You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah terinfeksinya saluran

pernafasan atas maupun disaluran pernafasan bawah yang disebabkan oleh

virus, yang sering terjadi pada anak usia 2-5 tahun (Surendranathan dkk, 2008).

Pendapat lain dari Kunoli (2013 ) Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA)

merupakan penyakit utama penyebab kematian bayi dan sering menempati

urutan pertama angka kesakitan anak. Pendapat lain dari Corwin (2009) Infeksi

saluran nafas atas adalah infeksi dan di sebabkan mikroorganisme di struktur

saluran nafas atas yang tidak berfungsi untuk pertukaran gas, termasuk rongga

hidung, faring, dan laring, yang dikenal dengan ISPA antara lain pilek,

faringitis atau radang tenggorok, laringitis, dan influenza tanpa komplikasi.


Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau

bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala:

Tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak. Period

prevalence ISPA dihitung dalam kurun waktu 1 bulan terakhir. Lima provinsi

dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%),

Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Pada

Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi tertinggi

dengan ISPA. Hasil Riset Dasar Kesehatan Nasional (Riskesdas) tahun 2007,

diketahui setiap tahunnya 40-60% dari kunjungan di Puskesmas merupakan

1
2

penderita penyakit ISPA. Proporsi kematian anak yang disebabkan oleh ISPA

mencapai 20-30% (Depkes RI, 2008).


Angka kejadian ISPA di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai

18,45%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa ISPA merupakan penyakit

menular yang diderita oleh anak dan menjadi penyebab kematian anak. Period

prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013 (25,0%) tidak jauh

berbeda dengan 2007 (25,5%), menggambarkan karakteristik penduduk dengan

ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-5 tahun (25,8%) (Riskesdas,

2013). Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian utama pada bayi

dan anak anak seperti ISPA, diare, tetanus neonaturum, dan penyakit kelahiran

lebih sering terjadi pada penduduk miskin. Rendahnya status kesehatan

penduduk miskin terutama disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap

pelayanan kesehatan karena kendala geografis dan kendala biaya (cost barrier).

Dalam RPJMN (2005) diketahui bahwa tenaga kesehatan yang menyebar pada

penduduk miskin hanya 39,1 persen dibanding 82,3 persen pada penduduk

kaya. Dari data tersebut ternyata penduduk miskin belum terjangkau oleh

sistem jaminan/asuransi kesehatan (Adisasmito, 2014).


Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengendalikan

penyakit ISPA, dimulai sejak tahun 1984 bersamaan dengan diawalinya

pengendalian ISPA di tingkat global oleh WHO (Kemenkes, 2012). Namun

sampai saat ini, upaya tersebut belum memperlihatkan hasil yang signifikan.

Kasus ISPA masih banyak ditemukan di tempat pelayanan kesehatan, baik di

tingkat Puskesmas maupun di tingkat Rumah sakit. Keluarga memiliki peranan

penting dalam melakukan upaya pencegahan dan perawatan anak yang


3

menderita ISPA. Hal ini dikarenakan usia anak belum mampu memenuhi

kebutuhannya sendiri sehingga membutuhkan bantuan dari orang lain, terutama

ibu. Ibu adalah pemberi asuhan primer bagi anak yang sakit kronik (Friedman,

2012).
Hartono dan Rahmawati (2012) menyebutkan bahwa infeksi

pernafasan meningkat pada usia anak. Pada usia 3-6 bulan merupakan saat-saat

hilangnya antibodi keibuan dan produksi antibodi bayi itu sendiri. Sisa infeksi

dari virus berkelanjutan pada waktu anak dan pra sekolah. Ibu memiliki

peranan yang cukup besar dalam mengasuh dan merawat anak yang sakit,

mengingat ibu adalah pengasuh utama anak. Adapun aktivitas perawatan yang

dapat dilakukan oleh ibu pada saat anak menderita ISPA adalah memberikan

nutrisi yang tepat selama anak sakit maupun setelah sakit, memberikan cairan

yang cukup selama demam dan tidak membiarkan anak kehausan, memberikan

ramuan yang aman untuk melegakan tenggorokan dan meredakan batuk,

melakukan perawatan selama demam, dan observasi tanda-tanda pneumonia

(Nurhidayah, 2008).
Pendapat lain dari WHO (2005), pada anak menderita ISPA ibu dapat

memberikan makan anak selama sakit dengan porsi sedikit tapi sering,

tingkatkan pemberian cairan untuk mengurangi dehidrasi, Legakan

tenggorokan dan sembuhkan batuk dengan obat yang aman, Perhatikan tanda

yang menunjukkan anak penderita pneumonia, melakukan perawatan selama

demam.
Selain itu, upaya pencegahan penyakit juga penting dilakukan oleh ibu

baik dengan memberikan imunisasi maupun penghindaran pajanan asap,

perbaikan lingkungan hidup dan sikap hidup sehat (Misnadiarly, 2008)


4

Faktor risiko terjadinya ISPA pada anak juga tidak hanya

faktor dari individu anaknya saja melainkan faktor lingkungan dan faktor

perilaku keluarga (Depkes, 2004). Faktor lingkungan dilihat dari pencemaran

udara dalam rumah, ventilasi rumah, kepadatan hunian, kelembaban,

kebersihan, dan musim (WHO,2007). Faktor perilaku yakni perilaku dalam

pencegahan dan penaggulangan yang dilakukan oleh keluarga baik ibu, bapak,

ataupun anggota keluarga lain untuk menjaga kesehatan anak dan terhindar

dari penyakit ISPA (Depkes, 2004).


Penelitian mengenai faktor-faktor dengan kejadian ISPA telah di

teliti oleh Sulistyoningsih dan Redi (2010) dengan hasil bahwa di Wilayah

Puskesmas Wilayah DTP Jamanis Kabupaten Tasikmalaya menunjukkan

pengetahuan ibu, pendidikan ibu, status ekonomi, status gizi anak, jenis

kelamin anak, dan status imunisasi anak berhubungan dengan penyakit ISPA

pada usia 12-60 bulan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhandayani

(2006) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada

anak di Kabupaten Pati adalah kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang

tidur, keberadaan anggota keluarg yang merokok dan keberadaan anggota

keluargayang mengalami ISPA (penularan) memiliki hubungan yang signifikan

dengan kejadian ISPA di Kabupaten Pati


Faktor-faktor yang mempengaruhi peran ibu dalam memberikan

penanganan pertama ISPA pada anak menurut Friedman dalam Padila (2012),

yaitu : (1) Tingkat pendidikan (2) Tingkat ekonomi (3) Umur (4) Pengalaman

sakit (5) Tradisi atau kepercayaan. Menurut studi epidemiologi bahwa

permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan yang ditemukan paling


5

banyak di masyarakat adalah rendahnya tingkat pendidikan dan ekonomi,

seperti yang telah di jabarkan diatas bahwa pendidikan memiliki peran yang

penting, dalam hal ini khususnya tentang peran ibu dalam memberikan

penanganan pertama ISPA pada anak yang kebanyakan belum tepat dalam

memberikan penanganan di karenakan masih banyaknya ibu yang memiliki

pendidikan yang rendah sehingga saat ini penerimaan masyarakat indonesia

terhadap penyembuhan tradisional masih tetap tinggi, bukan hanya masyarakat

pedesaan melainkan juga masyarakat perkotaan. Pengobatan tradisional ini

bukan hanya oleh masyarakat golongan bawah, melainkan juga oleh golongan

menengah dan atas. Hal ini di sebabkan oleh faktor budaya, sistem nilai, tradisi

dan pengetahuan mereka tentang sakit, penyakit, dan upaya penyembuhannnya

(Amir dan Hanafiah, 2009).


Selain tingkat pendidikan tingkat ekonomi yang rendah menjadikan

masyarakat menggunakan pelayanan kesehatan non pemerintah misalnya dari

swasta maupun penyedia tradisional atau pelayanan kesehatan tradisional lebih

dapat dianggap sebagai cerminan kepercayaan masyarakat terhadap perawatan

yang di anggap sesuai oleh masyarakat tersebut, dari pada kemauan mereka

membayar setiap jenis pelayanan kesehatan yang di sediakan (Soesetyo dan

Tjiptoherijanto, 2008).
Pendidikan dan ekonomi akan berpengaruh pada peran seseorang,

selanjutnya peran akan berpengaruh pada perilaku peningkatan derajat

kesehatan keluarga. Keluarga adalah unit masyarakat terkecil. Oleh sebab itu

untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang baik harus di mulai dari

keluarga. Orang tua terutama ibu merupakan sasaran utama dalam penanganan
6

suatu penyakit, seorang ibu yang memiliki peran yang buruk dalam merawat

atau memberikan penanganan yang salah akan mempengaruhi anggota

keluarga yang lain. Peranan ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu

mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pendidik anak-

anaknya, selain itu ibu juga berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam

keluarga dan pengambil keputusan dalam perawatan kesehatan keluarga

(Efendi dan Makhfudli, 2009).


Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Puskesmas

Tayu I pada bulan september 2015 jumlah anak yang berkunjung pada bulan

agustus dengan ISPA sebanyak 1065 anak hal ini menduduki urutan pertama

dari beberapa penyakit pada anak yang berkunjung di Puskesmas Tayu I pada

bulan Agustus 2015 dan yang menduduki urutan tertinggi anak menderita ISPA

adalah di Desa Pakis sebanyak 60 anak. Berdasarkan hasil wawancara dengan

5 orang ibu di Desa Pakis, 3 diantaranya memiliki tingkat pendidikan dan

ekonomi rendah dan mengatakan jika anaknya sakit batuk dan panas ibunya

membawa ke dukun bayi mereka berfikiran kalau anaknya hanya (ketliyer)

nanti setelah di pijat dan di suwuk (bacakan do’a) akan sembuh sendiri dan 2

orang lainnya memiliki tingkat pendidikan dan ekonomi baik serta memiliki

peran yang baik dalam penanganan ISPA yaitu dengan membawa anaknya ke

bidan atau puskesmas. Di Desa Pakis rata – rata tingkat pendidikan ibu masih

rendah SD, SMP, SMA, dan Tidak Sekolah. Dari data tersebut paling banyak

ibu dengan pendidikan SMP. Begitu juga dengan status ekonomi keluarga

dimana mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan karyawan pabrik.


7

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan peran ibu memberikan

penanganan pertama ISPA pada anak di Desa Pakis Kecamatan Tayu

Kabupaten Pati”

B. Rumusan Masalah
ISPA merupakan penyakit menular yang diderita oleh anak dan

menjadi penyebab kematian anak yang disebabkan oleh virus, yang sering

terjadi pada anak usia 2-5 tahun. Berbagai upaya telah dilakukan oleh

pemerintah untuk mengendalikan penyakit ISPA, namun sampai saat ini, upaya

tersebut belum memperlihatkan hasil yang signifikan. Hal ini dikarenakan usia

anak belum mampu memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga membutuhkan

bantuan dari orang lain, terutama ibu. Ibu memiliki peranan yang cukup besar

dalam mengasuh dan merawat anak yang sakit. Ibu akan memiliki peran yang

baik merawat anak apabila pendidikan dan ekonominya juga baik.


Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan permasalahan ini

adalah “Adakah faktor-faktor yang berhubungan dengan peran ibu memberikan

penanganan pertama ISPA pada anak di Desa Pakis Kecamatan Tayu

Kabupaten Pati?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui beberapa faktor dengan peran ibu memberikan

penanganan pertama ISPA pada anak di Desa Pakis


2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran tingkat pendidikan ibu di Desa Pakis
b. Mengetahui gambaran tingkat ekonomi ibu di Desa Pakis
c. Mengetahui gambaran tradisi atau kepercayaan ibu di Desa Pakis
d. Mengetahui gambaran peran ibu memberikan penanganan pertama

ISPA pada anak di Desa Pakis


8

e. Mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan peran ibu

memberikan penanganan pertama ISPA pada anak di Desa Pakis


f. Mengetahui hubungan tingkat ekonomi dengan peran ibu memberikan

penanganan pertama ISPA pada anak di Desa Pakis


g. Mengetahui hubungan tradisi/kepercayaan dengan peran ibu

memberikan penanganan pertama ISPA pada anak di Desa Pakis

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi ibu dan masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat

tentang pentingnya penanganan pertama jika anak sakit terutama sakit

ISPA, sehingga menambah wawasan mengenai penyakit pernafasan dan

cara penanganan pertama yang tepat


2. Bagi Puskesmas
Dapat memberikan pelayanan kesehatan secara optimal untuk masyarakat

khususnya komunitas ibu


3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan

penelitian selanjutnya serta mempermudah penyusunan rencana dan

intervensi keperawatan untuk mengatasi fenomena tentang masalah Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA).


4. Bagi Peneliti
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

kesehatan anak dan komunitas terutama tentang karakteristik keluarga

dengan peran ibu dalam penanganan pertama ISPA pada anak dan

menambah pengetahuan dibidang keperawatan.

You might also like