You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa kadar fibrinogen plasma yang tinggi


merupakan faktor risiko utama dari penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung koroner,
stroke, dan penyakit pembuluh darah tepi. Kadar fibrinogen ditentukan oleh, faktor genetik
dan lingkungan (seperti merokok, obesitas, diabetes melitus, menopause, infeksi , dan lain-
lain). Kadar fibrinogen juga dapat dipakai untuk meramalkan kejadian risiko penyakit
kardiovaskuler; terutama bagi populasi yang tergolong resiko tinggi (kadar. fibrinogen
plasma > 3 gll). Paling sedikit ada empat mekanisme bagaimana fibrtinogen berperan dalam
patogenesis penyakit kardiovaskuler yaitu: aterogenesis, agregasi trombosit dan
pembentukan trombus, pembentukan trombus fibrin. dan peningkatan viskositas plasma
dalam darah. Penurunan kadar fibrinogen dapat dicapai dengan memperbaiki pola hidup
(seperti tidak merokok, latihan. pengendalian gula darah yang baik bagi penderita diabetes),
dan bila perlu dapat diberikan obat golongan fibrat.
Stroke adalah penyakit yang merupakan penyebab kematian tersring ke tiga di negara
Amerika, merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan. Menurut
American Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta penderita stroke pertahun, dan
500.000 penderita stroke yang baru terjadi pertahun. Sedangkan angka kematian penderita
stroke di Amerika adalah 50-100/100.000 penderita pertahun. Angka kematian tersebut
mulai menurun sejak awal tahun 1900, dimana angka kematian sesudah tahun 1969 menurun
hingga 5% pertahun. Beberapa peneliti mengatakan bahwa hal tersebut akibat kejadian
penyakit yang menurun yang disebabkan karena kontrol yang baik terhadap faktor resiko
penyakit stroke.
Di Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan prevalensi
penderita stroke secara nasional. Dari beberapa data penelitia yang minim pada populasi
masyarakat didapatkan angka prevalensi penyakit stroke pada daerah urban sekitar 0,5%
(Darmojo , 1990) dan angka insidensi penyakit stroke pada darah rural sekitar 50/100.000
1
penduduk (Suhana, 1994). Sedangkan dari data survey Kesehatan Rumah Tangga (1995)
DepKes RI, menunjukkan bahwa penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian pertama
di Indonesia.
Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa pencegahan dan pengobatan yang tepat pada
penderita stroke merupakan hal yang sangat penting, dan pengetahuan tentang patofisiologi
stroke sangat berguna untuk menentukan pencegahan dan pengobatan tersebut, agar dapat
menurunkan angka kematian dan kecacatan.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan stroke?
b. Apasaja klasifikasi stroke?
c. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien stroke?
d. Bagaimana perawatan paliatif pada pasien stroke?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan dengan kasus stroke.
2. Tujuan khusus :
a. Mampu mengidentifikasi data yang menunjang
b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan
c. Mampu menulis definisi diagnosa keperawatan
d. Mampu menjelaskan rasional diagnosa keperawatan
e. Mampu memprioritaskan diagnosa keperawatan
f. Mampu menyusun rencana keperawatan untuk masing-masing diagnose
keperawatan
g. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien
h. Mampu melaksanakan evaluasi
i. Mampu mengidentifikasi faktor penghambat dan penunjang dalam melaksanakan
asuhan keperawatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Stroke
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke
adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit
neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
non traumatik (Mansjoer, 2000).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui
sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan
pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi
penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.

B. Klasifikasi
Stroke diklasifikasikan menjadi dua :
1. Stroke Non Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai
dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala,
mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non
haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari,
2008).
2. Stroke Hemoragik

3
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan intra
serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran,
pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk
(Wanhari, 2008).
Anatomi fisiologi
a. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron.
Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil),
brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-
masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer
yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan
pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi
tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan
lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi
penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk
jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan
muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis
yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek
dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan
desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang
penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
4
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan
yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan
emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem
susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price,
1995)
b. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total
tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu
arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini
saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara,
1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-
kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri
anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen
basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus
frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri
serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks
serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan
medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus
berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk
sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini jmemperdarahi
medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri
posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus
oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price,
1995)
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak
mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena
emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998).
5
C. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian
yaitu:
1. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain.
3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang
menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau
sensasi.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
1. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke,
penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
2. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan
obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.

D. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada
stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang
terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering
terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak
melalui empat mekanisme, yaitu :
1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran darah
dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan
perubahan-perubahan iskemik otak.
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan
(hemorrhage).
6
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran
darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan
darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area
dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik
berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal
yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena,
penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan
terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak
berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah
arteri.. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai
serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.
Sumber : Satyanegara, 1998 (Wanhari, 2008).

E. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit
stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh,
hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat
pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang
jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat,
tidak mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya
pengendalian terhadap kandung kemih.
Stroke bisa menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat
bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit
bisasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan
yang mati berhenti sementara atau tejadi beberapa perbaikan.
Gejala yang terjadi tergantung kepada daerah otak yang terkena:
1. Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah satu
sisi tubuh.
2. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.
7
3. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.
4. Penglihatan ganda.
5. Pusing
6. Bicara tidak jelas (rero).
7. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
8. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
9. Pergerakan yang tidak biasa.
10. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
11. Ketidakseimbangan dan terjatuh.
12. Pingsan.

F. Penatalaksanaan Medis
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
ogsigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa
murni atau cairan hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan
TIK
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau
ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT

Penatalaksanaan spesifik berupa:

8
1. Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat
hemoragik
2. Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan,
menurunkan TIK yang tinggi
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
1. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5
hari setelah infark serebral.
2. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain
dalam sistem kardiovaskuler.
3. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan
thrombus dan embolisasi.

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah:
1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak.
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit
pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi
jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin
penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan
hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah
serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau
dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah
ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat
mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain
itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

H. Pemeriksaan Diagnostik
9
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit
stroke adalah:
1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
2. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis,
emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak
sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat
pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark,
hemoragik, dan malformasi arteriovena.
5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang
otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.
Dampak Masalah
1. Pada individu
a. Gangguan perfusi jaringan otak
Akibat adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme
serebral, edema otak
b. Gangguan mobilitas fisik
Terjadi karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif
c. Gangguan komunikasi verbal
Akibat menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler,
kelemahan otot wajah
d. Gangguan nutrisi
Akibat adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu
makan yang menurun
e. Gangguan eliminasi uri dan alvi
10
Dapat terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya kontrol
miksi
f. Ketidakmampuan perawatan diri
Akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol
otot, menurunnya persepsi kognitif.
g. Gangguan psikologis
Dapat berupa emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri, ketakutan, perasaan
tidak berdaya dan putus asa.
h. Gangguan penglihatan
Dapat terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang
pandang.

2. Pada keluarga
a. Terjadi kecemasan
b. Masalah biaya
c. Gangguan dalam pekerjaan

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF

A. Perawatan Klien Menjelang Ajal dan Keluarga

Asuhan keperawatan klien dengan penyakit terminal sangat menunut dan menegangkan.
Namun demikian, membantu klien menjelang ajal untuk meraih kembali martabatnya dapat
menjadi salah satu penghargaan terbesar kepearawatan. Klien mungkin mengalami banyak
gejala selama berbulan bulan,sebelum terjadi kematian.perawat dpat berbagi penderitaan
klien menjelang ajal dan mengintervensi dalam cara meningkatkan kualitas hidup. Klien
menjelang ajal harus dirawat dengan respek dan perhatian.
1. Peningkatan kenyamanan
Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan
psikobiologis. Perawat memberi berbagai tinadakanpenanganan bagi klien sakit terminal.
Kontrol nyeri terutama penting karena nyeri mengganggu tidur,nafsu makan,mobilitas
dan fungsi psikologis. Ketakutan terhadap nyeri namun terjadi pada klien kangker. Makin
cepat klien menjelang ajal mendapat peredaan nyeri, semakin banyak energi yang mereka
miliki untuk berpartisipasi dalam aktifitas kualitas hidup. Pemberian kenyamanan bagi
klien sakit terminall juga mencakup pengendalian gejala penyakit atau pemberian terapi
yang di dapat klien.
2. Pemeliharaan kemandirian
Pemeliharaan yang penting bagi klien menjelang ajal adalah memilih empat
perawatan. Banyak pilihan selain dari perawatan akut dirumah sakit. Perawatan hospice
memungkinkan perawatan komprehensif dirumah. Perawat harus menginformasikan
klien tentang pemilihan ini.
3. Pencegahan kesepian dan isolasi
Jika perawat tidak terikat atau menghindari pembahasan entang siuasi yang dialami
klien, maka klien menjelang ajal dapat mengalami kesepian yang mendalam. Perawat

12
membutuhkan kesabaran dan pengalaman untuk merespon secara efektif terhadap klien
menjelang ajal.
4. Penigkatan ketenangan spiritual
Memberikan ketenangan spirtual mempunyai arti yang lebih besar dari sekedar
meminta kunjungan rohaniawan. Perawat dapat memberi dukungan kepada klien dalam
mengespresikan filosofi kehidupan. Perawat dan keluarga dapat membantu klien dengan
mendengarkan dan mendorong klien untuk mengekspresikan tentang nilai dan
kenyakinan.
5. Dukungan untuk meluarga yang berduka
Anggota keluarga harus mendukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian
dari orang yang mereka cintai. Perawat harus mengenali nilai anggota keluargs sebbagai
sumber dan membantu mereka untuk tetap berada dengan klien menjelang ajal.
Menghargai duka cinta adalah langkah pertama perawat dalam mengembangkan
hubungan sportif dengan keluarga.
6. Perawatan hospice
Program hispice adalah perawatan yang perpusat pada yang di ancang untuk
membantu klien sakit terminal agar dapat kenyamanan dan mempertahankan gaya
hidupnya senormal mungkin depanjang proses menjelang ajal. Terdapat berbagai tipe
hospice. Komponen persawatan rumah dari program hosspice dioperasikan oleh rumah
sakit atau lembaga perawatan kesehatan yang terpisah.

13
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicarapelo, dan
tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999).
2) Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyerikepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yanglain. (Siti Rochani, 2000).
3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat -
obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995).
4) Riwayat penyakit keluarga, Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000).
5) Riwayat psikososial Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
6) Pola-pola fungsi kesehatan :
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat, Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan
alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b) Pola nutrisi dan metebolisme, adanya gangguan menelan, mengunyah, atau ketidak efektifan
klien dalam mengelola makannya.
c) Pola eliminasi, Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan, Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangansensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
e) Pola tidur dan istirahat, Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena
kejangotot/nyeri otot
f) Pola hubungan dan peran,adanya perubahan hubungan dan peran karena klien me
ngalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.

14
g) Pola persepsi dan konsep diri, Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
tidak kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif. Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurunpada muka dan ekstremitas
yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i) Pola reproduksi seksual, Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi,antagonis histamin.
j) Pola penanggulangan stress. Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan
masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan. Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah
laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala : bentuk normocephalik
2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan dada Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing atau
pun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g. Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi :

15
1) Pemeriksaan nervus cranialisUmumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan
XIIcentral.
2) Pemeriksaan motorikHampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisitubuh.
3) Pemeriksaan sensorik dapat terjadi hemihipestesi.
4) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999).

3. Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia
c. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan penglihatan.

4. Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
. Keperawatan Hasil
1. Gangguan perfusi jari Setelah dilakukan a)Berikan penjelasan kep a) Keluarga lebih ber
ngan otak yang berhu tindakan ada keluarga klien tentan partisipasi dalam pro
bungan dengan perdar keperawatan selama g sebab-sebab ses penyembuhan
a 3x24 jam perfusi peningkatan TIK dan b) Untuk mencegah
han intra cerebral jaringan otak dapat akibatnya perdarahan ulang
tercapai secara b) Anjurkan kepada klien c) Mengetahui setiap
optimal. untuk bed rest total perubahan yang terja
c) Observasi dipada klien secaradin
Kriteria hasil :
dan catat tanda-tanda i dan untuk penetapan
Klien tidak gelisah, vital dan tindakan yang tepat
tidak ada keluhan kelainan tekanan d) Batu
nyeri kepala, mual, intrakranial tiap dua jam dan mengejan
kejang, GCS 456, d) Anjurkan dapat meningkatkan
pupil isokor, tanda- klien untuk menghindari tekanan intrakranial
tanda vital normal batuk dan mengejan dan potensial terjadi
(nadi : 60- berlebihan perdarahan ulang
100x/menit, suhu : e) Ciptakan lingkungan y e) Rangsangan akti
16
36-36,7 C, ang tenang dan batasi pe vitas yang meningkat
pernafasan : 16- ngunjung dapat meningkatkan
20x/menit ) . f) Kolaborasi dengan kenaikan TIK.
tim dokter dalam Istirahat total dan
pemberian obat neuro ketenangan mungkin
protektor. diperlukan untuk
pencegahan terhadap
perdarahan
f) terapi obat-
obatan dapat
membantu proses
penyembuhan
2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan a)Ubah posisi klien a) Menurunkan resiko
fisik berhubungan tindakan perawatan tiap 2 jam terjadinnya iskemia
dengan hemiparese/ selama 3x24 jam b).Ajarkan klien untuk jaringan akibat
hemiplegia klien mampu melakukan latihan gerak sirkulasi darah yang
melaksanakan aktif pada ekstrimitas jelek pada daerah yang
aktivitas fisik sesuai yang tidak sakit tertekan
dengan c) Lakukan gerak pasif b) Gerakan aktif
kemampuannya. pada ekstrimitas yang memberikan massa,
Kriteria hasil : sakit tonus dan kekuatan
a. Tidak terjadi kont d) Berikan papan kaki otot serta
raktur sendi pada ekstrimitas dalam memperbaiki fungsi
b.Bertabahnya keku posisi fungsional nya jantung dan
atan e) Tinggikan kepala dan pernapasan
otot tangan c) Otot volunter
c. f) Kolaborasi dengan ahli akan kehilangan tonus
Klien menunjukkan fisioterapi untuk latihan dan kekuatannya bila
tindakan untuk meni fisik klien tidak dilatih untuk
ngkatkan mobilitas digerakkan
d) Mencegah

17
kontraktur dan
memfasilitasi keguna
anya jika berfungsi
kembali
e) Menaikan aliran
balik vena dan
membantu mencegah
terbentuknya edema
f) Program yang
khusus dapat dikem
bangkan untuk mene
mukan kebutuhan
yang berarti / menjaga
kekurangan tersebut
dalam keseimbangan,
koordinasi dan
kekuatan.
3. Gangguan persepsi Setelah dilakukan a) Tentukan kondisi patol a) Untuk mengetahui
sensori berhubungan tindakan perawatan o tipe dan lokasi
de ngan penurunan selama 3x24 jam gis klien yang mengalami
sensori penurunan persepsisensorik b) Kaji gangguan penglih gangguan, sebagai
penglihatan meningkat secara atan terhadap perubahan penetapan rencana
optimal. persepsi tindakan
c) Latih klien untuk b) Untuk mempelajari
Kriteria hasil :
melihat suatu obyek kendala yang
a.Adanya perubahan
dengan telaten dan berhubungan dengan
kemampuan yang
seksama disorientasi klien
nyata
d) Observasi respon c) Agar klien tidak
b.Tidak terjadi disor
perilaku klien, seperti kebingungan dan lebi
ientasi waktu, tempa
menangis, bahagia, hkonsentrasi
t, dan orang
bermusuhan, halusinasi d) Untuk mengetahui

18
setiap saat Berbicaralah keadaan emosi klien,
dengan klien secara untuk memfokus
tenang dan gunakan kan perhatian klien,
kalimat-kalimat pendek. sehingga setiap
masalah dapat di
mengerti.

19
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak(smelzer &bare ,2002) Strok
biasanya disebabkan oleh salah satu empat kejadian,thrombosis,embolisme
serebral,iskemia,hemoragu serebral. Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi
penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen
gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi.
Kiat sehat hindari strok;
 Stop merokok
 Rajin berolah raga
 Hidup teratur
 Hindari stress dan depresi
 Makan bergizi dan
 Hindari alkohol dan minuman keras

B. Saran
Untuk para mahasiswa keperawatan seharusnya lebih aktif dalam berbagai diskusi
waktu penyajian makalah sehingga pengatahuan dan wawasannya dapat berkembang
terutama tentang asuhan keperawatan pada klien dengan riwayat strok. Bagi dosen, kami
mengharapkan agar dapat memberikan arahan dan pengetahuan baru yang mungkin belum
dibahas oleh mahasiswa dalam forum diskusinya sehingga ada suatu kesinambungan dan
kontribusi antara mahasiswa dengan dosen.

20
DAFTAR PUSTAKA

Price,Sylvia Anderson,2005.patofisiologi: kosep klinis proses-proses penyakit.jakarta,EGC.


Corwin,Elizabeth J,2009.patofisiologi: buku saku/elizabeth J.corwin,EGC.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC, Jakarta.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.

21

You might also like