You are on page 1of 16

SITI AISAH

11140476 5V – MA
TUGAS KE 9
 Istilahindustrialisasi secara ekonomi diartikan
sebagai kegiatan mengolah bahan mentah
menjadi barang jadi atau barang setengah
jadi, dapat pula diartikan sebagai himpunan
perusahaan-perusahaan sejenis dimana kata
industry dirangkai dengan kata yang
menerangkan jenis industrinya. Misalnya,
industry obat-obatan, industry garmen,
industry perkayuan, dsb.
 Tahun 1920an industry modern di Indonesia hampir semua
dimiliki oleh orang asing, walau jumlahnya hanya sedikit.
Indutri kecil yang ada pada masa itu berupa industry
rumah tangga seperti penggilingan padi, pembuatan gula
merah (tebu dan nira), rokok kretek, kerajinan tekstil, dan
sebagainya tidak terkoordinasi dengan baik.
 Perusahaan modern hanya ada dua, yaitu pabrik rokok
milik British American Tobaco (BAT) dan perakitan
kendaraan bermotor General Motor Car Assembly. Depresi
ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1930an
meruntuhkan perekonomian, megakibatkan menurunnya
penerimaan ekspor dari 1.448 gulden menjadi 505 gulden
(1929) yang mengakibatkan pengangguran. Melihat situasi
tersebut pemerintah Hindia Belanda mengubah system dan
pola kenijakan ekonomi dari sector perkebunan ke sector
industry, dengan memberi kemudahan dalam pemberian
ijin dan fasilitas bagi pendirian industry baru.
 Berdasarkan Sensus Industri Pertama (1939), industry
yang ada ketika itu mempekerjakan 173 ribu orang di
bidang pengolahan makanan, tekstil dan barang
logam, semuanya milik asing. Pada masa PD II kondisi
industrialisasi cukup baik. Namun setelah
pendudukan Jepang keadaannya terbalik. Disebabkan
larangan impor bahan mentah dan diangkutnya
barang capital ke Jepang dan pemaksaan tenaga
kerja (romusha). Setelah Indonesia merdeka, mulai
dikembangkan sector industry dan menawarkan
investasi walau dalam tahap coba-coba. Tahun 1951
pemerintah meluncurkan RUP (Rencana Urgensi
Perekonomian). Program utamanya menumbuhkan
dan mendorong industry kecil pribumi dan
memberlakukan pembatasan industry besar atau
modern yang dimiliki orang Eropa dan Cina.
 Dalam sejarah pembangunan ekonomi, konsep
industrialisasi berawal dari revolusi industry pertama pada
pertengahan abad 18 di Inggris dengan penemuan metode
baru untuk pemintalan dan penenunan kapas yang
menciptakan spesialisasi dalam produksi dan peningkatan
produktivitas dari factor produksi yang digunakan. Setelah
itu, inovasi dan penemuan baru dalam pengolahan besi dan
mesin uap yang mendorong inovasi dalam pembuatan
antara lain besi baja, kereta api dan kapal tenaga uap.

 Revolusi industry kedua akhir abad 18 dan awal abad 19


dengan berbagai perkembangan teknologi dan inovasi
membantu laju industrialisasi. Setelah PD II muncul
berbagai teknologi baru seperti produksi masal dengan
menggunakan assembly line, tenaga listrik, kendaraan
bermotor, penemuan barang sintetis dan revolusi teknologi
komunikasi, elektronik, bio, computer dan penggunaan
robot.
 Sector industry manufaktur di banyak Negara berkembang
mengalami perkembangan sangat pesat dalam tiga decade
terakhir. Asia Timur dan Asia Tenggara dapat dikatakan sebagai
kasus istimewa. Lebih dari 25 tahun terakhir, dijuluki a
miraculous economic karena kinerja ekonominya sangat hebat.
Dari 1970 hinga 1995, industry manufaktur merupakan
contributor utama.

 Untuk melihat sejauh mana perkembangan industry manufaktur


di Indonesia selama ini, perlu dilihat perbandingan kinerjanya
dengan sector yang sama di Negara-negara lain. Dalam kelompok
ASEAN, misalnya kontribusi output dari sector industry
manufaktur terhadap pembentukan PDB di Indonesia masih
relative kecil, walaupun laju pertumbuhan output rata-ratanya
termasuk tinggi di Negara-negara ASEAN lainnya. Struktur ini
menandakan Indonesia belum merupakan Negara dengan tingkat
industrialisasi yang tinggi dibandingkan Malaysia dan Thailand.
 Secara umum, industry manufaktur di Negara-
negara berkembang masih terbelakang jika
dibandingkan dengan sector yang sama di Negara
maju, walaupun di Negara-negara berkembanga
ada Negara-negara yang industrinya sudah sangat
maju.

 Dalam kasus Indonesia, UNIDO (2000) dalam


studinya mengelompokkan masalah yang
dihadapi industry manufaktur nasional ke dalam
2 kategori, yaitu kelemahan yang bersifat
structural dan yang bersifat organisasi.
1. Basis ekspor dan pasarnya yang sempit
 Empat produk, yakni kayu lapis, pakaian jadi, tekstil dan alas
kaki memiliki pangsa 50% dari nilai total manufaktur
 Pasar tekstil dan pakaian jadi sangat terbatas.
 Tiga Negara (US, Jepang dan Singapura), menyerap 50% dari
total ekspor manufaktur Indonesia, sementara US menyerap
hampir setengah total nilai ekspor tekstil dan pakaian jadi.
 Sepuluh produk menyumbang 80% seluruh hasil ekspor
manufaktur.
 Banyak produk manufaktur padat karya yang terpilih sebagai
produk unggulan Indonesia mengalami penurunan harga di
pasar dunia akibat persaingan ketat.
 Banyak produk manufaktur yang merupakan ekspor tradisional
Indonesia mengalami penurunan daya saing
2. Ketergantungan impor yang sangat tinggi
3. Tidak adanya industry berteknologi menengah
4. Konsentrasi regional
1) Industry skala kecil dan menengah (IKM)
masih underdeveloped.
2) Konsentrasi pasar.
3) Lemahnya kapasitas untuk menyerap dan
mengembangkan teknologi.
4) Lemahnya SDM
 Subtitusi Impor (inward-looking)

 Promosi Ekspor (outward-looking)

 Strategi industrialisasi
 Lebih menekankan pada pengembangan
industry yang berorientasi pada pasar
domestic

 Strategi subtitusi impor adalah industry


domestic yang membuat barang
menggantikan impor

 Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju


pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat
dicapai dengan
mengembangkan industry dalam negeri yang
memproduksi barang pengganti impor
Pertimbangan yang lajim digunakan dalam
memilih strategi ini adalah:
a) SDA dan factor produksi lain (terutama tenaga
kerja) cukup tersedia.
b) Potensi permintaan dalam negeri memadai.
c) Pendorong perkembangan sector industry
manufaktur dalam negeri.
d) Dengan perkembangan industry dalam negeri,
kesempatan kerja lebih luas.
e) Dapat mengurangi ketergantungan impor
Penerapan strategi subtitusi impor dan hasilnya
di Indonesia:

 Industry manufaktur nasional tidak berkembang


baik selama orde baru.
 Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang
dengan baik.
 Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde
baru menimbulkan high cost economy
 Teknologi yang digunakan oleh industry dalam
negeri, sangat diproteksi


 Lebih berorientasi ke pasar internasional dalam
pengembangan usaha dalam negeri.
 Tidak ada diskriminasi dalam pemberian insentif
dan fasilitas kemudahan lainnya dari
pemerintah.
 Dilandasi pemikiran bahwa laju pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dapat dicapai jika produk
yang dibuat di dalam negeri dijual di pasar
ekspor.
 Strategi promosi ekspor mempromosikan
fleksibilitas dalam pergeseran sumber daya
ekonomi yang ada mengikuti perubahan pola
keunggulan komparatif
 Dirombaknya system devisa sehingga
transaksi luar negeri lebih bebas dan
sederhana.
 Dikuranginya fasilitas khusus yang hanya
disediakan bagi perusahaan Negara dan
kebijakan pemerintah untuk mendorong
pertumbuhan sector swasta bersama-sama
dengan BUMN.
 Diberlakukannya Undang-undang PMA

You might also like