Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Uterus pada seorang dewasa bebentuk seperti buah advokat atau buah peer yang
sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7-7.5 cm, lebar ditempat yang paling lebar
5.25 cm, dan tebal 2.5 cm. Uterus terdiri dari korpus uteri (2/3 bagian atas) dan serviks
uteri (1/3 bagian bawah).
Uterus terletak di pelvis minor antara kandung kencing di sebelah depan dan
rektum di sebelah belakang. Lipatan peritoneum di sebelah depan adalah longgar yang
disebut plica vesico uterina. Di sebelah belakang lipatan peritoneum antara uterus dan
rektum membentuk kantong yang disebut cul-de-sac atau cavum douglas.
Uterus terdiri dari dua bagian utama yaitu cervix dan corpus, kedua bagian ini
dipisahkan oleh suatu penyempitan yang disebut isthmus. Pada waktu hamil isthmus ini,
membentuk bangunan yang disebut segmen bawah rahim. Uterus difiksasi di dalam
rongga pelvis minor oleh :
Ligamentum cardinale uteri: ligamentum yang terpenting untuk
mencegah agar uterus tidak turun. Ligamentum ini terdiri atas jaringan
ikat tebal dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral ke
dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah a v
uterina.
Ligamentum sacro uterina : ligamentum yang juga menahan uterus
supaya tidak banyak bergerak, berjalan melengkung dari bagian
belakang serviks kiri dan kanan melalui dinding rektum ke arah os
sacrum kiri dan kanan.
Ligamentum rotundum (lig teres uteri) : ligamentum yang menahan
uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan
kanan ke daerah inguinal kiri dan kanan.
Ligamentum latum : ligamentum yang berjalan dari uterus ke arah
lateral dan tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebetulnya
ligamentum ini adalah bagian peritoneum visceral yang meliputi uterus
dan kedua tuba dan berbentuk sebagai lipatan. Di bagian lateral dan
belakang ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium sinistrum
dan dekstrum). Untuk memfiksasi uterus ligamentum ini tidak banyak
artinya.
Prolapsus alat-alat genitalia dapat disamakan dengan suatu hernia, di mana suatu organ
genitalia turun ke dalam vagina, bahkan bila mungkin ke luar dari liang vagina. Keadaan
ini dikarenakan kelemahan dari otot, fascia dan ligamentum penyokongnya. Prolapsus
genitalia ini secara umum dapat berupa prolapsus vagina dan prolapsus uteri.
Prolapsus genitalia yang sering ditemukan adalah uterosistokel, sistokel, prolapsus
uteri dan rektokel. Uretrokel saja jarang terjadi, sedangkan enterokel lebih sering
ditemukan terutama pada pasien-pasien pasca tindakan histerektomi. Kasus ini sering
terdapat pada wanita dengan paritas yang tinggi dan 40% dari mereka membutuhkan
tindakan pengobatan dan kasus ini jarang sekali ditemukan pada seorang wanita
nullipara.
Diperkirakan 50% dari wanita yang telah melahirkan akan menderita prolapsus
genitalia dan hampir 20% kasus ginekologi yang menjalani operasi adalah akibat kasus
prolapsus genitalia. Angka ini akan terus meningkat jumlahnya akibat usia harapan hidup
wanita Indonesia yang terus meningkat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Losif dan Bekazzy (1984) ditemukan
hampir 50% wanita terutama wanita pasca menopause yang mengalami prolapsus
genitalia mempunyai masalah urogenital akibat keadaan tersebut, akan tetapi
prevalensinya secara pasti sangat sulit di tentukan dengan tepat. Hal ini disebabkan
banyak wanita tersebut tidak mau atau merasa malu, takut atau enggan untuk
membicarakannya, bahkan tabu. Oleh karena itu, pengetahuan dan pemahaman tentang
prolapsus urogenital cukup penting sehingga setiap wanita yang mengalaminya dapat
hidup dengan layak tanpa memberikan beban yang berat pada keluarga maupun pada
masyarakat apabila ditatalaksanai dengan tepat dan benar sejak dini.
Di sisi lain perlu untuk diketahui dan dipahami bahwa tidak semua prolapsus alat
genitalia memerlukan terapi dan jika memang dibutuhkan terapi dapat dilakukan secara
konservatif ataupun operatif. Oleh karena itu pengetahuan tentang prolapsus genitalia ini
termasuk penatalaksanaanya sangatlah penting untuk diketahui sehingga menjadi alasan
yang kuat untuk membuat tulisan ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. LATAR BELAKANG
Prolaps uteri adalah suatu penurunan atau herniasi uterus dari posisi normal di
rongga pelvis ke dalam atau keluar vagina. Uterus berada dalam kedudukan normal
oleh otot-otot, ligamen yang membentuk pelvic floor. Secara anatomis vagina dibagi
ke dalam 3 bagian yakni anterior (dinding anterior vagina), bagian tengah (cervix)
dan bagian posterior (dinding posterior vagina). Prolaps uteri timbul pada bagian
tengah vagina. 11
putih dan juga pulihnya otot-otot dasar panggulnya. Hampir tak pernah ditemukan
subinvolusi uteri pada suku Bantu tersebut. 3-6
Di Indonesia prolapsus genitalis lebih sering dijumpai pada wanita yang telah
melahirkan, wanita tua yang menopause dan wanita dengan pekerjaan yang cukup
berat. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dari tahun 1995-2000 telah
dirawat 240 kasus prolapsus genitalia yang mempunyai keluahan dan memerlukan
penanganan terbanyak dari penderita pada usia 60-70 tahun dengan paritas lebih dari
tiga.1 Djafar Siddik pada penyelidikan 2 tahun (1969-1970) memperoleh 63 kasus
prolapsus genitalis dari 53.372 kasus ginekologik di rumah sakit Dr. Pirngadi di
Medan, terbanyak pada grande multipara dalam masa menopause, dan 31.74% pada
wanita petani, dari 63 kasus tersebut, 69% berumur 40 tahun.3 Amir Fauzi dan K.
Anhar dalam penelitian retrospektifnya selama lima tahun (1999-2003) di RS Dr.
Mohd. Hoesin Palembang menemukan 43 kasus prolapsus uteri dengan kasus
terbanyak didapatkan pada usia antara 45-64 tahun (65%) dan usia termuda 30
tahun (92,32%) serta pada wanita yang grandemultipara 47% dengan prolapsus uteri
grade III sebanyak 77%.7
II. ETIOLOGI
Penyebab prolapsus uteri pada dasarnya disebabkan oleh kelemahan “pelvic
floor” yang terdiri dari otot-otot, fascia endopelvik dan ligamentum-ligamentum
yang menyokong terutama ligamentum transversum.2,8,9
Sebagai faktor resiko untuk terjadinya kelemahan tersebut antara lain adalah
partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan penyulit
merupakan penyebab prolapsus uteri dan memperburuk prolapsus yang sudah ada.
Pada saat partus, terjadi peregangan pelvic floor dan merupakan penyebab prolapsus
uteri paling signifikan. Selanjutnya bersamaan dengan terjadinya proses penuaan,
oleh karena kadar estrogen menurun menyebabkan jaringan pelvis kehilangan
elastisitas dan kekuatannya. 11
Faktor-faktor lain adalah akibat tarikan pada janin pada pembukaan yang belum
lengkap, perasat Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta dan
sebagainya. Jadi, tidaklah mengherankan jika prolapsus uteri terjadi segera sesudah
partus atau dalam masa nifas. Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis akan
Pada neonatus prolaps uteri terjadi sekunder akibat kelaemahan congenital pada
otot-otot pelvis atau defek pada persyarafan. 11
III. PATOLOGI
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkatan, dari yang paling ringan sampai
prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan pervaginam
yang susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamentum-ligamentum yang
tergolong dalam fascia endopelvis dan otot-otot serta fascia-fascia dasar panggul.
Juga dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat dan kronis akan
memudahkan terjadinya penurunan uterus, terutama apabila tonus otot-otot
mengurang seperti pada penderita dalam menopause.3,8-10
Serviks uteri terletak di luar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita tersebut
dan lambat laun akan menimbulkan ulkus yang disebut dengan ulkus dekubitus. Jika
fascia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya akibat trauma obstetrik maka
akan terdorong oleh kandungan kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding
depan vagina ke belakang yang di namakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya
hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena persalinan berikutnya yang kurang
lancar sehingga akan menyebabkan terjadinya uretrokel. Uretrokel harus dibedakan
dari divertikulum uretra. Pada divertikulum keadaan uretra dan kandung kencing
normal, hanya di belakang uretra ada lubang yang membuat kantong antara uretra
dan vagina. 7-10
V. DIAGNOSIS
Keluhan-keluhan pada penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya
dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus uteri. Friedman dan Little
(1991) menganjurkan cara pemeriksaan sebagai berikut: penderita dalam posisi
jongkok lalu disuruh mengejan dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari,
apakah porsio uteri pada posisi normal atau porsio sampai pada introitus vagina atau
apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina. Selanjutnya dengan penderita
berbaring dalam posisi litotomi lalu ditentukan pula panjangnya serviks uteri.
Serviks uteri yang lebih panjang dari biasanya dinamakan elongasio kolli.2,5,8-10
2. Prolapsus uteri derajat II, bila serviks sudah melewati introitus vagina,
3. Prolapsus uteri derajat III, bila seluruh uterus sudah melewati introitus vagina.
VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri adalah:
1. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri. Prosidensia uteri disertai dengan
keluarnya dinding vagina (inversio), karena itu mukosa vagina dan serviks uteri
menjadi tebal serta berkerut dan berwarna keputih-putihan.
2. Dekubitus. Jika serviks uteri terus ke luar dari vagina maka ujungnya bergeser
dengan paha pada pakaian dalam, sehingga hal ini dapat menyebabkan luka dan
radang yang lambat laun dapat menjadi ulkus yang disebut ulkus dekubitus.
Dalam keadaan demikian perlu dipikirkan kemungkinan suatu keganasan, lebih-
lebih pada penderita yang berusia lanjut. Pemeriksaan sitologi biopsi perlu
dilakuakan untuk mendapatkan kepastian akan adanya proses keganasan
tersebut.
3. Hipertrofi serviks uteri dan elongasio kolli. Jika serviks uteri turun ke dalam
vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih kuat maka
akibat tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta karena pembendungan
pembuluh darah, maka serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang
pula. Hal yang terakhir ini dinamakan elongasio kolli. Hipertrofi ditentukan
dengan pemeriksaan pandang dan perabaan. Pada elongasio kolli serviks uteri
pada perabaan lebih panjang dari biasanya.
4. Gangguan miksi dan stress inkontinensia. Pada sistokel berat, miksi kadang-
kadang terhalang sehingga kandung kencing tidak dapat dikosongkan
sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan ureter sehingga bisa
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula
mengubah bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra sehingga dapat
menyebabkan stress inkontinensia.
5. Infeksi saluran kencing. Adanya retensi air kencing akan mudah menimbulkan
infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis
dan pielonefritis yang akhirnya keadaanl tersebut dapat menyebabkan gagal
ginjal.
6. Kemandulan, karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vagina atau
sama sekali ke luar dari vagina sehingga tidak akan mudah terjadi kehamilan.
7. Kesulitan pada waktu persalinan. Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil maka
pada waktu persalinan dapat menimbulkan kesulitan dikala pembukaaan
sehingga kemajuan persalinan jadi terhalang.
8. Hemoroid. Varises yang terkumpul dalam rektokel akan memudahkan terjadinya
obstipasi sehingga lambat laun akan menimbulkan hemoroid.
9. Inkarserasi usus halus. Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit
sehingga kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan
laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit tersebut.
IX. PENCEGAHAN
Pemendekan waktu persalinan terutama pada saat kala pengeluaran dan kalau
perlu dilakukan tindakan (ekstraksi forceps dengan kepala sudah di dasar
panggul), membuat episiotomi, memperbaiki dan mereparasi luka atau kerusakan
jalan lahir dengan baik, memimpin persalinan dengan baik agar penderita dihindari
untuk mengejan sebelum pembukaan lengkap adalah tindakan yang benar,
menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (perasat Crede), mengawasi
involusi uterus paska persalinan yang tetap baik dan cepat. 12
Pada pasien dianjurkan untuk mencegah atau mengobati hal-hal yang dapat
meningkatkan tekanan itraabdominal seperti batuk-batuk yang kronis. Menghindari
mengangkat benda-benda yang berat dan menganjurkan para wanita jangan terlalu
banyak punya anak atau terlalu sering melahirkan, pada wanita yang obesitas
kurangi berat badan, hindai konstipasi dengan diet tinggi serat.
Salah satu cara efektif yang dapat dilakukan pasien untuk mengurangi resiko
adalah melatih otot-otot pada pelvic floor (senam Kegel). Cara ini dapat membantu
memelihara tonus dan kekuatan otot.
X. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanan pada prolapsus genitalia bersifat individual, terutama pada mereka
yang telah memiliki keluhan dan komplikasi, namun secara umum penatalksanan
dengan kasus ini terdiri dari dua cara yakni konservatif dan operatif.2,3-5
1. Terapi Kuratif atau Non Operatif
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu para
penderita dengan prolapsus uteri. Cara ini biasanya diberikan pada penderita prolapsus
ringan tanpa keluhan atau pada penderita yang masih ingin mendapatkan anak lagi atau
penderita yang menolak untuk melakukan tindakan operasi atau pada kondisi yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asalkan penderita diawasi dan diperiksa
secara teratur. Pemeriksaan ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan sekali. Vagina diperiksa
secara inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan, pessarium lalu dibersihkan
dan disterilkan lalu kemudian dipasang kembali. Pada kehamilan, reposisi prolapsus uteri
dengan memasang pessarium berbentuk cincin dan kalau perlu ditambah tampon kassa
serta penderita disuruh tidur mungkin sudah dapat membantu penderita. Apabila
pessarium dibiarkan di dalam vagina tanpa pengawasan yang teratur, maka dapat
menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti ulserasi, terpendamnya sebagian dari
pessarium ke dalam dinding vagina, bahkan dapat terjadi fistula vesikovaginalis atau
fistula rektovaginalis.
Kontraindikasi terhadap pemakaian pesarium ialah adanya radang pelvis akut atau
subakut serta adanya keganasan. Sedangkan indikasi penggunaan pessarium antara lain
kehamilan, hingga penderita belum siap untuk dilakukan tindakan operasi, sebagai terapi
tes untuk menyatakan bahwa operasi harus dilakukan, penderita yang menolak untuk
dilakukan tindakan operasi dan lebih suka memilih terapi konservatif serta untuk
menghilangkan keluhan yang ada sambil menunggu suatu operasi dapat dilakukan.
Sebagai pedoman untuk mencari ukuran yang cocok, diukur dengan jari jarak
antara forniks vagina dengan pinggir atas introitus vagina, ukuran tsb dikurangi 1
cm untuk mendapat diameter pessarium yang akan di pakai
Pessarium di beri zat pelicin dan di masukan miring sedikit kedalam vagina.
Setelah bagian atas masuk kedalam vagina, bagian tsb di tempatkan ke forniks
vagina posterior, kadang-kadang pemasangan pessarium dari plastik mengalami
kesukaran.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun dengan syarat OS wajib kontrol
1-2 bulan sekali. Untuk kemudian diperiksa apakah ada perlukaan atau tidak
setelah mengenakan pessarium, kemudian pessarium di bersihkan dan kemudian
di pasang kembali
IKA APRILISIA RAIS - 07310117 15
KKS FK Univ. Malahayati B. Lampung – RS Haji Medan Prov. SUMUT
Lapkas Ginekologi : PROLAPSUS UTERI
2. Terapi Operatif
Prolapsus uteri biasanya disertai dengan adanya prolapsus vagina, sehingga jika
dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri maka prolapsus vagina perlu ditangani pula
secara bersamaan. Ada kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang membutuhkan
pembedahan, padahal tidak ada prolapsus uteri atau prolapsus uteri yang ada belum perlu
dilakukan tindakan operasi. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus vagina
ialah jika didapatlkan adanya keluhan pada penderita.
Seperti telah diterangkan di atas bahwa indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus
uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita, kemungkinannya untuk
masih mendapatkan anak lagi atau untuk mempertahankan uterus, tingkatan prolapsus
uteri dan adanya keluhan yang ditemukan pada penderita. 8
3. Macam-macam Operasi
a. Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih ingin menginginkan anak lagi,
maka dilakukan tindakan operasi untuk membuat uterus ventrofiksasi dengan
cara memendekkan ligamentum rotundum atau mengikatkan ligamentum
rotundum ke dinding perut.
b. Operasi Manchester
Pada tindakan operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri dan dilakukan
penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong di muka serviks lalu
dilakukan pula kolporafi anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks
dilakukan untuk memendekkan servik yang memanjang (elongasio kolli).
Gambar 3. Teknik opersi Manchester pada kasus prolapsus uteri dan sistokel
Dikutip dari Thompson15
Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus, partus prematurus dan distosia
servikalis pada saat persalinan berlangsung. Bagian yang paling penting pada tindakan
operasi ini adalah penjahitan ligamentum kardinale di depan serviks karena dengan
tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek sehingga uterus akan terletak dalam
posisi anteversiofleksi dan turunnya uterus dapat dicegah.
Gambar 5. Teknik operasi histerektomi pervaginam pada prolapsus uteri secara LeFort
Dikutip dari Thompson15
d. Kolpoklesis
Pada waktu obat-obat serta pemberian anestesi dan perawatan pra dan pasca
tindakan operasi belum baik untuk perempuan tua yang seksual tidak aktif lagi
dapat dilakukan operasi sederhana dengan menjahitkan dinding vagina depan
dengan dinding bagian belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan uterus
terletak di atas vagina. Akan tetapi tindakan operasi jenis ini tidak akan
memperbaiki sistokel atau rektokel sehingga akan dapat menimbulkan
inkotinensia urin. Obstipasi serta keluhan pada prolapsus uteri lainnya juga tidak
akan hilang pada tindakan ini.
e. Sacrohysteropexy
Prosedur ini menggunakan strip mesh sintetik untuk mempertahankan uterus pada
tempat normalnya. Hanya sedikit komplikasi yang timbul dari operasi jenis ini
tapi ada resiko penggunaan mesh yakni inflamasi.
f. Sacrospinous fixation
Operasi ini dengan cara menjahit uterus pada salah satu ligament tanpa
menggunakan mesh. Operasi ini dilakukan pervaginam.
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.P.
Umur : 63 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Melikan Lor Bantul
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Nama Suami : Bp.T
Umur : 65 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Melikan Lor Bantul
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal Masuk : 28 mei 2014
No RM : 15 22 61
ANAMNESA
Keluhan Utama
Mengeluh adanya benjolan yang keluar dari jalan lahir
Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun
Menopouse : 15 tahun yang lalu
Riwayat perkawinan
Menikah satu kali dengan suami sekarang ketika berusia ±20thn
Riwayat Persalinan
1. Abortus
2. ♂ / 3500 gr / PSP / klinik / bidan / 36th / sehat
3. ♀ / 3800 gr / PSP / klinik / bidan / 33 th
4. Abortus
5. ♀ / 3750 gr / PSP / klinik / bidan / 30th
6. ♀ / 3600 gr / PSP / klinik / bidan / 27th
A. PEMERIKSAAN FISIK
Status Pasien
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign
TD : 140/90 mmHg
HR : 83x/menit
RR : 24x/menit
T : 36,3 C
BB : 45 kg
TB : 143 cm
Gizi : baik
Kepala : mesochepal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung: tidak ada epistaksis, tidak ada sekret
Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada epulis
Leher : JVP tidak meningkat, deformitas tidak ada
Thorax
Inspeksi : simetris, deformitas tidak ada, tidak ada ketinggalan gerak
Abdomen
Inspeksi : datar, striae, venektasi tidak ada
Auskultasi: peristaltik normal
Palpasi: supel, hepar danlien tidak teraba
Perkusi : tympani
Genetalia: perempuan
Ekstremitas
reflek fisiologis positif, reflek patologis negatif, oedema dan varises tidak ada
Status Ginekologi
1. Pemeriksaan Luar (inspekulo)
terdapat masa keluar dari osteum vagina sebesar buah alpukat, terlihat mencucu, erosi(-),
ulkus dekubitus(-), leukoria(-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
DIAGNOSA
Prolaps Uteri Grade III
TERAPI
Telah dilakukan cuci & pemasangan kembali pessarium jenis cincin a/i prolaps uteri
grade III oleh dr. Taufik mahdi Sp.OG
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
FOLLOW UP POLI
Pasien rutin datang ke poli kebidanan setiap bulan untuk kontrol irigasi vagina dan cuci
pesarium.
BAB IV
PEMBAHASAN
Ny.P, 63 tahun, P4A2, islam, jawa, IRT i/d Tn.T, 65 tahun, islam, jawa, wiraswasta,
datang dengan keluhan utama ada benjolan keluar dari jalan lahir, datang ke poli
kebidanan untuk kontrol irigasi vagina dan cuci pesarium. Pasien merasakan gejala
tersebut kira-kira satu tahun yang lalu. Pada awalnya benjolan sering keluar hanya ketika
pasien mengejan saat BAB dan dapat dimasukkan kembali serta tidak terasa sakit ketika
berjalan. Namun setahun kemudian (pada tahun 2014) benjolan bertambah besar. Pasien
juga mengeluhkan benjolan terasa nyeri saat berjalan dan bergesekan dengan pakaian
serta keluar keputihan. Setelah dilakukan pemeriksaan pasien didiagnosis mengalami
Prolapsus Uteri derajat III, kemudian dilakukan pemasangan pesarium.
Pada pasien ini, kemungkinan yang menyebabkan terjadinya prolaps uteri ialah
riwayat obstetri multipara, karena pasien pernah melahirkan sebanyak 4 kali dengan berat
badan anak-anaknya yang lumayan besar . Pada persalinan yang terjadi berkali-kali akan
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena
kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau turunnya
uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis.
. Penyebab prolapsus uteri seperti akibat persalinan, khususnya persalinan
pervaginam yang susah, dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamen-ligamen yang
tergolong dalam fasia endopelvic, dan otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul. Juga
dalam keadaan tekanan intra abdominal yang meningkat dan kronik akan memudahkan
penurunan uterus,terutama apabila tonus otot-otot mengurang seperti pada penderita
dalam menopause.
Pengobatan prolapsus uteri dibagi menjadi terapi operatif dan nonoperatif. Terapi
operatif dengan cara ventrofiksasi, hysterektomi vagina, Manchester – Fothergill,
Kolpocleisis, dan operasi transposisi dari Watkins. Sedangkan terapi non operatif dengan
cara Latihan-latihan otot dasar panggul, stimulasi otot-otot dengan alat-alat listrik, dan
pengobatan dengan Pessarium.
Keadaan ini dapat menyebabkan komplikasi seperti keratinisasi mukosa vagina dan
portio uteri, dekubitus, hipertrofi serviks uteri dan elongasio kolli, gangguan miksi dan
stress incontinensi, infeksi saluran kemih, kemandulan,dan kesulitan pada waktu partus.
DAFTAR PUSTAKA
Junizaf. Prolapsus alat genitalia. Dalam: Buku ajar: Uroginekologi. Jakarta Subbagian
uroginokologi rekonstruksi Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN-CM, 2002;
70-76
Rivlin ME. Prolapse. In: Rivlin ME, Martin RW. Eds. Manual of clinical problems in
obstetrics and gynecology. 5th ed. Brubaker L, Bump R, Jacquetin B, Schuessler B, et all.
Pelvic Organ Prolaps. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2000:241-44
Coates KW, Shull BC. Standarization of the description of pelvic organ prolapse. In:
Bent AE, Ostergard DR, Cundiff GW. et al, eds. Ostergard’s urogynecology and pelvic
floor dysfunction. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2003:97-01
Meneffe SA, Wall LL. Incontinence, Prolapse and disorders of the pelvic floor. In: Berek
JS, ed. Novak’s Gynecology.13th ed. Lippincott Williams & Wilkins, 1996;645-93
Fauzi A, Anhar K. Kasus prolapsus uteri di Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin
Palembang selama lima tahun (199-2003). Naskah lengkap PIT XIV POGI di Bandung.
Bagian/Departemen Obgin FK Unsri/RSMH. Palembang,2004:1-19
Farre SA. Nonsurgical Surgical mangement of pelvic organ prolapse. In: Bent AE,
Ostergard DR, Cundiff GW, et al, eds. Ostergard’s urogynecology and pelvic floor
dysfunction. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Wiilliams & Wilkins, 2003:393-08
Thomson JD. Surgical techniques for pelvic organ prolapse. In: Bent AE, Ostergard DR,
Cundiff GW, et al, eds. Ostergard’s urogynecology and pelvic floor dysfunction. 5th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,2003:409-32
VanRooyen JB, Cundiff GW. Surgical mangement of pelvic organ prolapse. In: Bent AE,
Ostergard DR, Cundiff GW, et al, eds. Ostergard’s urogynecology and pelvic floor
dysfunction. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Wiilliams & Wilkins, 2003:409-32