You are on page 1of 33

A

Asuransi Syariah
Disusun Oleh : Dina Nur Fitriana
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Saya

panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan

inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Hukum Klaim Asuransi

dalam Asuransi Syariah ini.

Kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam membantu

penyelesaian tugas ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari

segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima

segala saran dan kritik dari pembaca untuk dapat memperbaiki tugas ini nantinya. Akhir kata kami

berharap semoga tugas yang telah kami buat dapat memberikan manfaat terhadap para pembaca

nantinya.

Jakarta, 21 Juli 2017

Hormat Kami,

Penulis

1
Daftar Isi

Kata Pengantar ........................................................................................................................................ 1

Daftar Isi ................................................................................................................................................. 2

BAB I : PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3

A. Latar Belakang ......................................................................................................................... 3

B. Tujuan ...................................................................................................................................... 3

C. Rumusan Masalah ................................................................................................................... 4

BAB II : ISI ............................................................................................................................................. 5

A. Pengertian Asuransi Syariah .................................................................................................... 5

B. Sejarah Asuransi Syariah ......................................................................................................... 8

C. Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional ................................................. 9

D. Pinsip – prinsip Asuransi Syariah .......................................................................................... 10

E. Premi dalam Asuransi Syariah .............................................................................................. 19

F. Hukum Klaim Asuransi Syariah ............................................................................................ 26

G. Proses klaim dalam Asuransi Syariah ................................................................................... 28

BAB III : PENUTUP ............................................................................................................................ 30

Daftar Pustaka ....................................................................................................................................... 31

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asuransi pada dasarnya merupakan persiapan yang dibuat oleh sekelompok orang yang masing-

masing menghadapi kerugian kecil sebagai sesuatu yang tidak dapat diduga. Apabila kerugian itu

menimpa salah seorang anggota dari perkumpulan tersebut, maka kerugian itu akan ditanggung

bersama. Dalam setiap kehidupan manusia senantiasa menghadapi kemungkinan terjadinya suatu

malapetaka, musibah dan bencana yang dapat melenyapkan dirinya atau berkurangnya nilai ekonomi

seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau perusahaannya yang diakibatkan oleh meninggal

dunia, kecelakaan, sakit, ataupun lanjut usia. Kehilangn fungsi dari pada suatu benda, seperti

kecelakaan, kehilangan akan barang dan juga kebakaran.

Masyarakat muslim sekarang sangat memerlukan asuransi untuk melindungi harta dan keluarga

mereka dari akibat musibah. Usaha yang sudah maju dan menguntungkan mungkin bisa bangkrut

dalam seketika ketika kebakaran melanda tempat usahanya. Keluarga yang terlantar ditinggal pemberi

nafkah, dan usaha yang bangkrut karena kebakaran sebenarnya tidak perlu terjadi kalau saja ada

perlindungan dari asuransi. Asuransi memang tidak bisa mencegah musibah, tapi setidaknya bisa

menanggulangi akibat keuangan yang terjadi.

B. Tujuan

Tujuan penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas dari mata kuliah

Asuransi Syariah. Selain itu makalah ini dibuat untuk menambah pemahaman penulis dan warga

negara Indonesia khususnya masyarakat islam tentang asuransi syariah lebuh dalam lagi. Sehingga

produk produk islam dapat berkembang di Indonesia.

3
C. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, kami sebagai penulis merasa perlu mengungkapkan berbagai hal yang ada

kaitannya dengan judul makalah yang akan dibahas pada BAB II, dimana pada rumusan masalah ini

penulis akan membahas permasalahan tentang:

1) Apa pengertian asuransi syariah ?

2) Bagaimana sejarah berdirinya asuransi syariah ?

3) Apa yang membedakan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional?

4) Apa saja prinsip-prinsip asuransi syariah ?

5) Bagaimana premi di distribusikan dalam asuransi syariah ?

6) Bagaimana hukum klaim asuransi syariah?

7) Bagaimana proses klaim dalam asuransi syariah?

4
BAB II

ISI

A. Pengertian Asuransi Syariah

Dalam Undang-Undang Hukum Dagang pasal 246 disebutkan:”Asuransi atau pertanggungan

adalah suatu perjanjian, dengan nama seorang penanggung mengikat diri kepada seorang tertanggung

dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena satu kerugian, kerusakan

atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa

yang tak tertentu.

Sedangkan menurut UU No.40 tahun 2014 tentang perasuransian, asuransi atau

pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan nama pihak penanggung

mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan

penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang

diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita

tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu

pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Dari beberapa diatas, dapat diketahui setidaknya ada tiga unsur yang ada di asuransi. Pertama,

bahaya yang dipertanggungkan; kedua, premi pertanggungan; ketiga sejumlah uang ganti rugi

pertanggungan.

Mayoritas ulama mengatakan bahwa praktik asuransi yang demikian hukumnya haram

menurut Islam, karena:

1) Adanya unsur gharar, yaitu unsur ketidakpastian tentang hak pemegang polis dan sumber

daya yang dipakai menutup klaim.

2) Adanya unsur maysir, yaitu unsur judi karena dimungkinkan ada pihak yang diuntungkan

diatas kerugian orang lain.

3) Adanya unsur riba, yaitu diperolehnya pendapatan dari membungakan.

5
Asuransi dalam Islam dikenal dengan istilah takaful yang berarti saling memikul resiko

diantara sesama orang , sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko

yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar tolong menolong dalam kebaikan dimana

masing-masing mengeluarkan dana/sumbangan/derma (tabarru’) yang ditunjuk untuk menanggung

resiko tersebut. Takaful dalam pengertian tersebut sesuai dengan surah Al Maidah(5):2 “ Dan tolong

menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, jangan tolong-menolong dalam berbuat

dosa dan pelanggaran.”

Asuransi syariah adalah asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Menurut Fatwa

DSN No.21/DSN-MUI/III/2002 tentang asuransi syariah, yaitu usaha saling melindungi dan tolong

menolong diantara sejumlah orang /pihak melaui investasi dalam bentuk asset/dan tabarru’/ yang

memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang

sesuai dengan syariah.

Asuransi Syariah adalah sebuah sistem di mana para peserta mendonasikan sebagian atau

seluruh kontribusi/premi yang mereka bayar untuk digunakan membayar klaim atas musibah yang

dialami oleh sebagian peserta. Proses hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme

pertanggungan pada asuransi syariah adalah sharing of risk atau “saling menanggung risiko”. Apabila

terjadi musibah, maka semua peserta asuransi syariah saling menanggung. Dengan demikian, tidak

terjadi transfer risiko (transfer of risk atau “memindahkan risiko”) dari peserta ke perusahaan seperti

pada asuransi konvensional. Peranan perusahaan asuransi pada asuransi syariah terbatas hanya

sebagai pemegang amanah dalam mengelola dan menginvestasikan dana dari kontribusi peserta.

Jadi pada asuransi syariah, perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola operasional saja,

bukan sebagai penanggung seperti pada asuransi konvensional.

Tabarru’

Definisi tabarru’ adalah sumbangan atau derma (dalam definisi Islam adalah Hibah).

Sumbangan atau derma (hibah) atau dana kebajikan ini diberikan dan diikhlaskan oleh peserta

6
asuransi syariah jika sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat asuransi

lainnya.

Dengan adanya dana tabarru’ dari para peserta asuransi syariah ini maka semua dana untuk

menanggung risiko dihimpun oleh para peserta sendiri. Dengan demikian kontrak polis pada asuransi

syariah menempatkan peserta sebagai pihak yang menanggung risiko, bukan perusahaan asuransi,

seperti pada asuransi konvensional.

Oleh karena dana-dana yang terhimpun dan digunakan dari dan oleh peserta tersebut harus

dikelola secara baik dari segi administratif maupun investasinya, untuk itu peserta memberikan kuasa

kepada perusahaan asuransi untuk bertindak sebagai operator yang bertugas mengelola dana-dana

tersebut secara baik.

Ilustrasi (mekanisme asuransi syariah) :

Jadi jelas di sini bahwa posisi perusahaan asuransi syariah hanyalah sebagai pengelola atau

operator saja dan BUKAN sebagai pemilik dana. Sebagai pengelola atau operator, fungsi perusahaan

asuransi hanya MENGELOLA dana peserta saja, dan pengelola tidak boleh menggunakan dana-dana

tersebut jika tidak ada kuasa dari peserta.

7
Dengan demikian maka unsur ketidakjelasan (Gharar) dan untung-untungan (Maysir) pun

akan hilang karena:

1) Posisi peserta sebagai pemilik dana menjadi lebih dominan dibandingkan dengan posisi

perusahaan yang hanya sebagai pengelola dana peserta saja.

2) Peserta akan memperoleh pembagian keuntungan dari dana tabarru’ yang terkumpul.

Hal ini tentunya sangat berbeda dengan asuransi konvensional (non-syariah) di mana

pemegang polis tidak mengetahui secara pasti berapa besar jumlah premi yang berhasil dikumpulkan

oleh perusahaan, apakah jumlahnya lebih besar atau lebih kecil daripada pembayaran klaim yang

dilakukan, karena di sini perusahaan, sebagai penanggung, bebas menggunakan dan menginvestasikan

dananya ke mana saja.

Jadi, dasar didirikannya asuransi syariah adalah penghayatan terhadap semangat saling

bertanggung jawab, kerjasama dan perlindungan dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, demi

terciptanya kesejahteraan umat dan masyarakat umumnya. Sebagai seorang muslim, kita wajib

percaya bahwa segala hal yang terjadi diatas tidak terlepas dari qadha dan qadhar Allah Swt terhadap

hamba-hambanya. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Swt dalam firman-Nya yang berbunyi “Dan

tiada seorangpun dapat mengetahui dengan pasti apa yang diusahakannya esok, dan tiada seorangpun

yang mengetahui dibumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha

Mengenal.” (QS Luqman[31]:34)

B. Sejarah Asuransi Syariah

Secara historis, asuransi tidak pernah ada pada zaman Nabi Muhammad Saw, sahabat dan

tabi’in. Asuransi pertama kali terjadi pada tahun 1182 Masehi. Ketika orang-orang yahudi diusir dari

Prancis, untuk menjamin resiko barang-barang mereka yang diangkut lewat laut. Pada tahun 1680 , di

London didirikan lembaga asuransi kebakaran karena kebakaran yang terjadi pada tahun 1666 yang

menghanguskan sekitar 13 ribu rumah dan 100 buah gereja.

Dalam Al Qur’an dan hadits terdapat tuntutan bermuamalah yang benar dan baik, yaitu

terhindar dari kesamaran (al gharar), untung-untungan (maysir), dan riba. Oleh karena itu, hukum

8
asuransi adalah boleh selama terhindar dari samar, untung-untungan, dan riba. Dengan kata lain,

hukum asuransi itu boleh selama mengandung unsur:

1.saling bertanggung jawab,

2.saling membantu/ kerjasama, dan

3.saling melindungi penderitaan satu sama lain

Kebutuhan akan kehadiran jasa asuransi yang berdasarkan syariah diawali dengan mulai

beroperasinya bank-bank syariah. Hal tersebut sesuai dengan UU No. 7 tahun 1992 tentang

perbankkan dan ketentuan pelaksanaan bank syariah. Untuk itulah pada tanggal 27 Juli 1993, ikatan

Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa Tugu Mandiri sepakat

memprakarsai pendirian Asuransi Takaful, dengan menyusun Tim Pembentukan asuransi Takaful

Indonesia (TEPATI).

C. Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional

Perbedaan Asuransi Syariah Asuransi Konvensional


Sistem Operasional Pada Asuransi Syariah sistem Pada Asuransi Konvensional sistem
operasional berdasarkan pada syariah operasional berlandaskan pada
islam hukum ekonomi secara umum
DPS (Dewan Pengawas Asuransi Syariah memiliki Dewan Asuransi Konvensional tidak
Syariah) Pengawas Syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah
Akad Dasar akad yang digunakan adalah akad Dasar akad yang digunakan adalah
Ta’awun (saling tolong menolong) : Tabaduli (jual beli) : Transfer of
Sharing of Risk Risk
Dana Dana yang terkumpul sepenuhnya Dana yang terkumpul sepenuhnya
adalah milik nasabah adalah milik perusahaan
Pembayaran Klaim Pembayaran klaim dalam asuransi Pembayaran klaim dalam asuransi
syariah berasal dari rekening nasabah konvensional berasal dari rekening
(dana tabbarru) perusahaan
Keuntungan (Laba) Keuntungan yang didapat oleh Keuntungan yang didapat oleh
perusahaan akan dibagi antara perusahaan sepenuhnya menjadi
perusahaan dan nasabah milik perusahaan

9
D. Prinsip – Prinsip Asuransi Syariah

Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah (Takaful) yang menjadi landasan operasional bagi

perusahaan Asuransi Syariah (Takaful). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang

Perasuransian Asuransi syariah adalah Asuransi kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian

antara perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis dan perjanjian di antara para pemegang polis,

dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan

melindungi dengan cara:

1) Memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan,

Biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga

yang mungkin diderita peserta Atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang

tidak pasti; atau

2) Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggatnya peserta atau pembayaran yang

didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau

didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Dalam asuransi syariah (takaful) ada 9 (sembilan) prinsip utama yang digunakan sebagai

dasar beroperasinya Asuransi Syariah di Indonesia, yaitu : Tauhid (Unity), Amanah (Trust

Worthy/Al-Amanah), Kerelaan (Al-Ridha), Tolong-Menolong (Ta’awun), Kerja Sama (Cooperation),

Keadilan (Justice), Larangan Riba, Maisir Dan Gharar (Ketidakpastian).

Berikut adalah penjelasan dari prinsip – prinsip asuransi syariah tersebut :

1. Tauhid (Unity)

Tauhid (unity) menurut bahasa

adalah meng-Esakan. Sedangkan

menurut syariat adalah meyakini

keesaan Allah. Menurut Amien

Rais, tauhid sesungguhnya

menurunkan atau mengisyaratkan

10
adanya 5 (lima) pengertian. Pertama, unity of Godhead, yaitu kesatuan ketuhanan. Kedua, unity of

creation, yaitu kesatuan penciptaan. Seluruh makhluk di alam semesta ini, baik yang kelihatan

maupun yang tidak, yang lahir maupun yang gaib, merupakan bagian dari ciptaan Allah. Ketiga, unity

of man¬kind, yaitu kesatuan kemanusiaan. Jadi, perbedaan warna kulit, bahasa, geo¬grafi, sejarah,

dan segala perbedaan yang melatarbelakangi keragaman umat manusia tidak boleh dijadikan alasan

untuk melakukan diskriminasi. Keempat, unity of guidance, yaitu kesatuan pedoman hidup. Bagi

orang yang beriman, hanya ada satu pedoman hidup, yakni yang datangnya dari Allah yang berupa

wahyu. Karena Allah yang menciptakan manusia, maka Allah pula yang paling tahu apa yang baik

atau buruk bagi manusia, sehingga kita betul-betul dapat mencapai kebahagiaan di dunia maupun

akhirat. Kelima, unity of the purpose of life, yaitu kesatuan tujuan hidup. Bagi orang yang beriman,

satu-satunya tujuan hidup adalah untuk mencapai rida Allah.

Dari pengertian Asuransi Syariah (Takaful) dan tauhid diatas jelas bahwa Tauhid (Unity)

merupakan prinsip yang harus dipegang teguh oleh setiap orang yang hidup didunia ini. Tidak

terkecuali bagi orang-orang berkecimpung dalam Asuransi Syariah (Takaful) karena pada hakekatnya

setiap manusia harus melandasi dirinya dengan tauhid dalam menjalankan segala aktivitas

kehidupannya, tidak terkecuali dalam bermuamalah. Artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta

bangunan hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan.

Dalam mengimplementasikan prinsip tauhid dalam berasuransi jika dilihat dari sisi

perusahaan, konsep tauhid dalam berasuransi syariah bukanlah semata-mata meraih keuntungan, atau

menangkap peluang pasar yang sedang bergerak positif pada industri yang berbasiskan syariah.

Namun yang lebih mulia jika niat awalnya adalah untuk mengimplementasikan nilai-nilai syariah

dalam dunia asuransi. Sedangkan dari sisi tertanggung, berasuransi syariah adalah bertujuan untuk

bertransaksi dalam bentuk tolong-menolong sesama manusia yang berlandaskan asas syariah, dan

bukan semata-mata hanya mencari perlindungan apabila terjadi musibah. Dengan demikian, maka

nilai tauhid terimplementasikan pada industri asuransi syariah.

11
2. Amanah (Trust Worthy/Al-Amanah)

Amânah memiliki artian jujur atau

dapat dipercaya. Amanah juga berarti

menunaikan apa-apa yang dititipkan atau

dipercayakan orang lain kepada kita dengan

penuh rasa tanggungjawab. Sebagai salah

satu prinsip dalam asuransi syariah (takaful),

Amanah (Trust Worthy/Al-Amanah)

tentunya wajib dimiliki oleh semua orang atau lembaga yang bergerak dalam industri asuransi

syariah.

Tertanggung atau nasabah yang ingin mengasuransikan harta/benda atau jiwanya ke

perusahaan asuransi syariah (takaful) berkewajiban untuk menyampaikan sebenar-benarnya mengenai

objek pertanggungan. Selain itu, tertanggung juga wajib menyampaikan fakta-fakta yang benar jika

terjadi kerugian menimpa harta, benda atau jiwa yang diasuransikan tersebut.

Prinsip Amanah (Trust Worthy/Al-Amanah) ini menitikberatkan kepada perusahaan asuransi syariah

(takaful) yang sudah dipercaya untuk mengelola dana dari para peserta. Mereka harus menggunakan

kumpulan dana dari peserta dengan sebaik-baiknya serta menyampaikan secara jujur dan benar

mengenai investasi kumpulan dana, keuntungan dari investasi tersebut, pembagian yang merata antara

perusahaan dan peserta.

Implementasi Prinsip Amanah (Trust Worthy/Al-Amanah) pada perusahaan asuransi syariah

(takaful) dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan-perusahaan

melalui penyajian laporan keuangan dan laporan kinerja tiap periode yang dapat diakses oleh peserta

asuransi. Laporan keuangan dan kinerja yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus

mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor publik.

Bagi perusahaan asuransi syariah (takaful) yang melanggar prinsip Amanah (Trust Worthy/Al-

Amanah) akan mendapatkan sanksi sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku dan akan kehilangan

kepercayaan dari masyarakat atau peserta asuransi sebelumnya.

12
3. Kerelaan (Al-Ridha)

Pengertian Kerelaan (Al-Ridha) Secara Bahasa Kerelaan (Al-Ridha) berasal dari bahas arab.

Memiliki arti rela, menerima dg suci hati, Secara Istilah Ridha berarti menerima dengan senang hati

apa yang diberikan oleh Allah SWT baik berupa peraturan, hukum, atau pun qadha.

Kerelaan (Al-Ridha) terkait tiga hal :

1. Usaha maksimal yang dicurahkan

2. Takdir Allah SWT

3. Keputusan orang lain

Menurut Al Ghazali Ridha adalah segala

keputusan Allah SWT yang merupakan puncak

keindahan akhlak (muntaha husnul al khuluq). Menurut Syeh Abdul Qadir Al-Djaelani ridha

merupakan kewajiban hamba kepada Sang Khaliq yang tidak dapat ditolak.

Dari 2 (dua) pengertian diatas, prinsip Kerelaan (Al-Ridha) wajib dimiliki oleh setiap peserta

asuransi syariah (takaful) karena dalam rangka saling melindungi dan tolong menolong antar anggota,

maka setiap anggota harus dengan rela untuk memberikan uang (premi) untuk dikumpulkan sebagai

dana sosial (tabarru) yang berfungsi untuk membantu anggota yang mengalami kerugian.

Selain itu, segala transaksi dalam asuransi syariah (takaful) yang dilakukan oleh perusahaan dan

anggota dilakukan atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak dan didasarkan pada kesepakatan

bebas dari para pihak dan tidak boleh mengandung unsur paksaan, tekanan, dan penipuan. Asas ini

dikenal dengan asas konsensualisme dalam hukum Perdata.

4. Tolong-Menolong (Ta’awun)

Arti tolong menolong dalam islam

berasal dari bahasa arab yaitu ta'awun

yang artinya tolong-menolong. Menurut

istilah dalam Ilmu Aqidah dan Akhlak,

pengertian ta'awun adalah sifat tolong-

13
menolong di antara sesama manusia dalam hal kebaikan dan takwa. Dalam ajaran Islam sifat ta'awun

ini sangat diperhatikan, hanya dalam kebaikan dan takwa, dan tidak ada tolong-menolong dalam hal

dosa dan permusuhan. Oleh karena itu sifat ta'awun atau tolong-menolong termasuk akhlak terpuji

dalam agama Islam.

Sesuai dengan 2 (dua) pengertian diatas maka implementasi dari Prinsip Tolong-Menolong

(Ta’awun) Dalam Asuransi Syariah (Takaful) pada dasarnya ada di para peserta yang dari awal sudah

memiliki niatan awal untuk menolong peserta lain yang mengelami kerugian. Dengan niatan awal

untuk tolong menolong tersebut menjadikan ikatan persaudaraan akan semakin melekat.

Dalam sejarahnya, Praktik tolong-menolong (ta’awun) dalam asuransi adalah unsur utama

pembentukan bisnis asuransi. Namun seiring berjalannya waktu unsur tolong-menolong (ta’awun)

sudah hampir menghilang. Banyak perusahaan asuransi bekerja untuk mengejar keuntungan bisnis.

Sehingga perusahaan asuransi itu sudah kehilangan karakter utamanya. Untuk itulah Asuransi Syariah

(Takaful) hadir dengan membawa prinsip Tolong-Menolong (Ta’awun).

5. Kerja Sama (Cooperation)

Pengertian kerjasama secara umum ialah

orang-orang yang bersatu dalam sesuatu pekerjaan

yang terdiri daripada dua orang atau lebih untuk tujuan

tertentu, untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat

bagi dirinya maupun orang lain.

Prinsip Kerja Sama (Cooperation) merupakan prinsip yang universal digunakan dalam setiap

perjanjian ekonomi maupun bisnis yang berlandaskan syariat islam. Begitu pula dalam prakteknya di

asuransi syariah (takaful) Kerja sama dalam bisnis asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad yang

dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat, yaitu antara anggota dan perusahaan asuransi.

Dalam praktek operasional perusahaan asuransi syariah (takaful) kontrak perjanjian tersebut

menggunakan Konsep mudharabah dan musyarakah. Konsep mudharabah merupakan hubungan

14
kontrak investasi para pemilik modal yaitu penyedia dana (shahibul maal/investor) atau peserta

asuransi dengan pengelola (mudharib) dalam hal ini prusahaan asuransi syariah (takaful), investor

mempercayakan modalnya kepada pengelola untuk digunakan dalam aktivitas perdagangan dalam

jangka waktu yang disepakati.

Mudharib dalam hal ini memberikan konstribusi pekerjaan, waktu, dan mengelola usahanya

sesuai dengan ketentuan yang disepakati dalam kontrak. Salah satunya adalah untuk mencapai

keuntungan (profit) yang nantinya akan dibagi antara investor dengan pengelola berdasarkan proporsi

yang disetujui bersama (nisbah). Jika terdapat kerugian karena risiko bisnis (bussiness risk) dan bukan

kelalaian mudharib (character risk), maka kerugian ditanggung oleh shahibul maal (penyedia modal).

Akad mudharabah ini dapat menggunakan prinsip profit and loss sharing ataupun revenue sharing,

dimana bagi hasil ini ditentukan berdasarkan ratio perhitungan bagi hasil yang telah ditentukan dalam

perjanjian. Ratio ini dikenal sebagai nisbah bagi hasil. Besarnya nisbah bagi hasil ini untuk setiap

perusahaan asuransi syariah mempunyai kebijakan tersendiri dan terkait dengan produk asuransi

syariah dalam perusahaan tersebut. Hasil investasi ini akan ditambahkan pada dana peserta

untukdigunakan sebagai biaya klaim, simpanan (dana cadangan), biaya reasuransi, biaya operasional

dan jika terjadi surplus maka akan dibagikan sesuai dengan nisbah bagi hasil tadi, namun jika

mengalami kerugian maka akan diambilkan dari rekening perusahaan dan bagian peserta tetap

dibagikan.

Konsep musyarakah Menurut :

 Hanafiyah syirkah

Musyawarah adalah suatu perjanjian antara dua pihak yang bersyarikat mengenai pokok harta

dan keuntungannya.

 Malikiyah syirkah

Musyawarah adalah keizinan untuk berbuat hukum bagi kedua belah pihak, yakni masing-masing

mengizinkan pihak lainnya berbuat hukum terhadap harta milik bersama antara kedua belah

pihak, disertai dengan tetapnya hak berbuat hukum (terhadap harta tersebut) bagi masing-masing.

Praktek konsep musyarakah dalam asuransi syariah (takaful) dapat terwujud antara nasabah

dan perusahaan asuransi, jika kedua belah pihak bekerja sama dengan sama-sama menyerahkan

15
modalnya untuk diinvestasikan pada bidang-bidang yang menguntungkan. Keuntungan yang

diperoleh dari investasi tersebut dibagi sesuai dengan porsi nisbah yang disepakati sebelumnya.

6. Keadilan (Justice)

Prinsip Keadilan (Justice) juga merupakan

prinsip universal yang dipakai dalam segala

aspek kehidupan umat manusia. Dalam islam

seperti yang telah diungkapkan oleh Murtadha

Muthahhari prinsip keadilan dikenal dalam

empat hal yaitu :

a) Adil bermakna keseimbangan dalam arti suatu masyarakat yang ingin tetap bertahan dan mapan,

maka masyarakat tersebut harus berada dalam keadaan seimbang, di mana segala sesuatu yang

ada di dalamnya harus eksis dengan kadar semestinya dan bukan dengan kadar yang sama.

Keseimbangan sosial mengharuskan kita melihat neraca kebutuhan dengan pandangan yang

relatif melalui penentuan keseimbangan yang relevan dengan menerapkan potensi yang

semestinya terhadap keseimbangan tersebut.

b) Adil adalah persamaan penafsiran terhadap perbedaan apa pun. Keadilan yang dimaksudkan

adalah memelihara persamaan ketika hak memilikinya sama, sebab keadilan mewajibkan

persamaan seperti itu, dan mengharuskannya.

c) Adil adalah memelihara hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak

menerimanya. Keadilan seperti ini adalah keadilan sosial yang harus dihormati di dalam hukum

manusia dan setiap individu diperintahkan untuk menegakkannya.

d) Adil adalah memelihara hak atas berlanjutnya eksistensi.

Berdasarkan pengertian diatas Prinsip Keadilan (Justice) Dalam Asuransi Syariah (Takaful)

adalah keseimbangan posisi antara peserta dan perusahaan asuransi dimana tidak ada diantara salah

satunya memiliki posisi yang lebih tinggi dalam melakukan perjanjian asuransi. dalam arti lain bahwa

nasabah asuransi harus memposisikan diri untuk melaksanakan kewajiban untuk selalu membayar

iuran (premi) kepada perusahaan asuransi dalam jumlah tertentu kepada perusahaan asuransi dan

16
mempunyai hak untuk mendapatkan sejumlah dana santunan jika terjadi peristiwa kerugian.

perusahaan asuransi juga harus melaksanakan tugas dan kewajibanya sebagai lembaga pengelola dana

mempunyai kewajiban membayar klaim peserta yang mengalami kerugian.

Di sisi lain, keuntungan dari hasil investasi dana nasabah atau peserta yang dilakukan oleh

perusahaan wajib dibagi sesuai dengan akad yang disepakati antara kedua belah pihak misalnya

pembagian keuntungan 30:70 (30 untuk perusahaan dan 70 untuk peserta). Maka, realita pembagian

keuntungan juga harus mengacu pada ketentuan tersebut.

7. Larangan Riba

Riba artinya ziyadah (tambahan) atau nama’

(berkembang). Sedangkan menurut istilah pengertian dari

riba adalah penambahan pada harta dalam akad tukar-

menukar tanpa adanya imbalan atau pengambilan

tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.

Unsur riba dapat kita temukan dengan jelas dalam asuransi jiwa, dimana seseorang yang membeli

polis asuransi membayar sejumlah kecil dana/premi dengan harapan mendapatkan uang yang lebih

banyak dimasa yang akan datang, namun bisa saja dia tidak mendapatkannya. Jadi pada hakekatnya

transaksi ini adalah tukar menukar uang, dan dengan adanya tambahan dari uang yang dibayarkan,

maka ini jelas mengandung unsur riba, baik riba fadl dan riba nasi’ah.

Dalam asuransi syariah (takaful) unsur riba dapat dihilangkan dengan cara mengaplikasikan

konsep mudharabah. Sistem operasional dan pengelolaan asuransi syariah dengan konsep mudharabah

ini sangat jauh dari unsur riba, karana dana yang diperoleh dari masyarakat (peserta) akan dibagikan

kembali sesuai dengan keuntungan yang diperoleh dari hasil Investasi kumpulan dana tersebut dengan

sistem bagi hasil yang telah ditentukan pada awal perjanjian antara perusahaan dan peserta. dan ada

lembaga yang mengawasi yaitu dewan pengawas syariah.

17
8. Larangan Maisir

Maisir secara harfiah adalah

memperoleh sesuatu dengan sangat mudah

tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan

tanpa bekerja. Maisir ini juga dapat disebut

dengan judi dimana suatu transaksi yang

dilakukan oleh 2 (dua) pihak untuk

kepemilikan suatu benda atau jasa yang

menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut

dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu.

Dalam asuransi syariah (takaful) unsur maisir harus dihindari dari kedua belah pihak yang

melakukan perjanjian (tertanggung dan perusahaan asuransi). unsur maisir ini dapat kita temukan

dalam transaksi asuransi biasa dimana perusahaan asuransi dapat mendapatkan keuntungan besar jika

banyak tertanggung yang sudah membayar premi beberapa kali tapi tidak pernah melakukan klaim,

perusahaan juga mendapat keuntungan jika klaim dari tertanggung ditolak, sebaliknya perusahaan

akan mengalami kerugian jika banyak tertanggung yang baru pertama kali membayar premi namun

sering melakukan klaim.

Dalam asuransi syariah (takaful) perusahaan asuransi memperoleh keuntungan bukan

berdasakan atas berapa kali peristiwa klaim terjadi, bukan juga dari berapa kali klaim yang ditolak,

melainkan dari keuntungan perjanjian dengan konsep mudharabah, dimana uang yang terkumpul dari

tertanggung akan diinvestasikan oleh perusahaan dengan sistem bagi hasil yang telah ditentukan.

9. Larangan Gharar (Ketidakpastian)

Gharar artinya keraguan, tipuan atau

tindakan yang bertujuan untuk merugikan pihak

lain. Suatu akad mengandung unsur penipuan,

karena tidak ada kepastian, baik mengenai ada atau

18
tidak ada objek akad, besar kecil jumlah maupun menyerahkan objek akad tersebut. Imam Al-Qarafi

mengemukakan gharar adalah suatu akad yang tidak diketahui dengan tegas, apakah efek akad akan

terlaksana atau tidak, seperti melakukan jual-beli burung yang masih terbang bebas di udara.

Dalam asuransi biasa unsur gharar dapat terjadi jika tertanggung yang sudah membayarkan premi

kepada perusahaan asuransi untuk mentransfer resiko yang mungkin terjadi pada diri atau harta

bendanya, namun dalam perjalanan waktu sampai dengan berakhirnya perjanjian tersebut tertanggung

tidak mengalami kerugian. Dalam kasus tersebut maka uang premi menjadi milik perusahaan asuransi

dan tidak dikembalikan.

Sedangkan dalam asuransi syariah (takaful) uang premi/kontribusi adalah model mudharabah

yang nanitinya akan dikembalikan kepada peserta ditambah keuntungan dari hasil investasi tersebut

dan premi/kontribusi peserta tidak sepenuhnya hilang.

E. Pengelolaan Premi dalam Asuransi Syariah

Perhitungan premi asuransi syariah sedikit berbeda dengan cara penghitungan premi pada

asuransi konvensional. Asuransi syariah sebenarnya merupakan lembaga keuangan syariah non bank.

Fungsi asuransi syariah hampir sama dengan lembaga keuangan syariah lainnya, yaitu mendapatkan

keuntungan dari hasil investasi dana dari peserta asuransi.

Cara pembagian hasil investasi dana peserta asuransi dilakukan dengan prinsip bagi hasil

(profit and loss sharing). Dalam prinsip syariah perusahaan bertindak sebagai pengelola dana yang

menerima pembayaran dari peserta untuk dikelola secara syariah. Peserta asuransi berperan sebagai

pemilik dana (shohibul maal) yang akan menerima manfaat jasa perlindungan, dan penjaminan dari

bagi hasil perusahaan asuransi.

Syarat dan ketentuan mengenai pembagian hasil ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua

belah pihak, antara kantor asuransi dan nasabah pemilik dana. Kesepakatan yang terjadi tergantung

dari jenis asuransi, produk asuransi, dan klasifikasi premi yang disetor.

a. Pengertian Premi Dan Dana Tabarru’

Berikut ini beberapa pengertian premi (kontribusi) dan dana tabarru’ yang dikutip

dari berbagai sumber:

19
Premi adalah bayaran asuransi atau harga sebagai jaminan penanggung asuransi

untuk bertanggung jawab, hal itu tidak perlu dibayar lebih dahulu karena biasanya oleh

penanggung asuransi dijadikan sebagai satu isyarat yaitu perjanjian akan berlaku hanya setelah

premi dibayar. Dalam asuransi, premi mungkin mempunyai suatu nilai tanggungan untuk

tambahan kepada anggota lain dalam masyarakat yang mengalami kerugian, oleh karena itu

penanggung asuransi adalah kedua-duanya. Sebagai orang diasuransikan, dia berkewajiban untuk

membantu ahli-ahli lain dan berhak menerima premi bila terjadi kerugian atasnya.

Premi asuransi adalah sejumlah dana yang disetor tertanggung kepada penanggung,

dimana jika premi belum dibayar (lunas), maka penanggung belum terikat dalam transaksi untuk

membayar ganti rugi jika timbul risiko. Pengelolaan dana dalam asuransi syariah adalah

seluruh premi yang dibayar peserta dimasukkan ke dalam rekening “derma”, yaitu rekening

yang digunakan untuk membayar klaim kepada peserta. Besarnya nominal premi yang disetor

bergantung pada jenis asuransi yang dipilih.

Tabarru’ adalah derma kebajikan atau iuran kebajikan yang telah diniatkan oleh

peserta untuk dana tolong menolong apabila ada peserta lain yang terkena musibah. Konsep ini

menjadikan semua peserta sebagai satu keluarga besar yang saling menanggung, saling

menjamin, dan saling melindungi apabila musibah datang.

Tabarru’ dibawah kendali perusahaan asuransi syariah hanya boleh digunakan untuk

kemaslahatan pesertanya. Dengan kata lain, kumpulan dana tabarru’ hanya dapat digunakan

untuk kepentingan para peserta asuransi yang mendapat musibah. Apabila dana tabarru’ tersebut

digunakan untuk kepentingan lain, berarti melanggar syarat akad. Tabarru’ dikenakan kepada

peserta sepanjang kontrak. Besar persentase tabarru’ antara satu peserta dan peserta lain tidak

sama, bergantung pada masa perjanjian dan usia calon peserta. Makin panjang masa perjanjian

dan makin tinggi usia calon peserta, tabarru’ yang dikenakan pun semakin tinggi.

b. Prinsip Contribution

Contribution (kontribusi) menurut sudut pandang asuransi terbagi menjadi dua, yaitu

sudut pandang penanggung (perusahaan asuransi) dan sudut pandang tertanggung (pemegang

20
polis). Untuk sudut pandang penanggung, contribution adalah suatu prinsip dimana penganggung

berhak mengajak penanggung-penanggung lain yang memiliki kepentingan yang sama untuk ikut

bersama membayar ganti rugi kepada tertanggung, meskipun jumlah tanggungan masing-masing

penanggung berbeda. Adapun untuk sudut tertanggung, al-musahamah ‘kontribusi’ adalah suatu

bentuk kerjasama mutual dimana tiap-tiap peserta memberikan kontribusi dana kepada suatu

perusahaaan dan peserta tersebut berhak memperoleh kompensasi atas kontribusinya tersebut

berdasarkan besarnya saham (premi) yang ia miliki (bayarkan).

Dalam Al-Qur’an sesungguhnya telah termuat tentang konsep kontribusi atau

kerjasama mutual yaitu dalam surat al-Maidah ayat 2: “Dan tolong menolonglah kamu dalam

kebenaran dan ketakwaan”.

c. Mekanisme Pengelolaan Premi dan Dana Tabarru’

Mekanisme pengelolaan dana yang memiliki unsur tabungan adalah setiap premi

yang dibayar oleh peserta akan dimasukkan ke dalam dua rekening yaitu rekening untuk dana

tabarru’ (sosial) dan rekening untuk dana tabungan (saving). Adapun status kepemilikan dana

tanpa rekening tabungan (saving) masih menjadi milik peserta asuransi, bukan menjadi milik

perusahaan asuransi, perusahaan hanya berfungsi sebagai lembaga pengelola.

Ditinjau dari unsur tabungan

1. Sistem yang mengandung unsur tabungan

Setiap peserta wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur kepada

perusahaan. Besar premi yang akan dibayarkan tergantung kepada kemampuan peserta.

Akan tetapi, perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang dapat dibayarkan. Setiap

peserta dapat membayar premi tersebut, melalui rekening koran, giro atau membayar

langsung. Peserta dapat memilih cara pembayaran, baik tiap bulan, kuartal, semester

maupun tahunan.

Setiap premi yang dibayar oleh peserta akan dipisah oleh perusahaan asuransi dalam

dua rekening yang berbeda, yaitu:

21
 Rekening tabungan, yaitu kumpulan dana yang merupakan milik peserta, yang

dibayarkan bila:

- Perjanjian berakhir

- Peserta mengundurkan diri

- Peserta meninggal dunia

 Rekening tabarru’ yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran

kebajikan untuk tujuan saling tolong-menolong dan saling membantu, yang dibayarkan

bila:

- Peserta meninggal dunia

- Perjanjian telah berakhir (jika ada suplus dana)

Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariah Islam. Tiap

keuntungan dari hasil investasi, setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi

reasuransi) dan setelah dikeluarkan zakatnya, akan dibagi menurut kesepakatan.

2. Sistem yang tidak mengandung unsur tabungan

Setiap premi yang dibayar oleh peserta, akan dimasukkan dalam rekening tabbaru’,

yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan

saling tolong menolong dan saling membantu, dan dibayarkan bila:

- Peserta meninggal dunia

- Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana)

Kumpulan dana peserta ini akan di investasikan sesuai dengan syariah Islam.

Keuntungan dari investasi setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi

reasuransi) setelah dikeluarkan zakatnya, akan dibagi antara peserta dan perusahaan menurut

menurut kesepakatan dalam suatu perbandingan (porsi bagi hasil) tetap berdasarkan

perjanjian kerjasama antara perusahaan dengan peserta.

Premi asuransi syariah umumnya dibagi beberapa bagian, yaitu:

1. Premi tabungan, yaitu bagian premi yang merupakan dana tabungan pemegang polis

yang dikelola oleh perusahaan dimana pemiliknya akan mendapatkan hak sesuai

22
dengan kesepakatan dari pendapatan investasi bersih. Premi tabungan dan hak bagi

hasil investasi akan diberikan kepada peserta bila yang bersangkutan dinyatakan

berhenti sebagai peserta.

2. Premi tabarru’ yaitu sejumlah dana yang dihibahkan oleh pemegang polis dan

digunakan untuk tolong menolong dalam menanggulangi musibah kematian yang akan

disantunkan kepada ahli waris bila peserta meninggal dunia sebelum masa asuransi

berakhir.

3. Premi biaya adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta kepada perusahaan

yang digunakan untuk membiayai operasional perusahaan dalam rangka pengelolaan

dana asuransi, termasuk biaya awal, biaya lanjutan, biaya tahun berjalanm dan biaya

yang dikeluarkan pada saat polis berakhir.

Penetapan besarnya tarif premi tidak ditentukan oleh pemerintah, karena diserahkan

pada mekanisme pasar yang berlaku. Namun pada dasarnya tarif premi menurut aturan

pemerintah harus memenuhi unsur berikut:

Penetapan tarif premi asuransi kerugian, perhitungan jumlah premi yang akan

memengaruhi dana klaim tergantung pada beberpa hal, antara lain:

1) Penetapan tarif premi harus dilakukan dengan memperhitungkan:

a. Premi murni dihitung berdasarkan profil kerugian untuk jenis asuransi yang

bersangkutan sekurang-kurangnya 5 tahun terakhir.

b. Biaya perolehan, termasuk komisi agen.

c. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya.

2) Tarif premi harus ditetapkan pada tingkat yang mencukupi, tidak melebih dan

tidak ditetapkan secara diskriminatif. Demikian pula tidak boleh terlalu berlebihan

sehingga tidak sebanding dengan manfaat yang dijanjikan.

23
Pada asuransi jiwa, perhitungan jumlah premi yang akan memengaruhi dana klaim

tergantung pada beberapa faktor, antara lain:

1. Jenis produk asuransi yang ditawarkan, besar kecilnya premi tergantung dari

karakteristik produk yang diinginkan oleh peserta.

2. Lamanya masa asuransi, jika peserta menginginkan santunan kebajikan

yang besar dalam waktu yang singkat, tentu jumlah premi yang dibayarkan

juga harus besar.

3. Usia peserta, makin tua usia peserta makin besar pula premi tabarru’ yang

harus dibayarkan dibandingkan dengan peserta yang lebih muda usianya.

4. Kesehatan peserta, jika peserta memiliki masalah kesehatan setelah

diperiksakan ke rumah sakit, maka peserta harus membayar premi tabarru’

yang lebih besar, sehingga jika peserta ingin tabungannya besar maka ia

harus membayar premi yang lebih besar daripada peserta lain yang

kesehatannya baik-baik saja.

5. Jumlah peserta, tentu produk asuransi perorangan dengan produk asuransi

kumpulan akan berbeda besaran premi yang harus dibayarkan.

d. Kontribusi/Sumbangan/Premi Tabungan

Terdapat perbedaan mengenai pengelolaan kontribusi/premi takaful pada masing-

masing jenis asuransi takaful. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Takaful keluarga

Kontribusi atau premi takaful bisa diangsur secara bulanan, seperempat tahun,

setengah tahun, atau tahunan. Jumlah angsuran minimal ditetapkan oleh perusahaan dihitung

sesuai dengan jangka waktu kontrak, jadwal angsuran dan jumlah pertanggungan. Adapun

kontribusi atau premi takaful yang dibayar preserta dimasukkan kedalam dua jenis rekening

yaitu rekening peserta dan rekening khusus peserta sesuai dengan porsi masing-masing yang

ditetapkan perusahaan. Rekening peserta berfungsi sebagai investasi dan simpanan,

24
sedangkan rekening khusus peserta berfungsi sebagai sumbangan atau tabbaru’ untuk

menutup klaim jika terjadi musibah pada peserta takaful.

2. Takaful umum

Kontribusi/premi takaful dibayar sekaligus pada awal untuk jangka waktu 1 tahun dan

harus diperbaharui apabila kontrak diperpanjang.adapun jumlah nominal premi yang

ditetapkan oleh perusahaan dihitung sesuai dengan resiko jenis takaful yang

dipilih.kontribusi/premi takaful yang dibayar peserta,dimasukkan kedalam kumpulan uang

peserta (insurance fund) yang berfungsi sebagai investasi dan sumbangan (tabarru’) untuk

menutup klaim apabila terjadi musibah pada peserta takaful.

e. Sistem Pembayaran Premi

Asuransi syariah merupakan sistem pembayaran yang tepat, baik secara bulanan, triwulan,

semesteran, maupun tahunan. Artinya, pembayaran tersebut tidak menjadi mahal jika di bayar

secara bulanan dibandingkan cara bayar tahunan.

Berbeda dengan asuransi konvensional, pembayaran premi dengan cara bulanan, triwulan,

dan semesteran lebih mahal jika dibandingkan dengan cara tahunan, dan premi yang dibayar oleh

peserta jauh lebih besar dari uang pertanggungan.

Contoh :

Tuan A dengan usia 37 tahun, mengambil produk beasiswa pada perusahaan asuransi

konvensional dengan uang pertanggungan (UP) sebesar Rp. 20.000.000,- dengan masa perjanjian

25
17 tahun. Premi yang harus di bayarnya pertahun sebesar Rp. 2.250.000,-. Jika di bayar secara

triwulan (4 x setahun), besar premi menjadi Rp. 2.250.000,- x 26% = Rp. 585.000,- jika ia

membayar 2 x dalam setahun semesteran menjadi Rp 2.250.000,- x 51% = Rp. 1.147.500,-. Jika

tuan A memilih cara pembayaran secara triwulan, premi setahunnya menjadi Rp. 585.000,- x 4 =

Rp. 2.340.000,-. Jika di kalikan dengan masa perjanjian, Rp. 585.000,- x 4 x 17 = Rp.

39.780.000,-. Uang pertanggungan Rp. 20.000.000,-, tetapi total yang dibayarkan peserta Rp.

39.780.000,-.

Jika contoh di atas kita pakai untuk asuransi syariah maka manfaat asuransi tuan A sebesar

Rp. 2.250.000,- x 17 = Rp. 38.250.000,-. Jika ia ingin menbayar premi secara triwulan, besar

premi yang di bayar dalah Rp. 2.250.000,- / 4= Rp. 562. 500,-. Jika ia ingin membayar premi

secara semesteran, premi dibayar adalah Rp. 1.125.000.

Simpulan yang dapat diambil dari contoh di atas adalah sebagai berikut:

- Manfaat asuransi pada asuransi syariah sama dengan total jumlah premi yang dibayar

peserta.

- Manfaat asuransi pada asuransi konvensional selalu lebih kecil dari premi yang dibayar

peserta.

- Premi pada asuransi syariah, baik dibayar dengan cara bulanan, triwulan, semesteran,

maupun tahunan sama, tidak ada kenaikan.

- Cara bayar premi pada asuransi konvensional memengaruhi besarnya premi. Cara bayar

bulanan lebih mahal jika dibandingkan dengan cara bayar triwulan. Premi triwulan lebih

mahal jika dibandingkan dengan cara bayar semesteran. Premi semesteran lebih mahal jika

dibandingkan dengan cara bayar tahunan.

F. Hukum Klaim Asuransi Syariah

Pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil dari dana tabarru semua peserta. Perusahaan

sebagai mudharib wajib menyelesaikan proses klaim secara cepat, tepat dan efisien sesuai dengan

amanah yang diterimanya, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat al-Anfaal : 27

َ‫سولَ َوت َ ُخونُواْأ َ َمانَاتِ ُك ْم َوأَنت ُ ْمت َ ْعلَ ُمونَ يَاأَيُّ َهاالَّذِينَآ َمنُواْل‬ َّ ‫ت َ ُخونُواْاللّ َه َو‬
ُ ‫الر‬

26
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad)

dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu

mengetahui”.

Dasar hukum klaim dalam asuransi syariah

Dasar Hukum

‫ِب ْالعُقُو ِد أ َ ْوفُوا آ َمنُوا الَّذِينَ أَيُّ َها يَا‬

“Hai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad (perjanjian-perjanjian) itu” (Al-Maidah [5] : 1)

• َ‫ع ْه ِد ِه ْم أل َمانَاتِ ِه ْم ُه ْم َوالَّذِين‬


َ ‫َراعُونَ َو‬

Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya. ( Al-Mukminun : 8}

Rasulullah SAW bersabda :

َ َ ‫شة‬
‫ع ْن‬ َ ِ‫عائ‬
َ ‫ي‬ َ ْ‫قَالَت‬، ‫صلَّى للاِ َرسُ ْو ُل قَا َل‬
ِ ‫ع ْن َها للاُ َر‬
َ ‫ض‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ ُ‫علَ ْي ِه للا‬ َ ‫ع َملا أ َ َحدُ ُك ْم‬
َ ‫ع ِم َل إِذَا يُحِ بُّ للاَ إِ َّن َو‬ َ ‫يُتْ ِقنَهُ أ َ ْن‬

(‫)الطبراني رواه‬

Dari Aisyah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila

dia beramal, dia menyempurnakan amalnya. (HR. Thabrani)

Pengertian Klaim Asuransi

Klaim asuransi adalah tuntutan dari pihak tertanggung sehubungan dengan adanya kontrak

perjanjian antara asuransi dengan pihak tertanggung yang masing – masing pihak mengikatkan diri

dimana penanggung akan menjamin pembayaran ganti rugi ketika pihak tertanggung terjadi musibah,

jika pembayaran premi asuransi telah dilakukan oleh pihak tertanggung.

Ketentuan klaim pada asuransi syariah

Sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 21/DSN-MUI/X/2000 memutuskan

bahwa ketentuan klaim adalah sebagai berikut:

a. Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.

27
b. Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan.

c. Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban

perusahaan untuk memenuhinya.

d. Klaim atas akad tabarru’, merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas

yang disepakati dalam akad.

Tujuan dari klaim adalah untuk memberikan manfaat yang sesuai dengan ketentuan dalam

Polis Anda. Agar klaim dapat diproses dan terbayar, perhatikan berbagai ketentuan penting mengenai

pengajuan klaim.

Hal yang harus di perhatikan sebelum melakukan KLAIM

1. Pastikan Anda memiliki manfaat yang sesuai dengan yang tercatat di Polis Anda.

2. Polis Anda masih berada dalam keadaan Inforce / berlaku / aktif.

3. Polis Anda tidak dalam masa tunggu. Maksudnya masa tunggu adalah masa mulai berlakunya

perlindungan asuransi Anda. Contoh : untuk perlindungan rawat inap yang disebabkan karena

sakit, seperti : diare, demam berdarah, infeksi saluran kencing, typhus, dll. Masa tunggunya

adalah 30 hari sejak diterima sebagai nasabah Asuransi. Ingat juga bahwa syarat untuk klaim

biasanya harus menjalani rawat inap, bisa minimal 1 x 24 jam atau 2 x 24 jam.

4. Klaim yang Anda ajukan bukan pengecualian yang tertera dalam Polis.

G. Prosedur Pengajuan Klaim dalam Asuransi Syariah

Salah satu tahapan yang sangat penting dalam asuransi syariah adalah bagaimana caranya

mengajukan klaim dan disetujui lalu mendapatkan uang pertanggungan yang telah disepakati bersama

dalam perjanjian akad. Sebab percuma jika kita rutin membayar premi bulanan tapi saat mengajukan

klaim kita kesulitan atau tidak mengetahui berbagai hal dalam mengikuti prosedur klaim. Oleh sebab

itu, pada kali ini penulis akan menjelaskan cara mengajukan klaim di asuransi syariah.

Untuk mengajukan klaim pada asuransi syariah mudah sekali ketimbang pengajuan klaim

asuransi konvensional. Hal ini dikarenakan perusahaan asuransi syariah memiliki kewajiban untuk

memproses klaim secara efektif, efisien, tepat dan cepat atas amanah yang telah diembannya. Allah

28
SWT berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad perjanjian itu.” (Qs. Al

Maidah : 1). Dalam surat Al Anfaal ayat 27, Allah SWT berfirman: Wahai orang-orang yang beriman!

Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan janganlah engkau mengkhianati

amanat-amanat”.

Salah satu yang membedakan asuransi konvensional dan asuransi syariah adalah masalah

resiko. Asuransi konvensional yaitu mengambil alih atau memindahkan resiko dari pihak tertanggung

ke pihak perusahaan. Sedangkan asuransi syariah sebagai suatu bentuk pertolongan dalam

menanggulangi resiko bersama-sama. Dana yang dikumpulkan oleh para nasabah dikelola oleh

perusahaan asuransi untuk dijadikan aset. Pada saat seorang nasabah mengalami musibah seperti

meninggal dunia, sakit dll maka perusahaan asuransi memberikan uang pertanggungan sebagai bentuk

menolong nasabah agar tidak terjadi kerugian keuangan lebih dalam.

Kewajiban seorang nasabah untuk membayar premi asuransi setiap bulan. Sedangkan

kewajiban perusahaan asuransi membayar klaim yang diajukan nasabah secara legal. Dalam

pengurusan klaim berbagai perusahaan asuransi seperti Allianz, Takaful, dll memberikan kemudahan

bagi nasabahnya. Proses klaim bisa dilakukan secara cepat dan uang pun dapat cair dalam waktu

singkat.

Untuk lebih jelas, berikut ini prosedur awal dalam mengajukan klaim di asuransi syariah

hingga tuntas, antara lain:

a. Formulir Klaim diisi oleh Tertanggung / Peserta / Pemegang Polis / Ahli Waris (untuk klaim

meninggal) , dengan menyertakan surat keterangan dari dokter (untuk asuransi kesehatan).

b. Tertanggung / Peserta / Pemegang Polis / Ahli Waris menyerahkan dokumen penu

c. njung klaim kepada perusahaan asuransi, seperti : kuitansi, hasil rekam medis, hasil

laboratorium, laporan kepolisian (jika klaim atas kecelakaan) , dan dokumen yang diperlukan

lainnya.

d. Cantumkan Nomor Polis dan Nomor Rekening Anda dengan Benar, dan Tandatangani Pengajuan

Klaim sesuai tanda tangan yang ada didalam Polis, sertakan identitas diri juga (FC KTP / SIM /

Paspor). Jadi Pastikan Anda telah mencantumkan Nomor Polis dan Nomor Rekening Pemegang

Polis yang jelas, lengkap dan benar.

29
e. Perusahaan Asuransi akan melakukan proses validasi terhadap dokumen pelengkap dan verifikasi

kepada Pemegang Polis / Tertanggung / Ahli Waris dan Dokter atau rumah sakit bila diperlukan.

f. Apabila hasil validasi dan verifikasi oleh perusahaan asuransi sudah sesuai dengan ketentuan,

maka pembayaran klaim akan diproses oleh bagian klaim.

g. Manfaat asuransi akan dibayarkan / ditransfer kepada Pemegang Polis / Tertanggung / Peserta /

Ahli Waris.

30
BAB III

PENUTUP

Asuransi syariah adalah asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Menurut Fatwa

DSN No.21/DSN-MUI/III/2002 tentang asuransi syariah, yaitu usaha saling melindungi dan tolong

menolong diantara sejumlah orang /pihak melaui investasi dalam bentuk asset/dan tabarru’/ yang

memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang

sesuai dengan syariah.

Asuransi syariah memiliki prinsip asuransi yang sesuai dengan syariat islam diantaranya

yaitu; Tauhid (Unity), 2.Amanah (Trust Worthy/Al-Amanah), Kerelaan (Al-Ridha), Tolong menolong

(Ta’awun), Kerjasama, Keadilan, Larangan Riba, Larangan Maisir, dan Larangan Gharar

(Ketidakpastian).

Pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil dari dana tabarru semua peserta. Perusahaan

sebagai mudharib wajib menyelesaikan proses klaim secara cepat, tepat dan efisien sesuai dengan

amanah yang diterimanya, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat al-Anfaal : 27. Sesuai dengan

Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 21/DSN-MUI/X/2000 memutuskan bahwa ketentuan klaim

adalah sebagai berikut:

a. Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.

b. Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan.

c. Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban

perusahaan untuk memenuhinya.

d. Klaim atas akad tabarru’, merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan,

sebatas yang disepakati dalam akad.

31
Daftar Pustaka

Sumber referensi :

 http://m.asuransisyariah.asia/Pengertian-Asuransi-Syariah.html
 http://www.sanabila.com/2015/07/prinsip-prinsip-asuransi-syariah-takaful.html
 http://husnulmirza96.blogspot.co.id/2016/12/premi-dan-dana-tabarru-dalam-asuransi.html#
 http://takaful94.blogspot.co.id/2011/12/klaim-pada-asuransi-syariah.html
 http://www.investasiuntung.com/2017/01/cara-mendaftar-klaim-asuransi-syariah.html

32

You might also like