You are on page 1of 14

Makalah Penulisan Ilmiah

“Analisis Anorexia Nervosa, Gangguan Makan Yang Dapat


Mempengaruhi Kesehatan Psikologis Penderitanya”

Disusun oleh:
Maghfirah Maulany Aqmarina 1406555984

Topik: Anorexia Nervosa


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS INDONESIA
Daftar Isi
Daftar Isi .................................................................................................................................... 1

BAB I ......................................................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2

1.3. Tujuan .......................................................................................................................... 3

BAB II........................................................................................................................................ 3

2.1. Pengertian ........................................................................................................................ 4

2.2. Ciri-ciri Penderita Anorexia Nervosa .............................................................................. 4

2.3. Faktor Penyebab Anorexia Nervosa ................................................................................ 4

2.4. Dampak Anorexia Nervosa ............................................................................................. 6

2.5. Penanganan Anorexia Nervosa ....................................................................................... 7

BAB III .................................................................................................................................... 11

3.1. Kesimpulan ................................................................................................................ 11

3.2. Saran .......................................................................................................................... 11

Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 12

i
BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Anorexia nervosa adalah suatu gangguan makan yang sering terjadi pada remaja
terutama remaja wanita. Gangguan makan ini ditandai dengan adanya rasa takut intens
terhadap kenaikan berat badan sekecil apapun. Ada fase dimana penderita anorexia
nervosa mengonsumsi makanan dengan jumlah yang sangat banyak dan tidak terkontrol,
akan tetapi setelahnya mereka akan merasa bersalah dan kemudian melakukan banyak
cara untuk mengeluarkan makanan tersebut. Cara yang dilakukan untuk mengeluarkan
makanan tersebut adalah dengan mengonsumsi obat pencahar, atau memaksa muntah.

Ada dua macam faktor penyebab dari anorexia nervosa, yaitu faktor biologis dan
faktor psikologis. Dampak yang diakibatkan dari gangguan makan ini juga beragam, ada
dampak fisik dan ada dampak psikologis. Dampak psikologis seringkali dialami
penderita anorexia yang merujuk pada depresi karena rasa takut yang berlebihan akan
kenaikan berat badan yang berlanjut pada keinginan untuk bunuh diri.

Makalah ini saya buat untuk memenuhi tugas Penulisan Ilmiah untuk kelas yang
dibimbing oleh Mbak Evi. Saya juga merasa belum terlalu banyak yang mengenal
gangguan makan anorexia nervosa. Makalah ini juga saya buat untuk meningkatkan
kesadaran kita terhadap pentingnya menjaga kesehatan tubuh terlebih yang berhubungan
dengan berat badan karena ini juga dapat memberikan dampak psikologis bagi
penderitanya.

1.2. Rumusan Masalah


 Apa itu anorexia nervosa?
 Bagaimana ciri-ciri yang ditunjukkan oleh penderita anorexia nervosa?
 Apa saja faktor penyebab anorexia nervosa?
 Apa saja dampak yang dialami oleh penderita anorexia nervosa?
 Bagaimana cara menanggulangi gangguan makan anorexia nervosa?

1
1.3. Tujuan
 Untuk mengetahui gangguan makan anorexia nervosa.
 Untuk mengenali cirri-ciri apa yang ditunjukkan oleh penderita anorexia nervosa.
 Untuk meningkatkan pengetahuan kita tentang faktor-faktor penyebab gangguan
makan anorexia nervosa.
 Untuk memberikan informasi terkait dampak-dampak yang dialami oleh
penderita anorexia nervosa.
 Untuk memberikan informasi penanganan yang harus dilakukan untuk penderita
anorexia nervosa.

2
BAB II
ISI
2.1. Pengertian
Anorexia nervosa adalah gangguan makan yang mencakup pencarian tanpa akhir dari
bentuk badan ideal melalui kelaparan (King, 2014). Berbeda dengan obesitas, penderita
anorexia nervosa menunjukkan kesamaan tingkah laku yang relatif termasuk penolakan untuk
mengonsumsi makanan yang cukup untuk menjaga berat badan yang sehat; dengan
penurunan berat badan seringkali 20% lebih besar dari berat badan ideal (Turner, Calhoun, &
Adams, 1990). Ketakutan terhadap kenaikan berat badan tetap terjadi mekipun dengan
adanya peningkatan cachexia (penurunan berat badan, atropi otot, lelah, lemah, dan
penurunan nafsu makan yang signifikan), dan terjadi distorsi bentuk tubuh penderita anorexia,
serta ketidakmampuan untuk merpersepsi ukuran tubuh secara akurat.
Penderita anorexia nervosa juga menunjukkan berbagai tingkat kesenangan mereka
dalam kegiatan mempersiapan makanan dan minuman, mulai dari menimbun makanan secara
rahasia hingga berlimpah dan kemudian memasaknya untuk orang lain. Makanan yang
disenangi mereka bermacam-macam. Beberapa dari penderita memakan hanya apel dan
daging panggang, yang lain mengonsumsi ikan, keju, dan biskuit, beberapa juga
mengonsumsi makanan dengan kadar kalori rendah.
Pengurangan berat badan terjadi dengan berbagai macam cara mulai dari pembatasan
makanan yang dikonsumsi, memuntahkan secara paksa makanan yang sudah dimakan, dan
atau menggunakan obat pencahar untuk mengeluarkan semua makanan tersebut. Dua metode
terakhir yang sering diasosiasikan dengan gangguan pola makan serius seperti makan secara
rakus di tingkah yang ekstrim atau makan makanan ringan secara kompulsif dan diikuti oleh
puasa panjang. Penolakan terhadap rasa lelah secara hiperaktif yang terus-menerus terjadi
merupakan hal yang biasa untuk penderita anorexia, dan tanpa terkecuali. Amenorrhea
sekunder (berhentinya siklus menstruasi dikarenakan gangguan hormonal) terjadi pada
hampir semua penderita wanita anorexia nervosa, sebesar 90% dari total populasi. Usia 12-25
tahun adalah saat-saat awal munculnya amenorrhea pada penderita anorexia nervosa wanita,
meskipun awal mula sindrom ini sudah diberitakan pada saat prepubertas, dan sangat jarang
terjadi pada wanita usia pertengahan.

3
2.2. Ciri-ciri Penderita Anorexia Nervosa
95% dari penderita anorexia nervosa adalah wanita. Di bawah ini adalah kriteria atau
ciri-ciri yang disebutkan DSM-III-R (dalam Thorpe & Olson, 1990):
1. Penolakan untuk menjaga berat badan dari berat badan ideal untuk usia dan tinggi
badan tertentu.
2. Berat badan setidaknya 15% dibawah berat badan normal.
3. Distorsi bentuk tubuh, dan diikuti dengan persepsi diri bahwa badan yang dimiliki
sekarang terlalu gemuk meskipun pada kenyataan yang sebenarnya terlalu kurus.
4. Ketakutan intens akan mengalami obesitas.
5. Amenorrhea (pada wanita): ketidakhadiran siklus menstruasi selama tiga bulan
berturut-turut.
Penderita anorexia biasanya dilimpahi banyak makanan, tetapi selalu menunjukkan
rasa takut yang berlebihan akan terjadinya obesitas. Berat badan dikontrol oleh pembatasan
kalori yang sangat besar, seringkali diikuti oleh olah raga yang berlebihan, dan atau
pencucian perut setelah makan.
Meskipun gangguan makan ini sangat jarang terjadi, perataannya bisa sampai 1/100
wanita antara usia 12 sampai 18 tahun (DSM-III-R, APA dalam Thorpe & Olson, 1990).
Anorexia nervosa bisa jadi tidak akan berhenti dan memungkinkan kematian, serta episodik
atau ditandai dengan satu periode penurunan berat badan ekstrim dan kembalinya berat bada
normal. Antara 5% sampai dengan 21% dari semua penderita anorexia meninggal dari efek
pelaparan diri atau komplikasi fisik yang diasosiasikan dengan kelaparan (Halmi dalam
Thorpe & Olson, 1990).

2.3. Faktor Penyebab Anorexia Nervosa


1. Faktor Biologis

Berbagai macam kelenjar endokrin dan abnormalitas lain telah dilaporkan ada
dalam tubuh penderita anorexia nervosa yang secara aktif melaparkan diri,
termasuk: meningkatnya serum kolesterol (Crisp dalam Turner, Calhoun, & Adams,
1990), hypercarotenemia (Warren & Van de Wiele dalam Turner, Calhoun, &
Adams, 1990), menurunnya tingkat triiodothyronin (Lupton, Simon, Barry, &
Klawans dalam Turner, Calhoun, & Adams, 1990), meningkatnya plasma hormone
pertumbuhan, rendahnya plasma LH (Luteinizing Hormone) dan FSH (Folicullar
Stimulating Hormone) (Russell, Loraine, Bell dalam Turner, Calhoun, & Adams,

4
1990), 24 jam kekurangmatangan pola sekresi LH (Boyar, Katz, Finkelstein,
Kapen, Weiner, Weitzman, & Hellman dalam Turner, Calhoun, & Adams, 1990),
berkurangnya total aktifitas elektrik otak dan tidur REM (Crisp, Fenton, & Scotton
dalam Turner, Calhoun, & Adams, 1990), dan leucopenia dan pancytopenia
(Warren & Van de Wiele dalam Turner, Calhoun, & Adams, 1990).

Berhentinya siklus menstruasi pada wanita penderita anorexia nervosa paling


sering terjadi di awal perubahan pola makan, kadang terjadi bahkan sebelum
adanya penurunan berat badan. Perubahan pada tingkat metabolisme tubuh, fungsi
hormon adrenal, tingkat hormon pertumbuhan, sekresi gonadotrophin, sekresi
vasopressin (beberapa penderita anorexia juga mengalami diabetes insipidus ringan
atau beser ringan) (Mecklenberg, Loriaux, Thompson, Anderson, & Lipsett dalam
Turner, Calhoun, & Adams, 1990) dapat semua ditemukan dalam subjek malnutrisi
dari penyebab-penyebab lain.

Adanya kegagalan pemakaian dari fungsi hipotalamus sudah sangat luas


dikenal. Kontroversi seringkali muncul terhadap pertanyaan apakah proses
melaparkan diri ini termasuk faktor primer atau sekunder. Fakta bahwa semua
keabnormalitasan yang terjadi akan kembali ke keadaan normal saat berat badan
normal dicapai merujuk pada faktor sekunder atau dikarenakan oleh reaksi
disfungsi hipotalamus (Garner, D. M., & Garfinkel, P. E., 1979). Mecklenberg
(dalam Turner, Calhoun, & Adams, 1990) menyatakan tiga mekanisme masuk akal
untuk menjelaskan abnormalitas hipotalamus. Disfungsi hipotalamus dapat
menjadi faktor sekunder dari faktor primer abnormalitas psikologis penderita
anorexia nervosa; atau anorexia nervosa dapat menjadi faktor primer gangguan
hipotalamus yang menghasilkan perubahan sekunder psikologis penderita.

2. Faktor Psikologis

Pendekatan psikologis pada anorexia termasuk teori psikoanalisis yang


mencoba menghubungkan kebahagiaan mulut dengan makan berlebihan dan
penolakan makan atau rasa bersalah karena makan sebagai pertahanan terhadap
kemauan-kemauan ini (Thoma dalam Turner, Calhoun, & Adams, 1990). Orang
lain melihat gejala tersebut sebagai reaksi menghindari fobia, mengikuti
kekecewaan yang besar dalam hubungan peer atau munculnya ketertarikan seksual
pada masa remaja (Galdston dalam Turner, Calhoun, & Adams, 1990). Penjelasan

5
psikodinamis lain mengenai anorexia adalah fobia berat badan sebagai respon pada
efek spesifik dari pubertas (Crisp dalam Turner, Calhoun, & Adams, 1990). Bruch
(dalam Turner, Calhoun, & Adams, 1990) menekankan gangguan kognitif dan
gangguan hubungan interpersonal yang dialami oleh penderita di awal masa kanak-
kanak.

Dari segi pengaruh keluarga, tingkah laku yang ditunjukkan oleh penderita
anorexia nervosa dianggap sebagai refleksi dari kekacauan fungsi keluarga. Dalam
pandangan ini, penderita anorexia nervosa tidak sakit, melainkan sebagai pembawa
gejala; satuan fungsional yang harus diperiksa adalah keluarganya. Minuchin dan
teman-temannya (Minuchin, Rosman, Baker, & Minuchin, 2009) telah
memformulasikan sebuah konsep dari keluarga psikosomatis yang dari
karakteristik struktur uniknya memfasilitasi perkembangan dan pemeliharaan
gejala psikosomatis (anorexia) pada anak yang penyakitnya kemudian menjadi
paksaan mutlak dalam kestabilan keluarga. Publikasi dari Milan group (dalam
Turner, Calhoun, & Adams, 1990) yang terbaru telah memfokuskan pada disfungsi
orang tua dalam pemeliharaan gejala anorexia.

2.4. Dampak Anorexia Nervosa


Seiring dengan berjalannya waktu, anorexia nervosa dapat menyebabkan perubahan
fisik, seperti tumbuhnya rambut halus di seluruh tubuh, pengecilan tulang dan penipisan
rambut, konstipasi akut, dan tekanan darah rendah (NIMH dalam King, 2014). Komplikasi
yang disebabkan oleh anorexia nervosa sangat berbahaya dan bahkan mengancam jiwa
seseorang mencakup kerusakan jantung dan kelenjar tiroid. Anorexia nervosa dikatakan
memiliki tingkat kematian tertinggi di antara gangguan psikologis lain, yaitu 5,6% dari total
penderita dalam kurun waktu 10 tahun setelah didiagnosis (Hoek & NIMH dalam King,
2014).
Sebagian besar penderita anorexia nervosa adalah remaja atau wanita muda berkulit
putih dari keluarga terdidik dan berpenghasilan menengah keatas. (Darcy & Dodge dalam
King, 2014). Tidak menutup kemungkinan, penderita anorexia tersebut adalah orang-orang
yang perfeksionis, yang mencari bentuk tubuh sempurna, memikirkan tentang berat badan
secara obsesif dan melakukan olah raga ekstrim.

6
Anorexia nervosa juga menimbulkan dampak psikologis yang beragam seperti depresi,
kegelisahan yang terus-menerus, ketakutan berlebih akan naiknya berat badan, cepat marah,
perasaan ingin bunuh diri, dan delusi somatic.

2.5. Penanganan Anorexia Nervosa


Anorexia nervosa adalah gangguan dari berbagai sudut pandang yang membutuhkan
penanganan fisiologis, psikologis, dan fungsi sosial secara luas (Brownell dalam Thorpe &
Olson, 1990). Di bawah ini adalah penanganan-penanganan yang disarankan untuk penderita
anorexia nervosa:

1. Fungsi fisiologis. Dibutuhkan pengecekan medis secara menyeluruh, karena dilihat


dari adanya kemungkinan penyakit komplikasi yang parah dari penderita anorexia
nervosa. Dengan tambahan, berat badan harus ditimbang secara akurat, menggunakan
skala yang sensitive terhadap perubahan berat badan sekecil apapun (Brownell dalam
Thorpe & Olson, 1990).

2. Analisis tingkah laku fungsional. Analisis tingkah laku fungsional yang mendetail
dibutuhkan untuk tingkah laku yang ditunjukkan oleh penderita anorexia nervosa,
mencakup pola batasan asupan makanan harian; fitur konsumsi makanan seperti jenis
makanan, dan kualitas makanan; pola, frekuensi, dan metode pencucian perut, serta
ketakutan tertentu akan kenaikan berat badan (Harris, Hsu, & Phelps dalam Thorpe &
Olson, 1990). Analisis ini dilakukan dengan menanyai penderita anorexia dan pasien
diminta untuk membuat agenda harian tentang semua hal yang terkait dengan
gangguan makan.

3. Psikologis dan fungsi sosial. Masa lalu dan masa kini serta penyesuaian psikologis
harus dilakukan. Bukti akan adanya depresi dan keinginan untuk bunuh diri adalah hal
yang paling serius yang merupakan indikator dari stress psikologis akut.
Terganggunya fungsi keluarga juga mendapatkan peran penting dalam perkembangan
dan pemeliharaan penderita anorexia nervosa (Minuchin, Rosman, & Baker, dalam
Thorpe & Olson, 1990). Terakhir, kemampuan bersosialisasi juga memiliki peran
penting untuk menghindari terjadinya pengucilan dari peer.

Untuk penangan dari segi tingkah laku di kebanyakan kasus anorexia nervosa,
prosedur pengkondisian operan (operant conditioning) telah digunakan untuk menaikkan
berat badan. Sedangkan desensitisasi sistematik (systematic desensitization) digunakan untuk

7
menghilangkan rasa takut akan kenaikan berat badan, dan pelatihan kemampuan
bersosialisasi juga sudah diterapkan untuk meningkatkan kesesuaian bagi sebagian penderita
anorexia nervosa. Penanganan dari segi tingkah laku yang terbaru adalah dengan
penstrukturan kembali kognitif (cognitive restructuring) yang digunakan untuk memodifikasi
kepercayaan-kepercayaan yang berlebihan dari penderita anorexia dan anggapan-anggapan
yang biasanya diderita oleh pasien anorexia nervosa.

1. Prosedur Operant

Cara yang diaplikasikan dalam prosedur operan adalah memberikan hadiah atas
naiknya berat badan dan atau menunjukkan perilaku makan yang tepat, dan untuk
mengabaikan atau menghilangkan reward terhadap terjadinya penurunan berat badan.
Dapat dilakukan dengan memasang standar kenaikan berat badan pasien anorexia.
Misalnya, berat badan harus naik setidaknya 1 kg untuk mendapatkan hak istimewa
dari rumah sakit. Penerapan positive reinforcement atau pemberian hadiah yang
bersifat menyenangkan pada penderita anorexia memunculkan perubahan tingkah laku
yang cenderung lebih cepat. Akan tetapi, dari keseluruhan pengobatan di lingkungan
rumah akan mengalami masalah, terkait dengan kesulitan untuk memonitor gejala-
gejala anorexia (seperti kepercayaan yang salah atau interaksi dengan keluarga yang
bermasalah) tidak bisa diatasi dengan terapi tingkah laku macam ini. Prosedur operant
digunakan sebagai langkah awal dari pengobatan penderita anorexia yang parah,
tetapi untuk langkah selanjutnya, pendekatan yang lebih luas dibutuhkan untuk
memastikan keseluruhan pengobatan dan pemeliharaan.

2. Desensitisasi Sistematis (Systematic Desensitization)

Systematic desensitization adalah satu tipe terapi tingkah laku berdasarkan


prinsip classical conditioning (McLeod, 2008). Metode ini digunakan secara luas
untuk mengurangi rasa takut akan kenaikan berat badan atau “weight phobia” yang
menghasilkan perubahan tingkah laku jangka pendek dalam peningkatan berat badan.
Metode ini dilakukan dengan membentuk hirarki rasa takut dengan memasukkan
conditioned stimulus (dalam kasus anorexia adalah takut akan kenaikan berat badan),
yang kemudian dirangking dari yang paling tidak membuat takut sampai yang paling
membuat takut. Pasien kemudian akan berusaha untuk mengatasi rasa takutnya dari
tingkat yang paling rendah dan melatih kesantaian seiring dengan berjalannya waktu.
Ketika mereka merasa nyaman dengan ini (mereka tidak lagi takut), mereka

8
melanjutkan ke level selanjutnya dari tingkatan rasa takut mereka tadi. Metode ini
dilakukan berulang-ulang sampai pasien tidak menunjukkan rasa cemas sama sekali
sampai pada tingkat rasa takut yang paling tinggi. Biasanya dilakukan 4-6 kali
sebelum melaju ke tingkat yang lebih tinggi, tapi dibutuhkan sampai 12 sesi untuk
fobia tingkat akut.

Systematic desensitization memang membutuhkan waktu yang lama. Namun,


penelitian menunjukkan bahwa semakin lama suatu proses maka akan semakin efektif
cara tersebut untuk merubah tingkah laku seseorang.

3. Cognitive Restructuring

Pada penderita anorexia nervosa atau gangguan makan lainnya, ada suatu
kepercayaan yang salah tentang definisi kurus (Garfinkel & Garner dalam Thorpe &
Olson, 1990). Adanya kepercayaan si penderita anorexia bahwa mereka harus kurus
adalah suatu cara untuk mengatasi krisis perkembangan yang normal pada masa
remaja. Diet awal berhasil membuat suatu sensasi berkuasa dan kemajuran pada saat
sebelum anorexia terjadi pada seseorang. Secara tidak langsung, ada penguatan sosial
yang terjadi saat diet berhasil. Seiring dengan berjalannya waktu, pujian sosial ini
berubah dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan pengurusan.
Kepercayaan pada penderita anorexia yang kompleks dapat menjadi penguatan diri
sendiri, sehingga penurunan berat badan menjadi faktor utama kesenangan yang
melegakan. Kepercayaan-kepercayaan sesuatu yang harus dirubah melalui cognitive
restructuring.

a. Relationship Building. Penderita anorexia pada umumnya menunjukkan


penolakan bahwa mereka sakit dan merupakan pasien yang tidak ingin hadir
dalam terapi pengobatan. Program pengobatan tingkah laku kognitif sudah dibuat
sedemikian rupa untuk mengatasi penolakan-penolakan itu. Relationship building
merupakan tahap pertama dalam pengobatan, yang dilakukan dengan kejujuran,
kehangatan, rasa suportif, dan tidak main hakim sendiri. Penderita anorexia harus
diinfokan bahwa pengalaman mereka akan menuntun proses terapi. Meskipun
terkadang kepercayaan mereka yang salah akan secara langsung tertantang, terapis
akan menguji kepentingan dari kepercayaan-kepercayaan ini dalam terapi.

9
b. Pendidikan. Pasien harus menerima informasi yang bersifat mendidik tentang
gejala-gejala, resiko, dan bagian-bagian anorexia. Informasi ini akan membantu
penderita untuk mendefinisi ulang anorexia sebagai gangguan psikologis dan
bukan aspek unik maupun heroik dari diri seseorang. Penting juga untuk
menginfokan pada penderita tentang gejala-gejala negatif seperti cepat marah dan
melemah dapat diasosiasikan sebagai ekef dari kelaparan.

c. Penstabilan berat badan. Pemulihan berat badan adalah hal yang sangat penting
dan merupakan aspek penyelamat nyawa seseorang dalam pengobatan. Kesusahan
yang akan dihadapi terapis dalam proses ini adalah tetap menjalin hubungan yang
baik dengan pasien. Berobat di rumah sakit akan memudahkan terapis untuk
melakukan pendekatan dan merupakan suatu cara untuk mengontrol gejala-gejala
anorexia, mengetahui panik yang biasanya dialami oleh penderita anorexia akibat
kenaikan berat badan, memberitahu pasien hal-hal apa yang seharusnya
diharapkan, dan membuat batas kenaikan berat badan.

d. Intervensi tingkah laku. Dilakukan dengan banyak cara, contohnya dengan latihan,
menjadwal adanya peristiwa-peristiwa menyenangkan, dan menirukan tingkah
laku makan yang normal.

e. Intervensi kognitif. Kepercayaan-kepercayaan yang dimiliki oleh penderita


anorexia harus diidentifikasikan menggunakan latihan self-monitoring dalam
terapi. Pasien harus dijadikan “kolaborator” dalam terapi, dan membuat mereka
mengaitkan pentingnya kepercayaan-kepercayaannya dengan pengalaman mereka
yang sesungguhnya. Misalnya, pasien percaya bahwa dapat diterima di
masyarakat itu tergantung status berat badan, kemudian dapat dilakukan
percobaan di kehidupan nyata untuk menguji ketepatan dan kegunaan ide tersebut.

Pada intinya, pengobatan anorexia nervosa harus meliputi tidak hanya tujuan
yaitu memulihkan berat badan, tetapi juga anggapan tentang pentingnya kesehatan
seseorang yang berhubungan dengan berat badan., dan keseluruhan pengobatan
dilakukan sampai pada lingkungan psikososial pasien. Terkait dengan tingkat kambuh
tertinggi, follow-up dibutuhkan dalam pengobatan dalam jangka waktu yang lama.

10
BAB III
Penutup
3.1. Kesimpulan
Anorexia nervosa adalah gangguan makan yang sangat berbahaya dan bahkan bisa
menyebabkan kematian. Untuk itu makalah ini seharusnya dapat meningkatkan pengetahuan
kita mengenai anorexia nervosa dan meningkatkan kesadaran kita terhadap pentingnya
menjaga kesehatan tubuh. Terlebih yang berkaitan dengan berat badan. Pada wanita,
seringkali anorexia terjadi, karena wanita selalu mencari kesempurnaan bentuk tubuh dari
wanita-wanita lain yang dianggapnya lebih kurus dan memiliki bentuk tubuh yang lebih
bagus. Anggapan-anggapan tersebut seharusnya tidak membuat seseorang harus berhenti
makan, karena ini akan mengakibatkan penyakit komplikasi lainnya juga.

3.2. Saran
Untuk berkembangnya pengetahuan kita mengenai gangguan makan anorexia nervosa,
maka kami selaku penulis bersedia menerima masukan berupa saran maupun kritik
membangun. Dengan harapan, ilmu yang kita dapatkan dari makalah ini dapat menjadi
berkah dan berguna untuk perkembangan pendidikan di masa yang akan datang.

11
Daftar Pustaka
Anorexia and Bulimia Cases Outnumbered by Other Eating Disorders. (2013). Retrieved
October 4, 2014, from
http://search.proquest.com/docview/1353399829/BA42AF07D4FB4EBAPQ/17?acco
untid=17242
Garner, D. M., & Garfinkel, P. E. (1979). The Eating Attitudes Test: An index of the
symptoms of anorexia nervosa. Psychological medicine, 9(02), 273-279.
King, L. (2014). The Science of Psychology: An Appreciative View (3 ed.). NY: McGraw-Hill
Education.
McLeod, S. A. (2008). Systematic Desensitization. Diakses pada 26 Oktober 2014 pada pukul
10:41 dari http://www.simplypsychology.org/Systematic-Desensitization.html
Minuchin, S., Rosman, B. L., Baker, L., & Minuchin, S. (2009). Psychosomatic families:
Anorexia nervosa in context. Harvard University Press.
Sullivan, P. F. (1995). Mortality in anorexia nervosa. American Journal of Psychiatry, 152(7),
1073-1074.
Thorpe, G. L., & Olson, S. L. (1990). Behaivor Therapy: Concepts, Procedures, and
Applications. MA: Allyn and Bacon.
Turner, S. M., Calhoun, K. S., & Adams, H. E. (1981). Handbook of Clinical Behavior
Therapy. Canada: A Whiley-Interscience Publication.

12

You might also like