sign sulit dinilai
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang
2.1.2 Laboratorium
DPL (27-4-2018)
Hemoglobin : 8,6
Leukosit : 19500
Trombosit : 838000
Gula darah sewaktu : 82
Na : 133
K : 4,5
Cl : 98
Ureum : 48
Creatinin : 1,5
Radiologi
Foto Toraks PA (28-4-18)
Foto abdomen 3 posisi PA (28-4-18)
Pemeriksaan EKG
DIAGNOSIS KERJA
1. Syok sepsis
2. Diffuse peritonitis ec susp. Tuberkulosis abdomen
3. Pneumonia
Tatalaksana
27-7-2018
Umum :
• Observasi Tanda vital
• Monitoring urin output
• IVFD NaCL Loading 2000 cc
• NGT
• Konsul Paru
• Konsul Penyakit Dalam
Khusus :
• Rencana operasi 29 April 2018
• Antibiotik : Ceftriaxone 1x2 gr i.v
• Ranitidin 2x1 amp
• Inhalasi Ventolin 3x1
• Ambroxol 3x1 tab
• Paracetamol 3x1 tab
• Paru (28/04/2018 via WA Pkl 20.00)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Peritoneum1
Peritoneum adalah sebuah membran serosa transparan yang berkilau dan melapisi
rongga abdominopelvikal serta meliputi visera organ
Peritoneum terbagi menjadi dua lapisan:
• Peritoneum parietalis yang melapisi bagian dalam dinding
abdominopelvikal
• Peritoneum viseralis yang meliputi visera seperti pada lambung
dan usus
Kedua lapisan peritoneum terdiri atas mesotelium, yang merupakan lapisan sel-sel
epitel skuamosa sederhana.
Peritoneum dan visera berada dalam rongga abdomen, yang berlanjut
sampai rongga pelvis. Di antara lapisan parietal dan viseral peritoneum terdapat
sebuah rongga potensial yang disebut rongga peritoneum. Tidak ada organ yang
terdapat dalam rongga peritoneum. Cairan peritoneum diabsorpsi oleh pembuluh
limfe yang berada di permukaan inferior dari difragma. Rongga peritoneum
tertutup sempurna pada laki-laki, sedangkan pada wanita terdapat saluran yang
menghubungkan rongga peritoneum dengan bagian luar tubuh melalui tuba uteri,
rongga uterus dan vagina. Saluran ini merupakan saluran yang potensial untuk
terjadinya infeksi dari luar tubuh. Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu:
gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum, kolon sigmoid, sekum,
danappendix (intraperitoneum), pankreas, duodenum, kolon ascenden dan descenden, ginjal dan
ureter (retroperitoneum). Peritoneum terdiri atas mikrovili untuk memperluas permukaan
peritoneum yang berfungsi untuk keseimbangan cairan.
Terdapat cairan peritoneal yang disebut cairan serosa yang biasanya
berjumlah sedikit. Cairan ini berfungsi sebagai lubrikan pada visceral peritoneum
sehingga memudahkan pergerakan organ bebas pada rongga dan dinding
abdomen. Cairan ini terdiri dari air, protein, elektrolit dan plasma darah dari
pembuluh darah lokal. Cairan ini juga mengandung beberapa sel seperti
mesotelium yang terdeskuamasi, nomal peritoneal makrofag, sel mas, fibroblast,
limfosit, dan sel leukosit. Secara normal, rongga peritoneum tidak memiliki gas,
meskipun terdapat banyak cairan pada kondisi inflamasi.
2. Infeksi Intraabdominal
Infeksi intraabdominal adalah respon inflamasi pada peritoneum terhadap
mikroorganisme dan toksinnya yang menghasilkan eksudat purulen pada rongga
peritoneum. Gangguan ini dapat terjadi ketika apendiks, divertikulum, atau abses
ruptur; ketika dinding abdomen menjadi lemah karena iskemia, tumor atau
inflamasi, atau adanya proses inflamasi pada organ yang berdekatan, seperti
pankreatitis atau pelvic inflamatory disease, yang dapat menyebabkan bocornya
enzim atau organisme ke dalam rongga peritoneum.
Infeksi intraabdominal diklasifikasikan kedalam uncomplicated dan
complicated. Uncomplicated intraabdominal infection merupakan inflamasi yang
terjadi pada saluran GI tanpa disertai gangguan anatomi, tidak menyebar ke
rongga peritoneum dan hanya terjadi pada satu organ. Sedangkan, complicated
intraabdominal infection adalah perluasan infeksi yang terjadi hingga rongga
peritoneal. Pada complicated intraabdominal infection, terbagi menjadi localized
peritonitis dan diffuse peritonitis. Localized peritonitis biasanya bermanifestasi
sebagai abses dan jaringan debris, bakteri, neutrophil, makrofag dan cairan
eksudat pada kapsula fibrosa. Diffuse peritonitis dikategorikan sebagai primer,
sekunder, dan tersier.
Peritonitis primer diketahui juga sebagai spontaneous bacterial peritonitis.
Peritonitis ini dihasilkan oleh translokasi bakteri dari dinding gastrointestinal
yang masih utuh. Diagnosis membutuhkan aspirasi cairan dengan hasil
karakteristik WBC > 500 cells/mm 3 , Laktat yang tinggi, dan kadar gula yang
rendah dan setelah itu dilakukan kultur. Biasa disebabkan oleh streptococcal,
enterococcal, dan staphylococcus aureus.
Peritonitis sekunder disebabkan oleh mikroba contaminant dari perforasi,
laserasi, atau segmen nekrotik pada saluran gastrointestinal. Diagnosis
didasarkan oleh pemeriksaan klinis, dan anamnesis pasien. Konfirmasi
diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiografi imaging seperti CT
scan dengan kontras. Pada penyebab kelainan billier dapat dilakukan
pemeriksaan USG.
Peritonitis tersier merupakan infeksi rekuren yang terjadi setidaknya 48 jam
setelah dilakukan tatalaksana pada primary atau secondary peritonitis.2,3
3. ETIOLOGI
4. Patofisiologi
5. GAMBARAN KLINIS
6. DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG4,5
Pemeriksaan Laboratorium
Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra
abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ µL) dengan
adanya pergerakan ke bentuk immatur pada differential cell count. Namun
pada pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan beberapa tipe
infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak
ditemukan atau malah leukopenia
Radiologi
Foto polos
USG
CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In 111–labeled autologous
leucocyte scan, technetium Tc 99m-iminoacetic acid derivative scan).
Scintigraphy
MRI
• dapat dilihat adanya udara bebas dan bowel obstruksi. Pada penggunaan
kontras water-soluble dapat menampakan kebocoran
• Terdapat udara bebas dalam rongga abdomen
TATALAKSANA PERITONITIS6
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua
penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan :
o Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri
tekan terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda
perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi,
leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat
ditangani).
o Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi
usus, extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri
mesenterika.
o Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan
saluran cerna yang tidak teratasi.
o Pemeriksaan laboratorium.
o Drainase dapat dilakukan dengan tujuan untuk mengevakuasi purulent dan
cairan terkontaminasi. Hal ini dapat dilakukan secara perkutaneus atau
open surgical intervention. Drainase perkutaneus dapat dilakukan dengan
atau tanpa bantuan imaging seperti USG atau CT. Pada beberapa kondisi
seperti poor surgical candidates, yang kemungkinan mortalitasnya tinggi
jika dilakukan operasi pilihan perkutaneus drainase menjadi pilihan utama.
Open surgical drainage dilakukan pada pasien dengan generalized
peritonitis, atau ongoing gross contamination atau yang gagal setelah
dilakukan perkutaneus drainase.
Tatalaksana sepsis7
1. Stabilisasi pasien langsung
Pasien dengan sepsi berat harus dimasukan dalam ICU.tanda vital pasien harus di
pantau. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang memadai dengan obat.
Pertimbangkan tekanan darah arteri pada pasien hipotensif dengan obat vasokatif,
misalnya dopamine, dobutamin , dan norepinefrin.
2. Darah harus cepat di bersihkan dari mikroorganisme
Perlu segera perawatan empiric dengan antimicrobial, yang jika diberikan secara
dini dapat menurunkan perkembangan syok dan angka mortalitas. Setelah sempel
di dapatkan dari pasien , di perlukan regimen antimicrobial dengan spektrum
aktivitas luas. Bila telah di temukan penyebab pasti, maka antimikroba di ganti
sesuai dengan agen penyebab sepsis tersebut.
Sebelum ada hsil kultur darah , di berikan kombinasi antibiotik yang kuat ,
misalnya antara golongan penisilin/penicillinase, bila resisten dengan penicillin
dengan gentamicin.
Golongan penicillin
Dosis
- sefalotin : 1-2 gram tiap 4-6 jam, biasanya dilarutkan dalam 50-100 ml cairan,
diberikan per-drip dalam 20-30 menit untuk menghindari flebitis.
- Klorampenikol : 6x 0,5 g/hari iv
- Klindamisin : 4x 0,5 g/hari iv
KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu : 9
a.Komplikasi dini Septikemia dan syok septic, Syok hipovolemik, Sepsis intra
abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system,
Abses residual intraperitoneal, Portal Pyemia (misal abses hepar)
b.Komplikasi lanjutAdhesi, Obstruksi intestinal rekuren
PROGNOSIS
Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada
peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen
Pada Peritonitis Spontan Primer, adanya rekurensi hingga 70%.
REFERENSI
1. Andersn DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB, Pollock RE.
Schawartz’s Principles of Surgery. 10th ed. NY; McGraw-Hill: 2010.
2. Lopez N, Kobayashi L, Coimbra R. A comprehensive review of abdominal
infections. World Journal of emergency Surgery: 2011.
3. Peralta R. Peritonitis and Abdominal Sepsis. 2010; Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/192329-overview.
4. Dennis L Kasper DFZ. Intraabdominal Infections And Abscesses. Harrison's
Principles of Internal Medicine2005. p. 749
5. Filippone A, Cianci R, Pizzi AD, Esposito G, Pulsone P, Tavoletta A, et al.
CT findings in acute peritonitis: a pattern-based approach. Turkish Society
of Radiology: 2015.
6. Bandy SM. Spontaneous Bacterial Peritonitis: Treatment & Medicatio. 2010;
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/789105-treatment.