Professional Documents
Culture Documents
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Asuhan Neonatus Dengan Jejas Persalinan”. Makalah ini merupakan salah satu
tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak pra
Sekolah di program studi DIV Kebidanan Alih jenjang Reguler tahun akademik
2018/2019 Surakarta.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Supiati, S.SiT, M.Kes selaku
dosen pembimbing mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan
Anak pra Sekolah yang telah memberikan bimbingan dan saran pada tugas
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan.
Maka dari itu penulis sangat menghargai masukan dari semua pihak. Semoga
makalah ini memberikan manfaat bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
C. Tujuan ...........................................................................................................
D. Manfaat .........................................................................................................
A. Kesimpulan .....................................................................................
B. Saran ...............................................................................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Survey Demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
angka kematian bayi di Indonesia 26 per 1.000 kelahiran hidup sedangkan
angka kematian bayi di jawa tengah sebesar 12 per 1.000 per kelahiran hidup
(Kemenkes RI, 2013). Kejadian kematian bayi dan balita tertinggi terjadi
pada masa neonatus.
Persalinan adalah proses traumatis yang rawan terutama kelahiran
intravaginal dan banyak bayi mengalami cedera. Cedera yang sering dialami
diakibatkan karena pengaruh manuver saat persalinan, adanya guncangan,
dan perengangan yang menyebabkan kerusakan pada anggota tubuh bayi.
Trauma lahir adalah trauma mekanis yang disebabkan karena persalinan.
Trauma dapat terjadi sebagai akibat keterampilan atau perhatian medik yang
tidak diperhatikan, atau dapat terjadi meskipun telah mendapat perawatan
kebidanan yang terampil dan kompeten dan sama sekali tidak ada kaitannya
dengan tindakan atau sikap orang tua yang acuh tak acuh.
Insidensi trauma pada kelahiran diperkirakan sebesar 2-7 per 1000
kelahiran hidup. Walaupun insiden telah menurun pada tahun-tahun belakang
ini, sebagian karena kemajuan di bidang teknik dan penilaian obstektrik,
trauma lahir masi merupakan permasalahan pentiang, karena walaupun hanya
trauma yang bersifat sementara sering tampak nyata oleh orang tua dan
menimbulkan cemas serta keraguan yang memerlukan pembicaraan yang
bersifat suportif dan informatif. Beberapa trauma pada awalnya dapat bersifat
laten, tetapi akan menimbulkan penyakit atau akibat sisa yang berat. Trauma
lahir merupakan salah satu faktor penyebab utama kematian perinatal. Di
Indonesia angka kematian perinatal 44 per 1000 kelahiran hidup dan 9,7%
diantanya sebagai dari akibat dari trauma lahir.
Dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk membuat makalah
tentang “Asuhan Neonatus Dengan Jejas Persalinan”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asuhan Kebidanan Neonatus yang diberikan pada Jejas
Persalinan?
C. Tujuan
1. Mengetahui Asuhan Kebidanan Neonatus yang diberikan pada Jejas
Persalinan.
D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mengetahui tentang asuhan neonatus pada jejas persalinan
yang sesuai dengan teori dan dapat menerapkannya ketika praktik dilahan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Caput Succedaneum
a. Pengertian
c. Patofisiologi
Kelainan ini timbul karena tekanan yang keras pada kepala ketika
memasuki jalan lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan
limfe disertai pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstra vaskuler.
Benjolan caput ini berisi cairan serum dan sering bercampur dengan
sedikit darah. Benjolan dapat terjadi sebagai akibat bertumpang tindihnya
tulang kepala di daerah sutura pada suatu proses kelahiran sebagai salah
satu upaya bayi untuk mengecilkan lingkaran kepalanya agar dapat
melalui jalan lahir. Umumnya moulage ini ditemukan pada sutura sagitalis
dan terlihat segera setelah bayi lahir. Moulage ini umumnya jelas terlihat
pada bayi premature dan akan hilang sendiri dalam satu sampai dua hari.
d. Manifestasi Klinis
e. Pemeriksaan Diagnostik
f. Penatalaksanaan
1. Bayi dengan caput succedaneum diberi ASI langsung dari ibu tanpa
makanan tambahan apapun, maka dari itu perlu diperhatikan
penatalaksanaan pemberian ASI yang adekuat dan teratur.
2. Bayi jangan sering diangkat karena dapat memperluas daerah edema
kepala.
3. Atur posisi tidur bayi tanpa menggunakan bantal
4. Mencegah terjadinya infeksi dengan :
1. Cephal Hematom
2.1. Pengertian
2.2. Klasifikasi
1. Subgaleal
Galea merupakan lapiasan aponeurotik yang melekat secara longgar pada sisi
sebelah dalan periosteum. Pembuluh-pembuluh darah vena di daerah ini dapat
tercabik sehingga mengakibatkan hematoma yang berisi sampai sebanyak 250 ml
darah. Terjadi anemia dan bisa menjadi shock. Hematoma tidak terbatas pada
suatu daerah tertentu (Oxorn, Harry, 1996).
Penyebabnya adalah perdarahan yang letaknya antara aponeurosis epikranial dan
periosteum. Dapat terjadi setelah tindakan ekstraksi vakum. Jarang terjadi karena
komplikasi tindakan mengambil darah janin untuk pemeriksaan selama
persalinan, risiko terjadinya terutama pada bayi dengan gangguan hemostasis
darah.
1. Subperiosteal
2.3. Etiologi
1. Persalinan lama
Persalinan yang lama dan sukar, dapat menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis
ibu terhadap tulang kepala bayi, yang menyebabkan robeknya pembuluh darah.
1. Tarikan vakum atau cunam
Persalinan yang dibantu dengan vacum atau cunam yang kuat dapat
menyebabakan penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah yang
melintasi tulang kepala ke jaringan periosteum.
2.4. Patofisiologi
2.7. Penatalaksanaan
Menurut Ida Bagus Gde Manuaba 1998, cephal hematoma umumnya tidak
memerlukan perawatan khusus. Biasanya akan mengalami resolusi khusus sendiri
dalam 2-8 minggu tergantung dari besar kecilnya benjolan. Namun apabila
dicurigai adanya fraktur, kelainan ini akan agak lama menghilang (1-3 bulan)
dibutuhkan penatalaksanaan khusus antara lain :
3.1. Pengertian
Trauma lahir pada pleksus brachialis dapat dijumpai pada persalinan yang
mengalami kesukaran dalam melahirkan kepala atau bahu. Pada kelahiran
presentasi verteks yang mengalami kesukaran melahirkan bahu, dapat terjadi
penarikan balik cukup keras ke lateral yang berakibat terjadinya trauma di pleksus
brachialis. Trauma lahir ini dapat pula terjadi pada kelahiran letak sungsang yang
mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.
Gejala klinis trauma lahir pleksus brachialis berupa gangguan fungsi dan posisi
otot ekstremitas atas. Gangguan otot tersebut tergantung dari tinggi rendahnya
serabut syaraf pleksus braklialis yang rusak dan tergantung pula dari berat
ringannya kerusakan serabut syaraf tersebut. Paresis atau paralisis akibat
kerusakan syaraf perifer ini dapat bersifat temporer atau permanen. Hal ini
tergantung kerusakan yang terjadi pada serabut syaraf di pangkal pleksus
brachialis yang akut berupa edema biasa, perdarahan, perobekan atau tercabutnya
serabut saraf.
Sesuai dengan tinggi rendahnya pangkal serabut saraf pleksus brachialis, trauma
lahir pada saraf tersebut dapat dibagi menjadi paresis/paralisis (1) paresis/paralisis
Duchene-Erb (C.5-C.6) yang tersering ditemukan (2) paresis/paralisi Klumpke
(C.7.8-Th.1) yang jarang ditemukan, dan (3) kelumpuhan otot lengan bagian
dalam yang lebih sering ditemukan dibanding dengan trauma Klumpke. Anatomi
dari anyaman ini, dibagi menjadi : Roots, Trunks, Divisions, Cords, dan Branches
maka cedera di masing-masing level ini akan memberikan cacat/trauma yang
berbeda-beda.
1. Roots : berasal dari akar saraf di leher dan thorax pada level C5-C8, T1
2. Trunks : dari Roots bergabung menjadi 3 thrunks
3. Divisions : dari 3 thrunks masing-masing membagi 2 menjadi 6division
4. Cords : 6 division tersebut bergabung menjadi 3 cords
5. Branches : cords tersebut bergabung menjadi 5 branches, yaitu :
n.musculocutaneus, n.axilaris,n.radialis,n. medianus, dan n.ulnaris
Trauma pada pleksus brachialis yang dapat menyebabkan paralisis lengan atas
dengan atau tanpa paralisis lengan bawah atau tangan, atau lebih lazim paralisis
dapat terjadi pada seluruh lengan. Trauma pleksus brachialis sering terjadi pada
penarikan lateral yang dipaksakan pada kepala dan leher, selama persalinan bahu
pada presentasi verteks atau bila lengan diekstensikan berlebihan diatas kepala
pada presentasi bokong serta adanya penarikan berlebihan pada bahu.
Luka pada pleksus brachialis mempengaruhi saraf memasok bahu, lengan lengan
bawah, atas dan tangan, menyebabkan mati rasa, kesemutan, nyeri, kelemahan,
gerakan terbatas, atau bahkan kelumpuhan ekstremitas atas. Meskipun cedera bisa
terjadi kapan saja, banyak cedera pleksus brachialis terjadi selama kelahiran. Bahu
bayi mungkin menjadi dampak selama proses persalinan, menyebabkan saraf
pleksus brachialis untuk meregang atau robek. Secara garis besar macam-macam
plesksus brachialis yaitu :
1. Paralisis Erb-Duchene
Pada trauma lahir Erb, perlu diperhatikan kemungkinan terbukannya pula serabut
saraf frenikus yang menginervasi otot diafragma. Secara klinis di samping gejala
kelumpuhan Erb akan terlihat pula adanya sindrom gangguan nafas. Terjadi
waiters-tip position yaitu rotasi medial pada sendi bahu menyebabkan telapak
tangan mengarah ke posterior.
Lesi pada kelumpuhan Erb terjadi akibat regangan atau robekan pada radiks
superior pleksus brachialis yang mudah mengalami tegangan ekstrim akibat
tarikan kepala ke lateral, sehingga dengan tajam memfleksikan pleksus tersebut ke
arah salah satu bahu. Mengingat traksi dengan arah ini sering dilakukan untuk
melahirkan bahu pada presentasi verteks yang normal, paralisis Erb dapat tejadi
pada persalinan yang terlihat mudah. Karena itu, dalam melakukan ekstraksi
kedua bahu bayi, harus berhati-hati agar tidak melakukan flaksi lateral leher yang
berlebihan. Yang paling sering terjadi, pada kasus dengan persentasi kepala, janin
yang menderita paralisis ini memiliki ukuran khas abnormal yang besar, yaitu
denga berat 4000 gram atau lebih.
Penanganan pada kerusakan fleksus ini, antara lain meletakkan lengan atas dalam
posisi abduksi 900 dalam putaran keluar, siku dalam fleksi 900 dengan supinasi
lengan bawah dan ekstensi pergelangan tangan, serta telapak tangan menghadap
depan. Kerusakan ini akan sembuh dalam waktu 3-6 bulan. Penanganan terhadap
trauma pleksus brachialis ditujukan untuk mempercepat penyembuhan serabut
saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi lain seperti kontraksi
otot. Upaya ini dilakukan antara lain dengan jalan imobilisasi pada posisi tertentu
selama 1 – 2 minggu yang kemudian diikuti program latihan. Pada trauma ini
imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang sakit dalam posisi yang
berlawanan dengan posisi karakteristik kelumpuhan Erb.
1. Paralisis Klumpke
3.2. Etiologi
Etiologi trauma fleksus brakhialis pada bayi baru lahir. Trauma fleksus brakhialis
pada bayi dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain:
2) Faktor ibu : ibu sefalo pelvic disease (panggul ibu yang sempit), umur ibu yang
sudah tua, adanya penyulit saat persalinan
3) faktor penolong persalinan : tarikan yang berlebihan pada kepala dan leher saat
menolong kelahiran bahu pada presentasi kepala, tarikan yang berlebihan pada
bahu pada presentasi bokong.
3.3. Patofisiologis
Bagian cord akar saraf dapat terjadi avulsi atau pleksus mengalami traksi atau
kompresi. Setiap trauma yang meningkatkan jarak antara titik yang relatif fixed
pada prevertebral fascia dan mid fore armakan melukai pleksus. Traksi dan
kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan merusak pembuluh darah.
Cedera pleksus brachialis dianggap disebabkan oleh traksi yang berlebihan
diterapkan pada saraf. Cedera ini bisa disebabkan karena distosia bahu,
penggunaan traksi yang berlebihan atau salah arah, atau hiperekstensi dari alat
ekstraksi sungsang. Mekanisme ukuran panggul ibu dan ukuran bahu dan posisi
janin selama proses persalinan untuk menentukan cedera pada pleksus brachialis.
Secara umum, bahu anterior terlibat ketika distosia bahu, namun lengan posterior
biasanya terpengaruh tanpa adanya distosia bahu. Karena traksi yang kuat
diterapkan selama distosia bahu adalah mekanisme yang tidak bisa dipungkuri
dapat menyebabkan cedera, cedera pleksus brakiali. Kompresi yang berat dapat
menyebabkan hematome intraneural,dimana akan menjepit jaringan saraf
sekitarnya.
1) Pada trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau perdarahan ringan
pada pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1 – 2 minggu
untuk memberi kesempatan penyembuhan yang kemudian diikuti program
mobilisasi atau latihan.
2) Immobilisasi lengan yang lumpuh dalam posisi lengan atas abduksi 90 derajat,
siku fleksi 90 derajat disertai supine lengan bawah dan pergelangan tangan dalam
keadaan ekstensi
Fraktur humerus adalah Kelainan yang terjadi pada kesalahan teknik dalam
melahirkan lengan pada presentasi puncak kepala atau letak sungsang dengan
lengan membumbung ke atas. Pada keadaan ini biasanya sisi yang terkena tidak
dapat digerakkan dan refleks Moro pada sisi tersebut menghilang.
Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan
tangan menjungkit ke atas. Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit
merupakan penyebab terjadinya tulang humerus yang fraktur. Pada kelahiran
presentasi kepala dapat pula ditemukan fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan
keras dan langsung pada tulang humerus oleh tulang pelvis. Jenis frakturnya
berupa greenstick atau fraktur total.
4.1.2. Etiologi
Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan
tangan menjungkit ke atas. Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit
merupakan penyebab terjadinya tulang humerus yang fraktur. Pada kelahiran
presentasi kepala dapat pula ditemukan fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan
keras dan langsung pada tulang humerus oleh tulang pelvis. Jenis frakturnya
berupa greenstick atau fraktur total. Fraktur menurut Strek,1999 terjadi paling
sering sekunder akibat kesulitan pelahiran (misalnya makrosemia dan disproporsi
sefalopelvik, serta malpresentasi).
4.1.3. Gejala
4.1.3. Penanganan
Imobilisasi lengan pada sisi bayi dengan siku fleksi 90 derajat selama 10
sampai 14 hari serta control nyeri. Daya penyembuhan fraktur tulang bagi
yang berupa fraktur tulang tumpang tindih ringan dengan deformitas,
umumnya akan baik. Dalam masa pertumbuhan dan pembentukkan tulang
pada bayi, maka tulang yang fraktur tersebut akan tumbuh dan akhirnya
mempunyai bentuk panjang yang normal
Fraktur tulang klavikula merupakan trauma lahir pada tulang yang tersering
ditemukan dibandingkan dengan trauma tulang lainnya. Trauma ini ditemukan
pada kelahiran letak kepala yang mengalami kesukaran pada waktu melahirkan
bahu, atau sering pula ditemukan pada waktu melahirkan bahu atau sering juga
terjadi pada lahir letak sungsang dengan tangan menjungkit ke atas.
Jenis fraktur pada trauma lahir ini umumnya jenis fraktur freenstick, walaupun
kadang-kadang dapat juga terjadi suatu fraktur total, fraktur ini ditemukan 1 – 2
minggu kemudian setelah teraba adanya pembentukan kalus.
PEMBAHASAN
1. Caput Suksedaneum
a) Pengertian
Caput Suksedaneum merupakan pembengkakan kulit kepala
setempat yang terbentuk dari efusi serum (Harry Oxorn, 2010). Caput
suksedaneum ini ditemukan biasanya pada presentasi kepala. Pada
bagian tersebut terjadi oedema sebagai akibat pengeluaran serum dari
pembuluh darah. Caput succedaneum tidak memerlukan pengobatan
khusus dan biasanya menghilang setelah 2-5 hari (Sarwono
Prawiroharjo, 2014).
b) Etiologi
1) Terjadi karena adanya tekanan yang kuat pada kepala saat
memasuki jalan lahir, sehingga terjadi bendungan sirkulasi perifer
dan limfe yang disertai dengan pengeluaran cairan tubuh kecairan
ekstravaskular. Caput suksedaneum dapat terjadi pada partus lama
dan vaccun ekstraksi
2) Akibat sekunder dari tekanan uterus atau dinding vagina pada
kepala bayi sebatas kaput (Rustam Mochtar,2010)
c) Tanda Klinis
1) Tampak benjolan caput berisi cairan serum dan sering bercampur
sedikit darah.
2) Benjolan secara klinis sering ditemukan didaerah presentasi lahir.
3) Pada perabaan teraba benjolan lunak, berbatas tidak tegas, tidak
berfluktuasi tetapi bersifat edema tekan
4) Udema dikepala
5) Terasa lembut dan lunak pada perabaan
6) Udema melampaui tulang tengkorak
7) Permukaan pada kulit berwarna ungu atau kemerahan (Kemenkes
RI, 2010)
d) Penatalaksanaan
1) Palpasi Kepala
2) Inspeksi bentuk dan ukuran kepala
3) Perawatan bayi caput suksedaneum sama dengan perawatan bayi
normal.
4) Pengawasan keadaan umum bayi.
5) Berikan lingkungan yang baik, adanya ventilasi dan sinar matahari
yang cukup.
6) Pemberian ASI yang adekuat
7) Pencegahan infeksi harus dilakukan untuk menghindari adanya
infeksi pada benjolan.
8) Berikan konseling pada orang tua, tentang:
i. Keadaan trauma yang dialami oleh bayi
ii. Jelaskan bahwa benjolan akan menghilang dengan sendirinya
selama 3-4 hari tanpa pengobatan
iii. Perawatan bayi sehari-hari
iv. Manfaat dan tehnik pemberian ASI (Rustam Mochtar,2010).
2. Cephalhematoma
a) Pengertian
Cephalhematome adalah perdarahan yang terjadi dibawah
periosteum satu atau lebih tulang tulang tengkorak kepala (Rustam
Mochtar,2010).
b) Etiologi
1) Tekanan pada kepala yang lama pada serviks, perineum atau os.
pubis
2) Kerusakan yang disebabkan oleh daun daun forceps
(Cunningham,2013).
c) Tanda –tanda Klinis
1) Tampak benjolan lunak tanpa lekukan
2) Berbatas tegas
3) Terbatas pada satu tulang, tidak melewati batas
4) Tetab ditempat semula
5) Timbul setelah beberapa jam dan baru hilang setelah berminggu
minggu atau berbulan bulan (Sarwono Prawiroharjo, 2014).
d) Penatalaksanaan
1) Menjaga kebersihan lika
2) Tidak boleh menekan / melakukan masase pada benjolan
3) Melakukan observasi pada bayi (Kemenkes RI, 2010)
4. Fraktur Klavikula
a) Pengertian
Fraktur Klavikula adalah terputusnya hubungan tulang Klavikula
yang disebabkan oleh trauma langsung atau tidak langsung pada posisi
lengan terputus atau tertarik keluar (Harry Oxorn, 2010).
b) Etiologi
1) Distosia bahu
2) Bayi besar (Harry Oxorn, 2010).
c) Tanda –tanda Klinis
1) Kelemahan pada bahu
2) Reflek Morro hilang
d) Penatalaksanaan
1) Imobilisasi sendi bahu
2) Reposisi abduksi 600 fleksi 90 0(Rustam Mochtar,2010).
5. Fraktur Humerus
a) Pengertian
Fraktur Humerus adalah salah satu bentuk fraktur tulang
panjang (long bone) yang terjadi ditulang humerus (Harry Oxorn,
2010).
b) Etiologi
1) Bayi lahir sungsang dengan tangan menjungkit ke atas
2) Adanya tekanan keras dan langsung pada tulang humerus oleh
pelvis pada saat persalinan normal
c) Tanda –tanda Klinis
1) Berkurangnya gerakan tangan yang sakit
2) Krepitasi di daerah fraktur disertai rasa sakit
3) Reflek Morro asimetris
4) Bayi sering menangis dan gerakan lemah (Kemenkes RI, 2010).
d) Penatalaksanaan
1) Imobilisasi sendi bahu selama 2-4 minggu dengan fiksasi bidai
2) Reposisi abduksi 600 fleksi 90 0 (Cunningham,2013).
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penulisan makalah ini dapat disimpilkan bahwa jejas lahir
merupakan istilah untuk menunjukkan trauma mekanik yang dapat dihindari
atau tidak dapat dihindari, serta trauma anoksia yang dialami bayi selama
kelahiran dan persalinan. Adapun macam macam dari Jejas persalinan yaitu
Caput Suksedaneum, Cephalhematoma, Trauma Pada Fleksus Brachialis,
Fraktur Klavikula, Fraktur Humerus.
B. SARAN
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat menerapkan asuhan neonatus pada
jejas persalinan yang sesuai dengan teori ketika praktik dilahan.
DAFTAR PUSTAKA