You are on page 1of 10

MACAM-MACAM BUDAYA YANG ADA DI SULAWESI TENGGARA

A. Rumah Adat
 Rumah Adat Mekongga
 Rumah Adat laikas (malige)
 Rumah Adat Banua Tada
B. Pakaian Adat
 Pakaian Adat Tolaki
 Pakaian Adat Buton
 Pakaian Adat Muna
C. Tarian Adat
 Tari Balumpa
 Tari Dinggu
 Tari Lumenje
D. Senjata Tradisional
 Senjata Tradisional Keris Pusaka Emas Aru Palaka dari Sulawesi Tenggara
 Senjata Tradisional Tombak Meatu’u Tiworo Liya
 Senjata Tradisional Parang Taawu (Pade Taawu)
E. Upacara Adat
 Upacara Adat Pasuo
 Upacara Adat Kabuenga
 Upacara Adat Kematian Batubangewea.

A. RUMAH ADAT

1. Rumah Adat Mekongga

Rumah Adat Mekongga adalah rumah adat suku Raha (mekongga). Raha atau yang lebih
dikenal dengan Mekongga memiliki arti seperti Poiaha. Bangunan ini berukuran luas,
besar, dan berbentuk segi empat terbuat dari kayu dengan diberi atap dan berdiri diatas
tiang- tiang besar yang tingginya sekitar 20 kaki dari atas tanah.

Bangunan ini terletak disebuah tempat yang terbuka di dalam hutan dengan dikelilingi
oleh rumput alang-alang. Pada saat itu bangunan tingginya sekitar 60-70 kaki.
Dipergunakan Sebagai tempat bagi raja untuk menyelenggarakan acara-acara yang
bersifat seremonial atau upacara adat.
Rumah adat Mekongga berbentuk panggung terdiri dari 12 (dua belas) tiang peyangga
yang bermakna 12 orang pemimpin yang berpengaruh, 30 (tiga puluh) anak tangga yang
bermakna 30 helai bulu dari sayap burung Kongga serta terdapat 4 (empat) ruang/bilik.

2. Rumah Adat Laikas (Malige)

Rumah adat Laikas adalah rumah adat dari suku Tolaki, yaitu suku adat yang tinggal
sekitar kota Kendari, Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka dan
Kolaka Utara Provinsi Sulawesi Utara.

Rumah adat Laikas (Malige) ini berbentuk rumah panggung yang biasanya bisa terdiri
dari 3 – 4 lantai. Bagian kolong rumah adat Laikas difungsikan untuk menyimpan
binatang ternak seperti ayam / babi. Lantai pertama dan kedua digunakan tempat
tinggal oleh raja dan permaisuri, lantai ketiga untuk penyimpanan benda pusaka, dan
lantai keempat digunakan untuk semedi atau beribadah. Sedangkan pada bagian kiri dan
kanan lantai kedua terdapat ruangan khusus yang dipergunakan untuk menenun
pakaian / kain tradisional yang disebut bone.

Uniknya rumah adat Laikas atau Malige ini tidak menggunakan bahan logam seperti
paku, akan tetapi rumah adat laikas atau malige ini menggunakan bahan 100% dari alam
yaitu kayu dan atapnya terbuat dari rumbai alang-alang/nipah. Balok kayu digunakan
sebagai tiang, sedangkan dinding / badan rumah dari papan. Sedangkan untuk
menyatukan semua bahan bangunan digunakan pasak kayu atau serat kayu.

3. Rumah Adat Banua Tada


Rumah adat Banua Tana memang berbentuk rumah panggung dengan bahan material
utamanya ialah kayu tanpa menggunakan paku. Banua Tada terdiri dari dua kata, yakni
Banua yang memiliki arti rumah dan Tada yang berarti siku. Secara harfiah, Banua Tada
ialah rumah siku.

Sebagai salah satu peninggalan dari kesultanan Buton, rumah adat Kamali atau Malige
ini yang begitu dikenal sebagai Rumah Adat Sulawesi Tenggara. Di Malige sendiri
terdapat juga banyak simbol-simbol dan hiasan yang banyak dipengaruhi oleh adanya
konsep dan ajaran tasawuf. Simbol dan juga hiasan tersebut ialah melambangkan nilai-
nilai budaya, kearifan lokal dan juga cerita dari peradaban kesultanan Buton di masa
lampau.

Berdasarkan peruntukannya sendiri, rumah adat Banua Tada ini terbagi dalam 3 jenis,
yakni Kamali atau malige, yang adalah sebuah rumah atau istana tempat tinggal bagi raja
berserta keluarganya, Banua tada tare pata pale, ialah rumah siku bertiang empat
tenpat tinggal dengan pejabat dan pegawai istana dan Banua tada tare talu pale, adalah
rumah siku bertiang tiga tempat tinggal bagi orang biasa.

Komentar : Menurut saya Rumah Adat perlu di jaga dan dilestarikan, karena Rumah Adat
merupakan salah satu ciri khas suatu daerah yang dapat menarik perhatian parawisatan,
selain itu Rumah-rumah adat perlu diperkenalkan kepada generasi muda agar Rumah
Adat akan terus ada.

B. PAKAIAN ADAT

1. Pakaian Adat Tolaki

Untuk pakaian adat wanita, suku Tolaki menyebutnya dengan Babu Nggawi. Baju adat ini
terdiri dari atasan yang disebut Lipa Hinoru dengan bawahan roo mendaa dan tak lupa
perhiasan dari emas. Atasan yang dipakai ialah semacam blus di mana bagian bahunya
terbuka. Dipadu padankan dengan roo mendaa yang merupakan rok berwarna senada
dengan atasannya. Rok ini memiliki panjang hingga mata kaki dan dihiasi dengan manic-
manik emas di bagian depan. Motif yang digunakan untuk rok ini ialah motif khas dari
suku Tolaki yakni motif pinetobo, motif pineburi mblaku, dan motif pinesewu. Pengantin
wanitanya biasanya juga memakai berbagai perhiasan atau aksesoris. Misalnya kalung
panjang, gelang kecil, kalung panjang dan pendek, gelang permata, gelang besar dan
juga ikat pinggang. Selain hiasan aksesoris dan perhiasanyang digunakan, rambut dari
wanita suku Tolaki juga dihias. Rambut yang disanggul dengan hiasan bunga yang
beraroma sangat wangi. Masyarakat suku Tolaki juga tidak sembarangan dalam
berdandan. Hal tersebut karena terdapat kepercayaan yang mengharuskan mereka
berdandan secara berurutan.

Sedangkan pakaian adat pria ialah Babu Nggawi Langgai. Baju adat untuk pria khususnya
mempelai pria terdiri dari atasan lengan panjang tanpa kancing yang disebut baju
kandiu. Baju ini memiliki belahan di tengahnya yang dihiasi dengan manic-manik warna
emas dibagian lengan, leher, dan belahan baju. Untuk bawahannya, para pria
menggunakan celana panjang yang biasa disebut saluaro ala. Takhany baju atasan dan
celana panjang, ada beberapa aksesoris dan kelengkapan lainnya. Misalnya saja ikat
pinggang dari bahan logam yang disebut Sulepe atau salupi. Ikat pinggang berwarna
emas ini dihias juga dengan manic manic yang senada dengan warna baju dan celana.
Para pria juga memakai penutup kepala berbentuk runcing yang dihias benang emas dan
manik-manik. Penutup kepala ini disebut pabele yang terbuat dari bahan kain pakaian
pengantin pria. Sebagai hiasan, para pria juga menggunakan sapu ndobo mungai atau
sapu tangan yang memiliki warna cerah senada dengan baju yang dikenakan. Yang
terakhir, pria wajib membawa keris atau di Sulawesi disebut Leko. Leko merupakan
senjata tradisional yang digunakan sebagai perlindungan diri.

2. Pakaian Adat Buton


Baju Adat Buton Sulawesi Tenggara hanya berupa sarung dan ikat kepala dengan nuansa
berwarna biru. Suku Buton biasanya tidak mengenakan baju, hanya kain-kain biasa. Ciri
khas dari suku Buton ialah rumbai-rumbai pada ikat pinggang yang disebtu kabokena
tanga. Penggunaan ikat kepala atau biru-biru yang ditumpuk menjadi beberapa lipatan
juga menjadi ciri khas suku Buton. Bagi para wanita suku Buton, mereka memakai baju
Kombowa. Pakaian adat ini terdiri dari baju lengan pendek tanpa kancing yang disebut
bia-bia itanu dengan motif kotak kecil-kecil. Para wanitanya juga menggunakan
beberapa perhiasan seperti cincin, gelang dan anting berbahan emas mulia.

Selain menggunakan baju adat untuk sehari-hari, masyarakat suku Buton juga memiliki
pakaian adat lainnya. Pakaian ini digunakan saat acara adat ataupun upacara adat. Salah
satu acara adat ialah acara sunatan dan acara memingit gadis atau dalam bahasa
Sulawesi disebut posuo. Pada acara posuo, sang gadis mengenakan pakaian yang disebut
pakaian kalambe. Pakaian tersebut ialah baju kambowa dengan bawahan sarung
berlapis dua, ikat pinggang dan juga perhiasan emas.

3. Pakain Adat Muna


Baju Adat Muna Sulawesi Tenggara terdiri atas pakaian adat pria dan baju
adat wanita. Untuk pakaian adat pria biasanya mereka menggunakan bhatu
(baju), bheta (sarung), sala (celana), dan songko (kopiah) atau yang biasanya
digantikan dengan kampurui (ikat kepala). Serangkaian pakaian tersebut
adalah yang dipakai sehari-hari oleh para pria suku Muna. Kebanyakan bhatu
atau baju yang digunakan oleh suku Muna ialah baju lengan pendek
berwarna putih. Tak lupa ikat kepala berbahan kain dengan corak batik.
Bawahan yang digunakan dalah sarung berwarna merah dengan corak
geometris horizontal. Ditambah dengan ikat pinggang berwarna kuning yang
terbuat dari logam. Fungsi dari ikat pinggang ini adalah untuk penguat sarung
dan juga sebagai tempat menyelipkan senjata.
Sedangkan baju adat sulawesi tenggara untuk wanita suku Muna, biasanya
mereka memakai bhadu, bheta, dan simpulan kagogo. Baju yang digunakan
bervariasi, ada yang lengan pendek dan ada pula yang lengan panjang.
Bahan baju yang digunakan ialah bahan satin berwarna biru ataupun merah.
Untuk wanita muda biasanya menggunakan kuta kutango atau baju lengan
pendek dengan sarung motif geometris berwarna hitam, biru, coklat, merah,
atau warna gelap lainnya. Sedangkan untuk aksesoris yang digunakan
biasanya adalah gelang emas maupun gelang logam warna putih dan kuning
pada kaki para wanita.
Komentar : Menurut saya dengan adanya baju adat kita harus menjaga
keaslian dari baju adat tersebut agar baju adat tersebut tidak berubah
keunikkannya dan harus diperkenalkan oleh generasi selanjutnya agar baju
adat tersebut tidak hanya di pajang tetapi digunakan, seperti baju adat
pengantin, di era sekarang ini orang-orang yang menikah mulai tidak
menggunakan baju adat pengantin dari daerahnya mereka, mereka sudah
mulai memakai baju pengantin modern, menurut saya peristiwa ini di
akibatkan mereka sudah mulai melupakan baju adat daerahnya dan mereka
tidak mengetahui simbol dan keunikan di baju adat pengantin daerah mereka

C. TARIAN ADAT

1. Tari Balumpa

Tari Balumpa adalah tarian tradisional rakyat Buton dan Wakatobi,


Sulawesi Tenggara untuk mengucapkan selamat datang kepada tamu
agung. Tari Balumpa merupakan tarian yang mencerminkan kegembiraan
masyarakat nelayan Buton dan Wakatobi Binongko dalam menghadapi
terjangan ombak demi menghidupi keluarga. Tarian ini biasanya
dimainkan oleh enam sampai delapan penari laki-laki dan perempuan
secara berpasangan. Akan tetapi tarian ini juga dapat dilakukan oleh
penari pasangan perempuan saja. Penari Balumpa mengenakan busana
adat Wakatobi dengan iringan musik gambus dan gendang serta iringan
suara dendang biduan Balumpa.
2. Tari Dinggu

Tari Dinggu merupakan tarian tradisional rakyat yang menggambarkan


sifat kegotongroyongan masyarakat Tolaki pada saat musim panen padi.
Tarian ini biasanya ditampilkan oleh penari laki-laki dan wanita dengan
mengenakan busana petani pada zaman dahulu.

Menurut sejarah, tarian ini berawal dari kebiasaan masyarakat Tolaki yang
melakukan panen padi dengan cara bergotong-royong, mulai dari
memetik padi hingga membawa hasil panenan padi sampai di rumah.
Setelah panen selesai dan terkumpul semua, diadakan sebuah acara
modinggu, yaitu bersama-sama menumbuk padi hasil panen yang
dilakukan oleh muda-mudi.

Setelah modinggu selesai kemudian dilanjutkan dengan acara lulo


bersama untuk melepas lelah. Lulo dilakukan untuk mempererat
kebersamaan seluruh masyarakat yang mengikuti acara ini. Tradisi ini
masih berlanjut di kalangan masyarakat Tolaki hingga akhirnya menjadi
tarian yang disebut dengan tari Dinggu ini.

3. Tari Lumense

Tarian ini berasal dari Kecamatan Kabaena, Kabupaten Bombana. Makna


dari tarian ini adalah pemujaan kepada sang Dewa. Tarian ini
dipersembahkan pada Upacara penyambutan tamu pesta-pesta rakyat di
Kabupaten Bombana. Kata Lumense berasal dari kata lume dalam
bahasa daerah yang berarti "terbang" dan mense yang berarti "tinggi",
sehingga lumense memiliki arti Terbang Tinggi.

Tarian ini pada zaman dahulu dilakukan pada ritual pe-olia, yaitu ritual
penyembahan roh halus yang disebut kowonuano dengan cara
menyajikan beraneka jenis makanan. Ritual ini bertujuan agar
kowonuoano berkenan mengusir bencana dan marabahaya. Tarian ini
sering ditampilkan pada masa pemerintahan kesultanan Buton.

Dalam tarian Lumense para penari mengenakan busana adat Kabaena


atau Tokotu'a. Penari wanita mengenakan rok berwarna merah maron
dan berbaju hitam yang disebut dengan taincombo yang bagian
bawahnya mirip ikan duyung. Sementara itu busana laki-laki mengenakan
taincombo yang dipadukan dengan selendang merah, serta memakai
korobi (sarung parang kayu) yang diselipkan dipingang kiri.

Komentar : Menurut saya Tarian Tradisional merupakan budaya yang


paling menonjol dan yang paling menarik wisatawan, Tari Tradisional
sangat sering di tampilkan dalam acara-acara dan pentas seni, tetapi di
era sekarang menurut saya sudah banyak Tari Tradisional yang sekarang
mulai mendapatkan tambahan-tambahan gerakan bahkan sampai sedikit
di rubah gerakannya, menurut saya seharusnya itu tidak perlu dilalukan,
karena setiap gerakan dalam tarian tersebut memiliki arti, jika gerakan
tersebut berubah makan artinya pun berubah.
D. SENJATA TRADISIONAL

1. Senjata tradisional Keris Pusaka Emas Aru Palaka dari Sulawesi tenggara

Keris adalah senjata adat tradisional khas nusantara Indonesia yang memilii
ciri khas bentuknya yang berlekuk lekuk . senjata Keris merupakan senjata
tradisional yang sudah digunakan oleh masyarakat Indonesia sejak zaman
dahulu kala. Senjata tradisional ini dipergunakan oleh prajurit maupun rakyat
kerajaan guna mempertahankan keutuhan kerajaan tersebut. Keris pusakan
emas aru palaka Merupakan senjata yang digunakan oleh sultan dan raja
untuk berperang dengan jarak dekat, senjata keris ini hanya dimiliki oleh
salah satu para pembesar dimasa pemerintahan Raja Liya atau Lakina Liya
yang berkuasa yang bertugas mengamankan dan mengatur semua hasil
tanaman rakyat atau tanaman sara yang berada diwilayah pesisir pantai.

2. Senjata tradisional Tombak Meantu’u Tiworo Liya

Senjata tombak Merupakan senjata yang digunakan untuk berperang jarak


jauh yang mana tombak dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan
anyaman rotan memiliki tangkai dari bamboo atau kayu keras sebagai
pegangan. Selain untu perang jarak jauh Fungsi tombak juga biasanya
digunakan berburu binatang. Senjata tombak, yang dimiliki salah satu
pembesar dimasa pemerintahan Raja Liya atau Lakina Liya berkuasa yang
bertugas mengamankan dan mengatur semua hasil tanaman rakyat atau
tanaman sara yang berada diwilayah pesisir pantai.
3. Senjata tradisional Parang Taawu (Pade Taawu)

Parang Taawu sendiri dahulu merupakan pusaka bertuah masyarakat suku


Mekongga yang mendiami wilayah kabupaten Kolaka. Pade Taawu atau
Parang Taawu pada zaman dahulu dipergunakan oleh raja-raja atau
Tamalaki (Panglima Perang) pada waktu peperangan. Akan tetapi pada masa
kini, parang taawu biasa gunakan sebagai alat bantu untuk mata pencaharian
petani, seperti merentes kebun yang sudah banyak ditumbuhi rumput alang-
alang atau juga memotong kayu-kayu. Senjata adat Peda taawu memiliki ciri
khas bentuknya pendek dengan ukurun 50 cm, terbuat dari besi. Hulunya
terbuat dari kayu yang keras dan ujungnya bercabang dua.

Komentar : Senjata Tradisional diatas harus dijaga dengan baik, dan


sebaiknya harus di perkenalkan kepada generasi berikutnya karena menurut
saya anak muda sekarang mulai melupakan nama-nama senjata tradisional
daerah mereka.

E. UPACARA ADAT

1. Upacara Adat Pasuo

Tradisi Upacara Pasuo di Sulawesi Tenggara sudah berlangsung sejak


zaman kesultanan Buton. Upacara Posuo diadakan sebagai sarana
peralihan seorang gadis dari remaja (labuabua) menjadi dewasa
(kalambe) serta untuk mempersiapkan mentalnya. Upacara tersebut
diadakan delapan hari delapan malam dalam ruangan khusus yang oleh
masyarakat disebut dengan suo. Selama di kurung di suo, peserta di
jauhkan dari dunia luar, baik dari keluarga maupun lingkungan sekitarnya.
Para peserta hanya boleh berhubungan dengan bhisa (pemimpin upacara
posuo) yang telah ditunjuk oleh pemangku adat setempat. Para bhisa
akan membimbing dan memberi petuah berupa pesan moral, spiritual dan
pengetahuan membina keluarga yang baik untuk para peserta.

2. Upacara Adat Kabuenga

ini adalah tradisi untuk mencari pasangan hidup atau jodoh yang disebut
dengan kabuenga. Tradisi ini memang rutin dilakukan di kepulauan
wakatobi setiap tahunnya ini digelar di lapangan terbuka dan diikuti oleh
semua penduduk wakatobi yang sudah akil balig baik perempuan maupun
laki-laki.

Dalam tradisi ini setiap laki-laki dan perempuan yang menyatakan berniat
untuk hidup bersama disandingkan pada semacam ayunan di tengah-
tengah lapangan terbuka agar semua orang dapat menyaksikannya.
Proses runutnya tradisi kabuenga ini adalah pertama-tama penduduk
menyiapkan ayunan di tengah-tengah lapangan terbuka sebagai media
pertemuan antara laki-laki dan perempuan yang mencari jodoh hingga
diucapkannya ikrar untuk hidup bersama.

Dalam tradisi kabuenga ini, para wanita yang akan mencari pasangan
hidup ini berkumpul melingkari ayunan dengan mengenakan pakaian adat
wakatobi dan membawa makanan tradisional yang bermacam-macam
dan biasanya berwarna mencolok dan di tata sedemikian rupa sehingga
terlihat menarik. Kemudian para wanita ini menarikan sebuah tarian yang
bernama pajoge dengan iringan gendang dan bunyi gog sebagai
pembuka prosesi sakral ini. Ketika permainan ini sedang dimainkan oleh
para wanita tadi laki-laki dipersilahkan memberikan uang kepada sang
wanita.

3. Upacara Adat Kematian Batubangewea

Dalam mengurus mayat suku-suku bangsa di Sulawesi Tenggara bila


seorang raja cara-cara bangsawan meninggal, sebagai pertanda dipukul
gong secara berkepanjangan disebut batubangewea. Di saat nafas
terakhir disembelihkan seekor kerbau yang disebut katu mbenao.
Kemudian kepada semua kerabat diberi tahu dengan mendatanginya,
oleh orang yang diberi tugas dengan membawa perangkat adat berupa
lingkaran rotan dililit tiga dan diikat secarik kain putih.

Dengan cara ini, yang didatangi sudah mengerti bahwa itu merupakan
berita kematian. Setelah mayat disimpan semalam lalu dimasukkan ke
dalam tempat semacam peti mati yang disebut soronga, dibuat dari
sebatang pohon. Setelah itu mayat dalam soronga di bawa ke gua batu
atau disimpan dalam rumah-rumah yang khusus dibuatkan untuk itu,
biasanya di tengah hutan.

Komentar : Upacara Adat sangat memiliki arti penting disetiap tujuan


upacara adat tersebut, akan tetapi terkadang ada beberapa upacara adat
di indonesia yang sangat ekstrime, menurut saya upacara-upacara yang
seperti itu perlu dibenahi agar tidak terjadi hal-hal negatif

You might also like