You are on page 1of 19

[Miastenia gravis

Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan dan
kelelahan otot-otot rangka akibat defisiensi reseptor asetilkolinpada sambungan
neuromuscular.Miastenia gravis dapat terjadi akibat gangguansistem saraf perifer yang
ditandai dengan pembentukan autoantibodi terhadapreseptor asetilkolin yang terdapat di
daerah motor and-plate otot rangka.Autoantibodi igG secara kompetitif berikatan dengan
reseptor asetilkolin danmencegah peningkatan asetilkolin ke reseptor sehingga mecegah
kontraksi otot.Miastenia gravis pada awalnya dapat menyebabkan kelemahan otot
yangmengontrol gerakan bola mata atau dapat mempengaruhi seluruh tubuh.
Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah.Penyakit ini
merupakan penyakit neuromuscular yang merupakan gabungan antaracepatnya terjadi
kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan.Sindromklinis ini ditemukan pertama
kali pada tahun 1600, dan pada akhir tahun 1800Miastenia gravis dibedakan dari kelemahan
otot akibat paralisis burbar.Padatahun 1920 seorang dokter yang menderita penyakit
Miastenia gravis merasalebih baik setelah minum obat efedrin yang sebenarnya obat ini
ditujukan untukmengatasi kram menstruasi.Dan pada tahun 1934 seorang dokter dari
Inggrisbernama Mary Walker melihat adanya gejala-gejala yang serupa antara
Miasteniagravis dengan keracunan kurare.Mary Walker menggunakan antagonis kurareyaitu
fisiotigmin untuk mengobati Miastenia gravis dan ternyata ada kemajuannyata dalam
penyembuhan penyakit ini.
Miastenia gravis banyak timbul antara umur 10-30 tahun.Pada umurdibawah 40 tahun
miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita.Sementaraitu diatas 40 tahun lebih
banyak pada pria (Harsono, 1996).Insidens miastenia gravis di Amerika Serikat sering
dinyatakan sebagai 1 dalam 10.000.Tetapi beberapa ahli menganggap angka ini terlalu rendah
karena sesungguhnya banyakkasus yang tidak pernah terdiagnosis.
Patofisiologi
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatukelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secaraterus-menerus dan disertai
dengan kelelahan saat beraktivitas.Penyakit ini timbulkarena adanya gangguan dari
Synaptictransmission atau pada neuromuscular junction
Gangguan tersebut akan mempengaruhi transmisi neuromuscular padaotot tubuh yang
kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristikyang muncul berupa
kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal
itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial.
Miastenia gravis merupakan sindroma klinis akibat kegagalan transmisi
neuromuskuler yang disebabkan oleh hambatan dan destruksi reseptor asetilkolin oleh
autoantibodi.Sehingga dalam hal ini, miastenia gravis merupakan penyakit autoimun yang
spesifik organ.Antibodi reseptor asetilkolin terdapa di dalam serum pada hampir semua
pasien.Antibodi ini merupakan antibodi IgGdan dapat melewati plasenta pada kehamilan
Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubunganneuromuskular, maka membran
akson terminal Presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam
celah sinaps.
Asetilkolin berdifusimelalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin
pada membranpostsinaps.Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas
terhadapnatrium dan kalium secara tiba-tiba menyebabkan depolarisasi lempeng akhir
dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akanterbentuk
potensial aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan dengansaraf, yang akan
disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini memicuserangkaian reaksi yang
mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah transmisimelewati hubungan neuromuscular
terjadi, astilkolin akan dihancurkan olehenzim asetilkolinesterase.Pada miastenia gravis,
konduksi neuromuskular terganggu.
Abnormalitas dalam penyakit miastenia gravis terjadi pada endplate motorik dan bukan
padamembran presinaps.Membran postsinaptiknya rusak akibat reaksi imunologi.Karena
kerusakan itu maka jarak antara membran presinaps dan postsinapsmenjadi besar sehingga
lebih banyak asetilkolin dalam perjalanannya ke arahmotor endplate dapat dipecahkan oleh
kolinesterase. Selain itu jumlah asetilkolinyang dapat ditampung oleh lipatan-lipatan
membran postsinaps motor end platemenjadi lebih kecil. Karena dua faktor tersebut maka
kontraksi otot tidak dapatberlangsung lama.
DEFINISI

Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis dari transmisi neuromuskular yang
menghasilkan kelemahan otot. Istilah Myasthenia adalah bahasa Latin untuk kelemahan otot,
dan Gravis untuk berat atau serius.

Myasthenia Gravis termasuk salah satu jenis penyakit autoimun. Menurut kamus kedokteran,
penyakit autoimun itu sendiri adalah suatu jenis penyakit dimana antibodi menyerang
jaringan-jaringannya sendiri. Myasthenia Gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang
paling umum terserang adalah otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata,
mengunyah, menelan, batuk dan ekspresi wajah. Bahu, pinggul, leher, otot yg mengontrol
gerakan badan serta otot yang membantu pernafasan juga dapat terserang.
Health Community mendefinisikan Myasthenia Gravis sebagai penyakit autoimun kronis yang
berakibat pada kelemahan otot skelet. Otot-otot skelet adalah serabut-serabut otot yang terdiri dari
berkas-berkas atau striasi (striasi otot) yang berhubungan dengan tulang. Myasthenia Gravis
menyebabkan kelelahan yang cepat (fatigabilitas) dan kehilangan kekuatan pada saat beraktivitas,
dan membaik setelah istirahat
http://www.mgindonesia.org/myasthenia-gravis/definisi-myasthenia-gravis.html

Penyebab Myasthenia Gravis


Myasthenia Gravis disebabkan oleh adanya antibodi yang merintangi, merubah bahkan
merusak penerimaan zat asetilkolin, sehingga hal ini menghalangi terjadinya kerja otot.
Antibodi ini dihasilkan oleh sistem imun tubuh sendiri. Itulah sebabnya Myasthenia Gravis
dimasukkan dalam golongan penyakit autoimun.

Myasthenia Gravis Foundation of America menjelaskan penyebab dari penyakit ini sebagai
berikut :

Otot-otot dari seluruh tubuh dikontrol oleh impul syaraf yang timbul dalam otak. Impul-
impul syaraf ini berjalan turun melewati syaraf-syaraf menuju tempat dimana syaraf-syaraf
bertemu dengan serabut otot. Serabut syaraf tidak benar-benar berhubungan dengan serabut
otot. Ada tempat atau jarak antara keduanya, tempat ini disebut persimpangan
neuromuskular.

Ketika impul syaraf yang berasal dari otak sampai pada syaraf bagian akhir, syaraf bagian
akhir ini mengeluarkan bahan kimia yang disebut asetilkolin. Asetilkolin berjalan
menyeberangi jarak yang ada diantara serabut syaraf dan serabut otot (persimpangan
neuromukcular) menuju serabut otot dimana banyak diikat oleh reseptor asetilkolin. Otot
menutup atau mengkerut ketika reseptor telah digiatkan oleh asetilkolin. Pada Myasthenia
Gravis, ada sebanyak 80 % penurunan pada angka reseptor asetilkolin. Penurunan ini
disebabkan oleh antibodi yang menghancurkan dan merintangi reseptor asetilkolin.

Antibodi adalah protein yang memainkan peranan penting dalam sistem imun. Biasanya
antibodi secara langsung menolak protein-protein asing yang disebut antigen yang menyerang
tubuh.Protein-protein ini termasuk juga bakteri dan virus. Antibodi menolong tubuh untuk
melindungi dirinya dari protein-protein asing ini. Untuk alasan yang tidak dimengerti, sistem
imun pada orang dengan Myasthenia Gravis membuat antibodi melawan reseptor pada
persimpangan neuromuscular. Antibodi tidak normal dapat ditemukan dalam darah pada
banyak orang-orang dengan Myasthenia Gravis. Antibodi menghancurkan reseptor dengan
lebih cepat dibanding tubuh bisa menggantikan mereka lagi. Kelemahan otot terjadi ketika
asetilkolin tidak dapat menggerakkan reseptor pada persimpangan neuromuskular.

Selain penjelasan mengenai penyebab Myasthenia Gravis, terdapat juga penjelasan mengenai
kemungkinan adanya peranan kelenjar thymus dalam penyakit ini. Kelenjar thymus yang
terletak di daerah dada atas di bawah tulang dada, memainkan peranan penting dalam
mengembangkan system imun pada awal kehidupan. Sel-sel ini membentuk bagian dari
system normal imun tubuh. Kelenjar ini sedikit besar pada saat bayi, tumbuh secara
berangsur-angsur sampai masa pubertas, dan kemudian menjadi mengecil dan digantikan
dengan pertumbuhan bersama usia.

Pada orang-orang dewasa dengan Myasthenia Gravis, kelenjar thymus tidak normal. Ini
mengandung beberapa kelompok dari indikasi sel imun dari lymphoid hyperplasia. Kondisi
ini umumnya hanya ditemukan pada limpa dan tunas getah bening pada saat reaksi aktif
imun. Beberapa orang dengan Myasthenia Gravis menghasilkan thymoma atau tumor pada
kelenjar thymus. Umumnya tumor ini jinak, tapi bisa menjadi berbahaya. Hubungan antara
kelenjar thymus dan Myasthenia Gravis masih belum sepenuhnya dimengerti. Para ilmuwan
percaya bahwa kelenjar thymus mungkin memberikan instruksi yang salah mengenai
produksi antibodi reseptor asetilkolin sehingga malah menyerang transmisi neuromuskular.
http://www.mgindonesia.org/myasthenia-gravis/penyebab-myasthenia-gravis.html

Sejarah Myasthenia Gravis


Thomas Willis pertama kali menggambarkan seorang pasien dengan MG pada tahun 1672.
Dijelaskan ada banyak kasus jarang lainnya selama tahun tersebut dan pada tahun 1900,
Campbell dan Bramwell mengumpulkan 60 kasus MG dari kepustakaan. Penyebab dari
penyakit Myasthenia Gravis ini masih merupakan misteri, sampai pada tahun 1960 ketika
Simpson mengemukakan bahwa Myasthenia Gravis disebabkan oleh antibody yg melawan
reseptor asetilkolin. Pada tahun 1973 Patrick dan Lindstrom mengemukakan bahwa MG
adalah murni autoimun, dengan memperlihatkan bahwa kelinci yang diimunisasi dengan
torpedo reseptor asetilkolin menjadi mengalami Myasthenia.

Jolly (1895) adalah yang pertama kali menggunakan nama Myasthenia Gravis, dimana ia
menambahkan istilah pseudoparalitika untuk menunjukkan kekurangan dari perubahan
struktur pada autopsi. Adalah Jolly juga yang semula mendemonstrasikan bahwa kelemahan
Myasthenia dapat ditimbulkan kembali dengan stimulasi paradis yang berulangkali dari
syaraf motor yang bersangkut paut dan bahwa “kelelahan” otot akan masih membalas kepada
stimulasi galvanis. Dengan menarik, ia menganjurkan penggunaan dari physostigmin sebagai
bentuk pengobatan, tetapi obat itu diberhentikan sampai Reman (1932) dan Walker (1934)
mendemonstrasikan nilai pengobatan dari obat tersebut.

Campbell dan Bramwell (1900) dan Oppenheim (1901) masing-masing menganalisa lebih
dari 60 kasus dan merealisasikan konsep klinis dari penyakit. Hubungan antara Myastenia
Gravis dan tumor kelenjar tymus pertama kali dicatat oleh Laquer dan Weigert pada tahun
1901, dan pada tahun 1949 Castleman dan Norris menggambarkan secara terperinci
perubahan patologis lain di dalam kelenjar.

Pada tahun 1905 Buzzard mengumumkan seluk beluk analisa klinikopathologis dari penyakit,
ia berkomentar atas dua hal yaitu kelainan pada thymis dan penyusupan dari lymphositis
(disebut lymphorrhages) dalam otot. Ia mendalilkan bahwa sebuah agen beracun
menyebabkan kelemahan otot, lymphorrhages, dan luka thymis. Ia juga mengomentari
hubungan dekat dari Myasthenia Gravis dengan penyakit Graves dan penyakit Addison, yang
juga sekarang betul-betul dipertimbangkan memiliki dasar autoimun. Pada tahun 1960,
Simpson, Nastuk dan teman-teman sekerjanya berteori bahwa mekanisme autoimun pasti
berlaku dalam Myasthenia Gravis. Akhirnya pada tahun 1973, sifat dasar autoimun dari
Mysthenia Gravis diteguhkan melalui serangkaian penelitian oleh Patrick dan Lindstrom,
Fambrough, Lennon, and Engel dan teman-teman sekerja mereka.

http://www.mgindonesia.org/myasthenia-gravis/sejarah-myasthenia-gravis.html

Klasifikasi Myasthenia Gravis


Klasifikasi Klinis Myasthenia Gravis

Kelompok I Myasthenia Okular

Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada
kasus kematian.

Kelompok II Myasthenia Umum

1. Myasthenia umum ringan


progress lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka dan
bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka
kematian rendah.
2. Myasthenia umum sedang
progress bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin berat
dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria (gangguan bicara),
disfagia (kesulitan menelan) dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan
Myasthenia umum ringan. Otot-otot pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi
obat kurang memuaskan dan aktivitas pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah.
3. Myasthenia umum berat
o Fulminan akut : progress yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan
bulbar yang berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernafasan. Biasanya
penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan. Dalam kelompok ini,
persentase thymoma paling tinngi. Respon terhadap obat buruk. Insiden krisis
Myasthenik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi. Tingkat
kematian tinggi.
o Lanjut : Myasthenia Gravis berat timbul paling sedikit 2 tahun sesudah
progress gejala-gejala kelompok I atau II. Myasthenia Gravis dapat
berkembang secara perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Persentase thymoma
menduduki urutan kedua. Respon terhadap obat dan prognosis buruk.

Myasthenia Gravis bisa juga diklasifikasikan dengan lebih singkat dan sederhana
menjadi :

 Golongan I = Gejala-gejalanya hanya terdapatpada otot-otot ocular


 Golongan II A = Myasthenia Gravis umum ringan
Golongan II B = Myasthenia Gravis umum berat
 Golongan III = Myasthenia Gravis akut yang berat, yang juga mengenai otot-otot
pernafasan
 Golongan IV = Myasthenia Gravis kronik yang berat

http://www.mgindonesia.org/myasthenia-gravis/klasifikasi-myasthenia-gravis.html

Kelaziman/Prevalensi Myasthenia Gravis


Myasthenia Gravis dapat dikatakan sebagai penyakit yang masih jarang ditemukan.
Umumnya menyerang wanita dewasa muda dan pria tua. Penyakit ini bukan suatu penyakit
turunan ataupun jenis penyakit yang bisa menular. Kasus MG adalah 5-10 kasus per 1 juta
populasi per tahun, yang mengakibatkan kelaziman di Amerika Serikat sekitar 25.000 kasus.
MG betul-betul dipertimbangkan sebagai penyakit yang jarang, artinya MG kelihatannya
menyerang dengan sembarangan dan tanpa disengaja dan tidak dalam hubungan keluarga.
Tidak ada kelaziman rasial, tapi orang-orang yang terkena MG pada usia < 40 tahun, 70 %
nya adalah wanita. Yang > 40 tahun, 60 % nya adalah pria. Pola ini sering disimpulkan
dengan menyebutkan bahwa MG adalah penyakit wanita muda dan pria tua. Pada pasien yang
mengalami MG sebagai akibat karena memiliki thymoma, tidak ada kelaziman usia dan jenis
kelamin.

Menurut James F.Howard, Jr, M.D, kelaziman dari Myasthenia Gravis di Amerika Serikat
diperkirakan sekitar 14/100.000 populasi, kira-kira 36.000 kasus. Tetapi Myasthenia Gravis
dibawah diagnosa dan kelaziman, mungkin lebih tinggi. Sebelum dipelajari, terlihat bahwa
wanita lebih sering terserang disbanding pria. Usia yang paling umum terserang adalah pada
usia 20 dan 30-an pada wanita dan 70 dan 80-an pada pria. Berdasarkan populasi umur, rata-
rata usia yang terserang meningkat, dan sekarang pria lebih sering terserang dibanding
wanita, dan permulaan munculnya tanda-tanda biasanya setelah usia 50.
Pada Myasthenia bayi, janin mungkin memperolah protein imun (antibodi) dari ibu yang
terkena Myasthenia Gravis. Umumnya, kasus-kasus dari Myasthenia bayi adalah sementara
dan gejala-gejala anak-anak umumnya hilang dalam beberapa minggu setelah kelahiran.
Myasthenia Gravis tidak secara langsung diwarisi ataupun menular. Adakalanya, penyakit ini
mungkin terjadi pada lebih dari satu orang dalam keluarga yang sama.

Diagnosa Myasthenia Gravis


Keterlambatan diagnosa terhadap suatu penyakit seringkali terjadi. Demikian pula halnya
dengan Myasthenia Gravis, keterlambatan 1 atau 2 tahun pada penyakit ini bukanlah sesuatu
yang luar biasa. Hal ini disebabkan karena kelemahan yang merupakan cirri dari penyakit
Myasthenia Gravis juga merupakan gejala umum dari penyakit-penyakit lainnya, sehingga
mengakibatkan adanya salah diagnosa bagi orang-orang yang kelemahannya hanya pada
sebagian kecil otot saja.

Diagnosa Myasthenia Gravis pada awalnya didasarkan pada gambaran klinis sebagai berikut :
bangun tidur merasa segar atau tidak merasakan gangguan apa-apa, makin siang (penderita
melakukan aktivitas tertentu sebagai suatu aktivitas rutin) penderita merasa makin lemah atau
mudah lelah, pandangan mata ganda (diplopia), atau suara makin lemah dan kesulitan
menelan.

Selain dengan melihat tanda-tanda awal tersebut, ada beberapa test yang dapat dilakukan
untuk mengkonfirmasi diagnose penyakit Myasthenia Gravis. Test-test yang dapat dilakukan
itu antara lain :

1. Test Wartenberg
Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba test Wartenberg.
Penderita diminta untuk menatap tanpa kedip kepada suatu benda yang terletak diatas
dan diantara bidang kedua mata untuk beberapa waktu lamanya. Pada Myasthenia
Gravis, kelopak mata yang terkena akan menunjukkan ptosis.
2. Test Prostigmin atau Test Neostigmin
Prostigmin 0.5-1.0 mg dicampur dengan 0.1 mg atropine sulfas kemudian disuntikkan
kedalam pembuluh darah penderita (intramuskularis atau subcutan). Test dianggap
positif apabila gejala-gejala kelemahan menghilang dan tenaga membaik. Prostigmin
secara oral juga bisa diberikan sebagai dosis test. Efeknya masih perlahan pada
permulaan dan berakhir lebih dari 2 sampai 3 jam.
Raymon D. Adams, Maurice Victor dan Allan H. Ropper memberikan penjelasan
mengenai test neostigmin sebagai berikut : Neostigmin metilsulfat disuntikkan ke
dalam otot dengan dosis 1.5 mg. Atropin sulfat (0.8 mg) harus diberikan beberapa
menit terlebih dahulu untuk meniadakan efek muskarinik. Neostigmin mungkin
diberikan melalui pembuluh darah dengan dosis 5 mg, tapi penambahan harus selalu
diawali dengan atropine sulfat untuk menyingkirkan bahaya dari ventricular fibrilitasi
dan perhentian jantung. Kemajuan obyektif dan subyektif terjadi dalam 10 sampai 15
menit, mencapai puncaknya pada 20 menit, dan berakhir 2 atau 3 jam.

Test yang negatif, tidak meniadakan Myasthenia Gravis tapi ini adalah poin yang kuat
untuk mendiagnosa lagi. Percobaan neostigmin secara oral, 15 mg setiap 4 jam selama
sehari, kadang direkomendasikan pada kasus-kasus yang meragukan, tapi cara ini juga
belum teruji akurasinya.
3. Test Edrophonium Chloride (Tensilon)
Test ini akan bermanfaat apabila pemeriksaan antibodi antireseptor asetilkolin tidak
dapat dikerjakan, atau hasil pemeriksaannya negatif, sementara secara klinis masih
tetap diduga adanya Myasthenia Gravis. Apabila tidak ada efek samping sesudah test
1-2 mg intravena, maka disuntikkan lagi 5-8 mg tensilon. Reaksi dianggap positif
apabila ada perbaikan kekuatan otot yang jelas (misalnya dalam waktu 1 menit),
menghilangkan ptosis, lengan dapat dipertahankan dalam posisi abduksi lebih lama,
dan meningkatnya kapasitas vital. Reaksi ini tidak akan berlangsung lebih lama dari 5
menit. Test ini dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan EMG.

Test Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosa MG. Enzim asetilkolineterase


membongkar asetilkolin (ACh) setelah otot dirangsang, mencegah perpanjangan
respon otot ke impul syaraf tunggal. Edrophonium chloride (Tensilon) adalah obat
yang secara berkala merintangi aksi dari asetilkolineterase. Pada MG, ada sedikit
penerima asetilkolin (AChR) pada otot dan asetilkoline dihancurkan sebelum bisa
secara penuh menstimulasi otot, sehingga menghasilkan kelemahan otot. Dengan
merintangi aksi dari asetilkolineterase, tensilon memperpanjang stimulasi otot dan
secara berkala memperbaiki kekuatan.

Pada test ini, tensilon diberikan melalui pembuluh darah (ke dalam urat darah halus)
dan respon otot akan dievaluasi. Test Tensilon paling efektif ketika dapat dengan
mudah terlihat kelemahan, dan sedikit kurang berguna untuk yang samar-samar atau
keluhan yang turun naik. Efek samping dari test ini adalah secara temporer membuat
irama jantung menjadi abnormal, seperti irama jantung yang lebih cepat (atrial
fibrilasi) dan irama jantung yang lambat (bradicardia).
4. Test Single Fiber Electromyography (EMG)
Serabut otot dirangsang dengan impul elektrik, bisa juga mendeteksi gangguan syaraf
ke transmisi otot. EMG mengukur potensi elektrik dari sel-sel otot. Serat-serat otot
pada MG dan juga pada penyakit neuromuskular lainnya, tidak memberi respon yang
baik pada rangsangan elektrik yang berulang-ulang dibanding dengan otot-otot pada
individu yang normal. Test ini memiliki kesensitifan hingga 95 % secara sistem dan
84 % pada MG ocular, membuat test ini menjadi yang paling sensitif untuk penyakit
ini.
5. Test Darah
Test darah dilakukan untuk menentukan tingkatan serum dari beberapa antibodi
(seperti, AChR-pengikat antibodi, AChR-modulasi antibodi, antitriasional antibodi).
Tingkat yang tinggi dari antibodi-antibodi ini dapat mengindikasikan MG. 80 % dari
semua pasien dengan MG memiliki peningkatan serum antibodi yang tidak normal.
Tapi hasil test yang positif, mungkin kurang disukai oleh pasien dengan MG ocular
murni. Peluang untuk menerima hasil test positif yang salah dari laboratorium yang
ternama adalah kecil, akan tetapi garis batas test-test harus diulang-ulang.
6. Computed Tomography Scan (CT Scan) atau Magnetic Resonance Imaging
(MRI)
Digunakan untuk mengidentifikasi kelenjar thymus yang tidak normal atau
keberadaan dari thymoma.
7. Pulmory Function Test (Test Fungsi Paru-Paru)
Test mengukur kekuatan pernafasan untuk memprediksikan apakah pernafasan akan
gagal dan membawa kepada krisis Myasthenia

Gejala-Gejala Myasthenia Gravis


Myasthenia Gravis adalah penyakit kelemahan pada otot, maka gejala-gejala yang timbul
juga dapat dilihat dari terjadinya kelemahan pada beberapa otot. Otot-otot yang paling sering
diserang adalah otot yang mengontrol gerak mata, kelopak mata, bicara, menelan
mengunyah, dan bahkan pada taraf yang lebih gawat sampai menyerang pada otot pernafasan.
Dengan ikut terserangnya otot-otot yang mengontrol pernafasan, maka hal ini menyebabkan
penderita mengalami beberapa gangguan dalam pernafasan, mulai dari nafas yang pendek,
kesulitan untuk menarik nafas yang dalam sampai dengan gagal nafas sehingga memerlukan
bantuan ventilator.

Pada 90 % penderita, gejala awal berupa gangguan pada otot-otot ocular yang menimbulkan
ptosis (menurunnya kelopak mata) dan diplopia (penglihatan ganda). Diagnosis dapat
ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopak mata. Bila penyakit
hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan tidak
akan menyebabkan kematian.

Myasthenia Gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring dan faring. Keadaan ini dapat
menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot palatum),
menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal (sengau) serta gangguan bicara
(dysarthria), dan pasien tidak mampu menutup mulut, yang dinamakan sebagai tanda rahang
menggantung.

Terserangnya otot-otot pernafasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat
berupa serangan dispnea (ketidak nyamanan dalam bernafas) dan pasien tidak lagi mampu
untuk membersihkan lendir dari trakhea dan cabang-cabangnya. Pada kasus lanjut, gelang
bahu dan panggul dapat terserang pula, dapat pula terjadi kelemahan pada semua otot-otot
rangka.

Kelemahan otot pada Myasthenia Gravis meningkat pada saat aktivitas yang terus menerus
dan membaik setelah periode istirahat. Pasien akan mengalami penurunan tenaga sepanjang
hari, dengan kecenderungan kelelahan dalam satu hari, atau menjelang berakhirnya aktivitas.
Jika dibiarkan, keluhan umum yang dialami oleh pasien biasanya berkembang menjadi
kesulitan pengunyahan selama makan. Gejala dari berbagai kelemahan tersebut cenderung
menjadi lebih buruk dengan adanya berbagai macam stress, kepanasan, infeksi serta pada
penderita dengan akhir masa kehamilan.

Perjalanan klinis dari Myasthenia Gravis sangat bervariasi antara pasien satu dengan yang
lainnya. Dari sekian banyak pasien Myasthenia Gravis, 14 % hanya dengan gejala-gejala
mata saja yang mengarah pada ocular MG. Kehebatan maksimum dari Myasthenia Gravis
dicapai dalam waktu 1 tahun pada 55 % dari kasus, dan dalam 5 tahun pada 85 % dari kasus.
Aspek yang paling berbahaya dari Myasthenia Gravis disebut Myasthenia Krisis, yang
memungkinkan diperlukannya ventilator pada beberapa kasus.

Pengobatan Myasthenia Gravis

Tidak dikenal adanya penyembuhan untuk Myasthenia Gravis, namun saat ini Myasthenia
Gravis bisa dikontrol dengan beberapa terapi yang ada, yang dirasakan cukup efektif untuk
membantu para penderita Myasthenia Gravis. Terapi-terapi tersebut bisa berupa obat-obatan
maupun beberapa tindakan medis, yaitu :

Obat-obatan

A. Anticholinesterase
Anticholinesterase (contohnya mestinon) memperkenankan asetilkolin untuk tinggal pada
persimpangan neuromuskular lebih lama dari biasanya sehingga dengan begitu, lebih banyak
tempat penerima yang bisa diaktifkan. Neostigmin dapat menginaktifkan atau
menghancurkan kolinesterase sehingga asetilkolin tak segera dihancurkan. Akibatnya,
aktivitas otot dapat dipulihkan mendekati normal, sedikitnya 80-90 % dari kekuatan dan daya
tahan semula. Selain neostigmin (Prostigmin), dapat juga digunakan piridostigmin
(Mestinon) dan ambenonium klorida (Mytelase), yang merupakan obat-obat analog sintetik
lain dari fisostigmin (Eserine).
Obat-obat ini tidak melakukan apapun untuk menyembuhkan MG, tapi obat-obatan ini dapat
memberikan pertolongan sementara untuk menolong pasien menjadi lebih baik. Beberapa
otot mungkin membaik untuk beberapa jam ketika yang lainnya mungkin tidak merespon
atau bahkan bertambah lemah dengan obat-obatan ini.

B. Corticosteroid dan Immunosuppressant

Kortikosteroid (contohnya prednisone) dan immunosupresan (contohnya imuran) bisa


digunakan untuk menekan reaksi tidak normal dari sistem imun yang terjadi pada MG. Di
antara preparat steroid, prednisone paling sesuai untuk Myasthenia Gravis, dan diberikan
sekali sehari selang-seling untuk menghindari efek samping.
Pada kasus yang berat, prednisone dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap hari,
dengan memperhatikan efek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk dapat segera
memperoleh perbaikan klinis. Disarankan agar diberi tambahan preparat kalium. Apabila
sudah ada perbaikan klinis, maka dosis diturunkan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan)
dengan tujuan memperoleh dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian prednisone
secara mendadak harus dihindari.

C. Immunoglobulin
Immunoglobulin (IVIg) dimasukkan ke dalam pembuluh darah terkadang digunakan juga
untuk mempengaruhi fungsi atau produksi dari antibodi yang tidak normal.
Penggunaan immunoglobulin melalui pembuluh darah, sama dengan pertukaran plasma,
yakni untuk menghasilkan perbaikan yang lebih cepat untuk menolong pasien melalui
periode sulit dari kelemahan Myasthenia atau sebelum menjalani pembedahan.
Pengobatan ini memiliki keuntungan yaitu tidak memerlukan peralatan khusus untuk jalan
masuk ke pembuluh darah. Dosis yang umum adalah 400 mg/kg per hari untuk 5 hari
berturut-turut (total dosis = 2 g/kg). Perbaikan terjadi pada sekitar 70 % dari pasien, dimulai
sekitar 4 sampai 5 hari setelah pengobatan dan dilanjutkan beberapa minggu sampai beberapa
bulan. Pengobatan ini tidak memiliki pengaruh yang konsisten pada nilai atau kadar sirkulasi
antibodi AChR.

C. Plasmapheresis

Plasmapheresis atau pertukaran plasma mungkin juga berguna pada pengobatan MG. Cara ini
memindahkan atau mengangkat antibodi tidak normal dari plasma darah. Kemajuan pada
kekuatan otot mungkin terlihat jelas tetapi biasanya tidak bertahan lama karena produksi
antibodi yang tidak normal masih terus berlanjut. Ketika plasmapheresis dilakukan, ini akan
memerlukan pertukaran yang berulang-ulang. Pertukaran plasma mungkin khususnya
berguna pada saat kelemahan MG yang sangat hebat atau sebelum menjalani pembedahan.
Plasmapheresis (penarikan plasma) adalah sebuah pengobatan jangka pendek yang mahal,
dimana beberapa liter dari darah diangkat dari pembuluh darah pasien, diolah dalam sebuah
mesin, dan sel darah merah dikembalikan melalui pembuluh darah ke dalam plasma tiruan
(albumin dan larutan garam). Plasmapheresis dilakukan berulang-ulang untuk 2 minggu
ketika manfaat pengobatan jangka pendek sangat diperlukan bagi pasien, seperti ketika
sedang mengalami krisis pernafasan atau sebelum menjalani pembedahan atau penyinaran.
Beberapa pasien menjadi lebih kuat beberapa hari setelah menjalani proses ini, tapi
manfaatnya hanya berlangsung beberapa minggu saja.

D. Thymectomy

Thymectomy (pembedahan menghilangkan kelenjar thymus) adalah pengobatan lain yang


digunakan pada sebagian pasien. Kelenjar thymus terletak di belakang tulang dada dan ini
adalah bagian penting dari sistem imun. Ketika ada tumor pada kelenjar thymus (10-15 %),
akan dilakukan pengangkatan dikarenakan resikonya yang berbahaya. Thymectomy
seringkali mengurangi kehebatan dari kelemahan MG setelah beberapa bulan. Pada beberapa
orang, kelemahan mungkin hilang sepenuhnya. Ini disebut masa remisi. Tingkat sampai
dimana thymectomy bisa dikatakan menolong, adalah bervariasi pada setiap pasien.

Dalam sebuah bukunya, Harrison mengatakan bahwa harus dibedakan antara pembedahan
untuk menghilangkan thymoma, dengan thymectomy sebagai pengobatan bagi Myasthenia
Gravis. Pembedahan untuk menghilangkan thymoma diperlukan karena adanya kemungkinan
menyebarnya tumor lokal, walaupun banyak thymoma jinak. Dengan ketidak adaan tumor,
fakta-fakta yang ada memperkirakan hingga 85 % pasien mengalami perbaikan setelah
thymectomy, dan karena ini sekitar 35 % mencapai remisi bebas obat. Tetapi, perbaikan ini
biasanya berjalan lambat hingga hitungan bulan atau tahun.
Keuntungan dari thymectomy yaitu menawarkan manfaat jangka panjang, dalam beberapa
kasus terjadi berkurangnya kebutuhan untuk meneruskan pengobatan medis. Dalam tinjauan
dari potensi manfaat dan resiko, tidak berarti di tangan yang ahli, thymectomy memperoleh
penerimaan yang cukup luas sebagai pengobatan bagi MG. Dengan kesepakatan bahwa
thymectomy harus dilakukan pada pasien-pasien MG umum antara usia puber dan kurang
dari 55 tahun, apakah thymectomy direkomendasikan untuk anak-anak dan orang dewasa
diatas 55 tahun, dan apakah thymectomy juga perlu dilakukan pada pasien yang
kelemahannya terbatas hanya pada mata saja, hal ini masih merupakan perkara yang
diperdebatkan. Thymectomy harus dilakukan di rumah sakit yang sudah terbiasa
melakukannya dan memiliki staf yang berpengalaman dalam proses sebelum dan sesudah
pembedahan, pembiusan serta teknik pembedahan thymectomy.

Sumber :

 Harrison. Priciple of Internal Medicine Fourteenth Edition (New York : McGraw-Hill,


1998), p 2472
 Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine McCarty. Fisiologi Proses-Proses
Penyakit (Clinical Concepts of Disease Processes) (Penerbit Buku Kedokteran EGC),
p 1001-1002
 MGFA, Inc. Facts About Autoimmune Myasthenia Gravis for Patients & Families
(www.myasthenia.org, 2001)
 Harsono. Op.cit.hlm.297 & 301
 Office of Communications and Public Liaison National Institute of Neurological
Disorders and Stroke National Institute of Health Bethesda, Maryland.Loc.cit.
Myasthenia gravis

Pengertian
Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit muscular miastenia gravis adalah gangguan
yang memengaaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya dibawah
kesadaran seseorang(volunter). Miastenia gravis merupakan kelemahan otot yang parah dan
satu-satunya penyakit neuromuscular dengan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan
otot-otot volunteer dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih lama
dari normal) (price dan Wilson, 1995)3.
Miastenia gravis merupakan penyakit autoimun yang secara bertahap menyebabkan
kehilangan kekuatan otot-otot dan fungsinya. Miastenia gravis (MG) adalah penyakit
autoimun yang melemahkan otot. Nama berasal dari kata Yunani dan Latin yang berarti
"kelemahan otot"4,5.
Miastenia gravis yang berarti “kelemahan otot yang serius” adalah satu-satunya penyakit
neuromuscular yang menggabungkan kelelahan ccepat otot voluntary dan waktu
penyembuhan yang lama (penyembuhan dapat butuh waktu 10 hingga 20 kali lebih lama
daripada normal)2.
Miastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskular pada
otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang
muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot
volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf kranial6.

Patofisiologis
Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh nervus besar bermielin yang berasal dari sel kornu
anterior medulla spinalis dan batang otak. Nervus ini mengirim keluar aksonnya dalam
nervus spinalis atau kranialis menuju perifer. Nervus yang bersangkutan bercabang berkali-
kali dan mampu merangsang 2000 serabut otot yang dipersarafinya disebut unit motorik.
Walaupun masing-masing neuron motorik mempersarafi banyak serabut otot, namun masing-
masing serabut otot dipersarafi oleh neuron motorik2.
Daerah khusus yang menghubungkan antara saraf motorik dengan serabut otot disebut sinaps
atau taut neuromuscular. Taut neuromuscular adalah sinaps kimia antara saraf dan otot yang
terdiri dari tiga komponen dasar: elemaen parasinaptik, elemen pascasinaptik, dan celah
sinaptik dengan lebar sekitar 200 Ǻ diantara dua elemen. Elemen prasinaptik terdiri dari
akson terminal yang berisi vesikel sinaptik dengan neurotransmitter asetilkolin. Asetilkolin
disintesis dan disimpan dalam akson terminal (buoton). Membrane plasma akson terminal
disebut membrane prasinaps. Elemen pascasinaps (membran pasca enghubung), atau ujung
lempeng motorik dari serat otot. Membrane pascasinaps dibentuk oleh invaginasi yang
disebut saluran sinaps membrane otot atau sarkolema ke dalam tonjolan banyak lipatan (celah
subneural), yang sangat meningkatkan luas permukaan. Membrane pascasinaps juga
mengandung reseptor asetilkolin dan mampu membangkitkan lempeng potensial aksi otot.
Asetilkolinesterase yaitu enzim yang merusak asetilkolin juga terdapat dalam membrane
pascasinaps. Celah sinaptik mengacu pada ruangan antara membrane prasinaptik. Ruang
tersebut terisi oleh bahan gelatin yang dapat menyebar melalui cairan ekstraselular (CSF)2.
Apabila inpuls saraf mencapai taut neuromuscular, membrane akson prasinaptik terminal
terpolarisasi, menyebabkan pelepasan asetilkolin ke dalam celah sinaptik. Asetilkolin
menyeberangi celah sinaptik secara difus dan menyatu dengan bagian reseptor asetilkolin
dalam membrane pascasinaptik. Masuknya ion Na secara mendadak dan keluarnya ion K
menyebabkan depolarisasi ujung lempeng yang diketahui sebagai ujung lempeng potensial
(end-plate potential, EPP). Ketika EPP mencapai puncak membrane otot tidak bertaut yang
menyebar sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini merangkai serangkaian reaksi yang
menyebabkan kontraksi serabut otot. Begitu terjadi transmisi melewati celah penghubung
neuromuscular, asetilkolin akan dirusak oleh enzim asetilkolinesterase. Pada orang normal,
jumlah asetilkolin yang dilepaskan lebih dari cukup untuk menyebabkan suatu potensial
aksi2.
Dalam MG, konduksi neuromuskularnya terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin normal
menjadi menurun yang diyakini terjadi akibat cedera autoimun. Antibody terhadap protein
reseptor asetilkolin telah ditemukan dalam serum banyak penderita MG. penentuan bahwa hal
ini akibat kerusakan reseptor primer atau sekunder yang disebabkan oleh agen primer yang
tidak diketahui akan sangat bermanfaat dalam menentukan pathogenesis pasti dari MG2.

Manifestasi Klinis
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat hipotesis terbaru bahwa MG adalah suatu
gangguan autoimun yang mengganggu fungsi reseptor asetilkolin dan menurunkan efisiensi
taut neuromuscular. MG paling sering timbul sebagai penyakit tersembunyi bersifat progresif,
yang ditandai oleh kelemahan dan kelelahan otot. Namun keadaan tersebut tetap terbatas
pada kelompok otot tertentu. Perjalanan penyakit sangat bervariasi pada setiap pasien
sehingga sulit untuk menentukan prognosis2.
Tanda dan gejala yang terdapat pada penderita miastenia gravis antara lain, sebagai berikut
4,7,10,11,12:
- Kelemahan otot
Karakteristik penyakit berupa kelemahan otot ekstrem dan mudah mengalami kelelahan, yang
umumnya memburuk setelah aktivitas dan berkurang setelah istirahat. Pasien dengan
penyakit ini mengalami kelelahan hanya karena penggunaan tenaga yang sedikit seperti
menyisir rambut, mengunyah dan berbicara, dan harus menghentikan segalanya untuk
istirahat. Gejala yang muncul sesuai dengan otot yang terpengaruh. Otot-otot simetris
terkena, umumnya itu dihubungkan dengan saraf kranial.
- Terkulai/turunnya salah satu atau kedua kelopak mata(ptosis)

Gambar 3. Ptosis (drooping eyelid)


Pada 90% pasien gejala awal melibatkan otot okular yang menyebabkan ptosis dan diplopia.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot levator palpebra kelopak mata. Bila
penyakit terbatas pada otot mata, perjalanan penyakit sangat ringan dan tidak meningkatkan
angka mortalitas. Mata terlihat tidak terbuka sepenuhnya, jika kelopak mata kemudian
penglihatan akan terhalang., hal ini disebut dengan ptosis.
- Penglihatan kabur atau penglihatan ganda (diplopia) karena kelemahan otot mengendalikan
pergerakan mata
Penglihatan terhadap gambar lebih dari satu, akibat dari kelemahan otot-otot yang
menggerakkan mata bersama-sama secara sejajar. Sebagian orang mengalami penglihatan
yang samar (kabur) dibandingkan penglihatan ganda ketika mata melihat.
- Kelemahan dalam pelukan, tangan, jari, kaki, leher, dan anggota gerak, masalah berjalan
dan kesulitan duduk
Juga mengenai otot-otot yang mengendalikan pernapasan, leher, dan anggota gerak. Gelang
bahu dan pelvis dapat terkena pada kasus berat; dapat terjadi kelemahan umum pada otot
skelet. Beberapa pasien sekitar 15% sampai 20% meneluh lemah pada tangan dan otot-otot
lengan, dan biasanya berkurang, pada otot kaki mengalami kelemahan, yang membuat pasien
jatuh. Berdiri, berjalan, atau bahkan menahan lengan di atas kepala (misal, ketika menyisir
rambut) dapat sulit dilakukan.
- Kelemahan otot wajah, perubahan dalam ekspresi wajah
Ekpresi wajah pasien yang sedang tidur terlihat seperti patung, hal ini disebabkan karena
otot-otot wajah terkena. Otot wajah, laring, dan faring juga sering terlibat dalam MG.
keterlibatan ini dapat mengakibatkan regurgitasi melalui hidung ketika berusaha menelan
(otot patum); bicara hidung yang abnormal; dan tidak dapat menutup mulut, yang disebut
sebagai tanda rahang menggantung (hanging jaw sign). Dengan terkenanya otot wajah, pasien
akan terlihat seperti menggeram bila mencoba tersenyum
- Sulit menelan
Kelemahan pada otot-otot bulbar menyebabkan masalah menguyah dan menelan dan adanya
bahaya tersedak dan aspirasi.
- Gangguan berbicara (dysarthia)
Pengaruhnya pada laring menyebabkan disfonia (gangguan suara) dalam membentuk bunyi
suara hidung atau kesukaran dalam pengucapan kata-kata.
- Sesak napas (merasa seperti Anda tidak bisa mendapatkan cukup udara)
Tingkat kelemahan otot yang terjadi pada miastenia gravis, berbeda antara pasien satu dengan
pasien yang lain. Mulai dari terlokalisasi yang melibatkan banyak otot, termasuk otot yang
mengendalikan pernapasan. Kelemahan diafragma dan otot-otot interkostal progresif
menyebabkan gawat napas, yang merupakan keadaan darurat akut. Keterlibatan otot
pernapasan dibuktikan dengan batuk lemah, dan akhirnya serangan dispnea, dan
ketidakmampuan untuk membersihkan mucus dari cabang trakheobronkial.
Secara umum, beristirahat dan agen antikolinesterase dapat meringankan gejala MG. gejala
diperberat oleh (1) peubahan keseimbangan hormonal (missal, selama kehamilan, fluktuasi
dalam siklus menstruasi, atau gangguan fungsi tiroid); (2) penyakit yang terjadi pada waktu
yang bersamaan khususnya infeksi traktus pernapasan atas dan yang berkaitan dengan diare
dan demam; (3) emosi kekecewaan, sebagian besar pasien mengalami kelemahan otot yang
lebih ketika kecewa; (4) alcohol (khususnya dengan air tonik yang terdiri dari kuinin, yaitu
obat yang meningkatkan kelemahan otot) dan obat-obat lain2.

Penatalaksaan Medis
Tujuan dari pengobatan dari penyakit ini yaitu adalah untuk mengeleminasi atau setidaknya
meminimalisasikan gejala. Perlemahan otot yang berat, diobati dengan plasmaferesis atau
terapi immunoglobulin intervena (IVIg) dengan onset kerja cepat, terapi berdurasi pendek.
Modalitas ini terkadang digunakan secara teru-menerus, jika pasien tidak dapat mentoleransi
dengan baik terapi imunosupresan standar. Timektomi dapat meningkatlkan remisi pasien
MG7.
a. Antikonesterase
Obat ini beraksi dengan meningkatkan konsentrasi asetilkolin yang relatif tersedia pada
persimpangan neuromuskular. Mereka diberikan untuk meningkatkan respons otot-otot
terhadap impuls saraf dan meningkatkan kekuatan otot. Kadang-kadang mereka diberikan
hanya mengurangi simtomatik6,7.
Obat-obatan dalam pengobatan digunakan piridostigmin bromida (Mestinon), ambenonium
khlorida (Mytelase), dan neostigmin bromida (Prostigmine)6.
Dapat diberikan piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau neostigmin bromide 15-45
mg per oral tiap 3 jam. Piridostigmin biasanya bereaksi secara lambat. Terapi kombinasi
tidak menunjukkan hasil yang mencolok. Apabila diperlukan, neostigmin metilsulfat dapat
diberikan secara subkutan atau intramuskularis (15 mg per oral settara dengan 1 mg
subkutan/intramuskularis), didahului dengan pemberian atripin 0.5-1.0 mg. pemberian
antikolinesterase akan sangat bermanfaat pada miastenia gravis golongan IIA dan IIB7.
Banyak pasien lebih suka dengan piridostigmin karena obat ini menghasilkan efek samping
yang sedikit. Dosis ditingkatkan berangsur-angsur sampai tercapai hasil maksimal yang
diinginkan (bertambahnya kekuatan, berkurangnya kelelahan), walaupun kekuatan otot
normal tidak dapat tercapai dan pasien akan mempunyai kekuatan beradaptasi terhadap
beberapa ketidakmampuan6.
Obat-obat anti kolinesterase diberikan dengan susu, krekers, atau substansi penyangga
makanan lainnya. Efek samping pemberian antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi
parasimpatis, termasuk konstriksi pupil, kolik, kram abdominal, mual, muntah, diare, salivasi
berlebihan, berkeringat, lakrimasi, dan sekresi bronchial berlebihan. Efek samping gastro-
intestinal dapat dilatasi dengan pemberian propantelin bromide atau atropine.Dosis kecil
atrofin, diberikan satu atau dua kali sehari, dapat menurunkan atau mencegah efek samping.
Efek samping lain dari terapi antikolinesterase mencakup efek samping pada otot-otot skelet,
seperti adanya fasikulasi (kedutan halus), spasme otot dan kelemahan. Pengaruh terhadap
sistem saraf terdiri dari pasien cepat marah, cemas, insomnia (tidak dapat tidur), sakit kepala,
disartria (gangguan pengucapan), sinkope, atau pusing, kejang dan koma. Peningkatan
ekskresi saliva dan keringat, meningkatnya sekresi bronkhial dan kulit lembab, dan gejala-
gejala ini sebaiknya juga dicatat. Perawat (dan pasien) memprioritaskan untuk memberi obat-
obatan yang ditentukan menurut jadwal waktu pemberian, hal ini untuk mengontrol gejala-
gejala pasien. Pemberian obat-obatan dapat menyebabkan pasien tidak mampu untuk
menelan obat-obat oral dan ini menjadi masalah. Meningkatnya kekuatan otot dalam satu jam
setelah pemberian obat antikolinesterase merupakan hasil yang diharapkan6,7.
Setelah dosis medikasi telah ditetapkan, pasien mempelajari untuk mengambil obat sesuai
dengan kebutuhan individu dan rencena waktu yang ditentukan. Penyesuaian lebih lanjut
diperlukan dalam stress fisik atau emosional dan terhadap infeksi baru yang muncul
sepanjang perjalanan penyakit6.

Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d kelemahan otot pernapasan
2. Jalan napas tidak efektif b.d akumulasi secret, kemampuan batuk menurun
3. Risiko tinggi aspirasi b.d penurunan control tersedak dan batuk efektif
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan
5. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan otot-otot volunteer
6. Intoleransi aktifitas
7. Gangguan komunikasi verbal b.d disfonia, gangguan bicara
8. Gangguan citra diri b.d ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal

DAFTAR PUSTAKA
http://sapatkaring.blogspot.com/2012/12/myasthenia-gravis.html
Myasthenia Gravis: Frequently Asked Questions. Myasthenia Gravis Foundation of America.
www.myasthenia.org. 2011.
9. Emergency Management of MG. Myasthenia Gravis Foundation of America. www.myasthenia.org.
2010.
Common Question About Myasthenia Gravis. Myasthenia Gravis Foundation of America.
www.myasthenia.org. 2011.

13. Common Question About Thymectomy. Myasthenia Gravis Foundation of America.


www.myasthenia.org. 2010

You might also like