You are on page 1of 12

SUHAN KEPERAWATAN SEPSIS

SEPSIS
1. Definisi

Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon
tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai
dengan panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ
berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah.

Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan:

 Hyperthermia/hypothermia (>38°C; <35,6°C)


 Tachypneu (respiratory rate >20/menit)
 Tachycardia (pulse >100/menit)
 Leukocytosis >12.000/mm3 – Leukopoenia <4.000/mm3
 10% >cell imature
 Suspected infection

Biomarker sepsis (CCM 2003) adalah prokalsitonin (PcT); C reactive Protein (CrP).
Derajat Sepsis

1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan ≥2


gejala sebagai berikut

 Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)


 Tachypneu (resp >20/menit)
 Tachycardia (pulse >100/menit)
 Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
 10% >cell imature

1. Sepsis

Infeksi disertai SIRS

2. Sepsis Berat

Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oligouri bahkan anuria.

3. Sepsis dengan hipotensi

Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan


tekanan sistolik >40 mmHg).

4. Syok septik
Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai
hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat
resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan.

 Ketidakseimbangan: DO2 (oxygen delivery) dan VO2 (oxygen


consumption).
 USA → 400.000 kasus sepsis; 200.000 kasus syok septik; 100.000
kematian.
 Pasien mendapatkan obat vasoaktif → syok septik jika mengalami
hipoperfusi jaringan.

Pengertian yang lain :

 Sepsis sering didefinisakan sebagai adanya mikroorganisme patogenik


atau toksinnya berada di dlaam aliran darah. (Hudak&Gallo, 1996)
 Sindroma sepsis didefinisikan sebagai respon sistemik terhadap sepsis,
diwujudkan sebagai tachycardia, demam atau hypothermia, takipnea dan
tanda – tanda perfusi organ yang tidak mencukupi. (Hudak&Gallo, 1996).
 Syok sepsis adalah suatu bentuk syok (sindroma sepsis yang disertai
hipotensi) yang menyebar dan vasogenik dicirikan oleh adanya penurunan
daya tahan vascular sistemik serta adanya penyebaran yang tidak normal
dari volume vascular. (Hudak&Gallo, 1996)
 Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh
dan menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan
sering menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika
disertai dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U,
2006)
 Sepsis is a condition in which the body is fighting a severe infection that
has spread via the bloodstream. (emedicinehealth.com)

Terminology dalam sepsis menurut American College of Chest Physicians/society of


Critical Care Medicine consensus Conference Committee : Critical Care Medicine, 1992
:

 Infeksi

Fenomena microbial yang ditandai dengan munculnya respon inflamasi


terhadap munculnya / invasi mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh
yang steril.

 Bakteriemia

Munculnya atau terdapatnya bakteri di dalam darah.

 SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome)


Respon inflamasi secara sistemik yang dapat disebabkan oleh bermacam
– macam kondisi klinis yang berat. Respon tersebut dimanifestasikan oleh
2 atau lebih dari gejala khas berikut ini :

o Suhu badan> 380 C atau <360 C


o Heart Rate >9O;/menit
o RR >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
o WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
 Sepsis sistemik

Respon terhadap infeksi yang disebabkan oleh adanya sumber infeksi


yang jelas, yang ditandai oleh dua atau lebih dari gejala di bawah ini:

o Suhu badan> 380 C atau <360 C


o Heart Rate >9O;/menit
o RR >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
o WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
 Severe Sepsis

Keadaan sepsis dimana disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau


hipotensi. Hipoperfusi atau gangguan perfusi mungkin juga disertai
dengan asidosis laktat, oliguria, atau penurunan status mentas secara
mendadak.

 Shok sepsis

Sepsis yang menyebabkan kondisi syok, dengan hipotensi walaupun telah


dilakuakn resusitasi cairan. Sehubungan terjadinya hipoperfusi juga bisa
menyebabkan asidosis laktat, oliguria atau penurunan status mental
secara mendadak. Pasien yang mendapatkan inotropik atau vasopresor
mungkin tidak tampaka hipotensi walaupun masih terjadi gangguan
perfusi.

 Sepsis Induce Hipotension

Kondisi dimana tekanan darah sistolik <90mmHg atau terjadi penurunan


sistolik >40mmHg dari sebelumnya tanpa adanya penyebab hipotensi
yang jelas.

 MODS (Multy Organ Dysfunction Syndroma)

Munculnya penurunan fungsi organ atau gangguan fungsi organ dan


homeostasis tidak dapat dijaga tanpa adanya intervensi.

1. Etiologi
Mayoritas dari kasus-kasus sepsis disebabkan oleh infeksi-infeksi bakteri gram
negatif (-) dengan persentase 60-70% kasus, beberapa disebabkan oleh infeksi-
infeksi jamur, dan sangat jarang disebabkan oleh penyebab-penyebab lain dari
infeksi atau agen-agen yang mungkin menyebabkan SIRS. Agen-agen infeksius,
biasanya bakteri-bakteri, mulai menginfeksi hampir segala lokasi organ atau alat-
alat yang ditanam (contohnya, kulit, paru, saluran pencernaan, tempat operasi,
kateter intravena, dll.). Agen-agen yang menginfeksi atau racun-racun mereka
(atau kedua-duanya) kemudian menyebar secara langsung atau tidak langsung
kedalam aliran darah. Ini mengizinkan mereka untuk menyebar ke hampir segala
sistim organ lain. Kriteria SIRS berakibat ketika tubuh mencoba untuk melawan
kerusakan yang dilakukan oleh agen-agen yang dilahirkan darah ini.

Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi


bakteri aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus (Linda
D.U, 2006)

 Bakteri gram negative yang sering menyebabkan sepsis adalah E. Coli,


Klebsiella Sp. Pseudomonas Sp, Bakteriodes Sp, dan Proteus Sp.

Bakteri gram negative mengandung liposakarida pada dinding selnya yang


disebut endotoksin. Apabila dilepaskan dan masuk ke dalam aliran darah,
endotoksin dapat menyebabkan bergabagi perubahan biokimia yang
merugikan dan mengaktivasi imun dan mediator biologis lainnya yang
menunjang timbulnya shock sepsis.

 Organisme gram positif yang sering menyebabkan sepsis adalah


staphilococus, streptococcus dan pneumococcus. Organime gram positif
melepaskan eksotoksin yang berkemampuan menggerakkan mediator imun
dengan cara yang sama dengan endotoksin.

1. Tanda dan Gejala

Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda tanda
sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti
lelah, malaise, gelisah, atau kebingungan.

Pada pasien sepsis kemungkinan ditemukan:

 Perubahan sirkulasi
 Penurunan perfusi perifer
 Tachycardia
 Tachypnea
 Pyresia atau temperature <36oc
 Hypotensi
Pasien harus mempunyai sumber infeksi yang terbukti atau yang dicurigai (biasanya
bakteri) dan mempunyai paling sedikit dua dari persoalan-persoalan berikut: denyut
jantung yang meningkat (tachycardia), temperatur yang tinggi (demam) atau temperatur
yang rendah (hypothermia), pernapasan yang cepat (>20 napas per menit atau tingkat
PaCO2 yang berkurang), atau jumlah sel darah putih yang tinggi, rendah, atau terdiri
dari >10% sel-sel band. Pada kebanyakan kasus-kasus, adalah agak mudah untuk
memastikan denyut jantung (menghitung nadi per menit), demam atau hypothermia
dengan thermometer, dan untuk menghitung napa-napas per menit bahkan di rumah.
Adalah mungkin lebih sulit untuk membuktikan sumber infeksi, namun jika orangnya
mempunyai gejala-gejala infeksi seperti batuk yang produktif, atau dysuria, atau
demam-demam, atau luka dengan nanah, adalah agak mudah untuk mencurigai bahwa
seseorang dengan infeksi mungkin mempunyai sepsis. Bagaimanapun, penentuan dari
jumlah sel darah putih dan PaCO2 biasanya dilakukan oleh laboratorium. Pada
kebanyakan kasus-kasus, diagnosis yang definitif dari sepsis dibuat oleh dokter dalam
hubungan dengan tes-tes laboratorium.
Beberapa pengarang-pengarang mempertimbangkan garis-garis merah atau alur-alur
merah pada kulit sebagai tanda-tanda dari sepsis. Bagaimanapun, alur-alur ini
disebabkan oleh perubahan-perubahan peradangan lokal pada pembuluh-pembuluh
darah lokal atau pembuluh-pembuluh limfa (lymphangitis). Alur-alur atau garis-garis
merah adalah mengkhawatirkan karena mereka biasanya mengindikasikan penyebaran
infeksi yang dapat berakibat pada sepsis.
Gejala khas sepsis  Dikatakan sepsis jika mengalami dua atau lebih gejala di bawah
ini:

 Suhu badan> 380 C atau <360 C


 Heart Rate >9O;/menit
 RR >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
 WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature

Kriteria Diagnostik sepsis menurut ACCP/SCCM th 2001 dan International Sepsis


Definitions Conference, Critical Care Medicine, th 2003 :

 Variabel Umum
o Suhu badan inti > 380 C atau <360 C
o Heart Rate >9O;/menit
o Tachipnea
o Penurunan status mental
o Edema atau balance cairan yang positif > 20ml/kg/24 jam
o Hiperglikemia > 120 mg/dl pada pasien yang tidak diabetes.
 Variable Inflamasi
o WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
o Peningkatan plasma C-reactive protein
o Peningkatan plasma procalcitonin
 Variabel Hemodinamik
o Sistolik < 90mmHg atau penurunan sistolik . 40>mmHg dari sebelumnya.
o MAP <70mmHg
oSvO2 >70%
oCardiak Indeks >3,5 L/m/m3
 Variable Perfusi Jaringan
o Serum laktat > 1mmol/L
o Penurunan kapiler refil
 Variable Disfungsi Organ
o PaO2 / Fi O2 <300
o Urine output < 0,5 ml/kg/jam
o Peningkatan creatinin > 0,5 mg/dl
o INR >1,5 atau APTT > 60 detik
o Ileus
o Trombosit < 100.000mm3
o Hiperbilirubinemia (plasma total bilirubin > 4mg/dl)

Tanda Klinis Syok Septik

 Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan
kering.
 Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi
keras dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi,
dan ekstremitas hangat.
 Disertai tanda-tanda sepsis.
 Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling, iskemia jari,
perubahan status mental.

Tanda – tanda Syok Spesis ( Linda D.U, 2006) :

 Peningkatan HR
 Penurunan TD
 Flushed Skin (kemerahan sebagai akibat vasodilatasi)
 Peningkatan RR kemudian kelamaan menjadi penurunan RR
 Crakles
 Perubahan sensori
 Penurunan urine output
 Peningkatan temperature
 Peningkatan cardiac output dan cardiac index
 Penurunan SVR
 Penurunan tekanan atrium kanan
 Penurunan tekanan arteri pulmonalis
 Penurunan curah ventrikel kiri
 Penurunan PaO2
 Penurunan PaCO2 kemudian lama kelamaan berubah menjadi
peningkatan PaCO2
 Penurunan HCO3

Gambaran Hasil laborat :


 WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
 Hiperglikemia > 120 mg/dl
 Peningkatan Plasma C-reaktif protein
 Peningkatan plasma procalcitonin.
 Serum laktat > 1 mMol/L
 Creatinin > 0,5 mg/dl
 INR > 1,5
 APTT > 60
 Trombosit < 100.000/mm3
 Total bilirubin > 4 mg/dl
 Biakan darah, urine, sputum hasil positif.

1. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab


infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila
diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan
organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik, terapi suportif terhadap
kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respons
imun maladaptif
host terhadap infeksi.

1. Resusitasi

Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan


oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik,
dan transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis
berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP
8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen
>70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70%
dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan
transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian
dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit).

2. Eliminasi sumber infeksi

Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada


umumnya tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang
mengalami obstruksi dan implan prostesis yang terinfeksi. Tindakan ini
dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang adekuat.

3. Terapi antimikroba

Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis.


Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak
diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu
atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau
jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh
karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan
antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti
karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi
proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada
sepsis berat dan gagal multi organ

Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan


data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak
ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi.

4. Terapi suportif

 Oksigenasi

Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan
penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi
mekanik segera dilakukan.

 Terapi cairan
o Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid
(NaCl 0.9% atau ringer laktat) maupun koloid.
o Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan
hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin
perlu diberikan.
o Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau
bila kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada
iskemia miokard dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan
dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 8-10 g/dL.
 Vasopresor dan inotropik

Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan


pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi.
Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk
mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat
dipakai dopamin >8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit,
phenylepherine 0.5-8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit.
Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-
8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 μg/kg/menit atau fosfodiesterase
inhibitor (amrinone dan milrinone).

 Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum
bikarbonat <9 mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki
keadaan hemodinamik.

 Disfungsi renal

Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi,


segera diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan
inotropik bila diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit)
seringkali diberikan untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal pada
sepsis, namun secara evidence based belum terbukti. Sebagai terapi
pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun
hemofiltrasi kontinu.

 Nutrisi

Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,


glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan
produksi dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia
akibat resistensi insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia
dan proses katabolisme protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori
(asam amino), asam lemak, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini
mungkin

 Kontrol gula darah

Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat


penurunan mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien
yang diberikan insulin untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110
mg/dL dibandingkan pada kelompok dimana insulin baru diberikan bila
kadar gula darah >115 mg/dL. Namun apakah pengontrolan gula
darah tersebut dapat diaplikasikan dalam praktek ICU, masih perlu
dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.

 Gangguan koagulasi

Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan


koagulasi dan DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan
mikrotrombus di sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi
penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis
sehingga mikrotrombus menumpuk di sirkulasi mengakibatkan
kegagalan organ. Terapi antikoagulan, berupa heparin, antitrombin
dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan dapat diberikan, tetapi
tidak terbukti menurunkan mortalitas.

 Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison
dengan dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien
dengan renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas
dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya
tidak diberikan dalam terapi sepsis.

1. Modifikasi respons inflamasi

Anti endotoksin (imunoglobulin poliklonal dan monoklonal, analog


lipopolisakarida); antimediator spesifik (anti-TNF, antikoagulan-antitrombin,
APC, TFPI; antagonis PAF; metabolit asam arakidonat (PGE1), antagonis
bradikinin, antioksidan (N-asetilsistein, selenium), inhibitor sintesis NO (L-
NMMA); imunostimulator (imunoglobulin, IFN-γ, G-CSF, imunonutrisi);
nonspesifik (kortikosteroid, pentoksifilin, dan hemofiltrasi). Endogenous
activated protein C memainkan peranan penting dalam sepsis: inflamasi,
koagulasi dan fibrinolisis. Drotrecogin alfa (activated) adalah nama generik
dari bentuk rekombinan dari human activated protein C yang diindikasikan
untuk menurunkan mortalitas pada pasien dengan sepsis berat dengan risiko
kematian yang tinggi.

Komplikasi Sepsis

 ARDS
 Koagulasi intravaskular diseminata
 Acute Renal Failure (Chronic Kidney Disease)
 Perdarahan usus
 Gagal hati
 Disfungsi sistem saraf pusat
 Gagal jantung
 Kematian

1. Gambaran Hasil Laborat

 Sepsis awal

Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia, dan


proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Neutrofil mengandung granulasi toksik,
badan dohle, atau vakuola sitoplasma. Hiperventilasi menimbulkan alkalosis
repiratorik. Hipoksemia. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia.
Lipida serum meningkat

 Kelanjutan

Trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan


fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan
hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase (enzim liver) meningkat.
Bila otot pernafasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik
(peningkatan gap anion) terjadi setelah alkalosis respiratorik. Hipoksemia
yang bahkan tidak bisa dikoreksi dengan O2 100%. Hiperglikemia diabetik
dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi.

1. Pengkajian

Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.

Airway

 yakinkan kepatenan jalan napas


 berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
 jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa
segera mungkin ke ICU

Breathing

 kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
 kaji saturasi oksigen
 periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan
asidosis
 berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
 auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
 periksa foto thorak

Circulation

 kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
 monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
 periksa waktu pengisian kapiler
 pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
 berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
 pasang kateter
 lakukan pemeriksaan darah lengkap
 siapkan untuk pemeriksaan kultur
 catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari
36oC
 siapkan pemeriksaan urin dan sputum
 berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.

Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal sebelumnya
tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan
AVPU.
Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan
tempat sumber infeksi lainnya.
Tanda ancaman terhadap kehidupan
Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi
organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus
dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut:

 Penurunan fungsi ginjal


 Penurunan fungsi jantung
 Hyposia
 Asidosis
 Gangguan pembekuan
 Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal oedema pulmonal.

1. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNCUL

 Penurunan kardiak output berhubungan dengan penurunan afterlod, penurunan


preload, ketidak efektifan kontraktilitas otot jantung, deficit volume cairan.
 Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan kardiak output yang tidak
mencukupi.
 Deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan.
 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakefektifan ventilasi,
edema pulmonal.
 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan.
 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolism.
 Risiko ketidakseimabangan temperature tubuh behubungan dengan proses
infeksi.
 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kardiak output yang rendah,
ketidak mampuan mencukupi metabolism otot rangka, kongesti pulmonal yang
menyebabkan hipoksia, dan status nutrisi yang buruk.
 Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan
dan adanya edema.

You might also like