You are on page 1of 16

TUGAS KLIPING

HUKUM TATA NEGARA

OLEH

GILANG RAMADHAN EFENDY

UNIVERSITAS DEHASEN (UNIVED) BENGKULU


FAKULTAS HUKUM
2018

1
Pilkada 2018: Isu SARA diprediksi akan kembali panaskan tensi
Ayomi Amindoni BBC Indonesia
11 Januari 2018

Pilkada serentak 2018 yang akan digelar Juni mendatang tampaknya masih dibayang-bayangi
dengan penggunaan isu suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA) pada Pilkada DKi
Jakarta pada 2017 lalu.

Dibuinya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akibat kasus penistaan agama demi menjegalnya
terpilih kembali sebagai gubernur DKI Jakarta dan munculnya larangan untuk tidak
mendoakan pendukungnya, tampaknya menjadi cerminan buasnya isu SARA dalam Pilkada
Jakarta itu.

Dan ada perkiraan bahwa isu SARA kembali akan memanaskan tensi Pilkada 2018.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini
memandang sentimen SARA masih mengancam kelangsungan Pilkada 2018 dan juga Pemilu
maupun Pilpres 2019 karena, antara lain, persaingan ketat para partai politik.

"Di dalam kompetisi yang sangat sengit, di mana pertarungan itu begitu luar biasa untuk
memenangkan pilkada, akan selalu ada pihak-pihak atau oknum yang menggunakan cara
ilegal tapi dianggap efektif untuk memenangkan pilkada."

"Jadi kalau ditanya apakah politik SARA akan digunakan lagi di 2018? Kemungkinan itu selalu
ada dan sangat mungkin," ujar Titi kepada BBC Indonesia, Selasa (10/01).

Kemungkinan maraknya kembali isu SARA agaknya juga menjadi kekhawatiran Menteri
Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, yang langsung wanti-wanti agar para calon tidak
menggunakannya dalam kampanye pilkada 2018, melainkan adu program.

"Marilah kepala daerah adu program adu konsep adu gagasan untuk kesejahteraan,
kemaslahatan masyarakat daerah. Jangan kampanye fitnah, kampanye berujar kebencian,
apalagi SARA," ujar Tjahjo Kumolo kepada wartawan.

Salah satu wilayah yang diperkirakan akan menghadapi tensi SARA yang memanas adalah
Provinsi Jawa Barat berdasarkan karakter pemilihnya, jelas pengamat politik dari Universitas
Padjajaran Firman Manan.

"Karakter pemilih Jawa Barat itu, salah satu karakter pemilih adalah pemilih yang religius,
bahkan perkembangan terakhir juga muncul kekuatan Islam yang konservatif," ujar Firman.

Hak atas fotoJUNI KRISWANTO/AFPImage captionIlustrasi. Sebagian masyarakat Indonesia


dinilai masih memilih pemimpin berdasarkan isu primordial seperti agama atau suku.

Pemanasan pilpres 2019

2
Banyak yang melihat Pilkada 2018 sebagai pemanasan menuju Pemilu dan Pilpres 2019 karena
tiga provinsi yang meggelar pilkada tahun ini -Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur-
memiliki jumlah penduduk besar. Jadi siapa pun yang menguasai ketiga wilayah itu
diperkirakan akan bisa memuluskan langkah untuk pemilihan tahun depan.

Maka dari itu Pilkada 2018 menjadi sangat menentukan, jelas Titi Anggraini dari Perludem,
mengingat eksistensi dan kekuatan kompetisi partai akan diuji secara langsung.

"Jadi 2018 itu istilahnya menjadi pemanasan, semacam batu uji. Menjadi medium untuk
menguji kekuatan partai dan kekuatan mesin partai dalam memenangkan pemilu. Jadi kalau
dia bisa menang di Pilkada akan melahirkan psikologi positif bagai partai dan pemilih lantaran
jarak yang sangat berdekatan antara Pilkada 2018 dan Pemilu 2019."

27 Oktober 2008
Pilkada dan Pembuktian Kaum Muda
Oleh: Ahmad Rizky Mardhatillah Umar *)

Pengantar

Kaum Muda kembali menampakkan “taring” di pentas pilkada. Setelah pasangan Ahmad Heryawan-
Dede Yusuf secara mengejutkan memenangi pilkada Jawa Barat, kali in TGB Zainul Majdi – Badrul Munir
(PBB & PKS) yang memenangkan pilkada di NTB. Kemenangan mereka juga mengejutkan sebab
mengalahkan Lalu Serinata, gubernur incumbent yang diusung oleh Golkar-PDIP.

Selain dua pasangan muda tersebut, kita juga telah menemukan beberapa figur kaum muda yang
berkompetisi di beberapa pilkada. Kita dapat menyebut Rosehan NB (Kalsel), Gatot Pujo Nugroho
(Sumut), Syaifullah Yusuf (Jatim), Hadi Mulyadi (Kaltim), Nasir Jamil (Aceh), atau Zulkifliemansyah
(Banten).

Ajang Pembuktian

Ada apa di balik “kemenangan” beberapa pemuda tersebut? Penulis memiliki beberapa pandangan
mengenai fenomena ini.

Pertama, fenomena hadirnya kaum muda dalam pentas politik lokal mengindikasikan kebangkitan
kembali peran politik pemuda. Selama beberapa dekade, peran politik pemuda tersubordinasi oleh
pragmatisme orang-orang tua dan para birokrat yang menguasai pemerintahan. Pemuda seakan
terpenjara dengan idealisme masing-masing tanpa bisa berbuat apa-apa secara politik.

Gaung reformasi yang berhembus di tahun 1998 ternyata mengubah visi ini. Pemuda mulai
menunjukkan sinyal kebangkitan dengan munculnya anggota legislatif muda yang idealis di parlemen.
Sebut saja nama Nusron Wahid (Golkar), Rama Pratama (PKS), atau Maruarar Sirait (PDIP). Sinyal ini
kemudian menguat dengan majunya beberapa pemuda ke pentas pilkada di beberapa daerah.
Fenomena ini menjadi tanda kebangkitan kembali peran politik pemuda.

3
Kedua, kemenangan pemuda dalam pilkada menunjukkan krisis kepercayaan masyarakat dengan
“pemain lama” dalam politik. Fenomena Jabar dan NTB membuktikan hal ini. Kemenangan TGB Zainul
Majdi (PBB-PKS) menumbangkan prediksi para analis yang lebih menjagokan Lalu Serinata, mengingat
posisinya sebagai incumbent dan dukungan dari koalisi dua partai politik besar, yaitu Golkar dan PDIP.
Fenomena serupa terjadi di Jabar yang memenangkan Ahmad Heryawan (PKS-PAN) atas Dani Setiawan
(Golkar-Demokrat) dan Agum Gumelar (PDIP).

Krisis kepercayaan ini mengemuka karena “pemain lama” tersebut tidak melakukan perubahan berarti
di masyarakat. Rakyat yang telah jenuh dengan kemiskinan dan ketidakpastian ekonomi, dalam
pandangan penulis, lebih menginginkan calon yang progresif dan penuh dengan idealisme untuk
melakukan perubahan. Kecenderungan ini mengakibatkan rakyat lebih memilih figur pemuda yang
berkompetisi di Pilkada.

Ketiga, kemenangan kaum muda dapat disebabkan oleh menguatnya partisipasi politik pemuda dalam
pilkada/pemilu. Di NTB, survey Lingkar Survey Indonesia menyebut bahwa tingkat partisipasi pemilih
lebih dari 73%, sebuah pencapaian partisipasi politik yang cukup besar. Meski LSI tidak menganalisis hal
di atas, penulis menilai kemenangan calon yang mewakili kaum muda (TGB Zainul Majdi) memiliki andil
terhadap peningkatan partisipasi pemilih pemuda.

Selama ini, sikap pemuda dalam politik cenderung apatis dan nonpartisan. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya intrik dan kontroversi dalam pentas politik nasional. Para pemuda juga menaruh
ketidakpercayaan terhadap pemerintah karena seringkali terjadi clash antara aparat pemerintah dengan
pemuda yang penuh dengan berbagai tuntutan demi kemajuan bangsa. Disadari atau tidak, masuknya
kaum muda ke ranah politik praktis telah membuka mata sebagian besar pemuda akan pentingnya
partisipasi dalam demokrasi.

Keempat, kemenangan kaum muda dalam pilkada tersebut dapat ditafsirkan sebagai awal dari
perubahan peta politik nasional pada Pemilu dan Pilpes tahun 2009 nanti. Kaum muda akan menjadi
sebuah elemen masyarakat yang diperhitungkan eksistensinya pada saat kampanye. Hal ini juga menjadi
awal kemenangan partai-partai yang mengusung kepentingan kaum muda.

Dalam konteks yang lebih luas, pergeseran peta politik nasional pada 2009 tersebut setidaknya akan
mempengaruhi beberapa hal, seperti munculnya partai politik yang mengusung idealisme pemuda,
perubahan program kerja dan visi-misi partai/capres, serta awal dari munculnya kandidat pemuda
dalam pemilihan presiden. Benar tidaknya analisis ini dapat dibuktikan pada pesta demokrasi 2009
nanti.

Quo-Vadis Pemuda?

Kemenangan TGB Zainul Majdi-Badrul Munir dalam Pilkada NTB dan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf
dalam Pilkada Jabar telah membuka mata dunia bahwa pemuda masih eksis di Indonesia. Sebagai agen
perubahan, mereka telah mewakili pemuda dalam membuat awal yang baik dalam demokrasi di
Indonesia.

Ke depan, kita tinggal menantikan komitmen dan keberhasilan kerja mereka dalam membangun daerah
masing-masing. Semua kontrak politik dan janji kampanye harus direalisasikan secara optimal sebagai
konsekuensi amanah yang dipegang. Saya yakin, Tuan Guru Bajang Zainul Majdi, Lc., MA. dan Ahmad
Heryawan, Lc. dapat menjawab tantangan ini.

4
Salam Pemuda, Salam Reformasi!
*) Penulis, Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UGM
http://andika-artikel.blogspot.co.id/2008/10/pilkada-dan-pembuktian-kaum-muda.html

Pilkada Kota Bengkulu Diikuti TNI, Ketua DPRD, dan Petahana KONTRIBUTOR
BENGKULU, FIRMANSYAH

Kompas.com - 12/02/2018, 17:23 WIB Empat pasang calon wali kota Bengkulu disahkan
KPU(KOMPAS.COM/FIRMANSYAH) BENGKULU, KOMPAS. com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bengkulu
menetapkan empat pasangan calon mengikuti pemilihan kepala daerah Juni 2018, Senin (12/2/2018). Ketua KPUD
Kota Bengkulu, Darlinsyah mengatakan, penetapan didasari kelengkapan syarat yang diajukan saat pendaftaran
bakal calon Pilkada dan dilakukan verifikasi. Keempat paslon ini dinyatakan lolos tahap administrasi dan verifikasi
berkas pendaftaran. "Selanjutnya kami akan melakukan pengundian nomor urut besok di tempat yang sama," ujar
Darlinsyah di Bengkulu (12/2/2018). Baca juga : Pilkada Bengkulu, Perwira TNI Ini Lepas Karir dan Maju Independen
Keempat paslon tersebut adalah Patriana Sosialinda yang berpasangan dengan Mirza yang diusung Partai Golkar,
Hanura dan PDI Perjuangan. Helmi Hasan dan Deddy Wahyudi yang diusung Partai Gerindra, Partai Amanat
Nasional dan Partai Demokrat. Selain itu, pasangan Erna Sari Dewi berpasangan dengan Ahmad Zarkasi yang
diusung Partai Nasdem dan PKS. Satu pasangan yang maju melalui jalur perseorangan yaitu Mayor Inf David Suardi
yang berpasangan dengan Bakhsir. Para calon ini memiliki latar belakang yang beragam. Patriana Sosialinda
merupakan petahana menjabat wakil wali kota, Helmi Hasan merupakan wali kota, Erna Sari Dewi sebagai ketua
DPRD sedangkan David Suardi merupakan perwira menengah di Korem 041 Garuda Emas, Bengkulu.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pilkada Kota Bengkulu Diikuti TNI, Ketua DPRD, dan
Petahana", https://regional.kompas.com/read/2018/02/12/17235051/pilkada-kota-bengkulu-diikuti-tni-ketua-dprd-dan-
petahana.
Penulis : Kontributor Bengkulu, Firmansyah
Editor : Sabrina Asri

https://regional.kompas.com/read/2018/02/12/17235051/pilkada-kota-bengkulu-diikuti-tni-ketua-dprd-dan-petahana

5
5 Parpol Dilarang Ikut Kampanye Pilkada Bengkulu
Yuliardi Hardjo Putro
10 Agu 2015, 16:09 WIB
Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)

Liputan6.com, Bengkulu - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bengkulu melarang Partai Gerindra,
Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ikut kampanye Pilkada Bengkulu,
Desember 2015 nanti.

Ketiga partai itu dinyatakan KPU Bengkulu tidak mengajukan atau mengusung salah satu pasangan calon
gubernur dan wakil gubernur di Pilkada Bengkulu.

Selain 3 partai tersebut, KPU Bengkulu juga melarang 2 parpol lainnya untuk ikut kampanye, yakni Partai
Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) karena secara administrasi dan prosedur pendaftaran
tidak diakui.

Kepala Divisi Humas KPU Provinsi Bengkulu Zainan Sagiman menyatakan, hanya ada 6 partai politik yang
disahkan KPU untuk mengusung pasangan calon. Mereka adalah Partai Nasdem, PKP Indonesia, Partai
Hanura dan PKB yang mengusung pasangan calon Ridwan Mukti-Rohidin Mersyah dan 2 parpol lain yaitu
PDI Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat (PD) yang mengusung pasangan calon Sultan Bachtiar
Nadjamuddin-Mujiono.

"Selain 6 Parpol pengusung itu, kami nyatakan dilarang ikut kampanye dan memasang atribut saat
kampanye. Jika tetap memaksakan diri, kami minta Bawaslu menindak dan mengambil sikap tegas," ujar
Zainan di Bengkulu, Senin (10/8/2015).

Terkait Partai Golkar dan PPP, Zainan menegaskan, meski salah satu kubu menyatakan didukung partai
tersebut, tetapi KPU tetap melarang. Itu karena secara administrasi dan prosedur pendaftaran tidak
diakui KPU Bengkulu.

"Kita tidak bisa menerima berkas lain, kami hanya mengakui berkas yang dibawa saat mendaftar saja. Ini
mengacu kepada PKPU nomor 9 tahun 2015 pasal 40 ayat 1 yang melarang kami untuk merubah
ataupun menambah dokumen yang sudah disahkan," pungkas Zainan. (Ron/Mut)

6
Seteru Pilkada berujung penjara
Muhammad Nur Rochmi16:38 WIB - Jumat, 24 Februari 2017

Ilustrasi narkoba. Kasus penemuan sabu dan ekstasi di ruang kerja Bupati Bengkulu Selatan , akhirnya diketahui rekayasa.
Pelakunya, seteru dari Pilkada. | Moch Asim /ANTARA

Pilkada (pemilihan kepala daerah), galibnya adalah sarana untuk memecahkan masalah, menemukan
siapa yang akan memimpin sebuah daerah.

Tapi alat pemecahan ini, justru melahirkan masalah baru. Perselisihan massal, kini akrab kita temui di
linimasa. Masalah pidana pemilu kerap lalu lalang. Yang terbaru, permufakatan jahat yang berpangkal
dari Pilkada.

Salah satu kepala daerah yang lama berurusan dengan Pilkada adalah Bupati Bengkulu Selatan, Dirwan
Mahmud.

Kini, namanya muncul lagi karena dia diduga dijebak dalam kasus narkotika. Kasus ini melibatkan
oknum BNN (Badan Narkotika) Provinsi Bengkulu. Tujuh orang tersangka dijerat kasus rekayasa
penyalahgunaan narkotika karena pemufakatan jahat.

Mereka adalah Reskan Effendi (60 tahun), HY (49), MU (39), SA (40), DA (55), KD (38), dan RU (53).
RE bukanlah nama yang asing bagi karir politik Dirwan. Reskan, seterunya sejak Dirwan sempat
memenangkan Pilkada Kabupaten Bengkulu Selatan 2009 lalu.

"RE (Reskan) otak dari semuanya. Dia sengaja menjebak Dirwan," ujar Irjen Arman Depari, Deputi
Pemberantasan BNN, seperti dikutip dari detikcom, Kamis (23/2).
Dirwan dan Reskan berseteru saat memperebutkan kursi Bupati Bengkulu Selatan, pada 2009.

7
Reskan, yang saat itu berpasangan dengan Rohidin Mersyah, menggugat kemenangan pasangan Dirwan
Mahmud-Hartawan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Reskan, yang memperoleh 36.566 suara, menggugat
kemenangan Dirwan yang meraup 39.069 suara.

Menurut Reskan, kemenangan Dirwan tak sah karena Dirwan pernah mendekam di penjara karena kasus
pembunuhan.

Muspani, yang pernah menjadi pengacara Dirwan menuturkan, pada 1982 Dirwan pernah ke Jakarta. Di
Jakarta, ia berkelahi karena cemburu pacarnya digoda orang lain. "Dalam perkelahian itu, lawan Dirwan
kalah dan meninggal," kata Muspani.
Majelis Hakim MK mengabulkan permohonan Reskan. Pada Kamis, 8 Januari 2009, MK membatalkan
kemenangan Dirwan demi hukum.
Alasannya, Pasal 58 huruf f Undang-Undang nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah
melarang calon Pemimpin Kepala Daerah atau pun Wakil Kepala Daerah pernah dipidana dengan
ancaman hukuman lima tahun penjara atau lebih.

MK juga memerintahkan agar KPU Bengkulu Selatan menggelar pemungutan suara ulang untuk setiap
pasangan calon. Dirwan-Hartawan dilarang ikut.

Dirwan lalu menggugat pasal 58 UU Pemda tersebut. Dalam proses sidang ini, Dirwan memberikan
kesaksian yang mengagetkan. Ia mengaku diperas Rp3,5 miliar oleh Zaimar, adik ipar Hakim Konstitusi
Arsyad Sanusi.
Dirwan hendak mencabut kesaksian itu. Berangkatlah ia ke Jakarta. Saat hendak menyeberang di
Pelabuhan Bakauheni, ia ditangkap dengan satu butir ekstasi. Dirwan akhirnya dibui.

Dalam sidang hingga di Mahkamah Agung, pada Dirwan akhirnya divonis dengan hukuman penjara 4
tahun 3 bulan karena ekstasi. Sementara seterunya, Reskan duduk jadi bupati.
Pada 1 Agustus 2013, Dirwan bebas bersyarat. Pada Pilkada Serentak Desember 2015, Dirwan maju
kembali memperebutkan kursi Bupati Bengkulu Selatan bersama Gusnan Mulyadi. Dalam Pilkada ini, ia
kembali berseteru dengan musuh lamanya, Reskan.
Dirwan kembali bisa mengalahkan Reskan. Dirwan-Gusnan memperoleh 31.496 suara. Sedangkan,
Reskan-Rini dengan 28.049 suara.
Resnan tak terima dan menggugat ke MK. Menurut Hendar Kusumah, pengacara Reskan, saat Dirwan
mengikuti pilkada Bengkulu Selatan masih dalam statusnya sebagai seorang narapidana.
Gugatan itu mental. Akhirnya pria kelahiran 17 Mei 1959 dilantik menjadi Bupati Bengkulu Selatan pada
untuk periode 2016-2021.

8
Tapi, baru tiga bulan duduk jadi Bupati, kasus kembali muncul. Di ruang kerjanya, ditemukan sabu dan
ekstasi di ruang kerjanya.
Hampir setengah tahun kemudian, BNN menguak, temuan sabu dan ekstasi di ruang kerja Dirwan adalah
rekayasa.

"Diduga RE kecewa karena kalah persaingan dengan Dirwan dalam Pilkada Bupati Bengkulu
Selatan," kata Arman.
Reskan dan kawan-kawan kini jadi tersangka. Humisar Tambunan, pengacara Reskan menyatakan,
kliennya mengakui terlibat dalam kasus ini, tetapi bukanlah dalang atau inisiator

Menurutnya, Reskan sedang dalam posisi galau dan labil. "Ada oknum yang membumbui sehingga beliau
tergiring melakukan kejadian ini," ujar Humisar.
Polisi menjerat Reskan dengan pasal, 114 ayat (1) dan 112 ayat (1) juncto Pasal 132 ayat (1) UU No 35
Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Kini, mereka bertukar posisi. Dirwan menjadi bupati, Reskan tinggal di bui.

https://beritagar.id/artikel/berita/seteru-pilkada-berujung-penjara

Pengertian PILKADA atau PEMILUKADA

Srikandi Rahayu

pemerintah, Politik, seputar politik

Wednesday, 4 November 2015

Pengertian PILKADA atau PEMILUKADA. Setiap Daerah di indonesia Mempunyai Pemimpin diantaranya
adalah Gubernur, Bupati dan wali kota. Nah untuk memilih pemimpin tersebut maka pemerintah pusat

9
melaksanakan pemilihan langsung yang dilakukan oleh rakyat dalam satu daerah. Pemilihan ini biasa
disebut sebagai PILKADA.

Pemilihan kepala daerah atau yang biasa disebut PILKADA atau Pemilukada dilakukan secara langsung
oleh penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah
dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang
antara lain Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi, Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten, serta
Wali kota dan wakil wali kota untuk kota.

Pilkada

diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan diawasi
oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota. Sedangkan
Khusus untuk daerah Aceh, Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) dengan
diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Aceh (Panwaslih Aceh).

Pengertian Lain tentang Pilkada adalah Pemilihan Gubernur dan pemilihan Bupati/Walikota yang
merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih
Gubernur dan Bupati/Walikota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

Dalam penyelenggaraan PILKADA telah diatur dalam Undang-Undang berikut adalah Dasar Hukum
Penyelenggaraan PILKADA yang antara lain adalah :

Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Pemerintah Daerah

Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Penjelasan Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 17 tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6
TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA
DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PP Pengganti UU Nomor: 3 tentang PERPU NO 3 TAHUN 2005

Dikutip dari berbagai sumber

Artikel Pada Blog ini kami kutip dari berbagai sumber. Semoga Artikel Tentang Pengertian PILKADA atau
PEMILUKADA Dapat Bermanfaat Dan Apabila artikel ini berguna untuk anda silahkan copy paste dengan
menyertakan Sumbernya. Kami Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada Kesalahan Dan Kekurangan
Pada penulisan Artikel ini. Terima kasih atas perhatiannya.

10
http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2015/11/pengertian-pilkada-atau-pemilukada.html

Pilkada Serentak, Pembelajaran Demokrasi Kompas.com - 13/02/2017, 21:06 WIB Ilustrasi

Pilkada(KOMPAS/PRIYOMBODO) Tiga hari lagi pemilihan kepala daerah serentak 2017


segera dilaksanakan di 101 daerah. Publik kembali diuji untuk memilih kepala daerah yang
dapat membawa perubahan. Di balik berbagai pertentangan, keriuhan, dan kemeriahan,
pilkada semakin jadi wadah pembelajaran demokrasi publik. Suhu politik di Tanah Air kian
menghangat menjelang perhelatan pilkada serentak 15 Februari mendatang di 7 provinsi, 18
kota, dan 76 kabupaten. Pilkada serentak hadir sebagai sarana untuk menguatkan konsolidasi
demokrasi lokal di Indonesia. Setidaknya pilkada bertujuan untuk menciptakan
penyelenggaraan pemilu yang efisien dan efektif. Derajat keterwakilan antara masyarakat dan
kepala daerahnya juga diharapkan dapat meningkat. Selain itu, diharapkan juga tercipta
pemerintahan daerah yang efektif dan efisien. Tahun 2015 merupakan kali pertama
diselenggarakannya pilkada serentak dalam cakupan nasional. Merujuk data Komisi Pemilihan
Umum (KPU), dari 269 daerah yang menggelar pilkada serentak dua tahun lalu, terdapat 827
pasangan calon yang bertarung atau rata-rata tiga pasangan calon di setiap daerah. Dari jumlah
itu, sebanyak 690 pasangan calon maju dari jalur partai politik dan 137 pasang calon lainnya
dari jalur perseorangan. Dibandingkan dengan Pilkada 2010, jumlah seluruh pasangan calon
yang berlaga itu jauh lebih rendah. Berdasarkan data Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pada
Pilkada 2010 ada 1.083 pasangan calon bertarung di 244 daerah dengan rata-rata 4,5 pasang
calon per daerah. Tahun 2017, jumlah daerah yang menyelenggarakan pilkada lebih sedikit
dibandingkan 2015, hanya 101 daerah dengan jumlah pasangan calon yang berkontestasi
sebanyak 310 pasangan atau rata-rata tiga pasangan calon di setiap daerah. Dari jumlah itu,
sebanyak 242 pasangan calon maju diusung partai politik dan 68 pasangan calon dari jalur
perseorangan. Tahun ini pula terdapat 16 wilayah dengan jumlah pasangan calon yang berlaga
lebih dari enam pasangan calon. Dengan konfigurasi jumlah calon yang berlaga di ajang
pilkada terus berubah, bagaimana publik menyikapi peristiwa pilkada serentak kedua yang
akan dilaksanakan dua hari ke depan? Evaluasi dan sosialisasi Hasil jajak pendapat Kompas
yang diselenggarakan pekan lalu menunjukkan, lebih dari separuh responden (62,8 persen)
menyatakan puas dengan hasil pilkada serentak 2015. Namun, masih ada 34,3 persen

11
responden yang menyatakan sebaliknya. Saat itu, pilkada diwarnai pergeseran anggaran
pilkada yang semula dibebankan pada APBN menjadi beban APBD sehingga membuka konflik
kepentingan calon kepala daerah petahana. Lebih jauh, satu dari dua responden menyatakan
mekanisme pilkada telah melahirkan kepala daerah yang sesuai dengan harapan. Namun,
proporsi yang menyatakan sebaliknya pun tidak sedikit. Hampir separuh bagian responden
(46,6 persen) mengakui bahwa mekanisme pemilihan kepala daerah selama ini belum maksimal
melahirkan kepala daerah yang berkualitas. Alih-alih bekerja keras bagi perubahan wilayahnya,
beberapa kepala daerah hasil Pilkada 2015 harus terjerat kasus hukum, baik kasus narkoba
maupun korupsi, tak lama setelah memenangi kontestasi. Bagaimana penilaian publik terhadap
penyelenggaraan pilkada serentak 2017? Berkaca dari penyelenggaraan pilkada sebelumnya,
persiapan pilkada serentak 2017 dinilai semakin baik oleh mayoritas publik. Namun, publik
memberi sejumlah catatan terkait dengan pelaksanaan proses pilkada. Masih ada sekitar 40
persen publik yang mengaku belum mengetahui prosedur yang harus ditempuh jika namanya
tidak masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT). Sosialisasi yang dilakukan KPU tentang setiap
pasangan calon pun dinilai belum cukup bagi 40,4 persen responden. Berkaitan dengan
pengetahuan responden terhadap calon kepala daerah, sekitar 60 persen responden cukup
mengetahui profil, kapasitas, dan program pasangan calon dari media massa. Hanya 13 persen
yang mengaku tahu banyak tentang seluk beluk pasangan calon yang berlaga di pilkada nanti.
Terkait program, terdapat 22 persen responden yang tidak mengetahui apa pun tentang apa
yang akan dikerjakan pasangan calon. Meski sosialisasi belum maksimal, mayoritas publik (79,7
persen) akan menggunakan hak pilihnya. KPU sendiri menargetkan partisipasi politik pada
Pilkada 2017 sebesar 77,5 persen. Beberapa faktor yang akan menjadi pertimbangan responden
untuk menentukan calon kepala daerah pilihannya adalah faktor visi misi (19,6 persen),
kepribadian (14,9 persen), rekam jejak bersih dari korupsi (13,6 persen), kesamaan agama (9,6
persen), latar belakang profesi (8,3 persen), dan kinerja (6,8 persen). Pertimbangan rasional
tampaknya menjadi pilihan utama responden untuk pilkada saat ini. Meskipun masih ada
responden yang menjadikan kesamaan agama sebagai faktor untuk memilih kepala daerah,
proporsi lebih besar menjadikan faktor-faktor lebih rasional sebagai pertimbangan utama
memilih. Terhadap calon kepala daerah yang terindikasi korupsi pun, mayoritas responden
(71,1 persen) bersikap tak akan memilihnya. Rawan politik uang Politik uang ditengarai masih
akan mendominasi pilkada kali ini. Mayoritas responden mengamini bahwa politik uang masih
mendominasi pilkada serentak 2017. Masa tenang adalah masa yang paling rawan dengan
politik uang. Penilaian publik ini sejalan dengan Indeks Kerawanan Pilkada 2017 yang
dikeluarkan Bawaslu di mana kerawanan politik uang menempati posisi tertinggi. Politik uang
disebut rawan terjadi di 7.197 tempat pemungutan suara (TPS). TPS rawan politik uang dinilai
ada di Provinsi Papua Barat yang mencapai 71,68 persen dari jumlah TPS sebanyak 2.857.
Kerawanan politik uang terindikasi pada pemberian uang, barang, dan jasa secara langsung
kepada pemilih. Sementara pada wilayah dengan tipologi perdesaan dan tertinggal, suap
diberikan kepada penyelenggara pemilu. Modus politik uang pun kini kian beragam. Lintas
Studi Demokrasi Lokal (LIDAL) menemukan dugaan jual beli suara dengan modus melibatkan
pedagang atau pemilik toko untuk membagikan sembako kepada masyarakat yang telah

12
mendapatkan kupon dari tim sukses. Jual beli suara juga terjadi dengan mengerahkan saksi
bayangan melalui mobilisasi tim relawan di setiap TPS sebanyak 10-25 orang dengan imbalan
berkisar Rp 100.000-Rp 250.000 per orang. Harapan Pilkada serentak yang segera digelar akan
kembali menguji kemampuan publik memilih kepala daerah secara demokratis. Salah satunya
terlihat dari pilihan publik yang lebih menitikberatkan pada pertimbangan rasional ketimbang
latar belakang primordial dari calon pemimpin daerahnya. Pilihan rasional publik itu berkaitan
dengan tugas kepala daerah yang memang harus melayani semua kelompok ketimbang
kepentingan agama atau etnis tertentu. Hal yang patut dicermati dari para calon kepala daerah
adalah publik berharap pelaksanaan pilkada tak hanya jujur dan adil, tetapi juga mampu
menghadirkan pemimpin yang memenuhi kepentingan publik. Kepala daerah terpilih nantinya
terutama diharapkan juga dapat membenahi layanan publik seperti kesehatan, pendidikan
(21,9 persen), mengeluarkan kebijakan pro rakyat untuk petani, buruh, pedagang kecil, usaha
kecil menengah (18,8 persen), memperbaiki infrastruktur (15,6 persen), visi misi pasangan calon
ditepati (12 persen), dan memberantas korupsi di kalangan birokrasi (11,9 persen). Keinginan
dari publik mendapatkan kepala daerah yang melayani masyarakat tentu juga akan sangat
bergantung pada para pemilihnya. Apakah mereka akan dengan mudah tergoda oleh iming-
iming materi, tarikan emosional primordial, atau memperteguh pertimbangan rasional dalam
menentukan pilihannya. (Susanti A Simanjuntak/ Litbang Kompas)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pilkada Serentak, Pembelajaran
Demokrasi", https://nasional.kompas.com/read/2017/02/13/21060011/pilkada.serentak.pem
belajaran.demokrasi.

JELAJAH BENGKULU
"Kenali Bengkulu dari Berbagai Sudut Pandang"

MASKOT PILKADA BENGKULU, KENAKAN CINCIN


RED RAFLESIA

BETV Bengkulu - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bengkulu, optimis jika tahun ini tingkat partisipasi
masayrakat Bengkulu dalam pemilihan kepala daerah dapat meningkat. Hal ini seperti ditunjukkan dalam pemilihan

13
legislatif dan presiden lalu, dimana tingkat partisipasi masayarakat mencapai 70 %. Dan dengan digelarnya
pemilihan kepala daerah Gubernur dan Bupati ini, maka KPU optimis angka partisipasi tersebut dapat lebih
meningkat.

Sementara itu, guna mendorong meningkatnya partisipasi pemilih, KPU memperkenalkan maskotnya pada pilkada
kali ini. Maskot tersebut adalah "Sikora Raflesia" yang merupakan singkatan dari Sikotaksuara Raflesia. Maskot ini
tampak berbentuk kotak suara sambil memegang paku dan waktu pelaksanaan pilkada yakni hari rabu 9 desember.
Serta tak lupa bertopikan bunga raflesia dan cincin red raflesia, sebagai ikon kebanggan Provinsi Bengkulu.

Berdasarkan daftar pemilih tetap atau DPT saat pemilihan presiden lalu, Jumlah DPT di provinsi Bengkulu
mencapai 1,379 juta suara, dan daftar pemilih tetap sementara untuk pilkada 9 desember nanti, diprediksi akan
bertambah mencapai 1,400 juta suara. Karena itulah, KPU berharap masyarakat tidak golput dan bersama-sama
menggunakan hak pilihnya untuk Bengkulu yang lebih baik.

Pilkada Bengkulu, Perwira TNI Ini Lepas Karir dan Maju Independen KONTRIBUTOR
BENGKULU, FIRMANSYAH

Kompas.com - 25/12/2017, 07:12 WIB Mayor (Inf) David Suardi, perwira menengah
TNI ini siap melepas karir militer untuk maju sebagai wali kota
Bengkulu(KOMPAS.COM/FIRMANSYAH) BENGKULU, KOMPAS.com - Perwira
menengah Mayor (Inf) David Suardi yang kini menjabat Kepala Penerangan Korem
(Kapenrem) 041 Garuda Emas, Provinsi Bengkulu menyatakan siap melepas karir
militernya untuk maju dalam Pemilihan Wali Kota Bengkulu 2018. "Saya serius maju
dalam pencalonan Wali Kota Bengkulu berpasangan dengan M. Baksir dari jalur
independen," kata David, Sabtu (23/12/2017). Sebelumnya David bersama bakal calon
wakilnya telah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bengkulu
bermodalkan 22.498 dukungan KTP dari masyarakat. "Saat ini KPU verifikasi

14
dukungan dan kami sudah siapkan 10.000 KTP dukungan cadangan bila diperlukan,"
tambahnya. Baca juga : Kisah Memprihatinkan Siswa dan Guru di Pedalaman Bengkulu
David merupakan Akabri angkatan tahun 1999. Rencana maju dalam Pilwakot
Bengkulu merupakan panggilan jiwanya karena terketuk hendak membangun
Bengkulu sebagai kota kelahirannya. "Selama 20 tahun saya di militer bertugas di
banyak tempat saya selalu pantau perkembangan Bengkulu, saya berkeinginan
mengabdi," ujarnya. Sebelumnya, ia telah mengonsultasikan niat tersebut pada
keluarga, teman satu angkatan Akabri hingga komandan dan Danrem. Baca juga : Di
Bengkulu, Cara Berpakaian Pun Akan Diatur dalam Raperda "Semua men-support
saya, saya sudah siap lahir batin untuk mengabdi di Kota Bengkulu," tegasnya. Ia
mengatakan bila terpilih dirinya akan fokus pada penungkatan Sumber Daya Manusia
(SDM), ekonomi kecil dan menengah, pendidikan dan pariwisata. Syarat minimal
untuk Pilkada Kota Bengkulu dari jalur independen tahun 2018 berdasarkan aturan
sebanyak 8,5 persen dari Jumlah Daftar Pemilih Tetap pilkada Kota Bengkulu adalah
22.498 dukungan dari 264.000 pemilih yang masuk DPT.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pilkada Bengkulu, Perwira TNI
Ini Lepas Karir dan Maju
Independen", https://regional.kompas.com/read/2017/12/25/07123941/pilkada-
bengkulu-perwira-tni-ini-lepas-karir-dan-maju-independen.
Penulis : Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Deklarasi Bakal Calon Wali Kota Bengkulu Bagikan 350.000 Kupon Berhadiah KONTRIBUTOR
BENGKULU,

FIRMANSYAH Kompas.com - 06/02/2018, 11:40 WIB Salah satu bakal calon Wali Kota Bengkulu, Erna Sari Dewi
(mengenakan jilbab). (KOMPAS.com/FIRMANSYAH) BENGKULU, KOMPAS.com - Pasangan bakal calon Wali Kota
dan Wakil Wali Kota Bengkulu, Erna Sari Dewi-Ahmad Zarkasi membagikan 350.000 kupon jalan santai berhadiah
mobil dan ratusan hadiah lainnya pada masyarakat daerah itu. "Ini merupakan deklarasi pasangan Erna Sari Dewi-
Ahmad Zarkasi pada 11 Februari 2018. Ada 350.000 kupon dibagikan pada masyarakat berhadiah satu unit mobil,

15
motor, TV dan ratusan hadiah lainnya," kata Erna Sari Dewi, Selasa (6/2/2018). Awalnya, pasangan ini menyediakan
200.000 kupon jalan santai. Namun tingginya animo masyarakat, membuat panitia menambah 150.000 kupon. Jadi,
total kupon yang disiapkan sebanyak 350.000 kupon. Selain hadiah 1 unit mobil Daihatsu Ayla, juga disiapkan 3 unit
sepeda motor, TV LCD, lemari es, dan 200 hadiah menarik lainnya. (Baca juga : CSIS: Tekanan Psikologis Pilkada
2018 Paling Berat Dirasakan PDI-P ) Erna menyatakan, acara itu merupakan satu bentuk apresiasi dan bentuk
hiburan bersama masyarakat Kota Bengkulu. Acara deklarasi yang digelar di Sport Centre, Objek Wisata Pantai
Panjang, Kota Bengkulu, diperkirakan berlangsung meriah. Panitia juga mengundang sejumlah tokoh nasional.
"Sejumlah tokoh nasional masih dalam proses konfirmasi kehadirannya," ujar Erna. Erna Sari Dewi (ESD)
berpasangan dengan Ahmad Zarkasi. Erna merupakan ketua DPRD Kota Bengkulu yang diusung Partai Nasdem.
Sementara Ahmad Zarkasi merupakan kader PKS. Pasangan ini diusung Nasdem, PKS, dan PPP. Erna
menyebutkan, dirinya siap mengundurkan diri bila dirinya ditetapkan KPU sebagai pasangan peserta Pilkada. Sejauh
ini terdapat beberapa pasangan yang ikut dalam Pillada Kota Bengkulu. Erna Sari Dewi-Ahmad Zarkasi, Helmi
Hasan-Dedi Wahyudi, Patriana Sosialinda-Mirza, David Suardi-M Bakshir dan Jahin-Khairunisa.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Deklarasi Bakal Calon Wali Kota Bengkulu Bagikan 350.000
Kupon Berhadiah", https://regional.kompas.com/read/2018/02/06/11402691/deklarasi-bakal-calon-wali-kota-
bengkulu-bagikan-350000-kupon-berhadiah.
Penulis : Kontributor Bengkulu, Firmansyah

16

You might also like