Professional Documents
Culture Documents
vi
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Kloning pada manusia merupakan prestasi besar dan menjadi berita
spektakuler sejak kemunculannya. Berbagai sudut pandang digunakan untuk
melihat permasalahan kloning, seperti sudut pandang biologi, medis, hukum,
moral, dan agama, yang kesemua itu menggambarkan betapa teknologi kloning
akan memiliki dampak yang sangat besar bagi masa depan peradaban manusia,
karena kemampuan manusia untuk melakukan rekayasa genetika yang radikal
terhadap perjalanan hidup manusia.
Melalui teknologi rekayasa genetika, yaitu kloning yang dilakukan pada
manusia telah memunculkan berbagai permasalahan, pertanyaan-pertanyaan etis,
serta tingkat kekhawatiran manusia yang sangat mencemaskan terhadap seluruh
perkembangannya. Upaya penerapan kloning pada manusia telah menimbulkan
reaksi pro dan kontra dari berbagai kalangan dan berbagai pandangan yang
dikeluarkan sama-sama memiliki alasan (argumen) yang kuat. Penerapan teknik
kloning pada manusia dalam posisi yang dilematis antara kajian tentang
manfaatnya bagi manusia dan kajian mengenai dampaknya bagi manusia itu
sendiri, lalu bagaimanakah Islam menjawab permasalahan ini.
1. Pandangan Islam terhadap Kloning yang Dilakukan pada Manusia
Pandangan Islam terhadap kloning yang dilakukan pada manusia dikaji
rnelaui al-Qur'an, Hadist, dan pendapat para ulama kontemporer yang diuraikan
secara lengkap sebagai berikut:
a) Menurut Al-Qur'an
Pengharaman penerapan kloning terhadap manusia yang terdapat
dalam Al-Qur'an sebagai berikut:
1) Q.S Ad. Dzariyat(51): 49
Artinya: Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan
supaya kamu mengingat kebesaran Allah.
6) Q.S.A1-Hujurat(49): 13
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
b) Menurut Hadist
Hukum mengenai kloning yang dilakukan pada manusia yang
menurut Hadist Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:
1) Hadist yang diriwayatkan dari Sa'id bin Abi Hilal r.a
Diriwayatkan dari Sa'id bin Hilal sesimggnhnya Nabi saw
bersabda: "Menikahlah kalian dan pzrbanyaklah keturunan,
sesungguhnya aku akan (bangga) menjadi umatyang terbesar dengan
(banyaknya keturvnan) kalian1.
2) Hadist yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a
Rasulullah saw telah bersabda: "Menikahlah kalian dengan
waniia-wanita yang subur (peranak) karena sesungguhnya aku akan
membanggakan (banyaknya) kalian pada Hari Kiamat nanti" (HR.
1
Imam Almundziri. 2003. Ringkasan Hadist Muslim: Edisi 2. Jakarta: Pustaka Amani, h. 119.
Ahmad)2.
Berdasarkan kedua hadits di atas dapat disimpulkan bahwa Nabi
Muhammad SAW menganjurkan kepada umatnya untuk menikah dan
memperbanyak keturunan, karena beliau akan bangga memiliki umat yang
terbesar dari keturunan semua umatnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
anak (keturunan) yang dianjurkan adalah anak dari proses yang alami, yaltu
pernikahan antara seorang laki-laki dan perempuan, kemudian
menghasilkan anak dengan cara alami yang telah ditetapkan oleh Islam.
Jadi, anak yang dihasilkan dengan teknik kloning tidak dianjurkan oleh
Nabi Muhammad SAW.
Hukumnya haram bila sel telur isteri yang telah terbuahi diletakkan
dalam rahim perempuan lain yang bukan isteri (surrogate mother). Begitu
pula haram hukumnya bila proses dalam pembuahan buatan tersebut terjadi
antara sel sperma suami dengan sel telur bukan isteri, meskipun sel telur
yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim isteri. Haram juga
hukumnya bila proses pembuahan tersebut terjadi antara sel sperma bukan
suami dengan sel telur isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya
diletakkan dalam rahim isteri.
3) Hadist Rasulullah yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a
"Siapa sajayang menghubungkan nasab kepada orangyang bukan
ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain
tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan
seluruh manusia" (HR. Ibnu Majah) 3.
4) Hadist Rasulullah yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a
"Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab
(seseorang) yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan
mendapat apa pun dari Allah dan Allah tidak akan pernah
memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang
mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripanjnya,
2
Ibid,h. 121.
3
Ibid, h. 127.
maka Allah akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan
perbvatannya itu di hadapan orang-orang yar.g terdahulu dan
kemudian (pada Hah Kiamat nantif (HR. Ad Darimi)4.
4
Ibid, h. 135.
5
Halid Akaf, 2003. Kloning dan Bayi Tabung: Masulah dan Implikasinya, Jakarta: PB UIN, h. 4.
bahkan merupakan upayanya untuk menguasai dunia dan manusia. Bisa
saja dengan penemuan teknologi kloning akan menimbulkan
manusia-manusia serakah yang akan memanfaatkan hasil temuannya
untuk hal-hal yang bertentangan dengan agama.
2) Sheikh Muhammad Ali a!-Juzu (Mufti Lebanon yang beraliran Sunni)
Sheikh Muhammad Ali al-Juzu (Mufti Lebanon yang beraliran
Sunni) menyatakan bahwa kloning manusia akan mengakibatkan sendi
kehidupan keluarga menjadi terancam hilang atau hancur, karena
manusia yang lahir melalui proses kloning tidak d-kenal siapa ibu dan
ayahnya, atau dia adalah percampuran antara dua wanita atau lebih,
sehingga tidak diketahui siapa ibunya. Jika kloning dilakukan secara
berulang-ulang, maka bagaimana kita dapat membedakan
seseorang dari yang lain yang juga mengambil bentuk dan
rupa yang sama. Artinya, penerapan kloning pada manusia
merupakan penemuan baru untuk menghasilkan replikasi (replikan)
manusia yang identik dengan manusia lainnya. Tentunya hal ini akan
dapat membuat buruk citra manusia yang asli, jika replikanya dibuat
oleh ilmuwan yang tidak bertanggungjawab dengan tujuan yang tidak
benar6.
3) Sheikh Farid Washil (mantan Mufti Mesir)
Sheikh Farid Washil (mantan Mufti Mesir) menolak kloning
reproduksi manusia karena dinilainya bertentangan dengan empat dari
lima Maqashid asy-Syar'iah, yaitu a) pemeliharaan jiwa, b) akal, c)
keturunan, dan d) agama. Dalam hal ini, akal dan jiwa manusia hasil
kloning akan mampu direkayasa melalui rekayasa genetika untuk
menghasilkan manusia dengan otak pintar atau manusia bertenaga
super, seperti mesin pembunuh (killer machine). Masalah keturunan dan
agama telah dijelaskan dalam banyak surat dalam Al-Qur'an7.
4) KH. Ali Yafie dan Armahaedi (Indonesia) dan Abdul Aziz Sachedina
6
Sahal Mahfudli, 2004. Solusi Problematilca Akhial Hukum Islam, Surabaya: LTN NU dan
Diantama, h. 544.
7
Ibid.,
dan
Imam Mohamad Mardani (Amerika Serikat)
KH. Ali Yafie dan Armahaedi Mahzar dari Indonesia dan Abdul
Aziz Sachedina dan Imam Mohamad Mardani dari Amerika Serikat
juga mengharamkan dengan alasan mengandung ancaman bagi
kemanusiaan, meruntuhkan institusi perkawinan atau mengakibatkan
hancurnya lembaga keluarga. merosotnya nilai-nilai kemanusiaan,
menantang Allah SWT dengan bermain tuhan-tuhanan, karena mereka
mampu menciptakan manusia baru tanpa harus melalui hubungan
seksual, serta kehancuran moral, budaya, dan hukum8.
5) Tahfatul Muhtaj Syarah Al-Manhaj, Juz II
8
Ibid., h. 555
9
Mahfud Zuhdi, 2008. Masil Fiqhiyah, Jakarta: Gunung Agung, him. 303.
kecuali jika keturunan iersebut telah ada dan hidup dengan
cara yang alami. Perkawinan dapat menyebabkan
terbentuknya suatu kehiarga dan mempermudah perolehan
prinsip keutamaan dan kemuliaari".10
10
Ibid., h. 219
Dalam prakteknya, ada 2 (dua) tipe sewa rahim yang diterapkan, yaitu
sewa rahim semata dan sewa rahim dengan keikutsertaan sel telur. Penjelasan
mengenai kedua praktek sewa rahim tersebut sebagai berikut:
a. Sewa rahim semata (gestational surrogacy). Embrio berasal dari hasil
pembuahan (fertilisasi) antara sel sperma suami dan sel telur istri yang
kemudian ditanamkan dalam rahim donor {surrogate mother).
b. Sewa rahim dengan keikutsertaan sel telur {genetic surrogacy). Sel telur
yang turut membentuk embrio adalah sel telur milik perempuan yang
rahimnya disewa itu, sedangkan sperma merupakan sperma milik
suami.12
B. Pembahasan
1. Pandangan Islam terhadap Kloning yang Dilakukan pada Manusia
Penerapan kloning pada manusia adalah teknik membuat keturunan
dengan kode genetik yang sama dengan induknya berupa manusia. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara mengambil sel tubuh (sel somatik) dari tubuh
manusia, kemudian diambil inti selnya (nukleus-nya), dan selanjutnya
13
Ibid,h. 111.
ditanamkan pada sel telur (ovum) wanita yang telah dihilangkan inti selnya.
Dengan bantuan cairan kimiawi khusus dan kejutan arus listrik, inti sel
digabungkan dengan sel telur. Setelah proses penggabungan ini terjadi, sel telur
yang telah bercampur dengan inti sel tersebut ditransfer ke dalam rahim
seorang perempuan, biasanya rahim dari wanita lain (rahim donor) agar dapat
membelah diri, berkembang, berdiferensiasi, dan berubah menjadi janin
sempurna. Setelah itu anak yang dihasilkan dapat dilahirkan secara alami. Anak
yang dihasilkan ini akan berkode genetik sama dengan induknya, yaitu orang
yang menjadi sumber inti sel tubuh (sel somatis) yang teJah ditanamkan pada
sel telur (ovum) perempuan.
Dalam fatwanya Majma' al-Buhuts al-Isldmiyyah yang berpusat di Kota
Kairo, Mesir menjelaskan bahwa dalam konsep hubungan suami-isteri, hukum
mengkloning manusia tergantung pada cara kloning yang dilakukan. Ada 4
(empat) cara yang bisa dilakukan dalam kloning manusia, yaitu:
a. Kloning dilakukan dengan mengambil inti sel (nucleus) “wanita lain
(pendonor sel telur)" yang kemudian ditanamkan ke dalam ovum wanita
kandidat yang nukleusnya telah dikosongkan.
b. Kloning dilakukan dengan menggunakan initi sel (nukleus) “ wanita
kandidat" itu sendiri, dari sel telur milik sendiri bukan dari pendonor.
c. Kloning dilakukan dengan menanamkan inti sel (nucleus) suami ke dalam
ovum wanita lain yang bukan merupakan isterinya yang sah yang telah
dikosongkan nukleusnya.
d. Kloning dilakukan dengan cara pembuahan (fertilisasi) ovum oleh sperma
(dengan tanpa hubungan seks) dengan proses tertentu. Seperti inseminasi
buatan dapat menghasilkan embrio-embrio kembar yang banyak14.
Untuk cara a dan b masih dibolehkan (mubah) untuk dilakukan, namun
cara ini jarang dilakukan oleh manusia. Motivasi utama yang mendorong
praktek kloning sampai saat ini adalah untuk menghasilkan keturunan karena
isteri tidak dapat/boleh hamil ataupun karena isteri mandul/tidak subur
(infertile) karena menderita suatu penyakit tertentu, seperti kanker rahim,
14
Mahfud Zuhdi, 2008. Masil Fiqhiyah, Jakarta: Gunung Agung, him. 278.
kanker serviks (mulut rahim), dan penyakit liannya yang berkaitan dengan
rahim. Untuk cara c dan d mirip dengan kehamilan dan kelahiran melalui
perzinaan, hanya saja di dalam prosesnya tidak terjadi penetrasi penis ke dalam
vagina. Oleh karena itu, laki-laki dan perempuan yang menjalani proses
tersebut tidak dijatuhi sanksi bagi pezina (hadduz zina), akan tetapi dijatuhi
sanksi berupa ta'zir, yang besarnya diserahkan kepada kebijaksaan hakim
(qadli). Melalui teknik kloning anak yang dihasilkan tidak melalui proses yang
alami, yaitu hubungan suami-isteri (senggama), sehingga hal ini bertentangan
dengan sunatullah yang terdapat dalam surat Ad-Dzariyat ayat 49, surat
An-Najm ayat 45-46, surat Al-Qiyamah ayat 37-38, surat Al-Insan ayat 2, dan
surat Al-Mukminun ayat 13-14.
Ada satu hikmah penting dengan adanya inovasi baru tentang teknologi
kloning ini. Prestasi ilmu pengetahuan yang telah sampai pada penemuan
proses kloning ini sesungguhnya telah menyingkapkan sebuah hukum alam
yang ditetapkan Allah SWT. Pada sel-sel tubuh manusia dan hewan, karena
proses kloning telah menyingkap fakta bahwa pada sel tubuh manusia dan
hewan terdapat potensi menghasilkan keturunan, jika inti sel tubuh tersebut
ditanamkan pada sel telur perempuan yang telah dihilangkan inti selnya. Jadi,
sifat inti sel tubuh itu tak ubahnya seperti sel sperma laki-laki yang dapat
membuahi sel telur perempuan.
Selain itu, teknologi kloning ini telah memberikan kontribusi dalam
menunjukkan kebenaran salah satu akidah agama yang sangat prinsip, yaitu
tentang hari kebangkitan dan kehidupan kembali setelah mati untuk hisab
(perhitungan) di akhirat, yang diingkari oleh orang-orang musyrik terdahulu
(pada zaman nabi-nabi menyampaikan ajaran Islam) serta orang-orang
pengikut paham materialis saat ini. Fenomena kloning ini telah mendekatkan
manusia kepada keyakinan akan kebenaran akidah ini. Dengan menggunakan
sel tubuh (sel somatik) ataupun sel sperma yang digabungkan dengan sel lelur
(ovum), manusia bisa hidup kembali dengan bentuk yang lain. Jika manusia
mampu melakukan hal ini, maka tidaklah mustahil bagi Allah SWT
menghidupkan kembali manusia yang sudah mati dengan menggunakan tulang
ekornya yang tidak hancur, atau dengan cara lainnya, baik yang kita ketahui
maupun yang tidak. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang terdapat
dalam Q.S Ar-Ruum (30): 11 sebagai berikut:
Artinya: Allah yang memulai penciptaan (makhluk), kemudian
mengulanginya kembali, kemudian kepada-Nya kamu dikembalikan.
Walaupun penerapan kloning pada manusia berupa kloning reproduktif
haram hukumnya dalam Islam, namun kloning pada manusia dapat membawa
manfaat, antara lain rekayasa genetika lebih efisien dan manusia tidak perlu
khawatir akan kekurangan organ tubuh pengganti (jika memerlukan) yang
biasa diperoleh melalui donor. Melalui teknik kloning, seseorang tidak akan
lagi merasa kekurangan ginjal, hati, jantung, darah, dan sebagainya, karena
orang tersebut bisa mendapatkannya dari manusia hr-il teknologi kloning. Hal
ini menunjukkan bahwa manfaat yang dirasakan dari teknik kloning bagi
kehidupan manusia yang lebih baik berupa kloning yang untuk pengobatan
(kloning terapeutik).
Kloning terhadap manusia juga dapat menimbulkan dampak negatif
(mafsadat) yang tidak sedikit antara lain:
a. Menghilangkan garis keturunan [nasab) anak hasil kloning yang berakibat
hilangnya banyak hak anak dan terabaikannya sejumlah hukum syara' yang
timbul dari nasab tersebut, seperti hukum tentang perkawinan, nafkah, hak
dan kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan
anak, hubungan kemahraman, hubungan 'ashabah, dan sebagainya.
Artinya, dengan penerapan kloning pada manusia menghilangkan hak bagi
si anak dan kewajiban bagi kedua orang tuanya.
b. Institusi perkawinan yang telah disyari'atkan sebagai media untuk memiliki
keturunan secara sah, dalam hal ini yaitu KUA (Kantor Urusan Agama)
menjadi tidak diperlukan lagi untuk menikahkan laki-laki dengan
perempuan sebagai syarat sah untuk dapat melakukan hubungan seksual,
karena proses reproduksi dapat dilakukan tanpa melakukan hubungan
seksual (aseksual).
c. Lembaga keluarga (yang dibangun melalui perkawinan) akan menjadi
hancur, dan pada gilirannya akan terjadi pula kehancuran moral (akhlak)
manusia, budaya, hukum, dan syari'ah Islam lainnya. Istri yang
bersangkutan (yang sah) tidak melahirkan anaknya sebagaimana yang
dikodratkan, yaitu melalui kehamilan alami, sehingga tidak menutup
kemungkinan tipisnya atau bahkan hilangnya ikatan bathin antara si ibu
dengan si anak.
d. Tidak akan ada lagi rasa saling mencintai dan saling memerlukan antara
laki-laki dan perempuan, karena untuk menghasilkan makhluk hidup baru
tidak memerlukan hubungan suami-isteri lagi melalui perkawinan. Hal ini
tentunya akan berpotensi membuat laki-laki ataupun perempuan akan
menjalani hidup tanpa harus membina rumah tangga. Selain itu
kloning akan memicu munculnya perbuatan jahiliyah dimasa lalu,
seperti homo (gay) pada zaman Nabi Luth as ataupun lesbi (lesbian).
e. Hilangnya maqask'd syari'ah dari perkawinan, baik maqashid awwaliyah
(utama) maupun moqashid tabi'ah (sekunder). Dalam kaidah
fiqhiyah dianjurkan untuk menghindarkan kerusakan (hal-hal yang negatif)
diutamakan daripada mendatangkan kemaslahatan.
Perkembangan teknologi merupakan salah satu tanda kebesaran dan
kekuasaan Allah SWT yang diberikan kepada manusia. Meskipun demikian
manusia harus berupaya menjaga keseimbangan antara batasan kemajemukan
IPTEK, biologi dan doktrin agama. Dengan kemajuan IPTEK harus tetap
berpegang pada norma syari'at, yaitu 5 (lima) syari'at yang diistimbatkan dari
ayat-ayat Al-Qur'an dan as-Sunah (hadits), yaitu:
a) Penghormatan terhadap keyakinan yang berkembang dalam masyarakat
(Hifzu al-Diri). Hal-hal yang berbau tabu akan menimbulkan berbagi
polemik yang dapat meresahkan masyarakat. Anak yang sah bagi
masyarakat awam adalah anak yang dihasilkan dari pernikahan yang sah
yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Melalui hubungan seksual,
maka si istri akan hamil dan melahirkan anak tersebut ke dunia. Artinya,
anak hasil kloning akan merusak keyakinan dan etika yang sela ini ada dan
berkembang di tengah masyarakat.
b) Penghormatan terhadap eksistensi dan keamanan perorangan baik diri
maupun martabat sebagai manusia (Hifzu al-Nafs). Bagi masyarakat
Indonesia yang masih awam dengan kemajuan teknologi rekayasa
genetika berupa kloning ini akan menganggap aneh anak yang dihasilkan
dari proses kloning, sehingga eksistensi anak tersebut di tengah
masyarakat akan menjadi perdebatan.
c) Penghormatan terhadap eksistensi dan kebebasan berpikir yang
merupakan
produk akal yang jujur. Kebebasan berpikir seyogyanya diarahkan kepada
hal-hal yang memberikan kemaslahatan bagi umat banyak dan sedapat
mungkin mengeliminir dampak negatif (mudharat) yang ditimbulkannya.
Penelitian dalam berbagai ilmu pengetahuan sangat dianjurkan di dalam
Islam, karena merupakan bagian dari tahap pembelajaran yang dilakukan
untuk menaikkan pola pikir, harkat dan martabat manusia yang mampu
menaikkan derajatnya dari manusia lainnya. Berbagai ayat dalam
Al-Qur'an dan Hadits, penerapan kloning pada manusia untuk
menghasilkan keturunan dinyatakan haram untuk dilakukan, sedangkan
yang diterapkan pada tumbuhan, hewan, dan untuk pengobatan
dibolehkan.
d) Penghormatan terhadap sistem kekeluargaan yang membuahkan
ketertiban silsilah keturunan yang berkembang dalam masyarakat
(Hifzu al-Nash). Dengan menerapkan kloning pada manusia, maka anak
yang dihasilkan akan memutus silsilah keturunan yang ada di keluarga
tersebut, karena kloning menimbulkan kerancuan mengenai statusnya
berdasarkan keturunan yang dihasilkan dari kelahiran yang sah dan alami
dari kedua orang tuanya.
e) Penghormatan terhadap kepemilikan kekayaan yang didapat secara halal
(Hifzu al-Mat). Kepemilikan kekayaan akan menjadi rancu dalam hal
pembagian harta warisan jika kedua orang tuanya meninggal dunia. Hal
ini tentunya akan menimbulkan perselisihan bagi anak dan saudara yang
ditinggalkan. Hal yang paling parah dari fenomena ini yaitu terjadinya
pertumpahan darah karena keserakahan (ketamakan) dalam
memperebutkan harta warisan jika tidak ada kebijaksanaan dari berbagai
pihak dalam hal pembagian harta warisan.
15
TW Sadler, 2000. Embriologi Kedokteran Langman, Bandung: Alfabeta, h. 33.
menganjurkan untuk menghasilkan keturunan dengan cara alami seperti yang
telah ditetapkan oleh sunatullah. Artinya kedua praktek kloning tersebut telah
bertentangan dengan sunatullah.
Melalui teknik peminjaman (penyewaan) rahim semata (gestational
surrogacy) tanpa melibatkan sel telur dari wanita yang bukan istrinya, maka
anak yang dihasilkan dari pertemuan antara sel tubuh (sel somatik) ayah dengan
sel telur (ovum) milik isteri, namun zygote yang dihasilkan selanjutnya
ditanamkan dalam rahim wanita lain yang bukan istrinya, sebenamya hal ini
tidak akan menimbulkan kerancuan dalam garis keturunan (nasab), sehingga
implikasi dari kloning tersebut tidak akan mempengaruhi hak waris anak yang
akan dilahirkan.
Anak hasil kloning tetap memperoleh hak warisnya jika kedua orang
tuanya nanti meninggal dunia. Hal ini dapat ditinjau dari faktor-faktor yang
memperbolehkan seseorang memperoleh harta warisan, yaitu:
a. Kekeluargaan, sebagaimana telah dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 7
dengan syarat dan ketentuan yang diperjelas melalui ayat lain.
b. Pernikahan.
c. Memerdekakan perbudakan.
d. Hubungan Islam.16
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan seseorang dapat menerima harta warisan dalam Islam, yaitu
faktor kekeluargaan, perkawinan, memerdekakan perbudakan, dan hubungan
keislaman, karena tidak mempunyai ahli waris. Artinya, anak hasil kloning
termasuk dalam kategori perkawinan.
Jika ditinjau dari faktor-faktor yang meyebabkan seseorang tidak
memperoleh karta warisan, maka anak hasil kloning tidak termasuk ke dalam
faktor-faktor ini yang terdiri atas:
a. Hamba (budak). Seseorang yang dijadikan budak/hamba sahaya/pembantu
tidak mempunyai hak waris dari majikamiya ataupun keluarganya. Hal ini
ditegaskan oleh Firman Allah SWT dalam surat An-Nahl: 75).
16
Sajuti Thalib, 2004. Hukum Kewarisan Islam Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, h. 78
b. Pembunuh. Orang yang membunuh keluarganya tidak berhak untuk
mewarisi harta peninggalan dari keluarganya yang dibunuh. Misahiya:
seorang anak yang membunuh orang tuanya untuk memperoleh atau
menguasai harta kedua orang tuanya lebih cepat. Sabda Nabi Muhammad
SAW: "Yang membunuh tidak mewarisi dari yang dibunuhnya" (HR:
Nasa'i).
c. Murtad atau telah keluar dari agama Islam/berpindah agama. Orang yang
telah keluar/berpindah dari keyakinan agama Islam, tidak berhak
atas harta peninggalan keluarganya yang masih memeluk agama Islam.
Sebaliknya juga, orang yang memeluk Islam tidak dapat
menerima waris/pusaka dari keluarganya yang telah murtad. Sabda
Nabi Muhammad SAW: "Saya telah diutus oleh Rasullullah SA W kepada
seorang laki-laki yang menikah dengan istri bapaknya. Nabi menyuruh
supaya saya bunuh laki-laki tersebut dan membagi hartanya sebagai harta
rampasan, sedangkan laki-laki tersebut murtad" (HR: Abu Bardah).
d. Orang yang tidak beragama Islam (kafir). Orang kafir tidak berhak
menerima
warisan dari keluarganya yang memeluk agama Islam. Demikian
pula sebaliknya, orang Islam tidak berhak menerima warisan dari
keluarganya yang tidak beragama Islam. Sabda Nabi Muhammad SAW:
"Tidak mewarisi orang Islam akan harta orang yang bukan Islam, demikian
pula yang bukan Islam tidak pula mewarisi harta orang Islam" (HR.
Mutafaqun Alaih).17
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan seseorang tidak dapat (berhak) menerima harta warisan dalam
Islam karena statusnya orang tersebut sebagai seorang budak, pembunuh (orang
yang membunuh keluarganya untuk memperoleh harta warisan), murtad, dan
kafir. Hal ini menunjukkan bahwa anak hasil kloning tidak termasuk kedalam
salah satu faktor di atas. Anak hasil kloning tetap berhak memperoleh harta
warisan dari kedua orang tuanya, karena mereka tetap dihasilkan dari
17
lbid,h. 81.
perkawinan.
Walaupun anak hasil kloning hanya mempunyai DNA (Deoxyribose
Nucleid Acid), yaitu suatu protein yang berfungsi membawa sifat-sifat genetis
dari donor sel somatik saja. Sel somatik berasal dari suami (ayah si anak), maka
DNA yang ada dalam tubuh anak, namun tidak membawa DNA ibunya.
Implikasi dari tidak adanya DNA si ibu dalam tubuh si anak berkemungkinan
akan menyebabkan ibunya kurang atau bahkan tidak memiliki kecintaan dan
kasih sayang terhadap anaknya tersebut. Hal ini disebabkan hubungan (ikatan)
bathin yang erat antara anak dengan ibunya akan timbul jika seorang wanita
dengan susah pavah mengandung anaknya sendiri dan melahirkannya.18
18
Ibid,h. 111